Anda di halaman 1dari 40

PERCOBAAN 3 KINETIKA REAKSI ENZIM I.

Tujuan Mengetahui kinetic reaksi enzim dan factor-faktor yang mempengaruhi kondisi optimum enzim. II. Prinsip
Dengan bertambahnya konsentrasi substrat, Reaksi yang dikatalisis enzim akan meningkat laju reaksi.

III. Teori dasar Enzim merupakan unit fungsional dari metabolism sel. Semua enzim murni yang telah diamati sampai saat ini adalah protein, dan aktivitas katalitiknya bergantung pada integritas strukturnya sebagai protein. Enzim, seperti protein lainnya, mempunyai berat molekul yang berkisar dari sekitar 12.000 sampai lebih dari 1 juta. Oleh karena itu, enzim berukuran amat besar dibandingkan dengan substrat atau gugus fungsional targetnya.Enzim adalah katalisator sejati. Molekul enzim meningkatkan dengan nyata kecepatan reaksi kimia spesifik, dimana tanpa enzim berlangsung amat lambat. Enzim mampu melakukan katalisis berdasarkan pengaruhnya pada energi aktivasi yang dibutuhkan setiap reaksi kimia. Energi aktivasi adalah energi yang dibutuhkan untuk memecah molekul senyawa reaktan (substrat). Peran enzim disini untuk menurunkan batasan energi aktivasi yang dibutuhkan untuk memulai reaksi. Enzim adalah golongan protein yang disintesis oleh sel hidup dan mempunyai fungsi penting sebagai katalisator dalam setiap reaksi metabolisme yang terjadi

pada organisasi hidup. Enzim juga merupakan biokatalisator yang menunjang berbagai proses industri. Hal ini disebabkan enzim mempunyai efisiensi dan efektifitas yang tinggi, reaksinya tidak menimbulkan produk samping, serta dapat digunakan berulangkali dengan teknik amobilisasi. Enzim merupakan senyawa protein yang dapat mengkatalisis seluruh reaksi kimia dalam sistem biologis. Semua enzim murni yang telah diamati sampai saat ini adalah protein. Aktivitas katalitiknya bergantung kepada integritas strukturnya sebagai protein. Enzim dapat mempercepat reaksi biologis, dari reaksi yang sederhana, sampai ke reaksi yang sangat rumit. Enzim bekerja dengan cara menempel pada permukaan molekul zat-zat yang bereaksi sehingga mempercepat proses reaksi. Percepatan reaksi terjadi karena enzim menurunkan energi pengaktifan yang dengan sendirinya akan mempermudah terjadinya reaksi. Enzim mengikat molekul substrat membentuk kompleks enzim substrat yang bersifat sementara dan lalu terurai membentuk enzim bebas dan produknya (Lehninger, 1995) Apakah enzim itu? Enzim merupakan protein yang bertindak sebagai katalis di dalam tubuh makhluk hidup. Karena bekerja sebagai katalis di dalam tubuh makhluk hidup, enzim disebut juga biokatalisator. Enzim dapat bertindak sebagai katalis, yaitu dapat meningkatkan kecepatan reaksi kimi tetapi tidak berubah dalam reaksi kimia tersebut. Molekul yang bereaksi di dalam suatu reaksi yang dikatalisis oleh enzim disebut substrat, dan molekul yang dihasilkan disebut produk. Enzim dibuat di dalam sel-sel yang hidup. Sebagai besar enzim bekerja di dalam sel, disebut enzim intraseluler. Contoh enzim intraseluler adalah katalase. Katalase memecah senyawa berbahaya, seperti H2O2 (hidrogen

peroksida) di dalam sel-sel hati. Beberapa enzim dibuat di dalam sel, kemudian dikeluarkan dari dalam sel untuk melakukan fungsinya, disebut enzim ekstraseluler. Contoh enzim ekstraseluler adalah enzim-enzim pencernaan, misalnya amilase. Amilase memecahkan amilum menjadi maltosa. Amilase dihasilkan oleh kelenjar saliva (ludah) dan dikeluarkan ke rongga mulut untuk melakukan fungsinya. Enzim tersusun dari komponen protein yang disebut apoenzim. Beberapa enzim memerlukan komponen non protein untuk membantu aktivitas enzim, yang disebut kofaktor. Kofaktor beberapa enzim berupa ion anorganik. Kofaktor yang berupa ion organik disebut koenzim. Beberapa kofaktor tidak berubah di akhir reaksi, tetapi kadang-kadang berubah dan terlibat dalam reaksi yang lain. Enzim yang terikat dengan kofaktor disebut haloenzim. Berikut beberapa jenis kofaktor yang membantu aktivitas enzim 1. Ion-ion anorganik Ion-ion anorganik sederhana merupakan salah satu kofaktor. Ion-ion ini terikat dengan enzim atau substrat kompleks dan dapat membantu fungsi enzim lebih efektif. Sebagai contoh, amilase dalam saliva akan bekerja lebih baik dengan adanya ion klorida dan kalsium. 2. Gugus Prostetik Gugus prostetik merupakan tipe kofaktor

yang lain. Gugus prostetik berperan memberi kekuatan tambahanterhadap kerja enzim. Gugus prostetik terdiri dari molekul-molekul organik yang terikat rapat dengan enzim (Gambar 2.2a). Contohnya adalah heme, yaitu suatu molekul berbentuk cincin pipih yang mengandung besi. Heme merupakan gugus prostetik sejumlah enzim, di antaranya katalase, peroksidase, dan sitokrom oksidase (terlibat dalam respirasi seluler) 3. Koenzim Koenzim merupakan kofaktor yang terdiri dari molekul organik non -protein kompleks yang terikat renggang dengan enzim. Koenzim berfungsi memindahkan gugus kimia, atom, atau elektron dari satu enzim ke enzim yang lain. Beberapa koenzim adalah vitamin atau turunan vitamin. Contohnya, NAD+ (Nicotinamide Adenine Dinucleotide) merupakan koenzim yang sangat penting dalam respirasi seluler. Lihat gambar 2.2b Enzim merupakan protein yang memiliki struktur tiga dimensi. Sisi aktif, yaitu bagian yang berfungsi sebagai katalis. Enzim mengkatalis reaksi dengan meningkatkan kecepatan reaksi. Meningkatkan kecepatan reaksi dilakukan dengan menurunkan energi aktivasi (energi yang diperlukan untuk reaksi), yaitu dari EA1 menjadi EA2. Lihat Gambar 2.3. Penurunan energi aktivasi dilakukan dengan membentuk kompleks dengan substrat. Secara sederhana kerja enzim

digambarkan sebagai berikut.

Setelah produk dihasilkan dari reaksi, enzim kemudian dilepaskan. Enzim bebas untuk membentuk kompleks yang baru dengan substrat yang lain. Kerja enzim dapat diterangkan dengan dua teori, yaitu teori gembok dan kunci serta teori kecocokan yang terinduksi. Kedua teori ini menjelaskan spesifitas enzim dengan substratnya. 1. Teori Gembok & Kunci (Lock and key Theory) Di dalam enzim terdapat sisi aktif yang tersusun dari sejumlah kecil asam amino. Bentuk sisi aktif sangat spesifik, sehingga hanya molekul dengan bentuk tertentu yang dapat menjadi substrat bagi enzim. Enzim dan substrat akan bergabung bersama membentuk kompleks, seperti kunci yang masuk ke dalam gembok. Di dalam kompleks, substrat dapat bereaksi dengan energi aktivitas yang rendah. Setelah bereaksi, kompleks lepas dan melepaskan produk serta membebaskan enzin. Lihat Gambar 2.4.

