Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH INTERAKSI OBAT

“MEKANISME OBAT ANTI HIV DENGAN OBAT LAINNYA”

Oleh :

Nama : Putri Purnama Sari ( 51502050 )


Kelas : VI A – Farmasi
Dosen Pembimbing : Ferawati Suzalin S.Far,.Apt,.M.Sc

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


STIK SITI KHADIJAH
TAHUN 2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmatdan hidayah-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah dari mata kuliah Interaksi Obat.
Makalah ini membahas tentang studi kasus interaksi obat, penulisberharap
semoga makalah ini mendapatkan perhatian dan respon yangbaik dari Ibu Dosen
dan bermanfaat bagi pembaca.Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak
kekuranganbaik dari segi isi maupun bahasanya, diharapkan kritik dan saran
yang sifatnya membangun demi menyempurnakan makalah ini.

Palembang, Juni 2018

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Virus merupakan mikro-organisme hidup yang terkecil (besarnya 20-300 mikron),
kecuali prion. Penularan virus di mulai dengan pelekatan virus pada dinding sel tuan-rumah
yang dihidrolisa oleh enzim-enzimnya.
Karena virus mampu memperbanyak diri dengan pesat dan mudah bermutasi, maka cepat
sekali terbentuk varian-varian baru. Akibat suatu mutasi yang tak disangka, virus-virus hewan
mendadak ditularkan ke manusia. Para ahli meramalkan bahwa dimasa depan akan selalu
muncul virus-virus baru yang dapat mencetuskan epidemi-epidemi serius yang mengancam
manusia.
Pada dasawarsa terakhir, dunia telah dilanda sejumlah penyakit virus baru yang hebat dan
seringkali bersifat epidemi. Yang paling ganas adalah AIDS yang diakibatkan infeksi dengan
HIV. Meskipun adanya ikhtiar bersama secara besar-besaran dari para ilmuan di seluruh dunia,
hingga kini belum ditemukan obat yang dapat dikatakan ampuh untuk 100%. Fakta yang
mencolok mata pada epidemi-epidemi baru tersebut adalah bahwa virus-virus baru itu
kebanyakan berasalkan dari jenis-jenis hewan lain.

B. Rumusan Masalah

Bagaimanakah mekanisme dan prinsip dari terjadinya interaksi obat


secarafarmakodinamik dan bagaimana mencegah efek samping dari interaksinya.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi HIV

