Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Seperti diketahui hampir semua sistem biologi memerlukan komunikasi


antar sel untuk pertumbuhan dan pengaturannya. Pada sistem imun komunikasi
antar sel umumnya melibatkan sitokin. Mediator ini diperlukan untuk proliperasi
dan diferensiasi sel-sel hematopoitik dan untuk mengatur dan menentukan respon
imun. Sitokin dalam menjalankan fungsinya sebagai mediator saling berinteraksi
antara sitokin sendiri dan interaksi ini dapat berjalan sinergis atau antagonis. Oleh
karena interaksi tersebut, konsep kerja sitokin sebagai suatu network.

Sitokin merupakan protein atau glikoprotein yang diproduksi oleh leukosit


dan sel-sel berinti lainnya. Bekerja sebagai penghubung kimia antar sel dan tidak
bertindak sebagai molekul efektor. Sitokin mempunyai berbagai macam fungsi,
namun pada umumnya sitokin bertindak sebagai pengatur pertahanan tubuh untuk
melawan hal-hal yang bersifat patogen dan menimbulkan respons inflamasi.
Hampir seluruh sitokin akan disekresi dan sebagian dapat ditemukan pada
membran sel, sisanya disimpan dalam matriks ekstraseluler. Sitokin dibagi
menjadi beberapa famili menurut reseptornya, yaitu famili IL-2/IL-4,- IL-6/IL-12,
Interferon, TNF, IL-l, Transformatisasi factor pertumbuhan (TGF) dan Kemokin.
Pada umumnya sitokin merupakan faktor pembantu pertumbuhan dan diferensiasi.
Sebagian besar sitokin bekerja pada selsel dalam sistim Hemapoetik.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan sitokin ?
2. Kapan sitokin diproduksi ?
3. Bagaimana mekanisme kerja dari sitokin ?
4. Apa saja sifat dari sitokin ?
5. Bagaimana ciri-ciri dari sitokin ?
6. Apa fungsi dari sitokin ?

1
7. Apa saja reseptor dari sitokin ?
8. Bagaimana penggolongan jenis sitokin berdasarkan jenis sel sumbernya
dan fungsinya

1.3 Tujuan Masalah


1. Agar mahasiswa memahami pengertian dari sitokin sebagai regulator
tubuh, serta mengenal sitokin secara jelas.
2. Agar mahasiswa mengetahui kapan sitokin diproduksi.
3. Agar mahasiwa mengetahui dan paham mekanisme kerja dari sitokin.
4. Agar mahasiswa memahami sifat dari sitokin baik secara langsung dan
tidak langsung.
5. Agar mahasiswa memahami fungsi dari sitokin dalam kegiatan pertahanan
tubuh.
6. Agar mahasiwa mengetahui fungsi dari sitokin yang terlibat dalam system
imun.
7. Agar mahasiwa mampu menjelaskan reseptor yang dimiliki sitokin untuk
menghasilkan efek biologisnya.
8. Agar mahasiwa mampu membedakan jenis sitokin berdasarkan jenis sel
sumbernya dan fungsinya.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Sitokin


Sitokin merupakan peptide pengatur (regulator) yang dapat diproduksi oleh
hampir semua jenis sel yang berinti dalam tubuh (Subowo, 2009). Jan Vilcek pada
tahun 1998 menyatakan, Sitokin adalah protein regulator yang dilepaskan oleh
sel-sel darah putih (leukosit) dan berbagai jenis sel lain dalam tubuh; kegiatan
pleiotropik sitokin mencakup efek pada sel dari system imun dan modulasi
respons radang. Sebagian besar sitokin berbentuk polipeptida atau glikoprotein
sederhana dengan BM sebesar 30 kd atau kurang (tetapi banyak sitokin
membentuk molekul oligomer dengan berat molekul lebih dan satu sitokin (IL-2)
merupakan heterodimer).

Sitokin merupakan protein pembawa pesan kimiawi, atau perantara dalan


komunikasi antar sel yang sangat poten, aktif pada kadar yang sangat rendah (10-10
10-15). (Baratawidjaja, 2012)

Sitokin adalah golongan protein / glikoprotein/ polipeptida yang larut dan


diproduksi oleh sel limfosit dan sel-sel lain seperti makrofag, eosinofil, sel mast
dan sel endotel. (Admadi, 2007)

Sitokin mempunyai berat molekul rendah, sekitar 8-40 KD, di samping


kadarnya juga sangat rendah. Biasanya diproduksi oleh sel sebagai respons
terhadap rangsangan. Sitokin yang dibentuk segera dilepas dan tidak disimpan di
dalam sel. Sitokin yang sama dapat diproduksi oleh berbagai sel. Satu sitokin
dapat bekerja terhadap beberapa jenis sel dan dapat menimbulkan efek melalui
berbagai mekanisme. (Admadi, 2007)

Umumnya produksi sitokin sangat rendah atau sama sekali tidak


diproduksi, produksi sitokin diatur oleh berbagai rangsang melalui induksi pada
tingkat transkripsi atau translasi. Produksi sitokin hanya selintas dan jarak
kegiatannya dengan sel sasaran biasanya pendek (sangat jelas pada autokrin atau
parakrin yang berbeda dengan endokrin). ( Baratawidjaja, 2012)

3
Sitokin berfungsi sebagai sinyal interseluler yang mengatur hampir semua
proses biologis penting seperti halnya aktivasi, pertumbuhan, proliferasi,
diferensiasi, proses inflamasi sel, imunitas, serta pertahanan jaringan ataupun
morfogenesis. Kesemuanya terjadi akibat rangsangan dari luar.

Sitokin dihasilkan sebagai respon terhadap stimulus sistem imun. Efek


biologis sitokin timbul setelah diikat oleh reseptor spesifiknya yang diekspresikan
pada membran sel organ sasaran. Reseptor yang diekspresikan dan afinitasnya
merupakan factor kunci respons selular. ( Baratawidjaja, 2012)

Sitokin bekerja dengan mengikat reseptor-reseptor membran spesifik,


yang kemudian membawa sinyal ke sel melalui second messenger (tirosin
kinase), untuk mengubah aktivitasnya (ekspresi gen).

