Anda di halaman 1dari 47

TUGAS IMUNOLOGI

SITOKIN

Dosen :
Dr. Refdanita, M.Si.,Apt

Disusun Oleh:

Indah Berliana A 14330109

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS FARMASI
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
2017

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Seperti diketahui hampir semua sistem biologi memerlukan komunikasi antar


sel untuk pertumbuhan dan pengaturannya. Pada sistem imun komunikasi antar sel
umumnya melibatkan sitokin. Mediator ini diperlukan untuk proliperasi dan
diferensiasi sel-sel hematopoitik dan untuk mengatur dan menentukan respon imun.
Sitokin dalam menjalankan fungsinya sebagai mediator saling berinteraksi antara
sitokin sendiri dan interaksi ini dapat berjalan sinergis atau antagonis. Oleh karena
interaksi tersebut, konsep kerja sitokin sebagai suatu “network”.

Sitokin merupakan protein atau glikoprotein yang diproduksi oleh leukosit


dan sel-sel berinti lainnya. Bekerja sebagai penghubung kimia antar sel dan tidak
bertindak sebagai molekul efektor. Sitokin mempunyai berbagai macam fungsi,
namun pada umumnya sitokin bertindak sebagai pengatur pertahanan tubuh untuk
melawan hal-hal yang bersifat patogen dan menimbulkan respons inflamasi. Hampir
seluruh sitokin akan disekresi dan sebagian dapat ditemukan pada membran sel,
sisanya disimpan dalam matriks ekstraseluler. Sitokin dibagi menjadi beberapa famili
menurut reseptornya, yaitu famili IL-2/IL-4,- IL-6/IL-12, Interferon, TNF, IL-l,
Transformatisasi factor pertumbuhan (TGF) dan Kemokin. Pada umumnya sitokin
merupakan faktor pembantu pertumbuhan dan diferensiasi. Sebagian besar sitokin
bekerja pada selsel dalam sistim Hemapoetik.

2
1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang dimaksud dengan sitokin ?


2. Siapa itu sitokin ?
3. Kapan sitokin diproduksi ?
4. Bagaimana mekanisme kerja dari sitokin ?
5. Apa saja sifat dari sitokin ?
6. Bagaimana ciri-ciri dari sitokin ?
7. Apa fungsi dari sitokin ?
8. Apa saja reseptor dari sitokin ?
9. Bagaimana penggolongan jenis sitokin berdasarkan jenis sel sumbernya dan
fungsinya ?
10. Bagaimana transduksi sinyal sitokin ?

1.3 TUJUAN MASALAH

1. Agar mahasiswa memahami pengertian dari sitokin sebagai regulator tubuh.


2. Agar mahasiswa mengenal sitokin secara jelas.
3. Agar mahasiswa mengetahui kapan sitokin diproduksi.
4. Agar mahasiwa mengetahui dan paham mekanisme kerja dari sitokin.
5. Agar mahasiswa memahami sifat dari sitokin baik secara langsung dan tidak
langsung.
6. Agar mahasiswa memahami fungsi dari sitokin dalam kegiatan pertahanan
tubuh.
7. Agar mahasiwa mengetahui fungsi dari sitokin yang terlibat dalam system
imun.

3
8. Agar mahasiwa mampu menjelaskan reseptor yang dimiliki sitokin untuk
menghasilkan efek biologisnya.
9. Agar mahasiwa mampu membedakan jenis sitokin berdasarkan jenis sel
sumbernya dan fungsinya.
10. Agar mahasiswa mampu memahami transduksi sinya oleh sitokin.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 TINJAUAN UMUM TENTANG SITOKIN

Sitokin merupakan peptide pengatur (regulator) yang dapat diproduksi oleh


hampir semua jenis sel yang berinti dalam tubuh (Subowo, 2009).

Jan Vilcek pada tahun 1998 menyatakan, Sitokin adalah protein regulator
yang dilepaskan oleh sel-sel darah putih (leukosit) dan berbagai jenis sel lain dalam
tubuh; kegiatan pleiotropik sitokin mencakup efek pada sel dari system imun dan
modulasi respons radang. Sebagian besar sitokin berbentuk polipeptida atau
glikoprotein sederhana dengan BM sebesar 30 kd atau kurang (tetapi banyak sitokin
membentuk molekul oligomer dengan berat molekul lebih dan satu sitokin (IL-2)
merupakan heterodimer).

Sitokin merupakan protein pembawa pesan kimiawi, atau perantara dalan


komunikasi antar sel yang sangat poten, aktif pada kadar yang sangat rendah (10-10 –
10-15). (Baratawidjaja, 2012)

Sitokin adalah golongan protein / glikoprotein/ polipeptida yang larut dan


diproduksi oleh sel limfosit dan sel-sel lain seperti makrofag, eosinofil, sel mast dan
sel endotel. (Admadi, 2007)

Sitokin mempunyai berat molekul rendah, sekitar 8-40 KD, di samping


kadarnya juga sangat rendah. Biasanya diproduksi oleh sel sebagai respons terhadap
rangsangan. Sitokin yang dibentuk segera dilepas dan tidak disimpan di dalam sel.
Sitokin yang sama dapat diproduksi oleh berbagai sel. Satu sitokin dapat bekerja
terhadap beberapa jenis sel dan dapat menimbulkan efek melalui berbagai
mekanisme. (Admadi, 2007)

Umumnya produksi sitokin sangat rendah atau sama sekali tidak diproduksi,

5
produksi sitokin diatur oleh berbagai rangsang melalui induksi pada tingkat
transkripsi atau translasi. Produksi sitokin hanya selintas dan jarak kegiatannya
dengan sel sasaran biasanya pendek (sangat jelas pada autokrin atau parakrin yang
berbeda dengan endokrin). ( Baratawidjaja, 2012)

Sitokin berfungsi sebagai sinyal interseluler yang mengatur hampir semua


proses biologis penting seperti halnya aktivasi, pertumbuhan, proliferasi,
diferensiasi, proses inflamasi sel, imunitas, serta pertahanan jaringan ataupun
morfogenesis. Kesemuanya terjadi akibat rangsangan dari luar.

Sitokin dihasilkan sebagai respon terhadap stimulus sistem imun. Efek


biologis sitokin timbul setelah diikat oleh reseptor spesifiknya yang diekspresikan
pada membran sel organ sasaran. Reseptor yang diekspresikan dan afinitasnya
merupakan factor kunci respons selular. ( Baratawidjaja, 2012)

Sitokin bekerja dengan mengikat reseptor-reseptor membran spesifik,


yang kemudian membawa sinyal ke sel melalui second messenger (tirosin kinase),
untuk mengubah aktivitasnya (ekspresi gen).

