Anda di halaman 1dari 12

Interferon merupakan small protein messenger yang disebut sitokin, diproduksi

oleh sistem imun dalam merespon infeksi virus. Terdapat 3 tipe interferon, yaitu
alfa, beta, dan gamma. Sejauh ini dalam pilihan pengobatan, interferon alfa
merupakan tipe yang paling efektif.

Obat interferon alfa menyerupai aktivitas interferon alfa asli yang diproduksi oleh
sistem imun. Interferon alfa bekerja melalui 3 jalur, yaitu dengan efek immune
boosting untuk menstimulasi sistem imun terhadap virus, direct antiviral dengan
memberhentikan replikasi virus, dan reproduksi dan proteksi sel-sel yang belum
terinfeksi agar tidak menjadi terinfeksi.

Indikasi dan Regimen

Pengobatan interferon alfa telah digunakan untuk mengobat beberapa tipe infeksi
seperti hepatitis B kronik, hepatitis C kronik, condyloma acuminate, leukemia,
AIDS-related kaposis sarcoma, dan melanoma maligna.

Sejak 1991, FDA telat memperbolehkan beberapa tipe interferon sebagai


tatalaksana hepatitis B kronik, hepatitis C kronik. Hal ini termasuk (1) interferon
alfa-2b (Intron A), (2) interferon alfa-2a (Roferon). (3) consensus interferon
(Infergen) dan akhir-akhir ini, peginterferon. Saat ini, peginterferon
dikombinasikan dengan ribavirin merupakan strategi yang digunakan untuk
mengobati hepatitis C kronik.

Hepatitis B Kronik

Intron A (interferon alfa-2b) telah disetujui oleh Food and Drug Administration
(FDA) untuk mengobati hepatitis B kronik dan hepatitis C kronik. Dosis yang
direkomendasikan untuk dewasa adalah 5 MU/hari atau 10 MU 3x/minggu selama
4-6 bulan.

Hepatitis C Kronik

Roferon A (interferon alfa-2a), dan Infergen (consensus interferon) juga telah


disetujui oleh FDA untuk mengobati hepatitis C kronik namun bukan untuk
hepatitis B kronik, tapi kasus kambuh sering terjadi dan hanya 7-20% orang yang
memiliki efek jangka panjang ketika pengobatan diberhentikan.
Saat ini, pilihan pengobatan terbaik untuk hepatitis C kronik adalah kombinasi dua
obat: pegylated interferon dan ribavirin. Dua tipe dari pegylated interferon yang
tersedia adalah: peginterferon alfa-2a (pegasys) dan peginterferon alfa-2b
(pegintron). Kedua pegylated interferon ini diberikan melalui injeksi di bawah kulit
satu kali seminggu. Ribavirin, obat antivirus oral diberikan 2 kali sehari
berdasarkan berat badan. Ribavirin juga tersedia dalam dua tipe, yaitu Rebetol atau
Copegus.

Pegylated Interferon

Saat ini, standar rekombinan dari interferon alfa-2a dan 2b telah digantikan oleh
pegylated interferon (pegininterferon). Terdapat 2 tipe pegylated interferon yang
digunakan untuk mengobati hepatitis C kronik; Peg-intron or Pegassys.

Pegylated interferon dibuat ketika bahan kimia yang disebut polyethylene glycol
(PEG) terikat ke interferon. PEG membantu interferon untuk tetap tinggal di dalam
tubuh lebih lama, bekerja lebih efisien terhadap virus hepatitis C (HVC) dan
menghasilkan tingkat respons yang tinggi secara terus menerus.

PEG Intron (pegylated alfa-2b) diberikan 1 kali seminggu di bawah kulit dengan
dosis 0,5 atau 1 mcg berdasarkan berat badan setiap minggu selama kurang lebih 6
bulan. Pada pasien nantinya akan menunjukkan hilangnya HVC RNA secara
signifikan pada bulan ke-6, pengobatan dilanjutkan untuk 6 bulan berikutnya,
sehingga total lamanya pengobatan adalah 1 tahun.