Mekanisme kerja sitokin pada sel sasarannya melalui ikatan dengan


reseptor permukaan sel sasarannya yang bersifat sangat spesifik dengan afinitas
tinggi. Sebagian besar mekanisme kerja sitokin dimanifestasikan dalam pola
alternative pada ekspresi gen dalam sel sasarannya. Mekanisme kerja tersebut
mendorong kearah peningkatan atau perubahan ekspresi beberapa fungsi
diferensiasi. Walaupun rentang efek dari masing-masing sitokin dapat sangat lebar
dan beraneka ragam, paling sedikit beberapa efek setiap sitokin ditunjukkan pada
sel-sel hematopoietic. (Subowo,2009)

2.2 Sifat Umum Sitokin


1. Masa paruhnya singkat
2. Cepat terurai sebagai metode regulasi sehingga sulit diukur dalam sirkulasi
kebanyakan bekerja lokal dalam lingkungan mikrosel
3. Beberapa bekerja pada produkidi sel itu sendiri, meningkatkan aktivasi
dan diferensiasi melalui resptor permukaan dengan afinitas tinggi
4. Kebanyakan efek biolohis sitokin bersifat pieonotropik misalnya
mempengaruhi organ multipel damam tubuh

4
5. Kebanyakan juga menunjukkan fungsi biologis yanh tumpang tindi,
sehingga menggambarkan redundansi pada kelompoknya.Karena alasan
inilah sasaran terapeutik sitokin tertentu sering gagal.

Sitokin dapat memberikan efek langsung dan tidak langsung. Sitokin yang
berefek langsung memiliki ciri ( Baratawidjaja, 2012) :

1. Lebih dari satu efek terhadap berbagai jenis sel (pleiptropi)


2. Autoregulasi (fungsi autokrin)
3. Terhadap sel yang letaknya tidak jauh (fungsi parakin)

Sedangkan Sitokin yang berefek tidak langsung mempunyai ciri-ciri


sebagai berikut :
1. Menginduksi ekspresi reseptor untuk sitokin lain atau bekerja sama
dengan sitokin lain dalam merangsang sel (sinergisme)
2. Mencegah ekspresi reseptor atau produksi sitokin (antagonisme)

Gambar Sifat-Sifat Sitokin

5
2.3 Karakteristik Sitokin
Sitokin sendiri memiliki ciri-ciri sebagai berikut (Baratawidjaja, 2012) :
1. Sitokin adalah polipeptida yang diproduksi sebagai respons
terhadap rangsang mikroba dan antigen lainnya dan berperan
sebagai mediator pada reaksi imun dan inflamasi.
2. Sekresi sitokin terjadi cepat dan hanya sebentar, tidak disimpan
sebagai molekul preformed. Kerjanya sering pleiotropik (satu
sitokin bekerja terhadap berbagai jenis sel yang menimbulkan
berbagai efek) dan redundan (berbagai sitokin menunjukkan efek
yang sama). Oleh karena itu, efek antagonis satu sitokin tidak akan
menunjukkan hasil nyata karena ada kompensasi dari sitokin yang
lain.
3. Sitokin sering berpengaruh terhadap sintesis dan efek sitokin yang
lain.
4. Efek sitokin dapat lokal atau sistemik.
5. Sinyal luar mengatur ekspresi reseptornya pada membrane sel
sasaran.
6. Respons selular terhadap kebanyakan sitokin terdiri atas perubahan
ekspresi gen terhadap sel sasaran yang menimbulkan espresi fungsi
baru dan kadang proliferasi sel sasaran.

2.4 Struktur dan Fungsi Sitokin

2.4.1 Struktur Sitokin


Dari hasil analasis struktur sitokin memungkinkan orang dapat
menggolongkan banyak jenis sitokin dalam kelompok-kelompok yang dinamakan
keluarga (lihat tabel ). Beberapa dari keluarga-keluarga tersebut menunjukkan
adanya derajat homologi yang tinggi dari struktur urutan primer pada rantai
protein satu sama lain. Sebagai contoh : semua anggota keluarga IFN-/
(selanjutnya keluarga ini dibagi lagi dalam sub keluarga IFN-, IFN-, IFN-,

6
IFN-) menunjukkan paling sedikit 30% homologi satu sama lain dalam urutan
asam amino.

Tabel Kelompok sitokin dalam keluarga (Subowo, 2009)

Keluarga Perwakilan anggota


Interleukin-2/Interleukin 4 IL-2
IL-4
IL-5
GM-CSF
Interleukin-6/Interleukin-12 IL-6
IL-12
Interferon-/ IFN-
IFN-
IFN-
IFN-
Tumor Necrosis Factors TNF-
TNF- (LT-)
LT-
Fas ligand
CD50 ligand
TNF related apoptosis inducing ligand
(TRAIL)
Interleukin-I IL-I
IL-I
IL-I Receptor antagonist
IL-I8
Transforming growth factor- TGF-
Bone morphogenetic proteins
Inhibins
Activins
Chemokines C-X-C sub-family (IL-8, many others)
C-C Sub family (MIP-I, many others)
C subfamily (lymphotatactin)

7
2.4.2 Fungsi Sitokin
Abbas pada tahun1994 menyatakan bahwa fungsi sitokin dapat
disebutkan dalam beberapa kategori, yaitu sebagai mediator imunitas bawaan
mengatur aktivasi, pertumbuhan dan diferensiasi sel limfosit, mengatur immune
mediated inflammation, merangsang leukosit yang belum matang/ immature
dalam pertumbuhan dan diferensiasi.
Theze pada tahun 1999 menyatakan bahwa fungsi dasar sitokin yang
diproduksi akibat adanya respons terhadap rangsangan yang bersifat
imunologik, berperan utama dalam kelanjutan hidup sel, proliferasi sel,
diferensiasi sel dan kematian sel.

Adapun fungsi sitokin yaitu :


1. Menstimulasi berbagai respon sel yang terlibat dalam sistem imun dan
peradangan
2. Merangsang pertumbuhan dan diferensiasi limfosit
3. Mengaktivasi berbagai sel efektor yang berbeda untuk mengeleminasi
mikroba dan antigen lainnya
4. Merangsang perkembangan sel hematopoetik
5. Digunakan sebagai obat dan target antagonis spesifik dalam berbagai
penyakit imun dan peradangan

2.5 RESEPTOR SITOKIN

Dalam beberapa tahun terakhir, reseptor sitokin telah banyak menyita


perhatian para ahli dibandingkan dengan sitokin itu sendiri, sebagian karena
karakteristiknya yang luar biasa, dan sebagian karena defisiensi reseptor
sitokin secara langsung berkaitan dengan melemahnya immunodefisiensi. Dalam
hal ini, dan juga karena redundansi dan pleiomorpishm sitokin, pada
kenyataannya merupakan konsekuensi dari reseptor homolog sitokin, banyak
para ahli berfikir bahwa klasifikasi reseptor akan lebih berguna secara klinis dan
eksperimental.

8
Agar sitokin menunjukkan efek pada sel sasarannya, sel sasaran tersebut harus
dilengkapi dengan molekul reseptor pada permukaanya. Sitokin bekerja pada
sel-sel targetnya dengan mengikat reseptor-reseptor membran spesifik.
Reseptor dan sitokin yang cocok dengan reseptor tersebut dibagi ke dalam
beberapa kelompok berdasarkan struktur dan aktivitasnya. Klasifikasi reseptor
sitokin berdasarkan pada struktur tiga-dimensi yang dimiliki.