Mekanisme kerja sitokin pada sel sasarannya melalui ikatan dengan reseptor
permukaan sel sasarannya yang bersifat sangat spesifik dengan afinitas tinggi.
Sebagian besar mekanisme kerja sitokin dimanifestasikan dalam pola alternative
pada ekspresi gen dalam sel sasarannya. Mekanisme kerja tersebut mendorong
kearah peningkatan atau perubahan ekspresi beberapa fungsi diferensiasi.
Walaupun rentang efek dari masing-masing sitokin dapat sangat lebar dan beraneka
ragam, paling sedikit beberapa efek setiap sitokin ditunjukkan pada sel-sel
hematopoietic. (Subowo,2009)

6
2.2 SIFAT UMUM SITOKIN

Sifat umum sitokin

 Masa paruhnya singkat


 Cepat terurai sebagai metode regulasi sehingga sulit diukur dalam sirkulasi
kebanyakan bekerja lokal dalam lingkungan mikrosel
 Beberapa bekerja pada produkidi sel itu sendiri, meningkatkan aktivasi dan
diferensiasi melalui resptor permukaan dengan afinitas tinggi
 Kebanyakan efek biolohis sitokin bersifat pieonotropik misalnya
mempengaruhi organ multipel damam tubuh
 Kebanyakan juga menunjukkan fungsi biologis yanh tumpang tindi, sehingga
menggambarkan redundansi pada kelompoknya.Karena alasan inilah sasaran
terapeutik sitokin tertentu sering gagal.

Sitokin dapat memberikan efek langsung dan tidak langsung. Sitokin yang
berefek langsung memiliki ciri ( Baratawidjaja, 2012) :

 Lebih dari satu efek terhadap berbagai jenis sel (pleiptropi)


 Autoregulasi (fungsi autokrin)
 Terhadap sel yang letaknya tidak jauh (fungsi parakin)
Sedangkan Sitokin yang berefek tidak langsung mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut :
 Menginduksi ekspresi reseptor untuk sitokin lain atau bekerja sama
dengan sitokin lain dalam merangsang sel (sinergisme)
 Mencegah ekspresi reseptor atau produksi sitokin (antagonisme) →

7
Gambar Sifat-Sifat Sitokin

2.3 KARAKTERISTIK SITOKIN


Sitokin sendiri memiliki ciri-ciri sebagai berikut (Baratawidjaja, 2012) :
 Sitokin adalah polipeptida yang diproduksi sebagai respons terhadap
rangsang mikroba dan antigen lainnya dan berperan sebagai
mediator pada reaksi imun dan inflamasi.
 Sekresi sitokin terjadi cepat dan hanya sebentar, tidak disimpan
sebagai molekul preformed. Kerjanya sering pleiotropik (satu sitokin
bekerja terhadap berbagai jenis sel yang menimbulkan berbagai
efek) dan redundan (berbagai sitokin menunjukkan efek yang sama).
Oleh karena itu, efek antagonis satu sitokin tidak akan menunjukkan
hasil nyata karena ada kompensasi dari sitokin yang lain.
 Sitokin sering berpengaruh terhadap sintesis dan efek sitokin yang
lain.

8
 Efek sitokin dapat lokal atau sistemik.
 Sinyal luar mengatur ekspresi reseptornya pada membrane sel
sasaran.
 Respons selular terhadap kebanyakan sitokin terdiri atas perubahan
ekspresi gen terhadap sel sasaran yang menimbulkan espresi fungsi
baru dan kadang proliferasi sel sasaran.

2.4 STRUKTUR DAN FUNGSI SITOKIN

2.4.1 STRUKTUR SITOKIN

Dari hasil analasis struktur sitokin memungkinkan orang dapat


menggolongkan banyak jenis sitokin dalam kelompok-kelompok yang dinamakan
“keluarga” (lihat tabel ). Beberapa dari keluarga-keluarga tersebut menunjukkan
adanya derajat homologi yang tinggi dari struktur urutan primer pada rantai protein
satu sama lain. Sebagai contoh : semua anggota keluarga IFN-/ (selanjutnya
keluarga ini dibagi lagi dalam sub keluarga IFN-, IFN-, IFN-, IFN-) menunjukkan
paling sedikit 30% homologi satu sama lain dalam urutan asam amino.

Tabel Kelompok sitokin dalam keluarga (Subowo, 2009)

Keluarga Perwakilan anggota


Interleukin-2/Interleukin 4 IL-2
IL-4
IL-5
GM-CSF
Interleukin-6/Interleukin-12 IL-6
IL-12
Interferon-/ IFN-

9
IFN-
IFN-
IFN-
Tumor Necrosis Factors TNF-
TNF- (LT-)
LT-
Fas ligand
CD50 ligand
TNF related apoptosis inducing ligand
(TRAIL)
Interleukin-I IL-I
IL-I
IL-I Receptor antagonist
IL-I8
Transforming growth factor- TGF-
Bone morphogenetic proteins
Inhibins
Activins
Chemokines C-X-C sub-family (IL-8, many others)
C-C Sub family (MIP-I, many others)
C subfamily (lymphotatactin)

10
2.4.2 FUNGSI SITOKIN

Abbas pada tahun1994 menyatakan bahwa fungsi sitokin dapat disebutkan


dalam beberapa kategori, yaitu sebagai mediator imunitas bawaan mengatur
aktivasi, pertumbuhan dan diferensiasi sel limfosit, mengatur immune mediated
inflammation, merangsang leukosit yang belum matang/ immature dalam
pertumbuhan dan diferensiasi.

Theze pada tahun 1999 menyatakan bahwa fungsi dasar sitokin yang
diproduksi akibat adanya respons terhadap rangsangan yang bersifat
imunologik, berperan utama dalam kelanjutan hidup sel, proliferasi sel, diferensiasi
sel dan kematian sel.

Adapun fungsi sitokin yaitu :

 Menstimulasi berbagai respon sel yang terlibat dalam sistem imun dan
peradangan
 Merangsang pertumbuhan dan diferensiasi limfosit
 Mengaktivasi berbagai sel efektor yang berbeda untuk mengeleminasi
mikroba dan antigen lainnya
 Merangsang perkembangan sel hematopoetik
 Digunakan sebagai obat dan target antagonis spesifik dalam berbagai
penyakit imun dan peradangan

2.5 RESEPTOR SITOKIN

Dalam beberapa tahun terakhir, reseptor sitokin telah banyak menyita


perhatian para ahli dibandingkan dengan sitokin itu sendiri, sebagian karena
karakteristiknya yang luar biasa, dan sebagian karena defisiensi reseptor sitokin

11
secara langsung berkaitan dengan melemahnya immunodefisiensi. Dalam hal ini,
dan juga karena redundansi dan pleiomorpishm sitokin, pada kenyataannya
merupakan konsekuensi dari reseptor homolog sitokin, banyak para ahli
berfikir bahwa klasifikasi reseptor akan lebih berguna secara klinis dan
eksperimental.

Agar sitokin menunjukkan efek pada sel sasarannya, sel sasaran tersebut harus
dilengkapi dengan molekul reseptor pada permukaanya. Sitokin bekerja pada sel-
sel targetnya dengan mengikat reseptor-reseptor membran spesifik. Reseptor dan
sitokin yang cocok dengan reseptor tersebut dibagi ke dalam beberapa kelompok
berdasarkan struktur dan aktivitasnya. Klasifikasi reseptor sitokin berdasarkan pada
struktur tiga-dimensi yang dimiliki.

