Skenario
SS. 50 th, menderita asma. Bapak SS rutin mengkonsumsi tablet Salbutamol.
Namun akhir-akhir ini bapak SS merasa saat asmanya kambuh, tablet Salbutamol
tidak mampu meredakan sesak nafasnya. Saat berkonsultasi pada dokter, dokter
menambahkan inhaler Flixotide. Pemakaian inhaler hanya dianjurkan apabila
dirasakan sangat sesak. Setelah beberapa hari Bapak SS kembali ke dokter karena
merasa inhaler yang digunakannya tidak berefek. Dokter menduga, Bapak SS salah
dalam menggunakan inhaler tersebut.
Anak anak
Anak-anak (usia 4 sampai 16 tahun):
Dosis awal adalah 50 mikrogram dua kali per hari.
Dosis terbanyak adalah 200 mikrogram dua kali per hari.
7. Fungsi Inhaler :
1. Penghantaran obat secara langsung ke saluran napas;
2.Memperbaiki penghantaran obat ke paru-paru;
3.Melegakan saluran nafas sebab inhaler mengandung zat aktif menthol dan
camphora yang mampu merelaksasi otot-otot pada saluran pernapasan.
Penggunaan Inhaler :
1.Lepaskan penutup dari mouth path;
2.Kocok inhaler agar obat merata campurannya;
3.Pegang inhaler menggunakan tiga jari yakni jempol, ibu jari dan jari tengah,
keluarkan nafas maksimal, namun perlahan;
4.Letakkan mouth pieces inhaler dalam mulut dan rapatkan bibir;
5.Tarik nafas dan hisap inhaler bersamaan, tekan inhaler dan teruslah bernafas
secara perlahan-lahan dan dalam;
6.Lepaskan mouth pieces dari mulut Anda, tahan nafas selama 10 detik sebelum
mengeluarkan nafas perlahan; dan
7.Lakukan selama 1-2 menit.
8. Salbutamol adalah obat untuk mengatasi sesak napas akibat penyempitan pada
saluran udara pada paru-paru (bronkospasme). Obat ini tersedia dalam bentuk
hirup (inhaler), tablet, dan sirop.
Salbutamol bekerja dengan cara melemaskan otot-otot di sekitar saluran
pernapasan yang menyempit, sehingga udara dapat mengalir lebih lancar ke dalam
paru-paru. Efek obat ini bisa dirasakan dalam beberapa menit setelah dikonsumsi
dan bertahan selama 3-5 jam.
Obat ini biasa digunakan oleh penderita asma dan gangguan saluran pernapasan
lain, seperti penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Selain itu, salbutamol juga
dapat digunakan untuk mencegah sesak napas akibat olahraga.
9. 1. Simpatomimetik
2. Xantin
3. Antikolinergik
4. Kromolin Sodium dan Nedokromil
5. Kortikosteroid
10. Salbutamol peroral atau tablet akan mengalami efek lintas pertama dimana
konsentrasi obat berkurang secara besar sebelum mencapai sirkulasi sistemik.
11. Etiologi dari penyakit ini adalah karena keturunan atau genetik. Pada penyakit
asma menunjukkan adanya kelainan gen, oleh karena itu gen dengan fenotip asma
mungkin ditimbulkan dari pewarisan gen atau kombinasi dua gen. Kelainan dari
gen fenotip asma terlihat jelas ketika terpapar oleh beberapa benda atau keadaan
pencetus terjadinya bronkospasme pada penderita asma. Beberapa contoh
pencetus asma yaitu polusi udara, sinusitis, pengawet makanan dan beberapa obat.
Selain itu, dapat juga disebabkan oleh keadaan lingkungan misalnya status
sosioekonomi, jumlah keluarga, paparan dari asap rokok, paparan alergen,
urbanisasi dan meningkatnya paparan yang menginfeksi pada anak-anak.
12. Terdapat beragam tes atau pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan dokter untuk
mendiagnosis asma pada pasien. Salah satu tesnya bernama faal paru dengan alat
spirometer.