1) Keluarga Reseptor Sitokin Kelas I


Reseptor dalam keluarga ini berstuktur heterodimer, beberapa
bentuk homodimer, sebagian lagi berbentuk heterotimer. Anggota-
anggotanya memiliki motif tertentu pada ekstraseluler asam-amino
domain. Keluarga reseptor sitokin kelas I mencakup resptor untuk sitokin
yang mempunyai peran penting, yaitu : IL-2, IL-4, IL-6, IL-12, untuk
factor hematopoietic ( G-CSF, GM-CSF, dan eritropoetin, growth factor
hormone dan prolactin). ( Subowo, 2009)
2) Keluarga Reseptor Sitokin Kelas II
Keluarga reseptor sitokin kelas II banyak kemiripan strukturnya
dengan keluarga reseptor kelas I dan disebut pula keluarga reseptor
interferon. Keluarga reseptor ini merupakan reseptor heterodimer untuk
sitokin yang termasuk IFN-/ dan IFN- dan resptor untuk IL-10.
Subowo, 2009)
3) Keluarga reseptor sitokin Tumor Necrosis Factor family
Semua anggota keluarga reseptor TNF berstuktur rantai tunggal.
Keluarga ini terdiri atas 2 reseptor yang terpisah yang mengikat TNF-
dan TNF-.
4) Immunoglobulin (Ig) superfamili
Immunoglobulin (Ig) yang sudah ada seluruhnya pada beberapa sel
dan jaringan dalam tubuh vertebrata, dan berbagi struktural
homologi denga n immunoglobulin (antibodi), sel molekul adhesi, dan
bahkan beberapa sitokin. Contoh, IL-1 reseptor.
5) Keluarga reseptor TGF-

9
Anggotanya dari transformasi faktor pertumbuhan beta
superfamili, yang tergolong kelompok ini, meliputi TGF-1, TGF-2,
TGF-3.2
Reseptor sitokin bisa keduanya merupakan membran berbatas dan
larut. Reseptor sitokin yang larut umumnya secara ekstrim sebagai
pengatur fungsi sitokin. Aktivitas sitokin bisa dihambat oleh
antagonisnya, yaitu molekul yang mengikat sitokin atau reseptornya.
Selama berlangsungnya respon imun, fragmen- fragmen membran reseptor
terbuka dan bersaing untuk mengikat sitokin.
6) Keluarga reseptor chemokine
Reseptor kemokin mempunyai tujuh transmembran heliks dan
berinteraksi dengan G protein. Kelompok ini mencakup reseptor untuk IL-
8, MIP-1, dan RANTES. Reseptor kemokin, dua diantaranya beraksi
mengikat protein untuk HIV (CXCR4 dan CCR5), yang juga tergolong ke
dalam kelompok ini.
2.6 Penggolongan Jenis Sitokin
A. Berdasarkan jenis sel penghasilnya
1. Monokin
Monokin merupakan sitokin yang dihasilkan terutama oleh
monosit dan turunannya. Pada awalnya dalam tahun 1940, para peneliti
menemukan mediator yang muncul di daerah infeksi bakteri. Pada waktu
itu diduga bahwa mediator tersebut dibawa ke daerah otak , karena infeksi
selalu memberikan efek kenaikan tubuh. Kini dugaan tersebut terlah
terungkap, bahwa kenaikan suhu tubuh disebabkan oleh 4 jenis monokin :
IL-1,TNF, IFN-, dan IL-6. Sebagian besar dari monokin tersebut baru
dikenal pada awal tahun 1960, yaitu pada masa telah dikenalnya teknologi
pembiakkan sel.
Sebagian besar monokin yang berbentuk peptide dengan jumlah
gugus asam amino sebanyak 122-190 dihasilkan oleh sel penghasil
utamanya yaitu monosit dan turunannya dan beberapa jenis sel lain.
Fungsi diantara warga mnokin tersebut tumpang tindih, seperti misalna

10
TNF( tumor growth factor) dengan IL-1. Lagipula aktivitasnya beragam,
mulai dari meningkatkan pertumbuhan sel (IL-6 dan PDGF = platelet
derived growth factor) dan TNF, menghentikan pertumbuhan (TGF- =
Transfering growth factor-), sampai induksi pertahanan virus (IFN-
DAN 1) dan menimbulkan khemotaksis (MDNCF = Monocyte derived
neutrophil chemotactic factor).
2. Limfokin
Limfokin merupakan sitokin yang dihasilkan terutama oleh
limfosit. Menjelang akhir abad ke-20, namoak sangat peat kemajuan
penelitian aspek molecular limfokin, khususnya yang dihasilkan oleh
limfosit. Dalam keluarga limfokin ini telah dapat diidentifikasi dan
diisolasi setokin dengan nama : -IFN, IL-2, IL-3, IL-4, IL-5, IL-6, IL-7
dan GM-CSF. (Subowo, 2009)
3. Interferon (IFN)
Pada awal ditemukannya dalam tahun 1957 oleh Isaacs dan
Lindenman, interferon merupakan sitokin yang dihasilkan oleh sel yang
terinfeksi virus. Sitokin tersebut berperan menganggagu (to interfere)
replikasi virus. Aktivitas anti-virus ini stabil pada pH 2,00 dalam
konsentrasi rendah. Sedang aktivitas anti-proliperatif dan pengatur respons
imun baru diketahui kemudian.
Ternyata induksi pelepasan IFN tidak terbatas oleh infeksi virus
saja, tetapi tetapi meliputi bahan yang sangat beragam.

Virus
Ricketsia
Mikroorganisme Bacteria
Protozoa
Clamidia
Ekstrak bacteria (endotoksin)
Ekstrak microbial
Ekstrak virus

11
Ekstrak ricketsia
Ekstrak fungi
Ekstrak tumbuhan
Polifosfat
Polisulfat
Polimer sintetik
Polikarboksilat
Poli-tiofosfat

Tabel Daftar substansi yang dapat menginduksi pelepasan interferon

Berbagai jenis interferon telah diidentifikasi dan diklasifikasi berdasarkan


sumber selnya, yaitu :
a) Interferon tipe I ( tipe Fibroblast), mencakup IFN-, IFN-, IFN-.
b) Interferon tipe II (tipe imn) dihasilkan oleh sel-sel imun, mencakup IFN-.