HIV (Human Immunodeficiency Virus) didefinisikan sebagai individu dengan infeksi


HIV sesuai dengan fase klinik (termaksuk fase klinik 4 yang dikenal sebagai AIDS) yang
dikuatkan oleh Kriteria laboratorium oleh masing-masing Negara. HIV yang menurut perkiraan
sudah lama sekali terdapat pada binAtang liar. Akibat kontak erat dengan, khususnya, binatang-
binatang mengerat, virus telah “meloncat” ke manusia. Terutama pada dasawarsa terakhir, HIV
dan beberapa virus lainnya (antara lain virus Ebola) telah muncul dari hutan rimba. HIV
dengan cepat menyebar keseluruh dunia, karena bertahun-tahun penyakit ini tidak
menunjukkan gejala apapun. Selama masa inkubasi panjang itu, pembawa virus (orang-orang
seropositif) yang masih sehat dan tanpa keluhan dapat menularkan virus kepada orang lain
sebelum dirinya menjadi sakit dan kemudian meninggal.
HIV membutuhkan sel-sel kekebalan kita untuk berkembang biak. Secara alamiah sel
kekebalan kita akan dimanfaatkan, bisa diibaratkan seperti mesin fotocopy. Namun virus ini
akan merusak mesin fotocopynya setelah mendapatkan hasil copy virus baru dalam jumlah
yang cukup banyak. Sehingga lama-kelamaan sel kekebalan kita habis dan jumlah virus
menjadi sangat banyak.
HIV merupakan suatu virus yang material genetiknya adalah RNA (asam ribonukleat)
yang dibungkus oleh suatu matriks yang sebagian besar terdiri atas protein. Untuk tumbuh,
materi genetik ini perlu diubah menjadi DNA (asam deoksiribonukleat), diintegrasikan ke
dalam DNA inang, dan selanjutnya mengalami proses yang akhirnya akan menghasilkan
protein. Protein-protein yang dihasilkan kemudian akan membentuk virus-virus baru.
HIV berada terutama dalam cairan tubuh manusia. Cairan yang berpotensial mengandung
virus HIV adalah darah, cairan sperma, cairan vagina dan air susu ibu, dan caira-cairan yang
mengandung darah. Sedangkan cairan yang tidak berpotensi untuk menularkan virus HIV
adalah cairan keringat, air liur, air mata dan lain-lain
Sistem kekebalan mempertahankan tubuh terhadap infeksi. Sistem kekebalan ini terdiri
dari banyak jenis sel, dari sel-sel tersebut sel T-Helper sangat penting karena dia mengkordinasi
semua sistem kekebalan sel lainnya. Sel T helper memiliki protein dipermukaannya yang
disebut CD4 (cluster of differentiation nomor 4). Fungsi dari CD4 yaitu :membantu sel B
memroduksi antibodi, membantu perkembangan sel T sitotoksik, memaksimalkan peran
makrofag dan memfasilitasi Persiapan sel-sel pertahanan lain dalam melawan antigen asing.
HIV masuk ke dalam darah dan mendekati sel T-helper dengan meletakkan dirinya pada
CD4. setelah berada di dalam viral dari manusia yaitu (RNA) akan berubah menjadi DNA,
dengan bantuan enzim reverse transcriptase, sehingga virus DNA, menjadi bagian dari DNA
manusia, sehingga memperbanyak diri dan menghasulkan sel-sel virus-virus HIV yang
semakin banyak.
Enzim lainnya yaitu protease mengatur viral-viral kimia untuk mengatur virus-virus yang
baru, sehingga virus-virus tersebut bergerak bebas melalui darah dan menginfeksi lebih banyak
sel. Jumlah normal dari sel CD4 adalah 800-1200 sel/ml kubik darah. Sedangkan pada
pengidap HIV, CD4 kurang dari 200 bahkan sampa 0.
Penularan terjadi terutama melalui darah, mani, cairan vaginal, akibat penggunaan jarum
suntik terinfeksi (pecandu narkotika) dan transfuse darah, serta kontak seksual tanpa
perlindungan (kondom) dengan seorang pembawa HIV. Atau, virus dapat ditularkan pada bayi
oleh ibu seropositif, selama hamil atau persalinan, juga melalui air susu. Telah dipastikan
bahwa penularan tidak dapat terjadi melalui liur (ciuman, batuk, bersin, dan minum dari gelas
yang sama) karena jumlah virus di dalam liur terlampaui kecil, tidak pula melalui sengatan
nyamuk. Oleh karena itu pergaulan sosial dengan pasien tidak perlu dihindari.
Virus HIV dia menyerang pembuluh darah atau peredaran darah. Sperma, ASI dan vagina
berhubungan langsung dengan pembuluh darah sedangkan air mata, keringat, dan liur tidak
berhubungan dengan peredaran darah dan keluar melalui permukaan kulit atau pori-pori kulit.
HIV-1 dan HIV-2 adalah dua tipe HIV, yang hanya dapat ditulari melalui selaput lender
yang mengandung kerusakan (kecil). HIV-1 terdapat diseluruh dunia, sedang HIV-2 praktis
hanya di daerah Afrika Barat. Penularannya terbatas pada kontak homoseksual (genitoanal),
pengguna drugs melalui alat suntik, dan penerima darah terinfeksi via transfusi. HIV tipe 2
lebih lambat jalannya penyakit dan penularannya juga kurang lancar dibanding HIV-1, baik
seksual maupun dari ibu ke anak.
Pada infeksi HIV dapat dibedakan 4 fase yaitu :
1. Periode Jendela
- HIV masuk ke dalam tubuh sampai terbentuknya antibody terhadap HIV dalam
darah
- Tidak ada tanda2 khusus, penderita HIV tampak sehat dan merasa sehat
- Test HIV belum bisa mendeteksi keberadaan virus ini
- Tahap ini disebut periode jendela, umumnya berkisar 2 minggu - 6 bulan
2. HIV Positif (tanpa gejala) rata-rata selama 5-10 tahun:
- HIV berkembang biak dalam tubuh
- Tidak ada tanda-tanda khusus, penderita HIV tampak sehat dan merasa sehat
- Test HIV sudah dapat mendeteksi status HIV seseorang, karena telah terbentuk
antibody terhadap HIV
- Umumnya tetap tampak sehat selama 5-10 tahun, tergantung daya tahan
tubuhnya (rata-rata 8 tahun (di negara berkembang lebih pendek)
3. Tahap 3: HIV Positif (muncul gejala)
- Sistem kekebalan tubuh semakin turun
- Mulai muncul gejala infeksi oportunistik, misalnya : pembengkakan kelenjar limfa
di seluruh tubuh, diare terus menerus, flu, dll
- Umumnya berlangsung selama lebih dari 1 bulan, tergantung daya tahan tubuhnya
4. Tahap 4: AIDS
- Kondisi system kekebalan tubuh sangat lemah
- Berbagai penyakit lain (infeksi oportunistik) semakin parah