1) Keluarga Reseptor Sitokin Kelas I


Reseptor dalam keluarga ini berstuktur heterodimer, beberapa
bentuk homodimer, sebagian lagi berbentuk heterotimer. Anggota-
anggotanya memiliki motif tertentu pada ekstraseluler asam-amino domain.
Keluarga reseptor sitokin kelas I mencakup resptor untuk sitokin yang
mempunyai peran penting, yaitu : IL-2, IL-4, IL-6, IL-12, untuk factor
hematopoietic ( G-CSF, GM-CSF, dan eritropoetin, growth factor hormone
dan prolactin). ( Subowo, 2009)
2) Keluarga Reseptor Sitokin Kelas II
Keluarga reseptor sitokin kelas II banyak kemiripan strukturnya
dengan keluarga reseptor kelas I dan disebut pula keluarga reseptor
interferon. Keluarga reseptor ini merupakan reseptor heterodimer untuk
sitokin yang termasuk IFN-/ dan IFN- dan resptor untuk IL-10. Subowo,
2009)
3) Keluarga reseptor sitokin Tumor Necrosis Factor family

12
Semua anggota keluarga reseptor TNF berstuktur rantai tunggal.
Keluarga ini terdiri atas 2 reseptor yang terpisah yang mengikat TNF- dan
TNF-.
4) Immunoglobulin (Ig) superfamili
Immunoglobulin (Ig) yang sudah ada seluruhnya pada beberapa sel
dan jaringan dalam tubuh vertebrata, dan berbagi struktural
homologi denga n immunoglobulin (antibodi), sel molekul adhesi, dan
bahkan beberapa sitokin. Contoh, IL-1 reseptor.
5) Keluarga reseptor TGF-
Anggotanya dari transformasi faktor pertumbuhan beta superfamili,
yang tergolong kelompok ini, meliputi TGF-β1, TGF-β2, TGF-β3.2
Reseptor sitokin bisa keduanya merupakan membran berbatas dan
larut. Reseptor sitokin yang larut umumnya secara ekstrim sebagai
pengatur fungsi sitokin. Aktivitas sitokin bisa dihambat oleh antagonisnya,
yaitu molekul yang mengikat sitokin atau reseptornya. Selama
berlangsungnya respon imun, fragmen- fragmen membran reseptor terbuka
dan bersaing untuk mengikat sitokin.
6) Keluarga reseptor chemokine
Reseptor kemokin mempunyai tujuh transmembran heliks dan
berinteraksi dengan G protein. Kelompok ini mencakup reseptor untuk IL-8,
MIP-1, dan RANTES. Reseptor kemokin, dua diantaranya beraksi mengikat
protein untuk HIV (CXCR4 dan CCR5), yang juga tergolong ke dalam
kelompok ini.

2.6 PENGGOLONGAN JENIS SITOKIN

A. Berdasarkan jenis sel penghasilnya


1. Monokin

13
Monokin merupakan sitokin yang dihasilkan terutama oleh
monosit dan turunannya. Pada awalnya dalam tahun 1940, para
peneliti menemukan mediator yang muncul di daerah infeksi
bakteri. Pada waktu itu diduga bahwa mediator tersebut dibawa
ke daerah otak , karena infeksi selalu memberikan efek kenaikan
tubuh. Kini dugaan tersebut terlah terungkap, bahwa kenaikan
suhu tubuh disebabkan oleh 4 jenis monokin : IL-1,TNF, IFN-,
dan IL-6. Sebagian besar dari monokin tersebut baru dikenal pada
awal tahun 1960, yaitu pada masa telah dikenalnya teknologi
pembiakkan sel.
Sebagian besar monokin yang berbentuk peptide dengan
jumlah gugus asam amino sebanyak 122-190 dihasilkan oleh sel
penghasil utamanya yaitu monosit dan turunannya dan beberapa
jenis sel lain. Fungsi diantara warga mnokin tersebut tumpang
tindih, seperti misalna TNF( tumor growth factor) dengan IL-1.
Lagipula aktivitasnya beragam, mulai dari meningkatkan
pertumbuhan sel (IL-6 dan PDGF = platelet derived growth factor)
dan TNF, menghentikan pertumbuhan (TGF- = Transfering
growth factor-), sampai induksi pertahanan virus (IFN- DAN 1)
dan menimbulkan khemotaksis (MDNCF = Monocyte derived
neutrophil chemotactic factor).

2. Limfokin
Limfokin merupakan sitokin yang dihasilkan terutama oleh
limfosit. Menjelang akhir abad ke-20, namoak sangat peat
kemajuan penelitian aspek molecular limfokin, khususnya yang
dihasilkan oleh limfosit. Dalam keluarga limfokin ini telah dapat

14
diidentifikasi dan diisolasi setokin dengan nama : -IFN, IL-2, IL-3,
IL-4, IL-5, IL-6, IL-7 dan GM-CSF. (Subowo, 2009)

3. Interferon (IFN)
Pada awal ditemukannya dalam tahun 1957 oleh Isaacs dan
Lindenman, interferon merupakan sitokin yang dihasilkan oleh sel
yang terinfeksi virus. Sitokin tersebut berperan “menganggagu”
(to interfere) replikasi virus. Aktivitas anti-virus ini stabil pada pH
2,00 dalam konsentrasi rendah. Sedang aktivitas anti-proliperatif
dan pengatur respons imun baru diketahui kemudian.
Ternyata induksi pelepasan IFN tidak terbatas oleh infeksi
virus saja, tetapi tetapi meliputi bahan yang sangat beragam.
Tabel Daftar substansi yang dapat menginduksi pelepasan
interferon
Virus
Ricketsia
Mikroorganisme Bacteria
Protozoa
Clamidia
Ekstrak bacteria (endotoksin)
Ekstrak virus
Ekstrak microbial Ekstrak ricketsia
Ekstrak fungi
Ekstrak tumbuhan
Polifosfat
Polimer sintetik
Polisulfat

15
Polikarboksilat
Poli-tiofosfat

Berbagai jenis interferon telah diidentifikasi dan diklasifikasi


berdasarkan sumber selnya, yaitu :
a) Interferon tipe I ( tipe Fibroblast), mencakup IFN-, IFN-,
IFN-.
b) Interferon tipe II (tipe imn) dihasilkan oleh sel-sel imun,
mencakup IFN-.
4. Growth Factor
Keluarga sitokin yang dikelompokkan dalam Growth factor
banyak terlibat dalam peradangan. Berikut beberapa contoh
anggota dari keluarga Growth factor :
 TGF- (Transforming growth factor-)
 PDGF (Platelet-derived growth factor)
 EGF (Epidermal growth factor)
 KTGF ( Keratocyte growth factor)
 ENKGF ( Epidermal NK cell growth factor)

B. Berdasarkan Fungsi
1) Sitokin pada Hematopoiesis
Segolongan sitokin hematopoiesis pada manusia yaitu GM –
CSF, G-CSF, dan M-CSF. Sitokin golongan ini berperan dalam
perkembangan, diferesiensiasi dan ekspansi sel – sel mieoloid. Pada
dasarnya sitokim tersebut merangsang diferensisasi sel progenitor
dalam sumsum tulang menjadi yang spesifik dan berperan pada

16
pertahanan terhadap infeksi. Reaksi imun dan inflamasi yang
memerlukan pengerahan leukosit akan memacu produksi sitokin.
Tabel Sitokin yang Berperan pada Hematopoiesis
Sitokin Sumber utama Sel sasaran Populasi sel
utama utama yang
diinduksi
SCF Sumsum Sel pluripoten Semua sel
tulang, sel
stroma
IL-7 Fibroblast, sel Progenitor Sel T dan B
stroma limfoid imatur
sumsum tulang
IL-3 Sel T Progenitor Semua sel
imatur
GM-CSF Sel T, Progenitor Aktifitas
makrofag, sel imatur dan granulosit dan
endotel, yang marofag
fibroblast. committed,
makrofag
matang
M-CSF Makrofag, sel Progenitor Monosit
endotel, sel yang
sumsum committed
tulang,
fibroblast
G-CSF Makrofag, Progenitor Granulosit

17
fibroblast, sel yang
endotel. committed

Gambar berbagai sitokin pada pertumbuhan dan pematangan


berbagai sel darah

2) Sitokin pada Imunitas Nonspesifik


Respons imun nonspesifik dini yang penting terhadap virus
dan bakteri beruoa sekresi sitokin yang dperlukan untuk fingsi banyak
sel efektor.