4. rowth Factor
Keluarga sitokin yang dikelompokkan dalam Growth factor banyak
terlibat dalam peradangan. Berikut beberapa contoh anggota dari keluarga
Growth factor :
a) TGF- (Transforming growth factor- )
b) PDGF (Platelet-derived growth factor)
c) EGF (Epidermal growth factor)
d) KTGF ( Keratocyte growth factor)
e) ENKGF ( Epidermal NK cell growth factor)

B. Berdasarkan Fungsi
1) Sitokin pada Hematopoiesis
Segolongan sitokin hematopoiesis pada manusia yaitu GM CSF,
G-CSF, dan M-CSF. Sitokin golongan ini berperan dalam perkembangan,
diferesiensiasi dan ekspansi sel sel mieoloid. Pada dasarnya sitokim
tersebut merangsang diferensisasi sel progenitor dalam sumsum tulang

12
menjadi yang spesifik dan berperan pada pertahanan terhadap infeksi.
Reaksi imun dan inflamasi yang memerlukan pengerahan leukosit akan
memacu produksi sitokin.

Gambar berbagai sitokin pada pertumbuhan dan pematangan


berbagai sel darah

2) Sitokin pada Imunitas Nonspesifik


Respons imun nonspesifik dini yang penting terhadap virus
dan bakteri beruoa sekresi sitokin yang dperlukan untuk fingsi
banyak sel efektor.

Gambar Peran Sitokin pada Imunitas nonspesifik terhadap


mikroba yang memproduksi LPS (endotoksin)

13
a) TNF
TNF merupakan sitokin utama pada respons inflamasi akut
terhadap bakteri gramdan mikroba lainnya. Infeksi yang berat dapat
memicu produksi TNF dalam jumlah besar yang menimbulkan reaksi
sistemik. TNF disebut TNF- atas dasar historis dan membedakan nya dari
TNF- atau limfotoksin. Sumber utama TNF adalah fagosit monomuklear
dan sel T yang diaktifkan antigen, sel NK dan sel mast. LPS merupakan
rangsangan poten terhadap makrofag untuk mensekresi TNF> IFN- yang
diproduksisel Tdan NK juga merangsang makrofag antra lain menigkatkan
sintesa TNF.
Pada kadar rendah,TNF bekerja terhadap leukosit dan
endotel, menginduksi inflamasi akut. Pad kadar sedang, TNF berperan
dalam inflamasi sistemik. Pada kadar tinggi, TNF menimbulkan kelainan
patologik syok septik.
TNF memiliki efek biologis sebagai berikut :
Pengerahan neutrofil dan monosit ketempat infeksi serta
mengaktifkan sel sel tersebut untuk menyikngkirkan mikroba
Memacu ekspresi molekul adhesi sel endotel vaskular
untuk leukosit. Molekul adhesi terpenting adalah selektif dan ligan untuk
integrin leukosit
Merangsang makrofag mensekresi kemokin dan
mengunduksi kemptaksis dan menginduksi kemotaksis dan mengerahan
leukosit
Merangsng fagosit moninuklear untuk mensekresi IL- 1
dengan efek seperti TNF
Menginduksi apoptosis sel inflamasi yang sama
Merangsang hipotalamus yang menginduksi panas dan oleh
karena itu disebut pirogen endogen. Panas ditimbulkan atas pengaruh
prostaglandin yang di produksi sel hipotalami yang dirangsang TNF dan
IL-1. Inhibitor sintesi prostaglandin seperti aspirin, menurunkan panas.

14
TNF seperti halnya denan IL 1 dan IL 6 menigkatkan sintesi protein
serum tertentu seperti amyloid A protein dan fibrinogen oleh leukosit
Produksi TNF dalam jumlah besar dapat mencegah
kontraktilitas miokard dan tonus otot polos vaskular yang menurunkan
tekanan darah atau syok dan sel lemak yang menimbulkan kaheksia,
gangguan metabolisme berat seperti gula darah turun sampai kadar yang
tidak memungkinkan untuk hidup. Hal ini disebabkan karena penggunaan
glukosa yang berlebihan oleh otodan hati dan gagal untuk
kemggantikannnya
Komplilasi sindrom sepsis yang ditimbulkan bakteri negatif
Gram (atau syok endotoksin) ditandai dengan kolaps vascular
DIC dan gangguan metabolik disebabkan produksi TNNF
yang dirangsang LPS, dan sitokin lain IL 12, IFN dan IL 1. Kadar
TNF darah mempunyai nilai prediksi yang akan terjadi akibat infeksi
bakteri negatif Gram yang berat
Berbagai efek TNF dengan manifestasi sebagai berikut (Subowo,
2009) :
a. Efek sitotoksik
Efek sitiotoksik terlihat pada beberapa jenis jaringan tumor yang
mengalami kemunduran dan nekrosis yang disertai perdarahan.
Mekanisme kematian sel tumor in vivo oleh TNF belum jelas, tetapi yang
jelas bahwa kematian sel tumor membutuhkan reseptor untuk TNF.
Kematian sel tumor secara in vivo bukan pengaruh langsung TNF
melainkan secara tidak langsung. Kemungkinan kematian sel tumor karena
tejadinya nekrosis jaringan tumor sebagai akibat gangguan vaskularisasi
untuk jaringan tumor. Terdapat bukti bahwa sel makrofag teraktifkan dapt
membunuh sel-sel tumor, sedang TNF merupakan produk sel makrofag.
b. Efek radang
Kini TNF lebih diangga sebagai mediator utama dalam radang.
Mekanisme pada beberapa kejadian radang setempat diramalkan
berdasarkan pengamatan dalam percobaan in vitro. Misalnya sel netrfil

15
yang bereaksi dengan TNF meningkat pengikatannya dengan sel emdotel,
letupan respiratori dan degranulasinya. Pola kerusakan jaringan radang
mirip dengan kerusakan oleh IL-1. Demikian pula kemampuan TNF dalam
menginduksi prolifeasi fibroblast mirip IL-1, sehingga TNF dianggap
penting dalam proses penyembuhan luka.
c. Efek hematopoietic
Efek TNF terhadap aktivitas hematopoietic terlihat dalam bentuk
hambatan pembentukan koloni buakan granulosit-monosit, eritroid dan
koloni sel multi-potensial pada jaringan sumsum tulang manusia. Tetapi
sebaliknya pada mencit, TNF meningkatkan sel-sel progenitor dalam
jaringan sumsum tulang pada percobaan in vivo.
d. Efek imunologik
Walaupun TNf dalam beberapa aktovotas biologic mirip IL-1,
namun ada beberapa perbedaan dalam mekanisme pengaturan imun.
Secara umum Nampak perbedaan bahwa TNF tidak banyak terlibat dalam
pengaturan tersebut. TNF mempunyai aktivitad perangdangan yang
multiple terhadap limfosit T teraktifkan, misalnya respons proliferative
limfosit T terhadap antigen, peningkatan reseptor untuk IL-2 dan indiksi
produksi IFN-. Demikian juga imunitas spesifik terhadap tumor
ditingkatkan oleh TNF. TNF dapat meningkatkan ekspresi antigen kelas I
pada fibroblast dan sel endotel.
Efek perlingungan non-spesifik terhadap pathogen telah dilaporkan
pula untuk TNF. Misalnya aktivitas antivirus dan beberapa parasit.