Efek Samping

Efek samping dari interferon standard an pegylated interferon adalah sama. Efek
samping yang paling sering terjadi adalah flu-like syndrome seperti sakit kepala,
nyeri otot, nyeri sendi, femam, menggigil, mual, muntah, penurunan nafsu makan,
malaise, fatigue, dan diare, depresi, mood-swing, konsentrasi menurun. Flu-like
syndrome sering kali terjadi. Hal ini biasanya terjadi pada awal terapi dan berkurang
dengan penggunaan yang berkelanjutan. Obat penurun panas seperti
acetaminophen, ibuprofen, dan naproxen, pemberian cairan yang banyak, dan
meminum obat sebelum tidur dapat membantu untuk mengurangi efek samping
tersebut.
Efek samping yang dapat terjadi juga namun jarang, yaitu seperti metallic taste,
kulit kering, bibir kering, rambut rontok (sementara), sulit tidur.

Namun pada pengobatan interferon, terjadi penurunan fungsi terhadap produksi


leukosit dan trombosit dan masalah tiroid juga mungkin bisa terjadi. Hal ini akan
membuat pasien menjadi lebih rentan terkena infeksi, perdarahaan, dan memar. Hal
ini menjadi penting bagi pengguna interferon untuk melaporkan ke dokter apabila
terdapat tanda-tanda perdarahan, memar, dan infeksi. Sumsum tulang akan kembali
ke fungsinya yang normal ketika pengobatan dihentikan.

Kontra-Indikasi penggunaan interferon

Interferon tidak diberikan untuk semua orang. Munculnya kondisi medis lain
mungkin dapat mempengaruhi penggunaan interferon alfa. Harus dipastikan bahwa
pasien memberitahukan kepada dokter apabila mempunya masalah kesehatan
lainnya, terutama apabila pasien memiliki kondisi sebagai berikut: masalah
perdarahan, kejang, riwayat masalah kejiwaan, diabetes, penyakit jantung, penyakit
ginjal, penyakit paru, penyakit tiroid, penyakit autominum (masalah dengan sistem
imun yang over-reaktif). Dokter harus mengecek darah pada pasien pengguna
interferon setidaknya sebulan sekali untuk memonitor leukosit, eritrosit dan
trombosit yang abnormal. Juga, interferon tidak boleh digunakan bagi ibu hamil
karena tidak diketahui apakah interferon alfa dapat membahayakan ke janin atau
tidak. Jangan gunakan obat ini jika hamil atau mendadak hamil saat sedang
pengobatan. Sebagai tambahan, juga masih belum diketahui apakah interferon
dapat mempengaruhi air susu ibu atau tidak. Jangan gunakan obat ini tanpa arahan
dari dokter apabila sedang menyusui.
Interferon (IFN)

IFN ditemukan pertama kali pada tahun 1957 oleh Isaacs dan Lindeman yang
melakukan pengamatan terhadap sel ayam yang diinkubasi dengan virus influenza
inaktif dimana ternyata dihasilkan suatu faktor yang dapat melindungi sel dari
infeksi virus lain. Fenomena ini dinamakan fenomena interferensi dan subtansi aktif
yang dihasilkan kemudian dinamakan IFN.

IFN adalah kelompok sitokin yang memiliki aktivitas antivirus, imunomodulasi,


dan antiproliferatif. Protein ini disintesis oleh sel sebagai respons terhadap berbagai
penginduksi seperti partikel virus, antigen, asam nukleat asing,dan sebagainya. IFN
penting digunakan sebagai terapi untuk pengobatan berbagai jenis tumor, kanker
dan penyakit kelainan darah yang mematikan. IFN menghambat replikasi virus
tidak hanya pada sel yang memproduksi IFN, tetapi juga terhadap sel di
sekelilingnya (Jonasch and Haluska, 2001).

Klasifikasi dan Karakteristik IFN

IFN digolongkan terutama berdasarkan aktivitas biologi, jenis reseptor, komponen


penginduksi dan urutan asam-asam amino. IFN dapat diklasifikasikan menjadi dua
kelompok utama berdasarkan kemampuan masing-masing jenis IFN untuk
berikatan dengan tipe reseptor tertentu yang terdapat di permukaan membran sel.