2. Teori kecocokan yang terinduksi (Induced Fit Theory ) Berdasarkan bukti dari kristalografi sinar X, analisis kimia sisi aktif enzim, serta teknik yang lain, diduga bahwa sisi aktif enzim bukan merupakan bentuk yang baku. Menurut teori kecocokan yang terinduksi, sisi aktif enzim merupakan bentuk yang fleksibel. Ketika substrat memasuki sisi aktif enzim, bentuk sisi aktif termodifikasi melingkupinya membentuk kompleks. Ketika produk sudah terlepas dari kompleks, enzim kembali tidak aktif menjadi bentuk yang lepas, hingga substrat yang lain kembali bereaksi dengan enzim tersebut. Lihat gambar 2.5

Enzim sebagai katalisator yang mempercepat reaksi, tetapi tidak ikut dalam reaksi. Hal ini demikian, dalam katalisis enzim mempunyai dua mekanisme dasar. Pertama adalah keberadaan enzim yang meningkatkan kemungkinan jenis-jenis molekul yang secara potensial akan bereaksi dan bertemu dalam orientasi yang diperlukan dalam ruang. Hal ini terjadi karena enzim mempunyai afinitas yang tinggi terhadap substrat, yang membuat ikatan sementara dengan enzim Sisi aktif

Substrat Ex. Sukrosa ikatan H2O Substrat mengikat enzim, menjadi komplek enzim-substrat Ikatan dari substrat dan enzim menyebabkan ikatan sukrosa terlepas menjadi glukosa fruktusa glukosa fruktosa substrat tersebut. Kedua terjadinya ikatan sementara (sebagian besar non kovalen, seperti ikatan hidrogen, ikatan ion) antara enzim dan substrat yang menyebabkan suatu redistribusi elektron dalam molekul substrat. Redistribusi tersebut menyebabkan adanya tekanan pada ikatan kovalen spesifik dalam substrat yang akhirnya

mengakibatkan pemutusan ikatan. Terjadinya tekanan pada ikatan dalam suatu substrat karena asosiasi dengan enzim yang disebut dengan pengaktifan substrat. Enzim terikat pada satu atau lebih zat-zat yang bereaksi. Dengan demikian, enzim menurunkan barier energi (jumlah energi aktivasi yang diperlukan) dari reaksi, sehingga reaksi dapat berlangsung dengan cepat. Katalisator menurunkan pembatas energi aktivasi reaksi kimia, tanpa mengubah keseluruhan perubahan energi bebas reaksi atau letak keseimbangan akhir. Pada puncak pembatas energi aktivasi, terjadi keadaan transisi. Energi aktivasi suatu reaksi adalah jumlah energi dalam kalori yang diperlukan untuk membawa semua molekul pada 1 mol senyawa pada suhu tertentu menuju tingkat transisi pada puncak batas energi. Pada tahap ini, terdapat peluang yang sama bagi molekul-molekul tersebut untuk mengalami reaksi, membentuk produk, atau untuk kembali menuju kumpulan molekul awal yang tidak reaktif. Kecepatan setiap reaksi sebanding dengan konsentrasi senyawa pada keadaan transisi. Reaksi katalitik yang dilakukan enzim dapat dilihat pada (Gambar 9.3)

Gambar 9.3 Katalisator menurunkan pembatas energy aktivasi reaksi kimia, tanpa mengubah keseluruhan perubahan energy bebas reaksi atau letak kesetimbangan akhir. Pada puncak pembatas energy aktivasi, terjaddi keadaan transisi.

Konsentrasi substrat mempengaruhi dengan nyata kecepatan reaksi yang dikatalisis oleh enzim. Pengaruh berbagai konsentrasi substrat terhadap kecepatan reaksi awal jika konsentrasi enzim dijaga konstan (Gambar 9.4) Pengaruh konsentrasi substrat terhadap kecepatan awal reaksi enzimatik. Vmaks harus diduga dengan pemetaan serupa ini, karena kecepatan awal akan

mendekati, tetapi tidak akan pernah sama dengan Vmaks. Konsentrasi substrat pada saat dicapai setengah kecepatan maksimum adalah KM, yaitu konsentrasi Michaelis-Menten. Pada konsentrasi substrat yang amat rendah, kecepatan maksimum amat rendah, tetapi kecepatan ini akan meningkat dengan meningkatkan konsentrasi substrat.

Jika kita menguji pengaruh konsentrasi substrat yang terus menigkat setiap saat kita mengukur kecepatan awal reaksi yang dikatalisis ini, kita akan menemukan bahwa kecepatan ini meningkat dengan nilai yang semakin kecil. Pada akhirnya, akan tercapai titik batas, dan setelah titik ini dilampaui, kecepatan reaksi hanya akan meningkat sedemikian kecil dengan bertambahnya konsentrasi substrat. Bagaimana pun tinggnya konsentrasi substrat setelah titik ini mencapai, kecepatan reasi akan mendekati, tetapi tidak akan pernah mencapai garis maksimum. Pada batas ini, yang disebut kecepatan maksimum (Vmaks), enzim menjadi jenuh oleh substratnya, dan tidak dapat berfungsi lebih cepat. Pengaruh kejenuhan ini diperlihatkan oleh hampir semua enzim. Hal inilah yang membawa Victor Henri pada tahun 1903, kepada kesimpulan, bahwa enzim bergabung dengan molekul substrat, untuk membentuk suatu kompleks enzim substrat sebagai tahap yang harus dilalui dalam katalis oleh enzim. Pemikiran ini diperluas menjadi suatu teori umum kerja enzim, terutama oleh Leonor Michaelis dan Maud Menten pada tahun 1913. Mereka mengemukakan bahwa enzim E pertama-tama bergabung dengan substratnya S dalam reaksi dapat balik, membentuk kompleks enzim-substrat ES. Reaksi ini berlangsung relatif cepat. + Kompleks ES lalu terurai dalam reaksi dapat balik kedua, yang lebih lambat, menghasilkan produk reaksi P dan enzim bebas E +