Gambar efek biologis TNF

16
b) IL-1
Fungsi utama IL 1 adalh sama dengan TNF, yaitu mediator
inflamasi yang merupakan repons tergadap infeksi dan rangsangan lain.
Bersama TNF berperan pasa imunitas nonspesifik. Sumber utama IL-1
juga sama dengan TNF yaitu fagosit mononulear yang diaktifkan. Efek
biologis IL-1 sama seperti TNF yang tergantung dari jumlah yang
diproduksi.
Peran IL-1 dalam Peradangan
IL-1 dianggap sebagai mediator yang snagat penting dalam proses
radang. Hal ini dapat dilihat dari munculnya gejala yang menyertai radang
yang dapat diamati dari munculnya gejala yang menyertai radang yang
dapat diamati secara in vitro maupun in vivo. Keterkaitan IL-1 dengan
gejala tersebut dijelaskan melalui pengamaan in vitro.
Dalam pengamatan gejala radang secara in vivo, terungkap
misalnya demam dan perubahan sususnan biokimia darah dan komponen
sel darah. Timbulnya demam merupakan efek neroendokrin IL-1, karena
terangsangnya pusat panas pada daerah hipotalamus. Telah lama diketahui
bahwa mediator yang dihasilkan oleh leukosit yang semula dinamakan
endogenous pyrogen (EP) bertanggung jawab dalam induksi produksi
prostaglandin (PG) oleh sel-sel yang terdapat di sekitar pusat demam di
hipotalamus. Efek neroendokrin lain berlangsung karena produksi cortico
releasing factor yang pada gilirannya akan merangsang produksi
hormone ACTH dari hipofisa yang akan ,enginduksi produksi hormone
kortikosteroid dari kelenjar adrenal. Hormone kortikosteroid mendorong
pelepasan sel-sel netrofil dari sumsum tulang kedalam peredaran darah
yang dibarengi dengan peningkatan hematopoiesis menyebabkan
perubahan susunan komponen sel darah.
Pengaruh IL-1 lainnya yang dapat diamati, yaitu induksi pelepasan
sejumlah mediator (mediator sekunder) misalnya : PAF (Platelet
activating factor), IL-6, TNF, CSF, dan bahkan untuk induksi IL-1 sendiri.

17
Produksi IL-1 dapat dihambat oleh inhibitor yang dilepaskan oleh sel
makrofag juga.
Efek pada Aktivasi Limfosit T
Dalam mengawali respon imun, aktivasi limfosit T merupakan
tahap yang menentukan. Kecocokan akan MHC kelas II dari sel makrofag
dalam menyajikan antigen kepada limfosit T sangat diperlukan dalam
mengawali respons imun. Sel-sel penyaji ini tidak saja menghadirkan
antigen dengan cara kontak dengan klon limfosit T yang cocok, namun
juga diperlukan adanya pelepasan IL-1 sebagai signal kedua. Aktivasi
limfosi T berlangsung dengan adanya 2 signal tersebut, akan diususul
kemudian oleh proliferasi dan diferensiasi sel. Namun jelaslah bahwa
tanpa keterlibatan molekul MHC kelas II, IL-1 tidak dapat berfungsi
sendiri dalam membangkitkan respons imun melalui aktivasi limfosit T.
Atas dasar kenyataan tersebut, oleh Oppenheim (1987) diusulkan
urutan tahap peristiwa siklus limfosit setelah menerima rangsan antigen
yang dihasilkan oleh sel penyaji (sel makrofag). Epitope antigen spesifik
atau poliklonal yang diproses oleh sel makrofag akan merupakan
rangsangan ketika hasil pemprosesan tersebut disajikan kepada limfosi T.
pada tahap ini akan terjadi perubahan status limfosit T dari G0 menjadi
tahap G1 awal yang mampu mengadakan biosintesis. Beberapa dari
limfosit T tersebut melanjutkan perkembangannya dalam tahap G1 lanjut,
sehingga mereka mampu mengekspresikan resptor untuk IL-2. Sebagian
dari limfosit T lain setelah menerima rangsangan IL-1 akan melepaskan
IL-2. Limfosit yang menerima rangsangan IL-2 ini selanjutnya akan
mengekspresikan resptor untuk transferin, sehingga dapat meneruskan
perkembangannya dalam tahap S siklus sel yang berakhir dengan sitosis.
Efek pada Diferensiasi Limfosit T
Disamping sebagai mediator yang penting dalam proses
peradangan , IL-1 juga merupakan mediator yang berperan dalam aktivitas
imunologik. Pengaruh IL-1 dalam imunitas ini terutama melalui
dorongannya terhadap diferensiasilimfoit T yang dapat dipantau melalui

18
perubahan-perubahan marka pada membrannya ; misalnya IL-1 akan lebih
menstabilkan CD2 pada limfosit T, yang merupakan resptor untuk eritrosit
domba sehingga mempermudah pembentukan kloset dengan eritrosit
domba (SRBC). Dengan demikian meIL-1 meningkatkan funhsi limfosit T
dan memproduksi limfokin seperti IL-2, CSF, BCGF (IL-4 dan IL-5),
IFN-, dan LDCF (Limphocyte derived chemotatic factor).
Efek pada Limfosit B
Dalam perbobaan in vitro, IL-1 memperkuat proliferasi diferensiasi
dan fungsi produksi antibody oleh limfosit B. pengaruh IL-1 terhadap
limfosit B dapat secara tidak langsung melalui limfosit Th yang
menghasilkan BCGF (IL-4 dan IL-5). Oleh karena IL-1 dapat dihasilkan
juga oleh limfosit B sendiri, maka interleukin ini dapat bertindak sebagai
autorkin yang dapat mengatur aktivitasnya sendiri.
c) IL-6
IL6 berfungsi dalam imunitas nonspesifik, diproduksi fagosit
mononuklear, sel endotel vaskular, fibroblas dan sel lain sebagai respons
terhadap mikroba dan sitokin lain. IL-6 mempunyai berbagai fungsi.
Dalam imunitas nospesifik, IL-6 merangsang hepatosit untuk
memproduksi APP dan bersama CSF merangsang progenitor di sumsum
tulang untkuk memproduksi neutrofil. Dalam imunitas spesifik, IL-6
merangsang pertumbuhan dan diferensiasi sel B menjadi sel maast yang
menproduksi antbodi. IL-6 juga merupakan Gf sel plasma neoplastik
(mieloma).
d) IL-10
IL 10 merupakan inhibitor makrofag dan sel dendrit yang
berperan dalam mengontrolreaksi imun nonspesifik dan imun sellar. IL
10 diproduksi terutama oleh marofag yang diaktifkan. Hal tersebut
merupakan contoh dari regulator feedback negatif.
e) IL-12
IL-12 merupakan mediator utama imunitas nonspesifik dini
terhadap mikroba intraselular dan merupakan inductor kunci dalam

19
imunitas selular spesifik terhadap mikroba. Sumber utama IL-12 adalah
fagosit mononuclear dan sel dendritik yang diaktifkan. Efek biologis IL-12
adalah merangsang produksi IFN- oleh sel NK dan sel T, diferensiasi oleh
sel T CD4+ menjadi sel Th1 yang memproduksi IFN- . IL-12 juga
meningkatkan fungsi sitolitik sel NK dan sel CD8+ / CTL.