Selain faal paru, ada pula beberapa tes lainnya untuk membantu dokter
menegakkan diagnosisnya. Berikut ini pemeriksaan penunjang untuk penyakit
asma lainnya:
o Pemeriksaan arus puncak ekspirasi dengan alat peak flow rate meter.
o Uji reversibilitas (dengan bronkodilator).
o Uji provokasi bronkus, untuk menilai ada/tidaknya hiperaktivitas
bronkus.
o Uji alergi untuk menilai ada/tidaknya alergi.
o Foto torak, untuk menyingkirkan penyakit selain asma
Step 4 : Analisis Masalah
Mind Map
Faktor resiko
Asma
dan gejala
Rute
Pemberian
obat
oral inhalasi
inhaler
salbutamol
flixotide
cara
efek samping interaksi obat
pengunaan
Jawaban Panjang
1. Kandungan dan komposisi produk obat maupun suplemen dibedakan menjadi
dua jenis yaitu kandungan aktif dan kandungan tidak aktif. Kandungan aktif
adalah zat yang dapat menimbulkan aktivitas farmakologis atau efek langsung
dalam diagnosis, pengobatan, terapi, pencegahan penyakit atau untuk
memengaruhi struktur atau fungsi dari tubuh manusia.
Jenis yang kedua adalah kandungan tidak aktif atau disebut juga sebagai
eksipien. Kandungan tidak aktif ini fungsinya sebagai media atau agen
transportasi untuk mengantar atau mempermudah kandungan aktif untuk
bekerja. Kandungan tidak aktif tidak akan menambah atau meningkatkan efek
terapeutik dari kandungan aktif. Beberapa contoh dari kandungan tidak aktif
ini antara lain zat pengikat, zat penstabil, zat pengawet, zat pemberi warna,
dan zat pemberi rasa. Kandungan dan komposisi Flixotide Inhaler adalah:
Fluticasone propionate.
2. a. β-bloker: kerja salbutamol berlawanan dengan kerja β-bloker
b. Kortikosteroid: kombinasi kedua obat ini dapat menyebabkan hipokalemi
dan hiperglikemi
c. Diuretik: interaksi dengan diuretik terjadi ketika salbutamol inhalasi
diberikan dalam jumlah besar yang menyebabkan hipokalemi dan efek
elektrokardiograf.
d. Formoterol dan salmeterol : pengobatan sebelumnya dengan formoterol
dan salmeterol dapat berlawanan dengan efek perlindungan dari
salbutamol terhadap bronkokonstriksi (Cathomat et al., 2006)
e. Teofilin : Menggabungkan teofilin dengan salbutamol secara infus
meningkatkan takikardia. Salbutamol infus menyebabkan penurunan
diastolic dan peningkatan tekanan darah sistolik, yang tidak diubah oleh
teofilin. Kombinasi kedua obat ini juga meningkatkan resiko hipokalemi
(Cathomas et al., 2006)
f. MAOI (Monoamine oxidase inhibitors) : dapat meningkatkan efek pada
daerah vaskular (McEvoy et al., 2011)
3.
4. Agonis Beta-2 Kerja Singkat
Mekanisme kerja dari obat ini adalah relaksasi otot polos saluran nafas,
meningkatkan bersihan mukosilier, menurunkan permabiliti pembuluh darah,
dan modulasi pelepasan mediator dari sel mast. Obat yang termasuk dalam
golongan ini adalah salbutamol, terbutalin, feneterol, dan prokaterol. Obat ini
mempunyai efek samping berupa rangsangan kardiovaskular, tremor otot
5. Karena hal ini maka diperlukan teknik khusus dalam penggunaan dan jenis
alat inhalasi yang cocok bagi pasien. Dampak yang didapat dari kesalahan
posisi adalah penggunaan inhaler yaitu dapat menyebabkan obat yang sampai
diparu-paru tidak optimal sehingga mengakibatkan kegagalan terapi pada
pasien . Sedangkan dampak dari tidak mengocok tabung inhaler dapat
menyebabkan obat yang ada didalam tabung menjadi tidak homogen dan obat
yang sampai keparu-paru menjadi tidak maksimal. Kurangnya pengetahuan
mengenai obat-obat asma dan cara pemakaian yang tepat dan rasional juga
merupakan alasan terjadinya kesalahan dalam penggunaan inhaler.
6. Flixotide tersedia dalam bentuk accuhaler, nebules, dan evohaler. Masing-
masing bentuk memiliki kekuatan dosis berikut:
Flixotide Accuhaler: 50, 100, 250, 500 mikrogram Fluticasone Propionate
Flixotide Nebules 0.5mg/2ml, 2mg/2ml
Flixotide Evohaler: 125, 250 mikrogram Fluticasone Propionate
Dosis untuk orang dewasa diatas 16 tahun
Dosis Flixotide dibedakan berdasarkan tingkat keparahan asma. Berikut
adalah dosis Flixotide yang dianjurkan untuk orang dewasa:
Evohaler Flixotide/Accuhaler Flixotide
Asma ringan: dosis awal adalah 100 mikrogram dua kali per hari.