Karena reaksi kedua merupakan tahap yang membatasi kecepatan, kecepatan keseluruhan reaksi enzimatik harus seimbang dengan konsentrasi komplek enzim substrat ES. Pada setiap saat di dalam reaksi enzimatik, enzim terdapat dua bentuk, bentuk bebas atau tak-terikat dan bentuk yang sudah terikat ES. Kecepatan reaksi katalitik ini jelaslah menjadi maksimum jika semua enzim terdapat sebagai kompleks ES dan konsentrasi enzim bebas E menjadi sangat kecil. Keadaan ini akan tercapai pada konsentrasi substrat tinggi, karena menurut hukum aksi massa, kesetimbangan reaksi pertama akan digeser ke kanan jika kita meningkatkan konsentrasi S. + Jika kita meningkatkan S sampai ke batas yang cukup tinggi, dapat dikatakan semua enzim bebas E tentulah akan terubah menjadi bentuk ES. Pada reaksi yang kedua dalam siklus katalitik ini, kompleks ES terus-menerus, dan dengan cepat terurai, menghasilkan produk P dan enzim bebas E. Tetapi, jika konsentrasi S cukup tinggi, enzim bebas E segera akan berikatan dengan molekul S yang lain. Pada keadaan ini, tercapai suatu keadaan imbang, dengan enzim yang senantiasa jenuh oleh substratnya dan tercapai kecepatan maksimum. Terdapat hubungan kunatitatif di antara konsentrasi substrat dan kecepatan reaksi enzimatik. Jika kita mengamati Gambar 9.4 yang memperlihatkan hubungan di antara konsentrasi substrat dan kecepatan reaksi enzimatik, kita akan melihat sukarnya menyatakan berapa konsentrasi substrat yang diperlukan untuk mencapai Vmaks, dari pendekatan kita terhadap kecepatan reaksi yang semangkin

mendekati kecepatan maksimum Vmaks. Namun demikian karena kurva yang menyatakan hubungan ini memiliki bentuk umum yang sama bagi hamper semua enzim (kurva ini berbentuk hiperbola), Michaelis dan Menten mengidentifikasi suatu tetapan, yang sekarang dinyatakan sebagai KM , yang bermanfaat dalam menyatakan hubungan yang tepat di antara konsentrasi substrat dan kecepatan reaksi enzimatik. KM, atau tetapan Michaelis-Menten, dapat didefinisikan secara sederhana sebagai konsentrasi substrat tertentu pada saat enzim mencapai setengah kecepatan maksimumnya (diperlihankan pada gambar 9.4). Bentuk kurva kejenuhan substrat yang khas bagi suatu enzim (Gambar 9.4) dapat dinyatakan secara matematik oleh persamaan Michaelis-Mentenematik oleh persamaan Michaelis-Mentenematik oleh persamaan Michaelis-Menten. [] + []

= Vo KM

= Kecepatan awal pada konsentrasi substrat [S]

Vmaks = Kecepatan maksimum = Tetapan Michaelis-Menten enzim bagi substrat tertentu. Persamaan ini, yang diturunkan oleh Michaelis dan Menten, berawal dari hipotesis dasar bahwa tahap pembatas kecepatan di dalam reaksi enzimatik adalah tahapan penguraian kompleks ES, menjadi produk dan enzim bebas. Kotak 9.1 memberikan penurunan persamaan Michaelis-Menten yang telah diperbaruhi. Banyak enzim yang memperlihatkan kurva hiperbolik yang khas (Gambar 9.4). Kurva ini menghubungkan kecepatan reaksi dengan konsentrasi substrat, dan perlahan-lahan mendekati keadaan jenuh pada enzim oleh substrat. Kita telah

melihat adanya dua titik utama pada kurva ini: (1) KM, konsentrasi substrat yang menghasilkan setengah kecepatan maksimum, dan (2) Vmaks atau kecepatan maksimum yaitu kecepatan yang berangsur-angsur dicapai pada konsentrasi substrat tinggi. Michaelis dan Menten memperlihatkan bahwa banyak informasi tambahan yang bermanfaat, yang dapat diturunkan dari kurva kejenuhan enzim yang berbentuk hiperbola, jika kurva ini diubah menjadi bentuk hiperbola sederhana. Persamaan Michaelis-Menten adalah pernyataan aljabar bagi bentuk hiperbolik kurva tersebut, dengan parameter pentingnya adalah konsentrasi substrat ([S]), kecepatan awal (Vo), Vmaks, dan KM. Persamaan ini menjadi dasar bagi semua penelitian kinetika enzim karena memungkinkan perhitungan kuantitatif sifat-sifat enzim dan analisis penghambatan enzim. Disini kita akan mengembangkan logika dan tahap-tahap dasar dalam penurunan persamaan Michaelis-Menten secara modern. Penurunan ini pertama-tama dimulai dengan dua reaksi dasar yang terlibat di dalam pembentukan dan penguraian kompleks enzim-substrat.

+
1

(a)
1

+ .........(b)

Lalu, [Et] mengambarkan konsentrasi enzim total (jumlah enzim bebas dan enzim terikat), [ES] adalah konsentrasi kompleks enzim-substrat, dan [Et]-[ES] mengambarkan konsentrasi enzim bebas atau enzim tak-terikat, [S], konsentrasi substrat yang biasanya jauh lebih besar dari [Et], sehingga jumlah S yang terikat oleh E pada setiap saat dapat diabaikan dibandingkan dengan konsentrasi S total.

Penurunan rumus ini dimulai dengan memperhatikan kecepatan pembentukan dan penguraian ES. 1. Kecepatan pembentukan ES. Kecepatan pembentukan ES pada reaksi (a) adalah Kecepatan pembentukan = K1([Et]-[ES])[S].(c) dengan K1 adalah tetapaan kecepatan reaksi (a). kecepatan pembentukan ES dari E + P oleh reaksi kebalikan (b) amat kecil dan oleh karena itu dapat diabaikan. 2. Kecepatan penguraian ES. Kecepatan penguraian ES adalah Kecepatan penguraian = K-1[ES] + k2[ES] dengan K-1 dan K2 merupakan tetapan kecepatan bagi reaksi kebalikan (a) dan reaksi yang mengarah kemuka (b) berturut-turut. 3. Keadaan seimbang. Ketika kecepatan pembentukan ES samaa dengan kecepatan penguraiannya, konsentrasi ES dan tetap dan system reaksi berada dalam keadaan seimbang : Kecepatan pembentukan ES = Kecepatan penguraian ES K1([Et]-[ES])[S] = K-1[ES] + K2[ES](d) 4. Pemisahan tetapan kecepatan. Bagian kiri persamaan (d) dikalikan, sehingga memberikan K1[Et][S] K1[ES][S] dan bagian sebelah kanan disederhanakan, sehingga dihasilkan (K-1+K2)[ES] Lalu, kita peroleh

K1[Et][S] K1[ES][S] = (K-1 + K2)[ES] Jika kita memindahkan dan mengubah tanda hasil perkalian K1 [ES] [S], kita memperoleh K1[Et][S] = K1[ES][S] + (K-1 + K2)[ES] Persamaan ini jelaslah dapat disederhanakan lebih lanjut menjadi K1[Et][S] = (K1[S] + K-1 + K2)[ES] Sekarang, kita dapatmenyelesaikan persamaan ini bagi [ES] [] = 1 [ ][] 1 [] + 1 + 2

Persamaan di atas dapat lebih disederhanakan lagi, sedemikian rupa, dengan menggabungkan tetapan kecepatan reaksi menjadi satu persamaan [] = []+(
[ ][]
2 +1 )/1

(e)

5. Definisi kecepatan awal vo dengan melibatkan [ES]. Kecepatan awal, menurunkan teori Michaelis dan Menten, ditentukan oleh kecepatan penguraian [ES] dalam reaksi (b), yang tetapan kecepatan reaksi adalah K2. Jadi, kita memiliki = 2 [] Tetapi, karena semua [ES] berada di bagian sebelah kiri persamaan, (e) kita memperoleh
2 = []+(

[ ][]
2 +1 )/1

(f)