IFN tipe I berikatan dengan reseptor IFN tipe I, sedangkan IFN tipe II berikatan
dengan reseptor IFN tipe II. IFN tipe I meliputi IFN, , , dan sedangkan IFN
adalah satu-satunya IFN tipe II. IFN tipe I termasuk keluarga sitokin monomer
dengan kemiripan asam amino 30-80% dengan struktur tiga dimensi 5-alpha heliks
(Jonasch and Haluska, 2001). Untuk IFN tipe I, ada 2 sub unit reseptor yang sudah
dikenali, yaitu IFNAR-1 dan IFNAR-2 yang terikat dengan molekul JAK (Janus
Activated Kinase), Tyk2 (tyrosin kinase2) dan JAK1, sedangkan untuk IFN tipe II
ada dua sub unit reseptor yang sudah dikenali, yaitu IFNGR-1 dan IFNGR-2.
Sampai saat ini baru ditemukan satu jenis dari IFNAR1 yang telah berhasil
diidentifikasi. Sebaliknya, untuk IFNAR2 telah ditemukan 3 jenis, yaitu IFNAR2c
dan 2 isoform pendek IFNAR2b dan IFNAR2a. IFNAR2c terlibat di dalam proses
transduksi

sinyal dan pengikatan ligan. IFNAR2a dan IFNAR2b merupakan inhibitor


kompetitif IFN untuk berikatan dengan IFNAR2c.

IFN tipe I dihasilkan oleh hampir semua sel, terutama leukosit dan fibroblas untuk
IFN dan . Produksi IFN dan oleh sel diinduksi secara langsung oleh partikel
virus, asam nukleat asing, dan polipeptida. IFN yang dihasilkan kemudian
bersirkulasi di dalam tubuh dan menyebabkan sel-sel sehat mengekspresikan
mekanisme antivirus yang kemudian akan menghambat penyebaran dan replikasi
virus. IFN dihasilkan terutama oleh sel T yang telah tersensitisasi dan sel natural
killer (NK). Aktivitas antivirus IFN lebih rendah daripada IFN dan , tetapi IFN
memiliki aktivitas imunomodulasi yang lebih besar, meliputi aktivasi makrofag,
ekspresi MHC kelas II, dan memediasi pembentukan respon inflamasi lokal
(Jonasch and Haluska, 2000).

Gen pengkode IFN dan terletak pada kromosom manusia nomor 9, tidak
mengandung intron dan mengkode rantai polipetida yang mengandung sekitar 165-
166 residu asam amino (kekurangan aspargin yang dapat berikatan dengan
oligosakarida melalui pembentukan ikatan N-glikosida)(Ferencik, 1993). Hal ini
menyebabkan sebagian besar dari IFN tidak memiliki rantai samping karbohidrat,
walaupun beberapa adalah glikoprotein dengan derajat glikosilasi berbeda. IFN
yang mengalami glikosilasi adalah IFN14c dan IFN2b. IFN14c mengalami N-
glikosilasi pada asam amino aspargin posisi ke 72, sedangkan IFN2b mengalami
O-glikosilasi pada asam amino treonin posisi ke 106 (Nyman et al., 1998).

Produksi IFN Tipe I (/) di dalam Tubuh

Ekspresi gen pengkode IFN tipe I diinduksi terutama karena adanya virus. Promotor
pada gen pengkode IFN tipe I memiliki sisi pengikatan terhadap beberapa faktor
transkripsi seperti kelompok faktor peregulasi IFN (IRF-3 dan 7) serta faktor
transkripsi yang umum seperti NF-B dan AP1 (Gambar 1.1).
Gambar 1. Produksi IFN oleh induksi virus (Weber, Kochs, and Haller, 2004)

IRF-3 dan NF-B pada kondisi normal berada di dalam sitoplasma dalam bentuk
tidak aktif dan masuk ke dalam nukleus dimana mereka membentuk kompleks
multikomponen pada keadaan teraktivasi. IRF-3 harus mengalami fosforilasi
terlebih dahulu untuk menjadi bentuk aktif. IRF-3 difosforilasi oleh kinase jenis
IKK dan TBK. IRF-3 yang sudah mengalami fosforilasi kemudian masuk ke dalam
nukleus, berikatan dengan koaktivator transkripsi p300dan protein pengikat CREB
(CBP) yang kemudian akan menginisiasi sintesis mRNA IFN (Weber, Kochs, and
Haller, 2004). Hasil akhir dari proses ini adalah terbentuknya IFN.