Asma moderat hingga berat: dosis awal adalah 250 sampai 500 mikrogram
dua kali per hari. Dosis terbanyak adalah 1000 mikrogram dua kali per hari
Flixotide Nebules
Dewasa dan anak-anak di atas usia 16 tahun:
Dosis awal adalah 0.5 sampai 2.0 mg (500 sampai 2000 mikrogram) dua kali
per hari.
Flixotide Nebules 0.5mg/2ml memberikan dosis sebesar 500 mikrogram.
Flixotide 2mg/2ml memberikan dosis sebesar 2000 mikrogram.
Dosis Flixotide untuk anak?
Selain penggunaan alat inhaler yang harus sesuai, cara membersihkan inhaler
juga harus tepat. Caranya yakni lepaskan tabung logam dari corong plastik
berbentuk L terlebih dulu, lalu bilas hanya corong dan tutupnya dengan air
hangat, kemudian biarkan inhaler mengering di udara selama sehari semalam.
Di pagi harinya, masukkan tabung kembali ke dalam dan pasang tutupnya. Hal
yang perlu digarisbawahi ialah jangan bilas bagian lainnya!
Jangan lupa untuk mengeccek inhaler yang dimiliki, pastikan mengganti
inhaler sebelum dosis yang ada didalamnya habis. Simpan inhaler pada suhu
kamar agar inhaler tersebut dapat berfungsi dengan baik sebab obat berada di
bawah tekanan. Oleh sebab itu, jaga inhaler hindarkan dari cuaca yang terlalu
dingin ataupun terlalu panas.
8.
9. Terapi non farmakologi
1. Menghindari faktor pencetus
Hal yang paling mungkin dilakukan penderita asma dalam mengurangi gejala
asma adalah menghindari faktor pencetus yang dapat meningkatkan gejala
asma. Faktor pencetus ini dapat berupa makanan, obat-obatan, polusi, dan
sebagainya (GINA, 2006).
2. Pola hidup sehat
Pola hidup sehat sangat dianjurkan dan sangat membantu dalam pengendalian
penyakit asma. Dalam hal ini dapat dilakukan dengan pemenuhan nutrisi yang
memadai, menghindari stres, dan olahraga atau yang biasa disebut latihan fisik
teratur sesuai toleransi tubuh (Bull dan Price, 2007).
Antagonis Reseptor Leukotrien
A. Zafirlukast
� Mekanisme Kerja
Zafirlukast adalah antagonis reseptor leukotrien D4 dan E4 yang selektif dan
kompetitif, komponen anafilaksis reaksi lambat (SRSA - slow-reacting
substances of anaphylaxis). Produksi leukotrien dan okupasi reseptor
berhubungan dengan edema saluran pernapasan, konstriksi otot polos dan
perubahan aktifitas selular yang berhubungan dengan proses inflamasi, yang
menimbulkan tanda dan gejala asma.
� Indikasi
Profilaksis dan perawatan asma kronik pada dewasa dan anak di atas 5 tahun.
� Dosis dan Cara Penggunaan
Dewasa dan anak > 12 tahun : 20 mg, dua kali sehari
Anak 5 – 11 tahun : 10 mg, dua kali sehari.
Oleh karena makanan menurunkan bioavailabilitas zafirlukast, penggunaannya
sekurang-kurangnya satu jam sebelum makan atau 2 jam setelah makan.
� Efek Samping
Efek samping terjadi pada 3% pasien seperti sakit kepala, mual dan infeksi.
� Kontra Indikasi
Hipersensitif terhadap komponen sediaan.
� Peringatan
Serangan asma akut : zafirlukast tidak diindikasikan untuk penggunaan
kekambuhan bronkospasma pada serangan asma akut, termasuk status
asmatikus. Teruskan penggunaan zafirlukast selama terjadi keparahan asma
akut.
Infeksi : terjadi peningkatan infeksi pada pasien lebih dari 55 tahun yang
menggunakan zafirlukast dibandingkan pada pasien yang menggunakan
plasebo.
Reaksi Hipersensitifitas : reaksi hipersensitifitas, seperti urtikaria, angiodema
dan ruam dengan atau tanpa berair.
Gangguan fungsi hati : klirens zafirlukast menurun pada pasien yang
mengalami kerusakan fungsi hati.
Pasien lanjut usia : klirens zafirlukast menurun pada pasien lanjut usia > 65
tahun, konsentrasi plasma maksimum (Cmax) dan area bawah kurva (AUC)
dua kali lipat dibandingkan pasien lebih muda. Kehamilan : kategori B
Ibu Menyusui : Zafirlukast diekskresikan pada air susu.