Tabel sitokin pada imunitas nonspesifik

Sitokin Sumber Utama Sasaran utama dan efek

18
biologik
IL-1 Makrofag, endotel, beberapa sel Endotel: aktivasi
epitel (inflamasi, koagulasi)
Hipotalamus: panas
Hati: sintesis APP
IL-6 Makrofag,sel endotel, sel T Hati: sintesis APP
Sel B: proliferasi sel
plasma
IL-10 Makrofag, sel T terutama Th2 Makrofag, sel dendritik:
mencegah produksi IL-21
dan ekspresi
kostimolator dan MHC-II
IL-12 Makrofag, sel denritik Sel T: diferensiasi Th1
Sel NK dan sel T: sintesis
IFN −ɤ , meningkatkan
aktivitas sitolitik
IL-15 Makrofag sel lain Sel NK: proliferasi
Sel T: proliferasi (sel
memori CD8+ )
IL-18 Makrofag Sel NK dan sel T: sintesis
IFN-ɤ
IFN-α IFN-α: makrofag Semua sel: antivirus,
peningkatan ekspresi
MHC-I
IFN-β IFN-β: fibrolas Sel NK: aktivasi
IFN-ɤ Th1 Aktivasi sel NK dan

19
makrofag, induksi MHC II
Kemokin Makrofag, sel endotel sel T, Leukosit: kemotaksis,
fibrolas, trombosit aktivasi, migrasi ke
jaringan
TNF Makrofag sel T Sel endotel: aktivasi
(inflamasi, koagulasi)
Neutrofil: aktivasi
Hipotalamus: panas
Hati: sintesis APP
Otot, lemak: katabolisme
(kaheksia)
Banyak jenis sel:
apoptosis

Gambar Peran Sitokin pada Imunitas nonspesifik terhadap mikroba


yang memproduksi LPS (endotoksin)
a) TNF

20
TNF merupakan sitokin utama pada respons inflamasi
akut terhadap bakteri gramdan mikroba lainnya. Infeksi yang
berat dapat memicu produksi TNF dalam jumlah besar yang
menimbulkan reaksi sistemik. TNF disebut TNF-α atas dasar
historis dan membedakan nya dari TNF-β atau limfotoksin.
Sumber utama TNF adalah fagosit monomuklear dan sel T
yang diaktifkan antigen, sel NK dan sel mast. LPS merupakan
rangsangan poten terhadap makrofag untuk mensekresi TNF>
IFN-у yang diproduksisel Tdan NK juga merangsang makrofag
antra lain menigkatkan sintesa TNF.
Pada kadar rendah,TNF bekerja terhadap leukosit dan
endotel, menginduksi inflamasi akut. Pad kadar sedang, TNF
berperan dalam inflamasi sistemik. Pada kadar tinggi, TNF
menimbulkan kelainan patologik syok septik.
TNF memiliki efek biologis sebagai berikut :
 Pengerahan neutrofil dan monosit ketempat infeksi
serta mengaktifkan sel – sel tersebut untuk
menyikngkirkan mikroba
 Memacu ekspresi molekul adhesi sel endotel vaskular
untuk leukosit. Molekul adhesi terpenting adalah
selektif dan ligan untuk integrin leukosit
 Merangsang makrofag mensekresi kemokin dan
mengunduksi kemptaksis dan menginduksi kemotaksis
dan mengerahan leukosit
 Merangsng fagosit moninuklear untuk mensekresi IL- 1
dengan efek seperti TNF
 Menginduksi apoptosis sel inflamasi yang sama

21
 Merangsang hipotalamus yang menginduksi panas dan
oleh karena itu disebut pirogen endogen. Panas
ditimbulkan atas pengaruh prostaglandin yang di
produksi sel hipotalami yang dirangsang TNF dan IL-1.
Inhibitor sintesi prostaglandin seperti aspirin,
menurunkan panas. TNF seperti halnya denan IL – 1
dan IL – 6 menigkatkan sintesi protein serum tertentu
seperti amyloid A protein dan fibrinogen oleh leukosit
 Produksi TNF dalam jumlah besar dapat mencegah
kontraktilitas miokard dan tonus otot polos vaskular
yang menurunkan tekanan darah atau syok dan sel
lemak yang menimbulkan kaheksia, gangguan
metabolisme berat seperti gula darah turun sampai
kadar yang tidak memungkinkan untuk hidup. Hal ini
disebabkan karena penggunaan glukosa yang
berlebihan oleh otodan hati dan gagal untuk
kemggantikannnya
 Komplilasi sindrom sepsis yang ditimbulkan bakteri
negatif –Gram (atau syok endotoksin) ditandai dengan
kolaps vascular
 DIC dan gangguan metabolik disebabkan produksi
TNNF yang dirangsang LPS, dan sitokin lain IL – 12, IFN
–у dan IL – 1. Kadar TNF darah mempunyai nilai
prediksi yang akan terjadi akibat infeksi bakteri negatif
–Gram yang berat
Berbagai efek TNF dengan manifestasi sebagai berikut
(Subowo, 2009) :

22
a. Efek sitotoksik
Efek sitiotoksik terlihat pada beberapa jenis jaringan
tumor yang mengalami kemunduran dan nekrosis yang
disertai perdarahan. Mekanisme kematian sel tumor in
vivo oleh TNF belum jelas, tetapi yang jelas bahwa
kematian sel tumor membutuhkan reseptor untuk
TNF. Kematian sel tumor secara in vivo bukan
pengaruh langsung TNF melainkan secara tidak
langsung. Kemungkinan kematian sel tumor karena
tejadinya nekrosis jaringan tumor sebagai akibat
gangguan vaskularisasi untuk jaringan tumor. Terdapat
bukti bahwa sel makrofag teraktifkan dapt membunuh
sel-sel tumor, sedang TNF merupakan produk sel
makrofag.
b. Efek radang
Kini TNF lebih diangga sebagai mediator utama dalam
radang. Mekanisme pada beberapa kejadian radang
setempat diramalkan berdasarkan pengamatan dalam
percobaan in vitro. Misalnya sel netrfil yang bereaksi
dengan TNF meningkat pengikatannya dengan sel
emdotel, letupan respiratori dan degranulasinya. Pola
kerusakan jaringan radang mirip dengan kerusakan
oleh IL-1. Demikian pula kemampuan TNF dalam
menginduksi prolifeasi fibroblast mirip IL-1, sehingga
TNF dianggap penting dalam proses penyembuhan
luka.
c. Efek hematopoietic