Gambar efek biologis IL-12


f) IFN Tipe I
IFN Tipe I (IFN- dan IFN-) berperan dalam imunitas
nonspesifik dini pada infeksi virus. Nama interferon berasal dari
kemampuannya dalam intervensi infeksi virus. Efek IFN Tipe I adalah
proteksi terhadap infeksi virus dan meningkatkan imunitas selular terhadap
mikroba intraselular. IFN Tipe I mencegah replikasi virus, meningkatkan
ekspresi molekul MHC-1, merangsang perkembangan Th1, mencegah
proliferasi banyak jenis sel antara limfosit invitro.
IFN tipe I diproduksi oleh sel terinfeksi virus dan makrofag. IFN
Tipe 1 mencegah infeksi virus dan meningkatkan aktivitas CTL terhadap
sel yang terinfeksi virus. Interferon menginduksi ekspresi MHC-II di sel
jaringan, meningkatkan ekspresi Fc-R pada makrofag dan aktivitas sel
NK.
Interferon adalah sitokin berupa glikoprotein yang diproduksi
makrofag yang diaktifkan, sel NK dan berbagai sel tubuh yang

20
mengandung nucleus dan dilepas sebagai respons terhadap infeksi virus.
IFN mempunyai sifat antivirus dan dapat menginduksi sel-sel sekitar sel
yang terinfeksi virus menjadi resisten terhadap virus. Di samping itu, IFN
juga dapat mengaktifkan sel NK. Sel yang diinfeksi virus atau menjadi
ganas akan menunjukkan perubahan pada permukaannya yang akan
dikenal dan dihancurkan sel NK. Dengan demikian penyeberan virus dapat
dicegah.
Produksi IFN diinduksi oleh infeksi virus atau suntikan
polinukleotida sintetik. IFN dapat dibagi menjadi 2 tipe yaitu, Tipe I dan
Tipe II. Tipe I terdiri atas IFN- yang disekresi makrofag dan leukosit lain
serta IFN- disekresi oleh fibroblast. IFN Tipe II adalah IFN- yang juga
disebut IFN imun, disekresi sel T setelah dirangsang oleh antigen spesifik.
Efek protekso IFN- terjadi melalui reseptor di membrane sel dan
mengaktifkan gen yang menginduksi sel untuk memproduksi protein
antivirus yang mencegah translasi mRNA virus. IFN juga meningkatkan
aktivitas sel T, makrofag, ekspresi MHC dan efek sitotoksik sel NK. MHC
berfungsi untuk mengikat peptide dalam presentasi ke sel T.

Gambar efek biologis IFN tipe I


g) IL-15
IL-15 diproduksi fagosit mononuclear dan mungkin jenis sel lain
sebagai respons terhadap infeksi virus, LPS dan sinyal lain yang memicu
imunitas nonspesifik. IL-15 yang disintesis fagosit pada ekspansi virus,

21
merangsang ekspansi sel NK dalam beberap ahari pasca infeksi. IL-15
dapat dianggap ekuivalen dengan IL-2. IL-15 dianggap ekuivalen dengan
IL-2. IL-15 berperan pada imunitas nonspesifik dini dan IL-2 pada
imunitas spesifik dini. IL-15 juga merupakan factor pertumbuhan dan
factor hidup terutama untuk sel CD8+ yang hidup lama.
h) IL-18
IL-18 memiliki struktur yang homolog dengan IL-1, namun
mempunyai efek yang berlainan. IL-18 diproduksi makrofag sebagai
respons terhadap LPS dan produk mikroba lian, merangsang sel NK dan
sel T untuk memproduksi IFN-. Jadi IL-18 adalah inductor imunitas
selular bersama IL-21.
i) IL-33
IL-33 digambarkan sebagai superfamili IL-1 dan juga diketahui
berperan sebagai komponen yang mengatur respons imun alamiah
terutama aktivasi sel mast.

3) Sitokin pada Imunitas Spesifik


Sitokin berperan dalam proliferasi dan diferensiasi limfosit
setelah antigen dikenal dalam fase aktivasi pada respons spesifik dan
selanjutnya berperan dalam aktivasi dan proliferasi sel efaktor khusus.

Tabel sitokin penting pada imunitas spesifik

Sitokin Sumber utama Sel sasaran utama dan efek biologik


IL-2 Sel T Sel T: proliferai, peninggkatan sintesis
sitokin, dan apoptosis atas peran Fas
Sel NK: proliferasi,aktivasi
Sel B: proliferasu, sintesis antibodi (in vitro)
IL-4 Th2, sel mast Sel B: pengalihan ke isotipe IgE
Sel T: diferensiasi dan proliferasi Th2
IL-5 Th2 Eosinofil: aktivasi, peningkatan produksi

22
Sel B: proliferasi, produksi IgA
IFN- Th1, CD8+ , sel Makrofag: aktivasi
Nk Sel B: pengalihan isotipe ke IgG dalam
meningkatkan opsonisasi dan ikatan
komplemen
Th1: diferensiasi
Berbagai sel: peningkatan ekspresi MHC-I
dan MHC-II, peningkatan proses dan
presentasi antigen ke sel T
TGF- Sel T, Sel T: mencegah proliferasi dan fungsi
makrofag, sel efektor
lain Sel B: mencegah proliferasi, poduksi IgA
Makrofag: pencegahan
Limfotoksin Sel T Pengerahan dan aktivasi neutrofil
(LT)
IL-13 Sel Th2 Sel B: pengalihan ke isotipe IgE
Sel epitel: peningkatan produksi mukus
Makrofag: pencegahan

a) IL-2
IL-2 adalah factor pertumbuhan untuk sel T yang dirangsang
antigen dan berperan pada ekspansi klon sel T setelah antigen dikenal.
Ekspresi reseptor IL-2 ditingkatkan oleh rangsangan antigen, oleh karena
itu sel T yang mengenal antigen merupakan sel utama yang berproliferasi
pada respons imun spesifik. IL-2 meningkatkan proliferasi dan diferensiasi
sel imun lain (sel NK, sel B). IL-2 meningkatkan kematian apoptosis
melalui Fas. Fas adalah golongan reseptor TNF yang di ekspresikan pada
permukaan sel T. Banyak sel lain menginisiasi kaskade sinyal dalam
apoptosis. Kematian sel terjadi akibat ikatan Fas dengan ligannya yang
diekspresikan oleh sel T yang diaktifkan. Kematian sel T tersebut

23
merupakan hal yang penting dalam mempertahankan toleransi self. Mutasi
dalam gen Fas dapat menimbulkan penyakit autoimun sistemik.
IL-2 merangsang proliferasi dan diferensiasi sel T, sel B dan NK.
IL-2 juga mencegah respon imun terhadap antigen sendiri melalui
peningkatan apoptosis sel T melalui Fas dan merangsang aktivitas sel T
regulatori.