Anak-anak : keamanan dan efektifitas zafirlukast pada pasien kurang dari 5
tahun tidak diketahui.
Terapi farmakologi
1. Antihistamin
Antihistamin tidak digunakan sebagai obat utama untuk mengobati asma,
biasanya hanya diberikan pada pasien yang mempunyai riwayat penyakit
atopik seperti rhinitis alergi. Pemberian antihistamin selama tiga bulan pada
sebagian penderita asma dengan dasar alergi dapat mengurangi gejala asma
(Sundaru, 2002).
2. Antibiotik
Antibiotik hanya diberikan jika serangan asma dicetuskan atau disertai oleh
rangsangan infeksi saluran pernafasan, yang ditandai dengan suhu yang
meninggi. Pemakaian antibiotika tanpa didasari bukti infeksi dapat
menyebabkan meningkatnya insiden resistensi maupun potensi reaksi obat
berlawanan. Antibiotika hanya boleh digunakan untuk pasien yang memiliki
bukti presumtif adanya infeksi misalnya demam, neutrofilia dalam darah, dan
sputum (Sundaru, 2002).
3. Obat Batuk
Batuk adalah suatu refleks pertahanan tubuh untuk mengeluarkan benda asing
dari saluran nafas. Batuk juga melindungi paru dari aspirasi yaitu masuknya
benda asing dari saluran cerna atau saluran nafas bagian atas. Batuk
merupakan salah satu gejala asma dan batuk terjadi karena adanya dahak yang
merangsang saluran nafas. Pada penderita asma produksi dahak berlebihan dan
dahak akan berkurang bila asmanya membaik (MIMS, 2012).
4. Mukolitik dan Ekspektoran
Mukolitik merupakan obat yang dipakai untuk mengencerkan mukus yang
kental, sehingga mudah dieskpektorasi. Mekanisme kerjanya yaitu dengan
cara membuka ikatan gugus sulfidril pada mukoprotein sehingga menurunkan
viskositas mukus. Sedangkan, ekspektoran bekerja dengan cara merangsang
ekresi cairan saluran nafas yang mempermudah perpindahan dahak dan
ekspektorasinya. Tujuan pemberian mukolitik dan ekspektoran ialah agar
penderita asma dapat dengan mudah mengeluarkan dahak (MIMS, 2012).
1. Simpatomimetik
Mekanisme Kerja Kerja farmakologi dari kelompok simpatomimetik ini
adalah sebagai berikut : 1. Stimulasi reseptor α adrenergik yang
mengakibatkan terjadinya vasokonstriksi, dekongestan nasal dan peningkatan
tekanan darah.
2. Stimulasi reseptor β1 adrenergik sehingga terjadi peningkatan kontraktilitas
dan irama jantung.
3. Stimulasi reseptor β2 yang menyebabkan bronkodilatasi, peningkatan
klirens mukosiliari, stabilisasi sel mast dan menstimulasi otot skelet.
2. Xantin
Mekanisme Kerja Metilxantin (teofilin, garamnya yang mudah larut dan
turunannya) akan merelaksasi secara langsung otot polos bronki dan pembuluh
darah pulmonal, merangsang SSP, menginduksi diuresis, meningkatkan
sekresi asam lambung, menurunkan tekanan sfinkter esofageal bawah dan
menghambat kontraksi uterus.
3. Antikolinergik
A. Ipratropium Bromida
Mekanisme Kerja Ipratropium untuk inhalasi oral adalah suatu antikolinergik
(parasimpatolitik) yang akan menghambat refleks vagal dengan cara
mengantagonis kerja asetilkolin.
B. Tiotropium Bromida
Mekanisme Kerja Tiotropium adalah obat muskarinik kerja diperlama yang
biasanya digunakan sebagai antikolinergik
2) Pemeriksaan pernapasan dengan peak flow meter setiap hari selama 1-2 minggu
Nebulizer
a. Alat berupa mesin yang mengubah obat asma bentuk cair menjadi uap
b. Penghirupan obat menggunakan masker
c. Mengeluarkan suara yang berisik
d. Memerlukan sumber daya listrik
e. Harga relatif lebih mahal sebelum digunakan
. Nebulizer
Nebulizer menghasilkan aerosol dengan meniup udara atau oksigen melalui
sebuah solusi untuk menghasilkan tetesan 5μm atau kurang dalam ukuran.