Mekanisme Kerja IFN

IFN yang dihasilkan oleh sel terinfeksi berikatan dengan reseptor IFN tipe I pada
permukaan membran sel (Gambar 1.2). Proses pengikatan ini menyebabkan
terjadinya heterodimer dan perubahan konformasi sub unit IFNAR serta aktivasinya
jalur JAK-STAT. Aktivasi jalur JAK-STAT menyebabkan fosforilasi sub unit
IFNAR1 dan IFNAR2 oleh JAK1 dan kinase tirosin 2 (Tyk2). IFNAR1 yang
terfosforilasi memiliki sisi pengikatan untuk domain homologi 2 Src-mengandung
transduser sinyal dan aktivator faktor transkripsi (STAT2)- yang kemudian
terfosforilasi oleh JAK1 atau Tyk2 pada residu tirosin 690 (Gao, Hong, and
Radaeva, 2004).
STAT yang lain seperti STAT1, STAT3, dan STAT 5 mengalami proses aktivasi
yang sama dengan STAT2. STAT1 dan STAT2 yang teraktivasi akan dilepaskan
kembali ke dalam sitosol dimana mereka membentuk heterodimer dan bergabung
dengan protein regulator IFN faktor9 (IRF9)/p48 untuk membentuk komples faktor
transkripsi yang aktif yang dikenal dengan sebutan faktor gen terstimulasi IFN3
(ISGF3). Kompleks ISGF3 heterotrimer ini kemudian mengalami translokasi ke
dalam nukleus dan berikatan dengan respon elemen terstimulasi IFN (ISRE) pada
daerah promotor dari gen terstimulasi IFN (ISGs) dan selanjutnya akan
menginduksi proses transkripsi (Gao, Hong, and Radaeva, 2004).

Gambar 2. Mekanisme kerja IFN/ (Weber, Kochs, and Haller, 2004)

IFN tipe I dapat mengaktivasi ekspresi lebih dari 300 ISG yang memiliki aktivitas
antivirus, antiproliperatif, dan imunomodulator. Tiga jenis protein antivirus yang
paling penting yang dihasilkan adalah kelompok protein MxGTPase, 25-
oligoadenilat sintetase [2-5OAS]/RnaseL dan protein kinase R (PKR) (Weber,
Kochs, and Haller, 2004). Aktivitas antivirus IFN ditunjukkan melalui proses
inhibisi penetrasi/ pelepasan virus, inhibisi translasi dan sintesis protein serta
inhibisi pematangan virus.

Kelompok protein MxGTPase dalam kondisi normal tidak terdapat di dalam tubuh,
tetapi hanya dihasilkan jika jalur JAK-STAT teraktivasi oleh IFN/. Protein 2-
5OAS dan PKR secara alami terdapat di dalam tubuh dalam bentuk tidak aktif akan
diaktivasi oleh keberadaan RNA untai ganda. Kelompok protein Mx bekerja dengan
cara menginhibisi proses multiplikasi beberapa jenis virus RNA. Mekanisme kerja
spesifik kelompok protein Mx ini belum diketahui dengan pasti. 2-5OAS bekerja
dengan cara mengkatalisis sintesis 25-oligoadenilat yang mengaktivasi
endoribonuklease selular (RNaseL). RnaseL menyebabkan terjadinya degradasi
dari RNA virus. Protein kinase R (PKR) adalah kinase serin-treonin yang secara
selektif memfosforilasi dan menginaktivasi protein yang terlibat dalam sintesis
protein yaitu eIF-2 (faktor inisiasi eukariot-2) (Jonasch and Haluska, 2000).

Protein-protein lain yang memiliki potensi penting sebagai antivirus adalah ISG20,
P56, dan ADAR1. P56 berikatan dengan eIF3e (sub unit dari eIF3) dan berfungsi
sebagai penghambat inisiasi translasi sehingga translasi virus RNA menurun.
ADAR1 mengkatalisis reaksi deaminasi dari adenosin pada RNA rantai ganda
target dan menyebabkan pembentukan struktur sekunder yang tidak stabil. Protein
PML terlibat di dalam proses apoptosis dan penghambatan transkripsi. IFN juga
mengaktivasi fosfodiesterase yang memotong tRNA sehingga tidak dapat terjadi
pemanjangan peptida (Jonasch and Haluska, 2000).

Peranan IFN dalam Pengobatan Hepatitis B dan C

IFN digunakan untuk pengobatan terhadap hepatitis B dan C kronis. Hepatitis B


dan C adalah virus yang spesifik menginfeksi hepatosit. Ada sekitar 4 juta orang di
Amerika dan 170 juta orang di seluruh dunia yang menderita infeksi kronis
Hepatitis B dan C . Hepatitis B dan C kronis dapat mengakibatkan sirosis hati yang
kemudian berkembang menjadi kanker hati (hepatocellular carcinoma). Hepatitis C
kronis ini sangat penting karena 20-50% dari penderita yang terinfeksi akan
berlanjut ke sirosis dan kanker hati (Gao, Hong, and Radaeva, 2004).