Sekarang, marilah kita sederhanakan lebih lanjut persamaan di atas dengan mendefinisikan KM (tetapan Michaelis-Menten) sebagai (K2+K-1)/K1 dan dengan mendefinisikan Vmaks sebagai K2[Et], yaitu, kecepatan pada saat

semua E yang tersedia terhadap sebagai ES. Kita lakukan substitusi parameter ini pada persamaan (f) dan memperoleh = [] [] +

Persamaan di atas adalah persamaan Michaelis-Menten, persamaan kecepatan bagi suatu reaksi enzimatik satu substrat. Persamaan ini adalah suatu pernyataan mengenai hubungan kuantitatif di antara kecepatan reaksi awal vo ,kecepatan maksimum Vmaks, dan konsentrasi substrat awal, semua dihubungkan melalui tetapan Michaelis-Menten KM. Suatu hubungan numeric yang penting ditimbulkan oleh persamaan Michaelis-Menten pada keadaan khusus, jika kecepatan reaksi awal tetap sama dengan setengah kecepatan maksimum, yaitu vo= Vmaks (Gambar 9.4). Lalu [] = 2 + [] Jika kita membagi persamaan ini dengan Vmaks, kita akan memperoleh 1 [] = 2 + [] Dengan menyelesaikan KM, kita memperoleh KM + [S] = 2[S] KM = [S] pada saat vo tetap sama dengan Vmaks Persamaan Michaelis-Menten dapat diubah secara aljabar menjadi persamaan ekuivalen yang bermanfaat di dalam penentuan praktis KM dan Vmaks dan di dalam analisis mekanisme kerja penghambat (inhibitor)

Persamaan Michaelis-Menten =
[] .(a) []+

Dapat ditransformasikan secara aljabar menjadi bentuk lain yang lebih bermanfaat di dalam pemetaan data percobaan. Suatu transformasi yang umum dilakukan diturunkan secara sederhana dengan membuat kebalikan dari kedua sisi persamaan Michaelis-Menten (a), sehingga memberikan 1 + [] = [] Dengan memisahkan komponen pembilang pada sisi kanan persamaan, diperoleh 1 [] = + [] [] Yang dapat disederhanakan menjadi
1

[]

..(b)

Persamaan (b) adalah transformasi persamaan Michaelis-Menten yang disebut persamaan Lineweaver-Burk. Bagi enzim-enzim yang mengikuti hubungan Michaelis-Menten secara benar, pemetaan 1/vo terhadap 1/[S]nya menghasilkan garis lurus (Gambar 1). Garis ini akan memiliki sudut KM/Vmaks, perpotongan garis terhadap sumbu y sebesar 1/Vmaks (pada sumbu 1/vo), dan perpotongan -1/KM pada sumbu 1/[S]. Pemetaan kebalikan ganda atau Lineweaver-Burk memiliki banyak manfaat, karena

menghasilkan penentuan Vmaks secara lebih cepat, yang hanya dapat diduga pada pemetaan vo terhadap [S], seperti diperlihatkan Gambar 2 Transformasi lain dari persamaan Michaelis-Menten telah diturunkan dan dipergunakan. Masing-masing memiliki manfaat khusus di dalam menganalisis data kinetika enzim. Pemetaan kebalikan-ganda dari data kecepatan reaksi enzim amat bermanfaat dalam menganalisa

penghambatan enzim, seperti akan kita lihat.

Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim adalah suhu dan pH, konsentrasi enzim dan substrat, konsentrasi inhibitor, modulator (activator / represor), dan waktu. 1. Suhu dan pH Suhu dan pH faktor penting yang mempengaruhi aktivitas enzim. Hal ini erat kaitannya dengan struktur molekul enzim adalahkarena protein. Aktivitas enzim meningkat sejalan dengan peningkatan suhu lingkungan karena tumbukan antara substrat dengan sisi aktif meningkat seiring dengan

meningkatnya pergerakan molekul. Akan tetapi, kemampuan kerja enzim akan menurun diatas suhu tertentu. Hal ini disebabkan oleh panas mengganggu ikatan hidrogen, ion, dan berbagai ikatan yang menstabilkan bentuk aktif enzim sehingga enzim mengalami proses denaturasi. Setiap enzim mempunyai suhu dan pH optimum kecepatan reaksi mencapai titik tertinggi, jumlah molekul yang berikatan dengan sisi aktif mencapai titik tertinggi tanpa terjadi proses denaturasi protein enzim. Sebagai contoh aktivitas enzim pepsin maksimal pada pH 1,5 2 dan suhu 25 oC, sedangkan tripsin pada pH 7,7 pada suhu yang sama. Enzim urease pada pH 8 dan suhu 20 oC mempercepat kecepatan hidrolisis urea sampai 1014 kali. Pada Gambar 4 disajikan pengaruh suhu dan pH pada laju reaksi yang dikatalisis oleh enzim.

2. Konsentrasi enzim dan substrat Aktivitas enzim dalam mengkatalisis substrat meningkat dengan

meningkatnya konsentrasi enzim dan substrat. Namun konsentrasi enzim dan

substrat ada batasnya dalam meningkatkan aktivitas enzim dalam proses katalitik. Pada waktu tertentu (Gambar 5A) seperti yang ditunjukkan pada t1 peningkatan konsentrasi enzim (E1, E2, E3) menyebabkan peningkatan secara proporsional jumlah substrat yang ditransformasikan. Sebaliknya pada t2, konsentrasi enzim meningkatkan jumlah substrat yang ditransformasikan tetapi sudah tidak proporsional lagi. Jadi pada batas waktu tertentu kecepatan awal reaksi merupakan fungsi dari konsentrasi enzim. Konsentrasi enzim juga sangat erat kaitannya dengan lama waktu yang diperlukan untuk melakukan katalisis. Makin tinggi konsentrasi enzim maka akan semakin pendek waktu yang diperlukan untuk menghasilkan produk dengan konsentrasi substrat yang sama sampai suatu batas konsentrasi enzim tertentu. Konsentrasi enzim yang dipertahankan tetap dan konsentasi substrat dibuat bervariasi (Gambar 5B), maka kecepatan reaksi akan meningkat dengan cepat. Konsentrasi substrat yang terus ditingkatkan maka peningkatan substrat di atas maksimum yang spesifik bagi suatu enzim akan menyebabkan menurunnya aktivitas enzim tersebut, atau dengan kata lain aktivitas enzim dapat dihambat oleh meningkatnya kuantitas substrat.