Nebulizer memerlukan koordinasi sedikit dari pasien sebagai obat yang dihirup
melalui masker atau corong menggunakan pernapasan normal. Hanya sekitar 13%
dari dosis yang digunakan disimpan dalam paru-paru, tetapi karena dosis yang
digunakan lebih tinggi daripada yang digunakan dalam perangkat aerosol lainnya,
pasien akan menerima 10-20 kali dosis yang diterima dari MDI (Gibs and Small,
2003).
1) MDI (Metered Dose Inhaler) Obat dalam MDI dilarutkan dalam cairan
pendorong (propelan), biasa digunakan khlorofluorokarbon. Propelan mempunyai
tekanan uap tinggi sehingga di dalam tabung (canister) tetap bentuk cairan. Perlu
koordinasi antara penekanan canister dan inspirasi nafas pada pemakaian inhaler.
2) DPI (Dry Powder inhaler) Inhaler jenis ini tidak mengandung propelan,
sehingga mempunyai kelebihan dibandingkan dengan MDI. Penggunaan obat
serbuk kering pada DPI memerlukan inspirasi yang cukup kuat. Pada anak kecil
hal ini sulit dilakukan mengingat inspirasi kuat belum dapat dilakukan, sehingga
deposisi obat dalam sistem respiratori berkurang. Pada anak yang lebih besar,
penggunaan obat serbuk ini dapat lebih mudah, karena kurang memerlukan
koordinasi dibandingkan dengan MDI. Dengan cara ini, deposisi obat di dalam
paru lebih besar dan lebih konstans dibandingkan dengan MDI tanpa spacer,
sehingga diberikan pada anak berusia >5 tahun.
3) Nebuliser Alat nebulizer dapat mengubah obat yang berbentuk larutan menjadi
aerosol secara terus menerus dengan tenaga yang berasal dari udara yang
dipadatkan atau gelombang ultrasonic. Aerosol yang berbentuk diisap penderita
melalui mouth piece atau sungkup. Dengan nebulizer dihasilkan partikel aerosol
berukuran antara 2-5 u. pada orang normal saat istirahat pengendapan aerosol
dalam paru terjadi sebanyak 30-60% dosis yang diberikan.
2. FAKTOR FISIOLOGIK YANG BERPERAN PENYERAPAN OBAT
INHALASI
A. Daerah konduksi
a. Hidung menjamin proses pelembaban, penyaringan, dan penghirupan udara.
Pada
1. Silia
Silia epitel berperan penting dalam pertahanan saluran napas dan silia tersebut
mengeluarkan getah bronkus dan cairan alveolar, secara keseluruhan sel epitel
menyerupai tangga berjalan atau permadani mukosilier yang berombak.
Dalam lubang hidung, aksi bulu getar akan menghasilkan gerakan dari depan
mundur ke belakang menuju pharynx pada trachea-bronchus, perpindahan dari
bronkus menuju pharynx terjadi secara spiral dan searah jarum jam. Gerakan silia
sangat peka terhadap suhu dan pH.
2. Getah bronkus
Hubungan antara faktor fisiologi dan faktor sediaan padat yang diberikan
melalui sediaan inhalasi yaitu ukuran partikel, pernapasan dan laju pengaliran
udara, jenis aliran, kelembapan, suhu dan tekanan. Efektivitas dari pengantaran
obat ke pulmonal juga bergantung pada pola nafas pasien. Seperti halnya, inspirasi
yang cepat tidak disarankan ketika menggunakan pressurized metered dose inhaler
(pMDI) dan nebulizer karena dapat membuat turbulensi aliran udara dan
kecepatan yang tinggi akan meningkatkan deposisi obat pada saluran nafas atas,
sementara inspirasi yang cepat dibutuhkan pada pemakaian dry powder inhaler
(DPI)
B. Daerah Pertukaran
Penyerapan zat aktif pada saluran napas secara nyata bertumpu pada
perlintasannya melalui sawar yang tebalnya 0.2-10 mikrometer, yang terdiri dari
3:
• Sel-sel kecil atau pneumosit membranus ( sel tipe A atau sel I) yang merupakan
kelanjutan sitoplasma atau lapisan penutup permukaan alveoli.
• Sel-sel besar atau pneumosit granuler (sel B atau sel II) yang jumlahnya sedikit,
terletak diantara sel-sel kecil sitoplasma yang bersifat fosfolipida alam dan
merupakan pusat aktivitas enzimatik.
2. Anyaman kapiler sebagai kelanjutan dari iang alveoli dipenuhi oleh sel-sel
endotelial jointives.
3. Kerangka, terdiri dari bahan dasar dan berupa serabut kolagen atau membran
basal.