Mekanisme Kerja IFN pada Penderita Hepatitis B dan C

IFN yang digunakan untuk pengobatan hepatitis B dan C adalah IFN dari tipe I ().
Secara umum mekanisme kerja IFN di hati pada penderita hepatitis adalah sama
dengan mekanisme kerja umum IFN yang telah dibahas pada bagian sebelumnya.
Sel hepatosit manusia banyak mengandung IFNAR1 dan IFNAR2c. IFNAR1 dan
IFNAR2c penting untuk proses transduksi sinyal yang kemudian melalui aktivasi
jalur JAK-STAT akan menghasilkan berbagai respon antivirus. STAT-STAT
utama yang teraktivasi di sel hepatosit manusia adalah STAT1, STAT2, STAT3,
dan STAT5. Protein-protein antivirus utama yang penting sebagai antivirus
terhadap virus hepatitis adalah protein Mx, 2-5OAS, dan PKR (Gao, Hong, and
Radaeva, 2004). IFN juga menginduksi sintesis protein oleh sel hati yang memiliki
aktivitas antivirus atau imunoregulator. Protein-protein yang dihasilkan adalah
imunoproteosom, protein mirip ubiquitin, chemokines, dan protein pengikat
guanosin 5trifosfat. IFN juga menstimulasi sistem imun melalui induksi gen yang
terlibat di dalam aktivasi sel T dan pemrosesan antigen (Gao, Hong, and Radaeva,
2004).

Mekanisme Virus Hepatitis dalam Melawan Sistem IFN

Virus dapat mengembangkan berbagai macam mekanisme untuk melawan aktivitas


antivirus yang dimediasi dan diaktivasi oleh keberadaan IFN. Virus dapat secara
langsung menghambat sintesis IFN, mengikat dan menginaktivasi molekul IFN,
menghambat jalur transduksi sinyal, atau mengganggu aktivitas dari protein
antivirus. Virus Hepatitis C (HCV) dapat menghasilkan protease NS3/4A yang
mencegah fosforilasi dari IRF-3 sehingga sintesis IFN terhambat. Selain itu, HCV
dapat mengganggu jalur transduksi sinyal untuk mencegah expresi ISG sehingga
produksi protein antivirus terhambat. Jalur transduksi sinyal diganggu dengan cara
menginaktivasi protein STAT atau menginduksi degradasi protein STAT (Weber,
Kochs, and Haller, 2004).

Aktivitas antivirus sistem IFN juga dapat dihambat secara langsung dengan
menghambat aktivitas protein antivirus (PKR, Mx, dan 2-5OAS). Virus hepatitis C
menghasilkan protein E2 yang berfungsi sebagai pseudosubstrat dari PKR.
Berikatannya protein E2 dengan PKR menyebabkan inaktivasi PKR (Weber,
Kochs, and Haller, 2004). Berbagai mekanisme yang dikembangkan virus
menyebabkan pengobatan hepatitis dengan IFN menjadi tidak efektif.

Pengobatan Hepatitis dengan IFN


IFN yang digunakan untuk pengobatan hepatitis B dan C adalah IFN2a dan 2b.
IFN2a digunakan untuk pengobatan hepatitis C, sedangkan IFN2b telah
digunakan untuk terapi pengobatan akibat infeksi hepatitis B maupun C.
Keberhasilan terapi dinyatakan dengan tidak terdeteksinya RNA HCV dan DNA
virus hepatitis B (HBV) pada akhir follow up.

Pemberian IFN melalui rute oral tidak memungkinkan, karena IFN yang merupakan
protein akan mengalami degradasi oleh enzim proteolitik yang ada di saluran
pencernaan. Injeksi secara subkutan maupun intramuskular dari IFN menunjukkan
tingkat absorpsi yang tinggi, yaitu lebih besar dari 80%. IFN memiliki waktu
paruh eliminasi yang beragam dari 4-16 jam, dan 1-2 jam untuk IFN.

Terapi menggunakan IFN memiliki banyak efek samping. Ada 4 jenis kelompok
efek samping yang utama, yaitu umum, neuropsikiatrik, hematologik, dan hepatik.
Tingkat keparahan efek samping yang timbul bergantung secara langsung terhadap
dosis dan durasi terapi IFN. Efek samping yang umum meliputi kelelahan,
anoreksia, penurunan bobot badan, demam, dan sakit kepala. Efek samping jenis
neuropsikiatrik meliputi depresi secara emosional, vertigo dan lain-lain.