23
Efek TNF terhadap aktivitas hematopoietic terlihat
dalam bentuk hambatan pembentukan koloni buakan
granulosit-monosit, eritroid dan koloni sel multi-
potensial pada jaringan sumsum tulang manusia.
Tetapi sebaliknya pada mencit, TNF meningkatkan sel-
sel progenitor dalam jaringan sumsum tulang pada
percobaan in vivo.
d. Efek imunologik
Walaupun TNf dalam beberapa aktovotas biologic
mirip IL-1, namun ada beberapa perbedaan dalam
mekanisme pengaturan imun. Secara umum Nampak
perbedaan bahwa TNF tidak banyak terlibat dalam
pengaturan tersebut. TNF mempunyai aktivitad
perangdangan yang multiple terhadap limfosit T
teraktifkan, misalnya respons proliferative limfosit T
terhadap antigen, peningkatan reseptor untuk IL-2 dan
indiksi produksi IFN-. Demikian juga imunitas spesifik
terhadap tumor ditingkatkan oleh TNF. TNF dapat
meningkatkan ekspresi antigen kelas I pada fibroblast
dan sel endotel.
Efek perlingungan non-spesifik terhadap pathogen
telah dilaporkan pula untuk TNF. Misalnya aktivitas
antivirus dan beberapa parasit.

24
Gambar efek biologis TNF
b) IL-1
Fungsi utama IL – 1 adalh sama dengan TNF, yaitu
mediator inflamasi yang merupakan repons tergadap infeksi
dan rangsangan lain. Bersama TNF berperan pasa imunitas
nonspesifik. Sumber utama IL-1 juga sama dengan TNF yaitu
fagosit mononulear yang diaktifkan. Efek biologis IL-1 sama
seperti TNF yang tergantung dari jumlah yang diproduksi.
 Peran IL-1 dalam Peradangan
IL-1 dianggap sebagai mediator yang snagat penting dalam
proses radang. Hal ini dapat dilihat dari munculnya gejala yang
menyertai radang yang dapat diamati dari munculnya gejala
yang menyertai radang yang dapat diamati secara in vitro
maupun in vivo. Keterkaitan IL-1 dengan gejala tersebut
dijelaskan melalui pengamaan in vitro.
Dalam pengamatan gejala radang secara in vivo,
terungkap misalnya demam dan perubahan sususnan biokimia
darah dan komponen sel darah. Timbulnya demam
merupakan efek neroendokrin IL-1, karena terangsangnya

25
pusat panas pada daerah hipotalamus. Telah lama diketahui
bahwa mediator yang dihasilkan oleh leukosit yang semula
dinamakan endogenous pyrogen (EP) bertanggung jawab
dalam induksi produksi prostaglandin (PG) oleh sel-sel yang
terdapat di sekitar pusat demam di hipotalamus. Efek
neroendokrin lain berlangsung karena produksi “cortico
releasing factor” yang pada gilirannya akan merangsang
produksi hormone ACTH dari hipofisa yang akan ,enginduksi
produksi hormone kortikosteroid dari kelenjar adrenal.
Hormone kortikosteroid mendorong pelepasan sel-sel netrofil
dari sumsum tulang kedalam peredaran darah yang dibarengi
dengan peningkatan hematopoiesis menyebabkan perubahan
susunan komponen sel darah.
Pengaruh IL-1 lainnya yang dapat diamati, yaitu induksi
pelepasan sejumlah mediator (mediator sekunder) misalnya :
PAF (Platelet activating factor), IL-6, TNF, CSF, dan bahkan
untuk induksi IL-1 sendiri. Produksi IL-1 dapat dihambat oleh
inhibitor yang dilepaskan oleh sel makrofag juga.
 Efek pada Aktivasi Limfosit T
Dalam mengawali respon imun, aktivasi limfosit T
merupakan tahap yang menentukan. Kecocokan akan
MHC kelas II dari sel makrofag dalam menyajikan
antigen kepada limfosit T sangat diperlukan dalam
mengawali respons imun. Sel-sel penyaji ini tidak saja
menghadirkan antigen dengan cara kontak dengan
klon limfosit T yang cocok, namun juga diperlukan
adanya pelepasan IL-1 sebagai signal kedua. Aktivasi

26
limfosi T berlangsung dengan adanya 2 signal tersebut,
akan diususul kemudian oleh proliferasi dan
diferensiasi sel. Namun jelaslah bahwa tanpa
keterlibatan molekul MHC kelas II, IL-1 tidak dapat
berfungsi sendiri dalam membangkitkan respons imun
melalui aktivasi limfosit T.
Atas dasar kenyataan tersebut, oleh Oppenheim
(1987) diusulkan urutan tahap peristiwa siklus limfosit
setelah menerima rangsan antigen yang dihasilkan
oleh sel penyaji (sel makrofag). Epitope antigen
spesifik atau poliklonal yang diproses oleh sel
makrofag akan merupakan rangsangan ketika hasil
pemprosesan tersebut disajikan kepada limfosi T. pada
tahap ini akan terjadi perubahan status limfosit T dari
G0 menjadi tahap G1 awal yang mampu mengadakan
biosintesis. Beberapa dari limfosit T tersebut
melanjutkan perkembangannya dalam tahap G1 lanjut,
sehingga mereka mampu mengekspresikan resptor
untuk IL-2. Sebagian dari limfosit T lain setelah
menerima rangsangan IL-1 akan melepaskan IL-2.
Limfosit yang menerima rangsangan IL-2 ini
selanjutnya akan mengekspresikan resptor untuk
transferin, sehingga dapat meneruskan
perkembangannya dalam tahap S siklus sel yang
berakhir dengan sitosis.
 Efek pada Diferensiasi Limfosit T

27
Disamping sebagai mediator yang penting
dalam proses peradangan , IL-1 juga merupakan
mediator yang berperan dalam aktivitas imunologik.
Pengaruh IL-1 dalam imunitas ini terutama melalui
dorongannya terhadap diferensiasilimfoit T yang dapat
dipantau melalui perubahan-perubahan marka pada
membrannya ; misalnya IL-1 akan lebih menstabilkan
CD2 pada limfosit T, yang merupakan resptor untuk
eritrosit domba sehingga mempermudah
pembentukan kloset dengan eritrosit domba (SRBC).
Dengan demikian meIL-1 meningkatkan funhsi limfosit
T dan memproduksi limfokin seperti IL-2, CSF, BCGF (IL-
4 dan IL-5), IFN-, dan LDCF (Limphocyte derived
chemotatic factor).
 Efek pada Limfosit B
Dalam perbobaan in vitro, IL-1 memperkuat
proliferasi diferensiasi dan fungsi produksi antibody
oleh limfosit B. pengaruh IL-1 terhadap limfosit B dapat
secara tidak langsung melalui limfosit Th yang
menghasilkan BCGF (IL-4 dan IL-5). Oleh karena IL-1
dapat dihasilkan juga oleh limfosit B sendiri, maka
interleukin ini dapat bertindak sebagai autorkin yang
dapat mengatur aktivitasnya sendiri.