• Dispersi solid
Dispersi solid merupakan teknik farmasi yang berguna untuk meningkatkan
kelarutan, penyerapan, dan efikasi terapeutik obat.
• Nanosuspensi
adalah sistem yang terdiri dari partikel obat berukuran nano yang distabilkan oleh
surfaktan untuk penggunaan oral, topikal, pemberian parenteral, dan pulmonal.
• Teknik Kriogenik
Teknik kriogenik telah dikembangkan untuk meningkatkan tingkat disolusi obat
dengan membuat partikel obat amorf berstruktur nano dengan tingkat porositas
tinggi pada kondisi tertentu.
Efektivitas terapi suatu obat tergantung pada bioavailabilitas dan kelarutan dari
molekul obat tersebut. Kelarutan merupakan salah satu parameter penting untuk
mendapatkan konsentrasi obat yang diperlukan di dalam sirkulasi sistemik agar
obat dapat memberikan efek farmakologi bagi tubuh (Al-sarraf et al., 2014).
Beberapa teknik peningkatan kelarutan yang dapat dilakukan yaitu pengurangan
ukuran partikel (mikronisasi, nanosuspensi), modifikasi sifat kristal (polimorf,
amorf, kokristalisasi), dispersi dalam pembawa (campuran eutetik, dispersi padat,
teknik kriogenik), pengubahan pH, penggunaan buffer, kompleksasi,
pembentukan garam (Savjani, et al., 2012).
• Pembentukan Garam
Metode yang paling mudah dan paling umum untuk dilakukan adalah obat yang
memiliki sifat asam atau basa diubah menjadi bentuk garamnya sehingga
kelarutannya dan laju disolusinya dapat meningkat seperti aspirin, teofilin dan
barbiturate.
• Hidrotrofi
Hidrotrofi adalah proses pelarutan, dimana penambahan sejumlah besar zat
terlarut kedua, zat hidrotomatik akan menghasilkan peningkatan kelarutan zat
terlarut. Agen hidrotropik adalah garam organik ionik, terdiri dari garam logam
alkali dari berbagai asam organic.
• Solid Lipid Nanopartikel
Solid lipid nanopartikel (SLN) adalah sistem pembawa obat koloid yang seperti
nanoemulsi, tetapi berbeda dalam sifat lipid dimana bagian lipid cair dari emulsi
digantikan oleh lipid padat pada suhu Farmaka Volume 15 Nomor 4 54 kamar
seperti gliserida atau lilin dengan titik lebur yang tinggi. Pengembangan teknologi
terhadap SLN sebagai teknologi partikel baru meningkat karena potensinya
sebagai sistem pembawa alternatif bagi pembawa koloid, seperti emulsi, liposom,
mikroorganisme polimer dan nanopartikel, serta memiliki kemungkinan untuk
digunakan pada berbagai rute pemberian
Efektifitas terapi eksaserbasi asma perlu pemantauan secara terus menerus, dan
salah satu parameter yang paling mudah adalah laju nafas, yang akan mengalami
peningkatan pada eksaserbasi asma. Laju nafas merupakan salah satu tanda vital
dalam pemeriksaan fisik saat eksaserbasi asma.
1.Peningkatan laju
nafas merupakan proses kompensasi paruparu supaya mendapatkan oksigen dalam
jumlah yang dibutuhkan.2,3 Peningkatan laju nafas menjadi salah satu indikator
kebutuhan perawatan darurat.4,5 Namun perubahan laju nafas juga dapat
disebabkan pengobatan asma seperti terapi asma dengan golongan
kortikosteroid,6
beta-2 agonis (salbutamol),7-9 atau metilsantin.
5. Sistem pernafasan memiliki berbagai fungsi penting bagi tubuh. Fungsi utamanya
adalah untuk menyediakan oksigen, mengeliminasi karbondioksida, regulasi pH,
untuk pembentukan suara dan pertahanan tubuh terhadap mikroba.Fungsi lain dari
sistem pernafasan adalah dapat mempengaruhi konsentrasi kimia arterial dengan
menghilangkan bahan tertentu dari kapiler paru dan memproduksi dan
menambahkan bahan lainnya ke dalam darah. Terdapat dua buah paru-paru yang
utamanya terdiri dari jutaan alveolus (kantong tipis berisi udara). Alveolus ini
merupakan tempat dari pertukaran gas antara paru-paru dan darah. Aliran udara
agar dapat sampai ke alveolus adalah melalui saluran nafas dan udara dapat
masuk/keluar paru karena adanya mekanisme inspirasi (perpindahan udara dari
lingkungan ke alveolus) dan ekspirasi (perpindahan udara kea rah sebaliknya).