IFN2 rekombinan

IFN2 rekombinan telah disetujui penggunaannya oleh Food and Drug


Administration (FDA) untuk pengobatan akibat infeksi kronis oleh virus hepatitis
B dan C. IFN2a dan 2b memiliki tingkat kesamaan homologi yang tinggi, dan
hanya berbeda satu asam amino pada posisi 23. IFN2b diberikan dengan cara
injeksi subkutan dengan dosis 5 juta unit per hari atau 10 juta unit per tiga hari
selama 16 minggu untuk infeksi karena hepatitis B.

IFN2b secara umum diproduksi dengan teknologi rekombinan, dimana cDNA


inteferon 2b yang disintesis dari mRNA IFN2b hasil isolasi dari sel leukosit
manusia dikloning ke dalam vektor yang sesuai dan ditransformasikan ke dalam sel
E. coli. Glikosilasi pada asam amino treonin posisi ke 106 dari IFN2b tidak
berpengaruh terhadap aktivitas biologi, tetapi ada kemungkinan berpengaruh
terhadap farmakokinetik dan stabilitas protein (Nyman et al., 1998). Oleh karena
itu, IFN2b dapat tetap diproduksi di dalam sel E. coli dalam bentuk yang tidak
terglikosilasi. IFN2b rekombinan yang diproduksi menggunakan sel E. coli
memiliki kelemahan, yaitu waktu paruh eliminasinya pendek sehingga konsentrasi
obat dalam darah menjadi rendah.
Sampai saat ini telah dilakukan berbagai penelitian untuk meningkatkan profil
farmakokinetik dan farmakodinamik IFN2b, yang terutama adalah dengan
memodifikasi secara kimia IFN2b dengan PEG bobot molekul 12 kDa.
Penggunaan IFN2b terpergilasi mengurangi frekuensi pemberian dari 3 kali
seminggu menjadi hanya 1 kali seminggu (Wang et al., 2002).

Teknologi Sintesis Gen untuk Mensintesis Daerah Pengkode IFN2b


Saat ini, teknologi sintesis gen banyak digunakan untuk menggantikan gen yang
diisolasi secara langsung dari sel. Teknologi sintesis gen berkembang pesat sejak
ditemukan metode sintesis gen berbasis PCR sederhana, yaitu metode recursive
PCR (Prodromou and Pearl, 1992). Metode recursive PCR adalah metode PCR
biasa, dimana cetakan DNA diganti dengan beberapa pasang oligonukleotida
sintetis yang memiliki daerah tumpang tindih dan memiliki urutan nukleotida yang
sama dengan gen yang akan disintesis. Sintesis oleh DNA polimerase menjadi gen
yang diinginkan terjadi pada oligonukleotida yang saling bertumpang tindih
(Gambar 1.3). Perkembangan terbaru dari teknologi sintesis gen adalah metode
sintesis dua arah Thermodynamically Balanced Inside-out (TBIO).

Gambar 3. Metode recursive PCR (Prodromou and Pearl, 1992)

Metode TBIO sama dengan metode recursive PCR, yaitu tidak menggunakan
cetakan DNA, tetapi memiliki perbedaan dalam hal arah sintesis (Gao et al., 2004).
Sintesis gen pada metode TBIO berlangsung dari arah dalam menuju ke luar dan
terjadi secara bertahap, dimana hanya oligonukleotida hasil polimerisasi dengan
urutan benar yang akan menempel dengan pasangan oligonukleotida selanjutnya
sampai terbentuk gen yang diharapkan. Oligonukleotida yang digunakan memiliki
gradien konsentrasi yang berbeda, dimana konsentrasi terendah adalah pasangan
oligonukleotida yang terdalam dan konsentrasi tertinggi adalah pasangan
oligonukleotida terluar.

Gambar 4. Metode sintesis dua arah TBIO

Keuntungan metode sintesis dua arah TBIO terletak pada spesifisitas produk akhir
yang dihasilkan lebih spesifik dibandingkan dengan produk akhir yang dihasilkan
dengan menggunakan metode recursive PCR. Daerah pengkode IFN2b telah
disintesis sebelumnya menggunakan metode sintesis gen yang berbeda baik dengan
metode recursive PCR maupun dengan metode sintesis dua arah TBIO, dan
merupakan teknik yang tidak efektif dan efisien dari segi ekonomis maupun
pengerjaan di laboratorium (Neves et al., 2004).

Anda mungkin juga menyukai