c) IL-6
IL–6 berfungsi dalam imunitas nonspesifik, diproduksi
fagosit mononuklear, sel endotel vaskular, fibroblas dan sel

28
lain sebagai respons terhadap mikroba dan sitokin lain. IL-6
mempunyai berbagai fungsi. Dalam imunitas nospesifik, IL-6
merangsang hepatosit untuk memproduksi APP dan bersama
CSF merangsang progenitor di sumsum tulang untkuk
memproduksi neutrofil. Dalam imunitas spesifik, IL-6
merangsang pertumbuhan dan diferensiasi sel B menjadi sel
maast yang menproduksi antbodi. IL-6 juga merupakan Gf sel
plasma neoplastik (mieloma).
d) IL-10
IL – 10 merupakan inhibitor makrofag dan sel dendrit
yang berperan dalam mengontrolreaksi imun nonspesifik dan
imun sellar. IL – 10 diproduksi terutama oleh marofag yang
diaktifkan. Hal tersebut merupakan contoh dari regulator
feedback negatif.
e) IL-12
IL-12 merupakan mediator utama imunitas nonspesifik
dini terhadap mikroba intraselular dan merupakan inductor
kunci dalam imunitas selular spesifik terhadap mikroba.
Sumber utama IL-12 adalah fagosit mononuclear dan sel
dendritik yang diaktifkan. Efek biologis IL-12 adalah
merangsang produksi IFN-ˠ oleh sel NK dan sel T, diferensiasi
oleh sel T CD4+ menjadi sel Th1 yang memproduksi IFN- . IL-
12 juga meningkatkan fungsi sitolitik sel NK dan sel CD8+ /
CTL.

29
Gambar efek biologis IL-12
f) IFN Tipe I
IFN Tipe I (IFN-α dan IFN-β) berperan dalam imunitas
nonspesifik dini pada infeksi virus. Nama interferon berasal
dari kemampuannya dalam intervensi infeksi virus. Efek IFN
Tipe I adalah proteksi terhadap infeksi virus dan meningkatkan
imunitas selular terhadap mikroba intraselular. IFN Tipe I
mencegah replikasi virus, meningkatkan ekspresi molekul
MHC-1, merangsang perkembangan Th1, mencegah proliferasi
banyak jenis sel antara limfosit invitro.
IFN tipe I diproduksi oleh sel terinfeksi virus dan
makrofag. IFN Tipe 1 mencegah infeksi virus dan
meningkatkan aktivitas CTL terhadap sel yang terinfeksi virus.
Interferon menginduksi ekspresi MHC-II di sel jaringan,

30
meningkatkan ekspresi Fc-R pada makrofag dan aktivitas sel
NK.
Interferon adalah sitokin berupa glikoprotein yang
diproduksi makrofag yang diaktifkan, sel NK dan berbagai sel
tubuh yang mengandung nucleus dan dilepas sebagai respons
terhadap infeksi virus. IFN mempunyai sifat antivirus dan
dapat menginduksi sel-sel sekitar sel yang terinfeksi virus
menjadi resisten terhadap virus. Di samping itu, IFN juga
dapat mengaktifkan sel NK. Sel yang diinfeksi virus atau
menjadi ganas akan menunjukkan perubahan pada
permukaannya yang akan dikenal dan dihancurkan sel NK.
Dengan demikian penyeberan virus dapat dicegah.
Produksi IFN diinduksi oleh infeksi virus atau suntikan
polinukleotida sintetik. IFN dapat dibagi menjadi 2 tipe yaitu,
Tipe I dan Tipe II. Tipe I terdiri atas IFN-α yang disekresi
makrofag dan leukosit lain serta IFN-β disekresi oleh
fibroblast. IFN Tipe II adalah IFN-ˠ yang juga disebut IFN imun,
disekresi sel T setelah dirangsang oleh antigen spesifik. Efek
protekso IFN-ˠ terjadi melalui reseptor di membrane sel dan
mengaktifkan gen yang menginduksi sel untuk memproduksi
protein antivirus yang mencegah translasi mRNA virus. IFN
juga meningkatkan aktivitas sel T, makrofag, ekspresi MHC
dan efek sitotoksik sel NK. MHC berfungsi untuk mengikat
peptide dalam presentasi ke sel T.

31
Gambar efek biologis IFN tipe I
g) IL-15
IL-15 diproduksi fagosit mononuclear dan mungkin
jenis sel lain sebagai respons terhadap infeksi virus, LPS dan
sinyal lain yang memicu imunitas nonspesifik. IL-15 yang
disintesis fagosit pada ekspansi virus, merangsang ekspansi sel
NK dalam beberap ahari pasca infeksi. IL-15 dapat dianggap
ekuivalen dengan IL-2. IL-15 dianggap ekuivalen dengan IL-2.
IL-15 berperan pada imunitas nonspesifik dini dan IL-2 pada
imunitas spesifik dini. IL-15 juga merupakan factor
pertumbuhan dan factor hidup terutama untuk sel CD8 + yang
hidup lama.

32
h) IL-18
IL-18 memiliki struktur yang homolog dengan IL-1,
namun mempunyai efek yang berlainan. IL-18 diproduksi
makrofag sebagai respons terhadap LPS dan produk mikroba
lian, merangsang sel NK dan sel T untuk memproduksi IFN-.
Jadi IL-18 adalah inductor imunitas selular bersama IL-21.

i) IL-33
IL-33 digambarkan sebagai superfamili IL-1 dan juga
diketahui berperan sebagai komponen yang mengatur
respons imun alamiah terutama aktivasi sel mast.

3) Sitokin pada Imunitas Spesifik


Sitokin berperan dalam proliferasi dan diferensiasi limfosit
setelah antigen dikenal dalam fase aktivasi pada respons spesifik dan
selanjutnya berperan dalam aktivasi dan proliferasi sel efaktor khusus.

Tabel sitokin penting pada imunitas spesifik

Sitokin Sumber utama Sel sasaran utama dan efek


biologik
IL-2 Sel T Sel T: proliferai, peninggkatan
sintesis sitokin, dan apoptosis
atas peran Fas
Sel NK: proliferasi,aktivasi
Sel B: proliferasu, sintesis

33
antibodi (in vitro)
IL-4 Th2, sel mast Sel B: pengalihan ke isotipe IgE
Sel T: diferensiasi dan
proliferasi Th2
IL-5 Th2 Eosinofil: aktivasi, peningkatan
produksi
Sel B: proliferasi, produksi IgA
IFN-ɤ Th1, CD8+ , sel Nk Makrofag: aktivasi
Sel B: pengalihan isotipe ke IgG
dalam meningkatkan opsonisasi
dan ikatan komplemen
Th1: diferensiasi
Berbagai sel: peningkatan
ekspresi MHC-I dan MHC-II,
peningkatan proses dan
presentasi antigen ke sel T
TGF-β Sel T, makrofag, sel lain Sel T: mencegah proliferasi dan
fungsi efektor
Sel B: mencegah proliferasi,
poduksi IgA
Makrofag: pencegahan
Limfotoksin (LT) Sel T Pengerahan dan aktivasi
neutrofil
IL-13 Sel Th2 Sel B: pengalihan ke isotipe IgE
Sel epitel: peningkatan produksi
mukus