Gambar efek biologis IL-2

b) IL-4
IL-4 merupakan stimulus utama produksi IgE dan perkembangan

Th2 dari sel CD4^+ naif. IL-4 merupakan sitokin pertanda sel Th2.

IL-4 merangsang sel B meningkatkan produksi IgG dan IgE dan ekspresi
MHC-II. IL-4 merangsang isotipe sel B dalam pengalihan IgE, diferensiasi
sel T naif ke subset Th2. IL-4 mencegah aktivasi makrofag yang diinduksi
IFN- dan merupakan GF untuk sel mast terutama dalam kombinasi
dengan IL-3.

24
Gambar efek biologis IL-4
c) IL-5
IL-5 merupakan aktivator pematangan dan diferensiasi eosinofil
utama dan berperan dalam hubungan antara aktivasi sel T dan inflamasi
eosinofil. IL-5 diproduksi subset sel Th2 CD4+dan sel mast yang
diaktifkan(Gambar 9.18)
Sel CD4+ yang berdiferensiasi menjadi sel Th2 melepas Il-4 dan
IL-5. IL-4 merangsang sel B untuk memproduksi IgE yang diikat sel mast.
IL-4 juga bersifat autokrin dan merupakan sitokin yang berperan dalam
diferensiasi sel T2. IL-5 mengaktifkan eosinofil. Sitokin asal Th2
merupakan antagonis efek aktivasi makrofag atas pengaruh sitokin sel
Th1.
d) IFN-
IFN- yang diproduksi berbagai sel sistem imun merupakan sitokin
utama MAC dan berperan utama dalam imunitas nonspesifik dan spesifik
selular. IFN- adalah sitokin yang mengaktifkan makrofag untuk
membunuh fagosit. IFN- merangsang ekspresi MHC-I dan MHC-II dan

kostimulator APC. IFN- meningkatkan diferensiasi sel CD4^+ naif

ke subset sel Th1 dan mencegah proliferasi sel Th2. IFN- bekerja
terhadap sel B dalam pengalihan subkelas IgG yang mengikat Fc-R pada
fagosit dan mengaktifkan komplemen. Kedua proses tersebut
meningkatkan gfagositosis mikroba yang diopsonisasi. IFN- dapat

25
mengalihkan Ig yang berpartisipsi dalam eliminasi mikroba. IFN-
mengaktifkan neutrofil dan merangsang efek sitolitik sel NK (Gambar
9.19)
IFN- mengaktifkan fagosit dan APC dan iduksi pengalihan sel B
(isotip antibodi yang dapat mengikat komplemen dan Fc-R pada fagosit,
yang berbeda dengan isotip yang diinduksi IL-4), menginduksi tidak
langsung efek Th1 atas peran peningkatan produksi IL-12 dan ekspresi
reseptor.

Gambar efek biologis IFN-


e) TGF-
Efek utama TGF- adalah mencegah poliferasi dan aktivasi
limfosit dan leukosit lain. TGF- merangsang produksi IgA melalui
induksi dan pengalihan sel B.
f) Limfotoksin
LT diproduksi sel T yang diaktifkan dan sel lain. LT mengaktifkan
sel endotel dan neutrofil, merupakan mediator pada inflamaso akut dan
menghubungkan sel T dengan antiinflamasi. Efek ini sama dengan TNF.
g) IL-13
IL-13 memiliki struktur homolog dengan IL-4 yang diproduksi
CD4+ Th2. IL-13-R ditemukan terutama pada sel nonlimfoid seperti
makrofag. Efek utamanya adalah mencegah aktivasi dan sebagai antagonis

26
IFN-. Il-13 merangssang produksi mukus oleh sel epitel paru dan
berperan pada asma.
h) IL-16
IL-16 diproduksi berbagai sel dengan fungsi multiple.
i) IL-17
IL-17 diproduksi sel T memori yang diaktifkan dan menginduksi
produksi sitokin proinflamasi lain seperti TNF, IL-1 dan kemokin.
j) IL-23
Merangsang perkembangan sel T CD4 untuk memproduksi IL-17.
k) IL-25
IL-25 memiliki struktur seperti IL-17, disekresi sel Th2 dan
merangsang produksi sitokin Th2 lainnya seperti IL-4, IL-5 dan IL-13, IL-
17 dan IL-25 diduga berperan dalam meningkatkan reaksi inflamasi yang
sel T dependen bentuk lain.
Perbandingan ciri-ciri sitokin yang berperan dalam imunitas
nonspesifik dan spesifik tersebut terlihat pada tabel 9.7.
l) IL-31
IL-31 terutama diproduksi sel Th2 yang diaktifkan dan bekerja
melalui IL-31R yang diekspresikan pada sel monosit yang diaktifkan,
epitel dan kreatinosit. Ekspresi IL-31 berlebihan dapat menimbulkan gatal,
alopesia, lesi kulit, hiperaktivitas bronkus, dermatitis dan alergi.
m) IL-9
IL-9 yang diproduksi sel T pertama kali digambarkan sebagai
sitokin serup IL-4, IL-, IL-13 yang diproduksi Th2. Ternyata IL-9
diproduksi oleh Th9 yang merupakan subset Th lain. Efeknya terlihar pada
gambar 9.21.