B. Gejala-Gejala HIV
1. Gejala Mayor
• Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan
• Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan
• Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan
• Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis
• Demensia/ HIV ensefalopat
Demensia adalah sindrom mental organickyang ditandai dengan
hilangnya kemampuan intelektual secara menyeluruh yang mencukup gangguan
mengingat , penilaian, dan pemikiran abstrak demikian juga dengan perubahan prilaku,
tetapi tidak mencakup gangguan yang disebabkan oleh kesadaran yang berkabut, defresi
tetapi tidak mencakup gangguan yang disebabkanoleh kesadaran yang berkabut, depresi,
atau gangguan fungsional mental lainnya.
2. Gejala Minor
• Batuk menetap lebih dari 1 bulan
• Dermatitis generalisata
• Adanya herpes zostermultisegmental dan herpes zoster berulang
• Kandidias orofaringeal
• Herpes simpleks kronis progresif
• Limfadenopati generalisata
• Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita
• Retinitis virus sitomegalo
• Infeksi opurtunistik
Infeksi Opurtunistik Adalah infeksi yang muncul akibat lemahnya sistem pertahanan
tubuh yang telah terinfeksi HIV atau oleh sebab lain.Pada orang yang sistem kekebalan
tubuhnya masih baik infeksi ini mungkin tidak berbahaya, namun pada orang yang kekebalan
tubuhnya lemah (HIV/AIDS) bisa menyebabkan kematian.

C. Interaksi Obat HIV


Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati HIV disebut obat antiretroviral. Ini
biasanya diberikan sebagai kombinasi dari tiga obat. Ada beberapa kelas obat antiretroviral:

Nucleoside atau nucleotide reverse transcriptase inhibitors (NRTIs)


NRTI digabungkan ke dalam DNA HIV, yang membantu mencegah penularan virus dari
penggandaan dirinya sendiri. Pil yang mengandung kombinasi NRTI sering dianjurkan untuk
mengurangi jumlah pil yang harus diminum pasien. Kombinasi yang umum digunakan NRTI
meliputi tenofovir alafenamide-emtricitabine, tenofovir disoproxil fumarat-
emtricitabine, dan abacavir-lamivudine. Tes darah direkomendasikan sebelum memulai
abacavir, untuk menentukan apakah seseorang berisiko terkena reaksi alergi yang serius.

Integrase strand transfer inhibitors (INSTIs)


Integrase adalah enzim yang dibutuhkan HIV untuk membuat salinan dirinya sendiri.
INSTI mencegah proses ini terjadi. Tiga INSTI (raltegravir, elvitegravir, dan
dolutegravir) efektif pada pasien yang memulai rejimen HIV pertama mereka, dan juga pasien
yang telah diobati di masa lalu. INSTI adalah bagian perawatan yang paling disukai untuk
kebanyakan pasien.

Non-nucleoside reverse transcriptase inhibitors (NNRTIs)


NNRTI menghambat aksi enzim reverse transcriptase, yang mencegah atau membatasi
HIV untuk menyalin dirinya sendiri. NNRTI yang umum digunakan termasuk efavirenz dan
rilpivirine. Kedua obat ini bisa diberikan sebagai bagian dari pil kombinasi yang bisa diminum
sekali sehari.

Protease inhibitors (PIs)


Protease adalah enzim yang dibutuhkan HIV untuk menyalin dirinya sendiri. Saat
protease inhibitor digunakan, HIV membuat salinan dirinya sendiri yang tidak dapat
menginfeksi sel baru. Hal ini dapat mengurangi jumlah virus dalam darah dan meningkatkan
jumlah sel T. Umumnya protease inhibitor termasuk darunavir dan atazanavir. Obat-obat ini
harus diberikan dalam kombinasi dengan obat lain (ritonavir atau cobicistat) untuk memastikan
bahwa pasien mendapatkan kadar yang tepat dalam darah.