3. Konsentrasi inhibitor Senyawa kimia tertentu memeliki kemampuan untuk menghambat kerja sebagian enzim. Jika senyawa ini berikatan dengan ikatan kovalen pada enzim maka inhibisi (proses penghambatan kerja) ini bersifat permanen atau tidak dapat dihilangkan. Beberapa inhibitor yang tidak terlalu kuat memiliki kemampuan mengubah bentuk molekulnya sehingga menyerupai substrat dan bersaing dengan substrat untuk berikatan pada sisi aktif enzim. Senyawa ini dikenal sebagai inhibitor kompetetif (competitive inhibitor). Proses penghambatan ini dapat diatasi dengan meningkatkan konsentrasi substrat. Contohnya pada kerja enzim dehidrogenase suksinat dihambat oleh anion suksinat, oksaloasetat Inhibitor lainnya dikenal dengan istilah inhibitor non kompetitif (non competitive inhibitor). Inhibitor ini tidak bersaing dengan substrat untuk berikatan pada sisi aktif enzim melainkan berikatan dengan enzim dan mengubah bentuk molekul enzimnya. Kondisi ini menyebabkan terjadi perubahan sisi aktif sehingga enzim tidak dapat menggunakan sisi aktifnya untuk berikatan dengan substrat. Contohnya enzim dehidratase Ltreonin oleh L-isoleusin. 4. Modulator (aktivator/represor) Kerja enzim dikendalikan oleh suatu mekanisme pengaturan aktivitas enzim yang merupakan perpaduan antara mekanisme katalitik dan proses-proses lainnya. Pengatur atau dikenal sebagai modulator bekerja baik sebagai aktivator ataupun sebagai represor atau penghambat. Keberadaan aktivator dapat meningkatkan afinitas enzim pada substratnya, sehingga menyebabkan

menurunnya aktivitas enzim. Senyawa yang berperan sebagai modulator seperti kofaktor, yaitu ion atau molekul yang membantu kerja enzim. Modulator lainnya adalah enzim regulatori (enzim pengatur), yaitu enzim pemacu yang menentukan kecepatan keseluruhan urutan reaksi, karena enzim ini mengkatalisis tahap yang paling lambat atau tahap penentu kecepatan. Disamping mempunyai fungsi katalitik, enzim ini juga mampu meningkatkan atau menurunkan aktivitas katalitik sebagai respon pada isyarat tertentu. Spesifisitas atau kekhususan dalam hal kecocokan antara molekul substrat dan situs aktif enzim, maka terikatnya aktivator atau penghambat pada enzim tersebut haruslah pada situs yang bukan situs katalitik. Enzim pengatur mempunyai dua atau lebih situs pengikat, dan paling tidak salah satu diantaranya bersifat spesifik dan katalitik bagi substratnya. Enzim regulatori aktivitasnya diatur melalui berbagai jenis isyarat molekular. Terdapat dua golongan utama enzim pengatur, yaitu enzim alosterik atau pengatur bukan kovalen dan enzim pengatur kovalen. Enzim alosterik mempunyai situs pada molekul enzim tempat efektor (penghambat atau aktivator) bereaksi berbeda dari situs katalitik. Jadi situs alosterik adalah situs yang mengatur aktivitas enzim. Enzim Dehidratase treonin merupakan golongan yang khas dari enzim alosterik yang berfungsi melalui pengikatan non kovalen dan dapat balik dalam molekul pengatur. Enzim Dehidratase treonin bekerja pada sistem enzim bakteri yang mengkatalisis perubahan Ltreonin menjadi L-isoleusin. Golongan enzim pengatur kovalen, yaitu diatur melalui interkonversi bentuk aktif dan tidak aktifnya oleh modifikasi kovalen

molekul enzim. Contohnya enzim pengatur fosforilase glikogen pada otot dan hati yang mengkatalisis reaksi pembentukan glukosa 1-fosfat dari substrat glikogen. 5. Waktu Waktu yang dibutuhkan oleh enzim untuk melakukan proses katalisis partial/sempurna pada substrat sangat terkait dengan konsentrasi enzim dan substrat. Semakin tinggi konsentrasi substrat, lama waktu yang dibutuhkan semakin besar. Namun demikian pada konsentrasi substrat yang sama peningkatan konsentrasi enzim dapat mempersingkat waktu yang dibutuh oleh enzim untuk melakukan katalisis, sampai batas konsentrasi enzim dan substrat tertentu tertentu. IV. Alat & bahan Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah Stopwatch, tabung reaksi, pengaduk gelas, pipet ukur (1 mL,5 mL, 10 mL), pipet tetes, water bath 35oC, kertas saring, kuvet dan spektrofotometer/kolorimetri, dan corong kaca.

Bahan yang digunakan adalah Larutan TCA 20%, larutan kasein 2% (b/v), larutan dapar fosfat 0,1 M pH 8,0 , larutan NaOH 0,5 N, aquadest, reagen FolinCiocalteu dan larutan tripsin V. Prosedur Pada tabung t= 0 menit Disiapkan 5 tabung reaksi berpengaduk, dimasukkan larutan buffer fosfat dan tripsin serta tambahkan masing-masing 3 ml larutan TCA 20 % dan di aduk

perlahan, kemudian diingkubasi 30 menit dalam water bath 35oC. Kemudian ditambahkan larutan kasein sesuai table dan diamkan selama 20 menit dalam air es. kemudian di sentrifuga 10 menit dan saring melalui kertas saring untuk diambil supernatanya. Filtrat diperlakukan lebih lanjut munurut metode anson

Pada tabung t= 20 menit Disiapkan 5 tabung reaksi untuk diinkubasi masing-masing tabung berpengaduk yang berisi kasein sesuai table selama 5 menit pada water bath 350C sambil di aduk perlahan ( jarang sampai berbusa), kemudian ditambahkan berturut-turut larutan buffer fosfat dan larutan tripsin. diinkubasi selama tepat 20 menit dalam incubator 350C di hitung setelah penambahan tripsin. Dihentikan reaksi dengan penambahan 3 ml TCA 20 % ke dalam masing-masing tabung dan aduk dengan kuat. Di diamkan selama 20 menit dalam air es untuk menyempurnakan pengendapan. Kemudian di sentrifugasi selama 10 menit kemudian saring untuk diambil supernatanya. Kemudian filtrat di perlakukan lebih lanjut dengan metode anson. No. I Tabung t=0 t = 20 t=0 t = 20 t=0 t = 20 t=0 t = 20 Tripsin (mL) 1 1 1 1 1 1 1 1 Kasein (mL) 0,1 0,1 0,5 0,5 1,0 1,0 3,0 3,0 Buffer fosfat (mL) 5,9 5,9 5,5 5,5 5,0 5,0 3,0 3,0

II

III

IV

t=0 t = 20

1 1

5,0 5,0

1,0 1,0

Metode Anson Dicampurkan 2 ml TC-filtrat di atas dengan 4 ml NaOH 0.5 M, ditambahkan 1 ml larutan Folin-Ciocalteu ( 1 volume reagen di tambah 1 volume aquades sehingga mengandung 1 N asam) kemudian di diamkan 10 menit kemudian tetapkan serapannya pada 650 nm( pengukuran harus dilakukan tepat setelah 10 menit). VI. Hasil Pengamatan Pada tabung t = 0 Pada tabung I di masukan buffer fosfat di tambah tripsin di tambah TCA hasil larutan menjadi bening. Setelah di ingkubasi dan di beri kasein terdapat endapan (+) kemudian di diamkan 20 menit dalam air es kemudian di sentrifuga terbentuk endapan (+). Di lakukan metode Anson pada Filtrat dengan menambahkan NaOH menghasilkan larutan bening di tambahkan dengan larutan Folin-Ciocalteu menghasilkan perubahan warna menjadi kuning bening dan terdapat biru bening di atas permukaan larutan. Di lakukan uji serapannya pada filtrate menghasilkan nilai absorbansi 0,017 Pada tabung II di masukan buffer fosfat di tambah tripsin di tambah TCA hasil larutan menjadi bening. Setelah di ingkubasi dan di beri kasein terdapat endapan (++) kemudian di diamkan 20 menit dalam air es kemudian di sentrifuga terbentuk endapan (++). Di lakukan metode Anson pada Filtrat dengan menambahkan NaOH menghasilkan larutan bening di tambahkan dengan larutan Folin-Ciocalteu menghasilkan perubahan warna menjadi kuning bening dan terdapat biru bening di atas permukaan larutan. Di lakukan uji serapannya pada filtrate menghasilkan nilai absorbansi 0,023