Tabel Perbandingan ciri sitokin imunitas nonspesifik dan spesifik

Perbandingan ciri sitokin imunitas nonspesifik dan spesifik


Ciri Imunitas nonspesifik Imunitas spesifik

27
Contoh TNF, IL-1, IL-12, IFN-* IL-2, IL-4, IL-5, IFN-
*
Sel yang merupakan Makrofag, sel NK Sel T
sumber utama
Fungsi fisiologis Mediator inflamasi (lokal Regulasi pertumbuhan
utama dan sistemik) limfosit dan
diferensiasi, aktivasi
sel efektor( makrofag,
eosinofil, sel mast)
Rangsangan LPS Antigen protein
(endoktoksin),peptidoglikan
bakteri, virus RNA, sitokin
asal sel T (IFN)
Jumlah yang Mungkin tinggi, ditemukan Biasanya
diproduksi dalam serum rendah,biasanya tidak
ditemukan dalam
serum
Efek lokal atau Keduanya Biasanya lokal saja
sistemik
Peran pada penyakit Penyakit sistemik ( Kerusakan lokal
misalnya syok sepsis) jaringan (inflamasi
misalnya
granulomatosus)
Dapat dicegah KS Siklosporin,FK-506
IFN-*berperan penting dalam imunitas nonspesifik dan spesifik

28
Gambar fungsi sitokin pada pertahanan penjamu

2.7 Sinyal Transduksi Sitokin


Semua reseptor sitokin terdiri dari satu atau lebih protein transmembran
yang berfungsi untuk mengikat sitokin dan bagian sitoplasmanya berperan untuk
mengawali jalur sinyal intraselular.Sinyal transduksi dapat berupa produk
mikroba dan reseptornya adalah PRR pada leukosit.
SITOKIN Th1 DAN Th2
Subkelas sel Th1 dan Th2 tidak dapat di bedakan secara morfologik, tetapi
dapat di bedakan dari perbedaan sitokin yang diproduksinya.
Melaui sekresi sitokin seperti IFN-, TNF-/LT, dan IL-2, sel Th1
mengatur imunitas selular melalui peningkatan aktivitas makrofag, neutrofil dan
CTL. Selanjutnya sel Th1 dapat meningkatkan efek selular melaui sel Bdengan
memproduksi antibodi isotop yang diperlukan dalam ADCC. Berbagai sitokin
berperan terhadap produksi dan pengarahan isotop antibodi oleh sel B. IL-2 dapat
menginduksi IgG-2(pada tikus ) dan IgG-3(pada manusia). IFN- menunjukkan
efek negatif terhadap produksi antibodi. IL-4 merangsang produksi antibodi IgG,
IgG1dan IgGE. IL-5 menginduksi IgM dan IgG1 tanpa efek terhadap produksi
IgE.

29
1. Perkembangan subset T helper di tentukan lingkungan sitokin
Lingkungan sitokin dari diferensiasi sel Th yang dipacu antigen,
menentukan subset yang diproduksi. IL-4 adalah esensial untuk respons
Th2 dan IFN-, IL-12 dan IL-18 penting dalam fisiologi dan
perkembangan Th1. Perkembangan Th1 tergantung IFN-y yang
menginduksisejumlah perubahan termasuk upregulasi produksi IL-12 oleh
makrofag dan SD dan aktivasi IL-12R pada sel T yang dialtifkan yang
disertai oleh peningkatan ekspersi rantai dari IL-12R.
2. Profil sitokin T helper
Sitokin yang di produksi subset Th1 dan Th2 memiliki dua ciri
efek terhadap perkembangan subset sel Th. Pertama meningkatkan
perkembangan subset yang memproduksinya, kedua mencegah
perkembangan dan aktivasi subset sebaliknya ysng disebut regulasi silang.

Mekanisme sinyal transduksi reseptor sitokin


Jalur sinyal Reeptor sitokin yang Mekanisme sinyal
transduksi menggunakan jalur
ini
Jalur jak STAT Reseptor sitokin tipe Ikatan famili protein adaptor TRAF
I dan II aktivasi faktor transkripsi
Sinyal TNF-R oleh Famili TNF-RI, Fas Ikatan domain protein adaptor
TRAF kematian, aktivator kaspase
Domain TIR/jalur IL-1R dan IL-18R Ikatan kinase famili IRAK dengan
IRAK domain TIR, aktivasi faktor
transkripsi
Reseptor- TGF-.M-GFR, Aktivasi kinae intrinsik dalam
berhubungan dengan reseptor sel induk reseptor, aktivasi faktor transkripsi
kinase
Sinyal protein G Reseptor kemokin Pertukaran GTP dan disosiasi Ga-
GTP asal Gbg, Ga GTP mengaktifkan
berbagai enzim selular

30
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

1. Sitokin adalah protein dengan berat molekul kecil yang diproduksi dan
dilepas berbagai jenis sel. Sitokin berperan utama dakam induksu dan
regulasi interaksi selular yang melibatkan sel inflamasi imun dan sustem
hematopoietic.
2. Sitokin bekerja dengan mengikat reseptor-reseptor membran spesifik,
yang kemudian membawa sinyal ke sel melalui second messenger
(tirosin kinase), untuk mengubah aktivitasnya (ekspresi gen).
3. Klasifikasi reseptor sitokin berdasarkan pada struktur tiga-dimensi yang
dimiliki terdapat 5 jenis ; Reseptor Sitokin Kelas I, 1) Reseptor Sitokin
Kelas II, reseptor sitokin Tumor Necrosis Factor family, Immunoglobulin
(Ig) superfamili, reseptor TGF- dan reseptor chemokine.
a. Berdasarkan jenis sel penghasilnya, sitokin dibagi 4 ; monokin,
limfokin, Growth hormone dan interferon.
b. Berdasarkan fungsinya sitokin dibagi 3 ; Sitokin pada Hematopoiesis,
Sitokin pada imunitas spesifik dan Sitokin pada imunitas nonspesifik.
c. Semua reseptor sitokin terdiri dari satu atau lebih protein
transmembran yang berfungsi untuk mengikat sitokin dan bagian
sitoplasmanya berperan untuk mengawali jalur sinyal intraselular.
d. Stimulasi Th oleh antigen dengan kehadiran sitokin tertentu dapat
memacu pembentukan subpopulasi Th seperti Th1 dan Th2. Setiap
subset menunjukkan cirri dan profil sekresi sitokin yang berbeda.
e. Profil sitokin Th1 menunjang respon imun yang melibatkan
fagositosis, CTL dan sel NK untuk menyingkirkan pathogen
intraselular. Sel Th2 memproduksi sitokin yang mendukung produksi
isotop immunoglobulin khusus dan respons IgE.

31
DAFTAR PUSTAKA

Abbas AK, Lichtman AH, Pober JS (1994), Cytokines in Cellular an Molecular


Immunology, International edition, WB Sounders Co , Philadelphia ,
London , Toronto, Monreal, Sydney, Tokyo, p.240-260.

Baratawidjaja KG. 2012. Imunologi Dasar. Edisi 10. Jakarta : Balai penerbit
Fakultas kedokteran Universitas Indonesia.

Oppenheim JJ, Ruscetti FW (2001), Cytokines in Medical Immunology, tenth


edition by Parslow GT; Stites PD, Terr IA, Imboden BJ, LangeMedical
Book / Mc Graw-Hill, Medical Publishing Division, p.148-164.

Subowo. 2009. Imunobiologi. Edisi 2. Jakarta: Sagung Seto

Theze J (1999), The Cytokine Network and Immune Functions, Oxford University
Press, New York.

32

Anda mungkin juga menyukai