34
Makrofag: pencegahan

a) IL-2
IL-2 adalah factor pertumbuhan untuk sel T yang
dirangsang antigen dan berperan pada ekspansi klon sel T
setelah antigen dikenal. Ekspresi reseptor IL-2 ditingkatkan
oleh rangsangan antigen, oleh karena itu sel T yang mengenal
antigen merupakan sel utama yang berproliferasi pada
respons imun spesifik. IL-2 meningkatkan proliferasi dan
diferensiasi sel imun lain (sel NK, sel B). IL-2 meningkatkan
kematian apoptosis melalui Fas. Fas adalah golongan reseptor
TNF yang di ekspresikan pada permukaan sel T. Banyak sel lain
menginisiasi kaskade sinyal dalam apoptosis. Kematian sel
terjadi akibat ikatan Fas dengan ligannya yang diekspresikan
oleh sel T yang diaktifkan. Kematian sel T tersebut merupakan
hal yang penting dalam mempertahankan toleransi self.
Mutasi dalam gen Fas dapat menimbulkan penyakit autoimun
sistemik.
IL-2 merangsang proliferasi dan diferensiasi sel T, sel B
dan NK. IL-2 juga mencegah respon imun terhadap antigen
sendiri melalui peningkatan apoptosis sel T melalui Fas dan
merangsang aktivitas sel T regulatori.

35
Gambar efek biologis IL-2

b) IL-4
IL-4 merupakan stimulus utama produksi IgE dan

perkembangan Th2 dari sel 〖CD4〗^+ naif. IL-4 merupakan

sitokin pertanda sel Th2. IL-4 merangsang sel B meningkatkan


produksi IgG dan IgE dan ekspresi MHC-II. IL-4 merangsang
isotipe sel B dalam pengalihan IgE, diferensiasi sel T naif ke
subset Th2. IL-4 mencegah aktivasi makrofag yang diinduksi
IFN-ɤ dan merupakan GF untuk sel mast terutama dalam
kombinasi dengan IL-3.

36
Gambar efek biologis IL-4
c) IL-5
IL-5 merupakan aktivator pematangan dan diferensiasi
eosinofil utama dan berperan dalam hubungan antara aktivasi
sel T dan inflamasi eosinofil. IL-5 diproduksi subset sel Th2
CD4+dan sel mast yang diaktifkan(Gambar 9.18)
Sel CD4+ yang berdiferensiasi menjadi sel Th2 melepas
Il-4 dan IL-5. IL-4 merangsang sel B untuk memproduksi IgE
yang diikat sel mast. IL-4 juga bersifat autokrin dan
merupakan sitokin yang berperan dalam diferensiasi sel T2. IL-
5 mengaktifkan eosinofil. Sitokin asal Th2 merupakan
antagonis efek aktivasi makrofag atas pengaruh sitokin sel
Th1.
d) IFN-
IFN-ɤ yang diproduksi berbagai sel sistem imun
merupakan sitokin utama MAC dan berperan utama dalam
imunitas nonspesifik dan spesifik selular. IFN-ɤ adalah sitokin
yang mengaktifkan makrofag untuk membunuh fagosit. IFN-ɤ
merangsang ekspresi MHC-I dan MHC-II dan kostimulator APC.

37
IFN-ɤ meningkatkan diferensiasi sel 〖CD4〗^+ naif ke subset

sel Th1 dan mencegah proliferasi sel Th2. IFN-ɤ bekerja


terhadap sel B dalam pengalihan subkelas IgG yang mengikat
Fcɤ-R pada fagosit dan mengaktifkan komplemen. Kedua
proses tersebut meningkatkan gfagositosis mikroba yang
diopsonisasi. IFN-ɤ dapat mengalihkan Ig yang berpartisipsi
dalam eliminasi mikroba. IFN-ɤ mengaktifkan neutrofil dan
merangsang efek sitolitik sel NK (Gambar 9.19)
IFN-ɤ mengaktifkan fagosit dan APC dan iduksi
pengalihan sel B (isotip antibodi yang dapat mengikat
komplemen dan Fc-R pada fagosit, yang berbeda dengan
isotip yang diinduksi IL-4), menginduksi tidak langsung efek
Th1 atas peran peningkatan produksi IL-12 dan ekspresi
reseptor.

Gambar efek biologis IFN-


e) TGF-

38
Efek utama TGF-β adalah mencegah poliferasi dan
aktivasi limfosit dan leukosit lain. TGF-β merangsang produksi
IgA melalui induksi dan pengalihan sel B.
f) LIMFOTOKSIN
LT diproduksi sel T yang diaktifkan dan sel lain. LT
mengaktifkan sel endotel dan neutrofil, merupakan mediator
pada inflamaso akut dan menghubungkan sel T dengan
antiinflamasi. Efek ini sama dengan TNF.
g) IL-13
IL-13 memiliki struktur homolog dengan IL-4 yang
diproduksi CD4+ Th2. IL-13-R ditemukan terutama pada sel
nonlimfoid seperti makrofag. Efek utamanya adalah
mencegah aktivasi dan sebagai antagonis IFN-ɤ. Il-13
merangssang produksi mukus oleh sel epitel paru dan
berperan pada asma.

h) IL-16
IL-16 diproduksi berbagai sel dengan fungsi multiple.

i) IL-17
IL-17 diproduksi sel T memori yang diaktifkan dan
menginduksi produksi sitokin proinflamasi lain seperti TNF, IL-
1 dan kemokin.
j) IL-23
Merangsang perkembangan sel T CD4 untuk
memproduksi IL-17.

39
k) IL-25
IL-25 memiliki struktur seperti IL-17, disekresi sel Th2
dan merangsang produksi sitokin Th2 lainnya seperti IL-4, IL-5
dan IL-13, IL-17 dan IL-25 diduga berperan dalam
meningkatkan reaksi inflamasi yang sel T dependen bentuk
lain.
Perbandingan ciri-ciri sitokin yang berperan dalam
imunitas nonspesifik dan spesifik tersebut terlihat pada tabel
9.7.
l) IL-31
IL-31 terutama diproduksi sel Th2 yang diaktifkan dan
bekerja melalui IL-31R yang diekspresikan pada sel monosit
yang diaktifkan, epitel dan kreatinosit. Ekspresi IL-31
berlebihan dapat menimbulkan gatal, alopesia, lesi kulit,
hiperaktivitas bronkus, dermatitis dan alergi.
m) IL-9
IL-9 yang diproduksi sel T pertama kali digambarkan
sebagai sitokin serup IL-4, IL-, IL-13 yang diproduksi Th2.
Ternyata IL-9 diproduksi oleh Th9 yang merupakan subset Th
lain. Efeknya terlihar pada gambar 9.21.