Pada tabung III di masukan buffer fosfat di tambah tripsin di tambah TCA hasil larutan menjadi bening. Setelah di ingkubasi dan di beri kasein terdapat endapan (+++) kemudian di diamkan 20 menit dalam air es kemudian di sentrifuga terbentuk endapan (+++). Di lakukan metode Anson pada Filtrat dengan menambahkan NaOH menghasilkan larutan bening di tambahkan dengan larutan Folin-Ciocalteu menghasilkan perubahan warna menjadi kuning bening dan terdapat biru bening di atas permukaan larutan. Di lakukan uji serapannya pada filtrate menghasilkan nilai absorbansi 0,030 Pada tabung IV di masukan buffer fosfat di tambah tripsin di tambah TCA hasil larutan menjadi bening. Setelah di ingkubasi dan di beri kasein terdapat endapan (++++) kemudian di diamkan 20 menit dalam air es kemudian di sentrifuga terbentuk endapan (++++). Di lakukan metode Anson pada Filtrat dengan menambahkan NaOH menghasilkan larutan bening di tambahkan dengan larutan Folin-Ciocalteu menghasilkan perubahan warna menjadi kuning bening dan terdapat biru bening di atas permukaan larutan. Di lakukan uji serapannya pada filtrate menghasilkan nilai absorbansi 0,041 Pada tabung V di masukan buffer fosfat di tambah tripsin di tambah TCA hasil larutan menjadi bening. Setelah di ingkubasi dan di beri kasein terdapat endapan (+++++) kemudian di diamkan 20 menit dalam air es kemudian di sentrifuga terbentuk endapan (+++++). Di lakukan metode Anson pada Filtrat dengan menambahkan NaOH menghasilkan larutan bening di tambahkan dengan larutan Folin-Ciocalteu menghasilkan perubahan warna menjadi kuning bening dan terdapat biru bening di atas permukaan larutan. Di lakukan uji serapannya pada filtrate menghasilkan nilai absorbansi 0,047 Pada tabung t = 20 Pada tabung I di masukan kasein dan diinkubasi 5 menit menghasilkan warna putih susu di tambahkan buffer fosfat dan di tambah tripsin kemudian diinkubasi 20 menit menghasilkan warna pada larutan tidak berubah tetap berwarna putih susu. Ditambah dengan TCA dan di diamkan 20 menit dalam air es kemudian di

sentrifuga terbentuk larutan tetap keruh. Di lakukan metode Anson pada Filtrat dengan menambahkan NaOH menghasilkan larutan bening di tambahkan dengan larutan Folin-Ciocalteu menghasilkan perubahan warna menjadi kuning bening dan terdapat biru bening di atas permukaan larutan. Di lakukan uji serapannya pada filtrate menghasilkan nilai absorbansi 0,020 Pada tabung II di masukan kasein dan diinkubasi 5 menit menghasilkan warna putih susu di tambahkan buffer fosfat dan di tambah tripsin kemudian diinkubasi 20 menit menghasilkan larutan putih keruh dan terdapat endapan di bawah Ditambah dengan TCA dan di diamkan 20 menit dalam air es kemudian di sentrifuga terbentuk endapan (+). Di lakukan metode Anson pada Filtrat dengan menambahkan NaOH menghasilkan larutan bening di tambahkan dengan larutan Folin-Ciocalteu menghasilkan perubahan warna menjadi kuning bening. dan terdapat biru bening di atas permukaan larutan. Di lakukan uji serapannya pada filtrate menghasilkan nilai absorbansi 0,052 Pada tabung III di masukan kasein dan diinkubasi 5 menit menghasilkan warna putih susu di tambahkan buffer fosfat dan di tambah tripsin kemudian diinkubasi 20 menit menghasilkan larutan putih keruh dan terdapat endapan di bawah Ditambah dengan TCA dan di diamkan 20 menit dalam air es kemudian di sentrifuga terbentuk endapan (++). Di lakukan metode Anson pada Filtrat dengan menambahkan NaOH menghasilkan larutan bening di tambahkan dengan larutan Folin-Ciocalteu menghasilkan perubahan warna menjadi kuning bening dan terdapat biru bening di atas permukaan larutan. Di lakukan uji serapannya pada filtrate menghasilkan nilai absorbansi 0,065 Pada tabung IV di masukan kasein dan diinkubasi 5 menit menghasilkan warna putih susu di tambahkan buffer fosfat dan di tambah tripsin kemudian diinkubasi 20 menit menghasilkan larutan putih keruh dan terdapat endapan di bawah Ditambah dengan TCA dan di diamkan 20 menit dalam air es kemudian di sentrifuga terbentuk (+++). Di lakukan metode Anson pada Filtrat dengan menambahkan NaOH menghasilkan larutan bening di tambahkan dengan larutan Folin-Ciocalteu menghasilkan perubahan warna menjadi kuning bening dan

terdapat biru bening di atas permukaan larutan. Di lakukan uji serapannya pada filtrate menghasilkan nilai absorbansi 0,141 Pada tabung V di masukan kasein dan diinkubasi 5 menit menghasilkan warna putih susu di tambahkan buffer fosfat dan di tambah tripsin kemudian diinkubasi 20 menit menghasilkan larutan putih keruh dan terdapat endapan di bawah Ditambah dengan TCA dan di diamkan 20 menit dalam air es kemudian di sentrifuga terbentuk endapan (++++). Di lakukan metode Anson pada Filtrat dengan menambahkan NaOH menghasilkan larutan bening di tambahkan dengan larutan Folin-Ciocalteu menghasilkan perubahan warna menjadi kuning bening dan terdapat biru bening di atas permukaan larutan. Di lakukan uji serapannya pada filtrate menghasilkan nilai absorbansi 0,183 VII. Perhitungan dan Grafik Absorbansi t=0 t = 20 menit menit 0,017 0,023 0,030 0,041 0,047 0,020 0,052 0,065 0,141 0,183 A = At20-At0 0,003 0,029 0,035 0,1 0,136 t = t20-t0 20 20 20 20 20 = = ( ) 2% 0,028% 0,143% 0,286% 0,857% 1,428%

0,00015 0,00145 0,00175 0,005 0,0068

Michaelis-Menten
0.016 0.014 0.012 0.01 0.008 0.006 0.004 0.002 0 0 0.01428

0.00857

0.00028

0.00286 0.00143 0.002 0.004 [S] 0.006 0.008

Absorbansi t=0 t = 20 menit menit 0,017 0,023 0,030 0,041 0,047 0,020 0,052 0,065 0,141 0,183

A 0,003 0,029 0,035 0,1 0,136

t 20 20 20 20 20

= ( ) 2%

0,00015 0,00145 0,00175 0,005 0,0068

0,028% 0,143% 0,286% 0,857% 1,428%

3571,4 699,3 349,65 116,68 70,02

6666,6 689,65 571,42 200 147,05

Lineweaver-Burk
8000 6000 1/V 4000 1/v 2000 0 0 -2000 1000 2000 1/S 3000 4000 Linear (1/v) y = 1.8908x - 162.9 R = 0.991