Inspirasi dan ekspirasi ini disebut sebagai siklus respirasi
Paru-paru manusia terletak pada rongga dada, bentuk dari paru- paru adalah
berbentuk kerucut yang ujungnya berada di atas tulang iga pertama dan dasarnya
berada pada diafragma. Paru terbagi menjadi dua bagian yaitu, paru kanan dan
paru kiri. Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus sedangkan paru-paru kiri
mempunyai dua lobus. Setiap paru- paru terbagi lagi menjadi beberapa sub-
bagian, terdapat sekitar sepuluh unit terkecil yang disebut bronchopulmonary
segments. Paru-paru bagian kanan dan bagian kiri dipisahkan oleh sebuah ruang
yang disebut mediastinum (Evelyn, 2009).
Paru-paru manusia dibungkus oleh selaput tipis yang bernama pleura. Pleura
terbagi menjadi pleura viseralis dan pleura pariental. Pleura viseralis yaitu selaput
tipis yang langsung membungkus paru, sedangkan pleura parietal yaitu selaput
yang menempel pada rongga dada. Diantara kedua pleura terdapat rongga yang
disebut cavum pleura (Guyton, 2007).
FISIOLOGI
Fisiologi Paru
Paru-paru dan dinding dada mempunyai struktur yang elastis. Dalam keadaan
normal terdapat lapisan cairan tipis antara paru-paru dan dinding dada sehingga
paru-paru dengan mudah bergeser pada dinding dada karena memiliki struktur
yang elastis. Tekanan yang masuk pada ruangan antara paru-paru dan dinding
dada berada di bawah tekanan atmosfer (Guyton, 2007).
Fungsi utama dari paru-paru adalah untuk pertukaran gas antara darah dan
atmosfer. Pertukaran gas tersebut bertujuan untuk menyediakan oksigen bagi
jaringan dan mengeluarkan karbon dioksida. Kebutuhan oksigen dan karbon
dioksida terus berubah sesuai dengan tingkat aktivitas dan metabolisme seseorang,
akan tetapi pernafasan harus tetap dapat berjalan agar pasokan kandungan oksigen
dan karbon dioksida bisa normal (Jayanti, 2013).
6. Penghantaran nanopartikel dideskripsikan sebagai formulasi suatu partikel yang
terdispersi pada ukuran nanometer atau skala per seribu mikron. Batasan ukuran
partikel yang pasti untuk sistem ini masih terdapat perbedaan karena nanopartikel
pada sistem penghantaran obat berbeda dengan teknologi nanopartikel secara
umum.
Beberapa kelebihan nanopartikel adalah kemampuan untuk menembus ruang-
ruang antar sel yang hanya dapat ditembus oleh ukuran partikel koloidal (Buzea et
al., 2007), kemampuan untuk menembus dinding sel yang lebih tinggi, baik
melalui difusi maupun opsonifikasi, dan fleksibilitasnya untuk dikombinasi
dengan berbagai teknologi lain sehingga membuka potensi yang luas untuk
dikembangkan pada berbagai keperluan dan target. Kelebihan lain dari
nanopartikel adalah adanya peningkatan afinitas dari sistem karena peningkatan
luas permukaan kontak pada jumlah yang sama (Kawashima, 2000). Pembentukan
nanopartikel dapat dicapai dengan berbagai teknik yang sederhana. Nanopartikel
pada sediaan farmasi dapat berupa sistem obat dalam matriks seperti nanosfer dan
nanokapsul, nanoliposom, nanoemulsi, dan sebagai sistem yang dikombinasikan
dalam perancah (scaffold) dan penghantaran transdermal.
Kemampuan nanopartikel untuk meningkatkan ketersediaan hayati obat dengan
kelarutan yang rendah dalam sirkulasi sistemik telah banyak dibuktikan (Bhatia et
al., 2011; Wu et al., 2005). Kemampuan ini berlaku umum pada berbagai aplikasi
penghantaran (Gelperina et al., 2005): oral (Martien et al., 2006), intravena (Li et
al., 2009), pulmonar (Tonnis et al., 2012; Muttil et al., 2010), dan transdermal
(Ravichandran, 2009). Peningkatan jumlah obat dalam darah pada penghantaran
sistemik juga akan meningkatkan resiko munculnya efek samping maupun efek
balik, hingga pada resiko tercapainya batas kadar toksik (Poelstra et al., 2012).