Tabel Perbandingan ciri sitokin imunitas nonspesifik dan spesifik

Perbandingan ciri sitokin imunitas nonspesifik dan spesifik


Ciri Imunitas nonspesifik Imunitas spesifik
Contoh TNF, IL-1, IL-12, IFN-у* IL-2, IL-4, IL-5, IFN-у*
Sel yang merupakan Makrofag, sel NK Sel T

40
sumber utama
Fungsi fisiologis utama Mediator inflamasi (lokal Regulasi pertumbuhan
dan sistemik) limfosit dan diferensiasi,
aktivasi sel efektor(
makrofag, eosinofil, sel
mast)
Rangsangan LPS Antigen protein
(endoktoksin),peptidoglikan
bakteri, virus RNA, sitokin
asal sel T (IFN)
Jumlah yang Mungkin tinggi, ditemukan Biasanya
diproduksi dalam serum rendah,biasanya tidak
ditemukan dalam serum
Efek lokal atau Keduanya Biasanya lokal saja
sistemik
Peran pada penyakit Penyakit sistemik ( misalnya Kerusakan lokal jaringan
syok sepsis) (inflamasi misalnya
granulomatosus)
Dapat dicegah KS Siklosporin,FK-506
IFN-у*berperan penting dalam imunitas nonspesifik dan spesifik

41
Gambar fungsi sitokin pada pertahanan penjamu

2.6 SINYAL TRANSDUKSI SITOKIN

Semua reseptor sitokin terdiri dari satu atau lebih protein transmembran
yang berfungsi untuk mengikat sitokin dan bagian sitoplasmanya berperan untuk
mengawali jalur sinyal intraselular.Sinyal transduksi dapat berupa produk mikroba
dan reseptornya adalah PRR pada leukosit.

2.7 SITOKIN Th1 DAN Th2

Subkelas sel Th1 dan Th2 tidak dapat di bedakan secara morfologik, tetapi
dapat di bedakan dari perbedaan sitokin yang diproduksinya.

Melaui sekresi sitokin seperti IFN-у, TNF-β/LT, dan IL-2, sel Th1 mengatur
imunitas selular melalui peningkatan aktivitas makrofag, neutrofil dan CTL.
Selanjutnya sel Th1 dapat meningkatkan efek selular melaui sel Bdengan
memproduksi antibodi isotop yang diperlukan dalam ADCC. Berbagai sitokin
berperan terhadap produksi dan pengarahan isotop antibodi oleh sel B. IL-2 dapat
menginduksi IgG-2α(pada tikus ) dan IgG-3(pada manusia). IFN-у menunjukkan efek

42
negatif terhadap produksi antibodi. IL-4 merangsang produksi antibodi IgG, IgG1dan
IgGE. IL-5 menginduksi IgM dan IgG1 tanpa efek terhadap produksi IgE.

1. Perkembangan subset T helper di tentukan lingkungan sitokin


Lingkungan sitokin dari diferensiasi sel Th yang dipacu antigen,
menentukan subset yang diproduksi. IL-4 adalah esensial untuk respons Th2
dan IFN-у, IL-12 dan IL-18 penting dalam fisiologi dan perkembangan Th1.
Perkembangan Th1 tergantung IFN-y yang menginduksisejumlah perubahan
termasuk upregulasi produksi IL-12 oleh makrofag dan SD dan aktivasi IL-12R
pada sel T yang dialtifkan yang disertai oleh peningkatan ekspersi rantai β
dari IL-12R.
2. Profil sitokin T helper
Sitokin yang di produksi subset Th1 dan Th2 memiliki dua ciri efek
terhadap perkembangan subset sel Th. Pertama meningkatkan
perkembangan subset yang memproduksinya, kedua mencegah
perkembangan dan aktivasi subset sebaliknya ysng disebut regulasi silang.

Mekanisme sinyal transduksi reseptor sitokin


Jalur sinyal transduksi Reeptor sitokin yang Mekanisme sinyal
menggunakan jalur ini
Jalur jak – STAT Reseptor sitokin tipe I Ikatan famili protein
dan II adaptor TRAF aktivasi
faktor transkripsi
Sinyal TNF-R oleh TRAF Famili TNF-RI, Fas Ikatan domain protein
adaptor kematian,
aktivator kaspase
Domain TIR/jalur IRAK IL-1R dan IL-18R Ikatan kinase famili IRAK

43
dengan domain TIR,
aktivasi faktor transkripsi
Reseptor-berhubungan TGF-β.M-GFR, reseptor Aktivasi kinae intrinsik
dengan kinase sel induk dalam reseptor, aktivasi
faktor transkripsi
Sinyal protein G Reseptor kemokin Pertukaran GTP dan
disosiasi Ga-GTP asal
Gbg, Ga GTP
mengaktifkan berbagai
enzim selular

44
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

 Sitokin adalah protein dengan berat molekul kecil yang diproduksi


dan dilepas berbagai jenis sel. Sitokin berperan utama dakam induksu
dan regulasi interaksi selular yang melibatkan sel inflamasi imun dan
sustem hematopoietic.
 Aktivitas biologis sitokin dapat berupa pleiotopik, redundancy, sinergi
dan antagonis.
 Sitokin bekerja dengan mengikat reseptor-reseptor membran
spesifik, yang kemudian membawa sinyal ke sel melalui second
messenger (tirosin kinase), untuk mengubah aktivitasnya (ekspresi
gen).
 Klasifikasi reseptor sitokin berdasarkan pada struktur tiga-dimensi
yang dimiliki terdapat 5 jenis ; Reseptor Sitokin Kelas I, 1) Reseptor
Sitokin Kelas II, reseptor sitokin Tumor Necrosis Factor family,
Immunoglobulin (Ig) superfamili, reseptor TGF- dan reseptor
chemokine.
 Berdasarkan jenis sel penghasilnya, sitokin dibagi 4 ; monokin,
limfokin, Growth hormone dan interferon.
 Berdasarkan fungsinya sitokin dibagi 3 ; Sitokin pada Hematopoiesis,
Sitokin pada imunitas spesifik dan Sitokin pada imunitas
nonspesifik.

45
 Semua reseptor sitokin terdiri dari satu atau lebih protein
transmembran yang berfungsi untuk mengikat sitokin dan bagian
sitoplasmanya berperan untuk mengawali jalur sinyal intraselular.
 Stimulasi Th oleh antigen dengan kehadiran sitokin tertentu dapat
memacu pembentukan subpopulasi Th seperti Th1 dan Th2. Setiap
subset menunjukkan cirri dan profil sekresi sitokin yang berbeda.
 Profil sitokin Th1 menunjang respon imun yang melibatkan
fagositosis, CTL dan sel NK untuk menyingkirkan pathogen
intraselular. Sel Th2 memproduksi sitokin yang mendukung produksi
isotop immunoglobulin khusus dan respons IgE.

46
DAFTAR PUSTAKA

Abbas AK, Lichtman AH, Pober JS (1994), Cytokines in Cellular an Molecular


Immunology, International edition, WB Sounders Co , Philadelphia , London ,
Toronto, Monreal, Sydney, Tokyo, p.240-260.

Baratawidjaja KG. 2012. Imunologi Dasar. Edisi 10. Jakarta : Balai penerbit Fakultas
kedokteran Universitas Indonesia.

Oppenheim JJ, Ruscetti FW (2001), Cytokines in Medical Immunology, tenth edition


by Parslow GT; Stites PD, Terr IA, Imboden BJ, LangeMedical Book / Mc
Graw-Hill, Medical Publishing Division, p.148-164.

Subowo. 2009. Imunobiologi. Edisi 2. Jakarta: Sagung Seto

Theze J (1999), The Cytokine Network and Immune Functions, Oxford University
Press, New York.

47

Anda mungkin juga menyukai