= + 1 1 1 = ( )+ 0 [] = 1,8908 162,9
1

= 162,9.(a)
1

= 162,9 =0,0061

= 1,8908....(b)

= 1,8908 0,0061 = 0,0115

VIII. Pembahasan Dalam percobaan kinetika reaksi enzim, substrat yang digunakan adalah kasein dan enzimnya adalah enzim tripsin yang terdapat pada usus dua belas jari (duodenum). Didalam usus, protein akan dihidrolisis oleh tripsin. Fungsi enzim tripsin yaitu untuk mereaksikan substrat. Pada percobaan ini pada tabung t = 0 menit. Tabung satu sampai tabung lima di tambahkan larutan dapar fosfat 0,1 M pH 8,0 dan enzim Tripsin yang bertujuan mengaktifkan kerja enzim dan untuk mempertahankan pH, karena pH optimum enzim tripsin adalah 8,0 untuk aktivitas enzim dalam bereaksi dengan substrat membentuk kompleks enzim substrat. Kemudian dilakukan penambahan TCA 20% bertujuan untuk dapat menghentikan jalannya reaksi kerja enzim. Dan di inkubasi pada suhu 35oC selama 30 menit yang bertujuan agar dapat bekerja pada suhu yang optimum serta enzim dapat mengkatalis substrat. Di lakukan penambahan larutan kasein dengan jumlah konsentrasi setiap tabung satu sampai tabung lima yang berbeda-beda. Kasein sebagai substrat yang bertujuan untuk melihat kerja enzim tripsin dalam bereaksi dengan substrat yaitu kasein membentuk kompleks enzim substrat. Hasil dari data percobaan ini yaitu untuk tabung satu sampai dengan tabung lima di dapat jumlah tabung satu hanya terbentuk endapan putih sedikit sedangkan untuk tabung lima banyak terbentuk endapan putih ini disimpulkan bahwa kerja enzim tripsin dengan substrat kasein bereaksi yang membentuk kompleks enzim-substrat yang di hasilakn pada percobaan ini adalah terberbentuk produk endapan putih. Menurut literature hasil percobaan ini seharusnya enzim tripsin tidak akan bereaksi dengan

substratnya yaitu kasein karena dalam percobaan ini terlebih dahulu di tambahkan TCA (Thricloroactic Acid) yang bersifat asam sehingga tidak terjadi reaksi hidrolisis antara enzim tripsin dan substrat kasein terdenaturasi karena tripsin akan bekerja pada suasana basa. Kemudian percobaan ini di lakukan pada tiap tabung di masukkan dan di diamkan dalam es bertujuan agar larutan mengendap karena air dingin akan menurunkan larutan. Pada percobaan ini juga dilakukan suatu proses yang dinamakan sentrifugasi yaitu proses untuk memisahkan partikel koloid, dalam percobaan dilakukan untuk memisahkan endapan dari campuran larutan sehingga akan didapatkan filtrat yang jernih. Sentrifugasi dilakukan berdasarkan prinsip dasar memisahkan partikel koloid dari endapan. Proses selanjutnya di lakukan metode anson yang bertujuan untuk mendapatkan nilai absorbansi dalam spektrofotometer UV. Pada percobaan ini pada tabung t = 0 menit. Tabung satu sampai tabung lima di tambahkan larutan kasein dengan konsentrasi berbeda-beda kemudian di inkubasi 35oC untuk mengaktifkan kerja substrat kasein. Di setiap tabung ditambahkan berturut-turut dapar fosfat 0,1 M pH 8,0 dengan konsentrasi berbeda-beda dan larutan tripsin, di lakukan ini bertujuan agar enzim tripsin dapat bereaksi dengan substrat yaitu kasein sehingga membentuk produk kompleks antara enzim-substrat yang dapat di lihat hasil praktikum ini yaitu terbentuk endapan putih. Kemudian untuk penambahan dapar fosfat 0,1 M pH 8,0 ini bertujuan sebagai larutan penyangga yang mempertahankan pH larutan tetap berada pada pH 8, yaitu pH yang optimum untuk aktivitas enzim dalam bereaksi dengan substrat. Sedangkan pH optimum enzim tripsin adalah 8,0

dalam bereaksi dengan substrat. Hasil percobaan ini, kerja enzim tripsin dengan substrat kasein membentuk produk enzim-subtrat pengendapan berwarna putih yang paling banyak adalah pada tabung lima. Di karenakan semangkin tinggi konsentrasi substrat maka makin banyak substrat yang dapat berhubungan dengan enzim pada bagian aktif tersebut dan hal ini menyebabkan makin besarnya kecepatan reaksi. Kemudian dilakukan inkubasi 35oC dalam water bath terlebih dahulu agar reaksi antara substrat dengan enzim dapat bekerja pada suhu yang optimum 35oC serta enzim dapat mengkatalis substrat, tetapi jika terlalu tinggi suhunya > 40 pada water bath enzim akan menjadi rusak sehingga tidak dapat mengkatalisis dan jika terlalu rendah suhunya enzim menjadi tidak aktif, sehingga enzim tidak dapat bekerja. Perlakuan selanjutnya di tambahkan TCA (Thricloroactic Acid) yang bersifat asam bertujuan agar menghentikan jalannya reaksi kerja enzim dengan reaksi hidrolisis antara tripsin dan kasein dengan cara mendenaturasi tripsin sehingga mampu menghentikan reaksi enzimatis karena sifatnya yang asam sehingga enzim tidak dapat bekerja lagi, ini di karenakan tripsin akan bekerja pada suasana basa. Selanjutnya setiap tabung di masukan ke dalam air es selama 20 menit, ini bertujuan untuk menyempurnakan pembentukan endapan. Pada suhu yang lebih dingin, kelarutan suatu zat akan mengecil sehingga kemungkinan pembentukan endapan menjadi semakin besar. Oleh karena itu, penyimpanan tabung pada air es ini mampu menyempurnakan pembentukan endapan. Sebab reaksi yang menggunakan katalis enzim dapat dipengaruhi oleh suhu. Pada suhu rendah reaksi kimia berlansung lambat, sedangkan pada suhu yang lebih tinggi reaksi berlansung lebih cepat. Pada suhu

>60C maka enzim akan rusak dan denaturasi pada suhu <0C enzim tidak aktif tetapi tidak rusak secara reversibel. Suhu lebih rendah atau lebih tinggi dari suhu optimum membuat aktifitas enzim berkurang. Perlakuan selanjutnya semua tabung di sentrifugasi selama 10 menit bertujuan untuk memisahkan partikel koloid, dalam percobaan dilakukan untuk memisahkan endapan dari campuran larutan sehingga akan didapatkan filtrat yang jernih. Sentrifugasi dilakukan berdasarkan prinsip dasar memisahkan partikel koloid dari endapan. Proses selanjutnya di lakukan metode anson yang bertujuan untuk mendapatkan nilai absorbansi dalam spektrofotometer UV. Pada percobaan di tabung t = 0 dan t = 20, proses akhir di lakukan lebih lanjut dengan metode anson ini bertujuan untuk mengetahui nilai absorbansi pada jumlah substrat yang bisa di katalisis oleh enzim. Perlakuannya pada campuran dari filtrat yang sudah ada TCA ditambahkan NaOH dan larutan Folin-Ciocalteu. Di lakukan penambahan kedua larutan ini agar larutan Folin-Ciocalteu bisa bekerja pada suasana basa dari penambahan NaOH yang bersifat basa. Hasil perlakuan ini tiap tabung menjadi berwarna kuning bening dengan terdapat berwarna biru bening pada permukaan tabung. Dengan bereaksi membentuk senyawa berwarna biru bening maka mampu dibaca oleh spektrofotometer pada panjang gelombang 650 nm. Spektrofotometri merupakan suatu metoda analisa yang didasarkan pada pengukuran serapan sinar monokromatis oleh suatu lajur larutan berwarna pada panjang gelombamg spesifik dengan menggunakan monokromator prisma atau kisi difraksi dengan detektor fototube.

Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitan atau absorban suatu

sampel

sebagai

fungsi

panjang

gelombang.

Sedangkan

pengukuran

menggunakan spektrofotometer ini, metoda yang digunakan sering disebut dengan spektrofotometri. Spektrofotometri dapat dianggap sebagai perluasan suatu pemeriksaan visual dengan studi yang lebih mendalam dari absorbsi energi. Absorbsi radiasi oleh suatu sampel diukur pada berbagai panjang gelombangdan dialirkan oleh suatu perkam untuk menghasilkan spektrum tertentu yang khas untuk komponen yang berbeda. Pada percobaan dengan alat ini untuk t = 0 dan t = 20 pada tabung satu sampai lima berturut -turut di dapat nilai absorbansi meningkat. Disimpulkan semakin banyak kasein yang ditambahkan, maka akan semakin banyak reaksi hidrolisan yang dilakukan enzimnya. Pada percobaan ini grafik yang terbentuk memberikan hasil grafik yang linear, hal ini menunjukan bahwa aktivitas enzim berbanding lurus dengan konsentrasi enzim. Dengan demikian dapat diketahui bahwa semakin banyak konsentrasi enzim yang diberikan, maka akan semakin meningkat pula aktivitas enzim yang terjadi. Semakin tinggi konsentrasi enzim, maka semakin banyak protein yang terhidrolisis. Karena enzim tripsin dapat menghidrolisis kasein menjadi asamasam amino dan oligopeptida, dimana banyaknya protein yang terhidrolisis sebanding dengan konsentrasi enzim tersebut. Dari grafik di dapat jumlah laju reaksi optimum enzim adalah 0,0061 dan konsentrasi substrat di dapat adalah 0,0115

IX. Kesimpulan Enzim merupakan protein yang mengkatalisis reaksi biokimiasecara kolektif membentuk metabolism perantara dari sel. Fungsinya adalah untuk mempercepat reaksi Enzim bekerja dengan menurunkan enegi aktivasi tanpa mengubah keseluruhan perubahan energi bebas reaksi. Semangkin tinggi konsentrasi substrat maka makin banyak substrat yang dapat berhubungan dengan enzim pada bagian aktif tersebut dan hal ini menyebabkan makin besarnya kecepatan reaksi. Semakin besar interaksi antara enzim dan substrat (kasein) semakin banyak asam amino dan oligopeptida yang terbentuk, sehingga bertambahnyan aktivitas enzim sebanding dengan bertambahnya konsentrasi enzim. Beberapa faktor yang mempengaruhi kondisi optimum suatu enzim diantaranya adalah derajat keasaman (pH), suhu inkubasi, dan ada tidaknya inhibitor. V maksimum didapat sebesar 0,0061 dan Km didapat sebesar 0,0115

Daftar pustaka

Lehninger. 1999. Dasar-Dasar Biokimia. Thenawijaya M., penerjemah. Jakarta: Penerbit Erlangga. Linder MC. 1992. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme. Parakkasi A, penerjemah. Jakarta : Penerbit UI Press. Murray RK, Granner DK, Mayes PA, Rodwell VW. 1999. Biokimia Harper. Hartono A, penterjemah; Santoso AH, editor. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Stryer L. 2000. Biokimia. Tim penerjemah bagian biokimia FKUI, penterjemah; Soebianto SZ, Setiadi E., Editor. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Wirahadikusumah M. 1989. Biokimia. Protein, Enzim, dan Asam Nukleat. Bandung : Penerbit IPB

X. Lampiran t=0 Enzim-Substrat Tabung I Perubahan warna dari bening menjadi 2 fase. Fasa di bawah kuning bening dan fasa atau biru bening (+) dalam larutan menunjukan hasil positif Keterangan Uji Metode Anson Keterangan

Terbentuk endapan (+) menunjukan hasil negatif reaksi antara substratenzim

Tabung II Perubahan warna dari bening menjadi 2 fase. Fasa di bawah kuning bening dan fasa atau biru bening (++) dalam larutan menunjukan hasil positif

Terbentuk endapan (++) menunjukan hasil negatif reaksi antara substratenzim

Tabung III Perubahan warna dari bening menjadi 2 fase. Fasa di bawah kuning bening dan fasa atau biru bening (+++) dalam larutan menunjukan hasil positif

Terbentuk endapan (+++) menunjukan hasil negatif reaksi antara substratenzim

Tabung IV Perubahan warna dari bening menjadi 2 fase. Fasa di bawah kuning bening dan fasa atau biru bening (++++) dalam larutan menunjukan hasil positif

Terbentuk endapan (++++) menunjukan hasil negatif reaksi antara substratenzim

Tabung V Perubahan warna dari bening menjadi 2 fase. Fasa di bawah kuning bening dan fasa atau biru bening (+++++) dalam larutan menunjukan hasil positif

Terbentuk endapan (+++++) menunjukan hasil negatif reaksi antara substratenzim

t = 20 Enzim-Substrat Tabung I Perubahan warna dari bening menjadi 2 fase. Fasa di bawah kuning bening dan fasa atau biru bening (+) dalam larutan menunjukan hasil positif Keterangan Uji Metode Anson Keterangan

Terbentuk endapan (+) menunjukan hasil negatif reaksi antara substratenzim

Tabung II Perubahan warna dari bening menjadi 2 fase. Fasa di bawah kuning bening dan fasa atau biru bening (++) dalam larutan menunjukan hasil positif

Terbentuk endapan (++) menunjukan hasil negatif reaksi antara substratenzim

Tabung III Perubahan warna dari bening menjadi 2 fase. Fasa di bawah kuning bening dan fasa atau biru bening (+++) dalam larutan menunjukan hasil positif

Terbentuk endapan (+++) menunjukan hasil negatif reaksi antara substratenzim

Tabung IV Perubahan warna dari bening menjadi 2 fase. Fasa di bawah kuning bening dan fasa atau biru bening (++++) dalam larutan menunjukan hasil positif

Terbentuk endapan (++++) menunjukan hasil negatif reaksi antara substratenzim

Tabung V Perubahan warna dari bening menjadi 2 fase. Fasa di bawah kuning bening dan fasa atau biru bening (+++++) dalam larutan menunjukan hasil positif

Terbentuk endapan (+++++) menunjukan hasil negatif reaksi antara substratenzim

Anda mungkin juga menyukai