Pada banyak kasus, peningkatan kadar obat dalam darah ini sangat diperlukan
bagi obat untuk dapat menimbulkan efek farmakologis. Oleh karena itu,
nanopartikel memberikan solusi yang baik karena dapat memberikan efek
farmakologis pada dosis yang lebih kecil (efisien) (Hu dan Li, 2011; Wu et al.,
2005). Kesesuaian bentuk sediaan naopartikel dengan jaringan target dan penyakit
diperlukan untuk memperoleh sistem yang dapat memberikan hasil terapi yang
optimal. Jaminan akan tercapainya tujuan terapi merupakan syarat mutlak yang
diperlukan untuk dapat memperkenalkan produk sistem penghantaran obat baru
yang dapat diandalkan.
Berdasarkan sistem dan rute admnistrasinya, sistem penghantran obat terbagi atas
beberapa macam yakni, gastroretentive drug delivery system, ophthalmic drug
delivery system, transdermal drug delivery system dan nanoparticle drug delivery
system, yang masing masing memiliki kelebihan dan kekurangan dalam
penggunaannya. sistem penghantaran nanopartikel berdasarkan jenisnya terbagi
atas beberapa macam yaitu dendrimer, micelles nanoparticle, polymeric
nanoparticle, metal nanoparticle, nanotube, solid lipid nanoparticle, nano
emulsion, liposom dan phytosome.
7. Metilxantin
Golongan bronkodilator kedua yang dipakai untuk asma adalah derivat
metilxantin yang mencakup teofillin, aminofillin dan kafein. Xantin juga
merangsang sistem syaraf pusat dan pernapasan, mendilatasi pembuluh pulmonar
dan koronaria dan menyebabkan diuresis. Karena efeknya terhadap respirasi dan
pembuluh pulmonar maka xantin dipakai untuk mengobati asma (Kee dan Hayes,
1996).
Obat golongan metilxantin bekerja dengan menghambat enzim fosfodiesterase
sehingga mencegah peruraian siklik AMP, sehingga kadar siklik AMP intrasel
meningkat. Hal ini akan merelaksasi otot polos bronkus dan mencegah pelepasan
mediator alergi seperti histamin dan leukotrien dari sel mast. Selain itu metilxantin
juga mengantagonis bronkokontriksi yang disebabkan oleh prostaglandin dan
memblok reseptor adenosin (Ikawati, 2006).
Teofilin banyak dijumpai dalam bentuk kompleks dengan etilendiamin yang
dinamakan aminofilin (Ikawati, 2006). Teofillin memiliki indeks terapeutik yang
rendah dan kadar terapeutik yang sempit yaitu dari 10 sampai 20 mikrogram/ ml.
Obat yang memiliki rentang terapi sempit antara dosis terapi dan dosis toksik
adalah obat yang sering terlibat dalam interaksi (Kee dan Hayes, 1996).
Obat golongan metilxantin memiliki efek pada sistem syaraf pusat dan stimulasi
jantung. Mereka meningkatkan curah jantung dan menurunkan tekanan pembuluh
vena sehingga menimbulkan berbagai reaksi samping yang tidak diinginkan.
Karena itu teofilin digolongkan sebagai obat ke tiga untuk terapi asma.
Patofisiologi terjadinya asma adalah karena adanya inflamasi kronik spesifik dari
mukosa saluran nafas bawah. Pengaktifan dari kaskade inflamasi menyebabkan
terjadinya infiltrasi sel eosinophil, neutrophil, sel mast, sel T, dan leukotrin ke
mukosa saluran nafas. Rekruitmen sel-sel tersebut akan memicu terbentuknya
mediator proinflamasi lainnya seperti histamine, prostaglandin, radikinin,
tromboksan, leukotriene, platelet activating factor, dll yang akan berpengaruh
terhadap berbagai target organ. Hal ini menyebabakan terjadinya peningkatan
permeabilitas vaskular yang menyebabkan edema dinding saluran nafas, infiltrasi
sel radang pada saluran nafas, dan peningkatan aktivitas sel pensekresi mukus.
Adanya peningkatan jumlah sel-sel inflamasi mengakibatkan hipersensitivitas
saluran nafas serta memicu remodeling saluran nafas.
Patofisiologi Asma
Mediator inflamasi secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan
serangan asma, melalui sel efektor sekunder seperti eosinofil, netrofil, platelet dan
limfosit, sel-sel inflamasi ini juga mengeluarkan mediator yang kuat seperti
lekotriens, tromboksan, PAF dan protein sitotoksikis yang memperkuat reaksi
asma. Keadaan ini menyebabkan inflamasi yang akhirnya menimbulkan
hipereaktivitas bronkus.