Fusion inhibitors
Supaya HIV bisa masuk ke sel inang, virus harus menyatukan membrannya dengan sel
inang. Hal ini bisa dilakukan melalui transmembran glikoprotein gp41 virus tempat terjadinya
ikatan antara HIV dengan permukaan sel inang. Envuvirtid adalah obat pertama pada
kelompok fusion inhibitor yang diketahui menghambat fusi virus. Obat umumnya tidak
termasuk dalam pengobatan awal. Envuvirtid yang dikombinasikan dengan ART lainnya dapat
digunakan untuk terapi penderita yang sebelumnya pernah mendapatkan terapi antivirus
dengan perbanyakan virus terus berlangsung walaupun telah diberikan ART terus-menerus.

Antagonis CCR5 (entry inhibitors)


Proses HIV menginfeksi sel inang sangat rumit dan membutuhkan banyak langkah.
Pertama, protein env (gp120) pada permukaan virus berikatan dengan reseptor CD4 seluler.
Pengikatan gp120 mengarah pada perubahan konformasi yang memaparkan simpul V3; simpul
V3 yang terpapar dari gp120 kemudian berinteraksi dengan dan mengikat koreceptor pada sel
inang (baik CCR5 atau CXCR4). Setelah koreseptor terikat, perubahan konformasi lain dalam
amplop virus membuka gp41, yang kemudian bisa dimasukkan ke dalam membran sel.
Langkah ini membawa virus ke dekat dengan sel, yang menyebabkan fusi virus dengan sel.
Antagonis CCR5 berikatan dengan reseptor CCR5 dan menyebabkan perubahan konformasi
sehingga simpul V3 dari gp120 virus tidak dapat dikenali dan diikat. Antagonis CCR5
bertindak sebagai inhibitor reseptor alosterik dan non-kompetitif. Hasil pengikatan antagonis
adalah blokade interaksi pengikatan yang mencegah HIV memasuki sel inang. Satu-satunya
obat yang sudah disetujui dari kelompok obat ini adalah Maraviroc. Antagonis CCR5
umumnya tidak termasuk dalam pengobatan awal.
Keputusan tentang obat mana yang akan digunakan tergantung pada berbagai faktor,
seperti apakah seseorang memiliki resistansi obat terhadap obat HIV.
Begitu dimulai, pengobatan HIV dilakukan seumur hidup kecuali jika obat untuk HIV
ditemukan. Obat HIV saat ini kurang beracun dibandingkan obat HIV sebelumnya, dan rejimen
kombinasi lebih mudah dilakukan. Namun, seseorang harus minum obat secara teratur.
Mengambil “istirahat” dari pengobatan dapat meningkatkan risiko pengembangan resistansi
obat secara signifikan. Pastikan untuk memberi tahu dokter atau perawat jika diperlukan
berhenti karena sakit, operasi, atau kehilangan asuransi. Pastikan untuk menebus ulang obat
secara tepat waktu.

Berikut ini adalah tujuan pengobatan antiretroviral untuk HIV:

 Menekan pertumbuhan ganda HIV. Tujuannya adalah supaya tidak memiliki virus yang
terdeteksi dalam darah selama mungkin. Pada tingkat ini, virus pada dasarnya “shut down”
 Meningkatkan kualitas hidup.
 Mempertahankan pilihan pengobatan di masa depan, artinya akan ada obat yang tersedia jika
pasien mengalami efek samping atau penolakan terhadap beberapa obat.
 Mengembalikan fungsi imun tubuh (seperti yang ditunjukkan oleh jumlah sel T). Tujuannya
agar jumlah sel T meningkat 100 sampai 200 sel/mikroliter selama beberapa tahun pertama
pengobatan dan kemudian tetap tinggi.
 Mencegah penularan HIV ke orang lain.
 Memberikan rejimen pengobatan yang menekan HIV tetapi juga “nyaman untuk pasien”
dalam hal toleransi dan kesukaan pasien (misalnya jumlah pil, ukuran pil, dan frekuensi
pemberian).

Regimen antiretroviral (ART) biasanya terdiri dari dua NRTI ditambah agen ketiga (baik
INSTI, PI, atau NNRTI). Dosis kecil agen penguat dapat diberikan untuk “meningkatkan”
tingkat obat tertentu.

Ada banyak rejimen yang berbeda, dan setiap kategori obat mengandung banyak obat.
Dokter akan bekerja sama dengan pasien untuk menentukan rejimen yang paling sesuai. Setiap
obat memiliki petunjuk dosis dan efek samping tertentu, dan beberapa mungkin memiliki
interaksi dengan obat resep, non-resep, dan obat herbal lainnya.
D. KOMBINASI OBAT
Pada tahun 1995 menunjukkan penelitian menunjukkan bahwa kombinasi obat dari
dua atau 3 jenis obat berkhasiat lebih kuat daripada obat-obat tersendiri. Triple therapy
dengan kombinasi (misalnya zidofudin + lamivudin + indinavir) ternyata sangat efektif
setelah 6 bulan, dimana dapat meningkatkan jumlah sel lmfo-T (CD4).
Kombinasi obat juga digunakan untuk mencegah resistensi dimana obat yang di
kombinasikan terdiri dari nukleosid reverse transcriptase inhibitor, non nukleosid reverse
transcriptase inhibitor, dan protease inhibitor.
Kombinasi yang umum digunakan adalah nucleoside analogue
trancriptase inhibitor, (atau NRTI) dengan protease inhibitor, atau dengan non-
nucleoside reverse trancriptase inhibitor (NNRTI).
Lini Pertamanya yaitu :
Zidovudin + Lamivudin + Nevirapin
Tenofofir + Lamivudin + Nelfinavir
Lamivudin + Nevirapin
Lini keduanya :
Didanosin + Abakavir
Didanosin + Lamivudin
Tenofovir + Lamivudin

Nama Generik Nama Merek Juga Dikenal Produsen Asli


Sebagai:
Zidovudine Retrovir AZT, ZDV GlaxoSmithKline
Didanosine Videx DdI Bristol-Myers Squibb
Zalcitabine Hivid ddC, Tidak dibuat lagi
dideoxycytidine

Stavudine Zerit d4T Bristol-Myers Squibb

Lamivudine Epivir 3TC GlaxoSmithKline


Zidovudine/Lamivudine Combivir Gabungan AZT GlaxoSmithKline
& 3TC

Abacavir Ziagen ABC GlaxoSmithKline


Zidovudine/Lamivudine/ Trizivir Gabungan GlaxoSmithKline
Abacavir AZT, 3TC,
Abacavir

Tenofovir Viread TDF Gilead Sciences


Emtricitabine Emtriva FTC Gilead Sciences
Abacavir/Lamivudine Epzicom Gabungan GlaxoSmithKline
ABC & 3TC
BAB III
PENUTUP

a. Kesimpulan
1. Interaksi obat adalah peristiwa dimana aksi suatu obat di ubah atau dipengaruhi
olehobat lain yang di berikan bersamaan. Interaksi obat terjadi jika suatu obat
mengubahefek obat lainnya. Kerja obat yang diubah dapat menjadi lebih atau
kurang aktif.2.

2. Mekanisme interaksi obat ada tiga yaitu interaksi secara farmasetik,


farmakokinetikdan farmakodinamik.3.

3. Interaksi obat secara farmakodinamik adalah interaksi yang terjadi karena


adanya perubahan efek obat objek yang disebabkan oleh obat presipitan karena
pengaruhnyaterhadap tempat kerja obat (reseptor). Perubahan efek ini dapat
menyebabkanmeningkat/menurunnya efek obat objek terhadap tubuh. Pada
prinsipmya ialahreseptor obat objek yang diduduki dan digeser oleh reseptor
obat presipitan
DAFTAR PUSTAKA

Ganiswara, 1995, Farmakologi dan Terapi, Edisi V, Universitas Indonesia, Jakarta.


Mycek, 2002, Farmakologi Ulasan Bergambar, Edisi II, PT. Widia Medika, Jakarta.
Prajitno, 1979, ISO Indonesia, PT. Anem Kosong Anem, Jakarta.
Sukandar, 2008, ISO Farmakoterapi, PT. ISFI, Jakarta.
Tjay, Tan Hoan, 2003, Obat-Obat Peting, Edisi V, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai