Anda di halaman 1dari 30

Tutorial Skenario 1

 Skenario
SS. 50 th, menderita asma. Bapak SS rutin mengkonsumsi tablet Salbutamol.
Namun akhir-akhir ini bapak SS merasa saat asmanya kambuh, tablet Salbutamol
tidak mampu meredakan sesak nafasnya. Saat berkonsultasi pada dokter, dokter
menambahkan inhaler Flixotide. Pemakaian inhaler hanya dianjurkan apabila
dirasakan sangat sesak. Setelah beberapa hari Bapak SS kembali ke dokter karena
merasa inhaler yang digunakannya tidak berefek. Dokter menduga, Bapak SS salah
dalam menggunakan inhaler tersebut.

 Step 1 : Klasifikasi Istilah


1. Inhaler = suatu obat model semprot yang digunakan untuk mengatasi gejala asma
2. Tablet salbutamol = obat untuk mengatasi sesak napas akibat penyempitan pada
saluran udara, paru-paru, atau bronkospasme, obat ini tersedia dalam bentuk hirup
atau inhaler,tablet dan sirup.
3. Asma = kondisi Ketika saluran meradang, sempit dan membengkak, dan
menghasilkan lender berlebih hingga menyulitkan bernapas.
4. Flixotide = obat yang umumnya digunakan untuk mengurangi membengkakkan
dan iritasi di paru-paru
 Step 2 : Rumusan Masalah
1. Kandung dari Flixotide Inhaler ?
2. Bagaimana kontra indikasi salbutamol dengan obat lain?
3. Apakah salbutamol dengan flixotide dapat digunakan bersamaan?
4. Apakah efek samping dari salbutamol dan flixotide ?
5. Apa saja kesalahan yang sering terjadi dalam penggunaan inhaler?
6. Berapa dosis inhaler flixotide pada orang dewasa dan anak?
7. Apakah fungsi dari inhaler dan cara pengunaan inhaler yang baik dan benar?
8. Apa perbedaan salbutamol dan inhaler flixotide dalam pengunaan untuk penyakit
asma?
9. Terapi farmakologi bagi penderita asma?
10. Mengapa tablet salbutamol tidak mampu meredakan sesak napas yang dirasakan
oleh bapak SS?
11. Bagaimana etiologic dari pernyakit asma ?
12. Sebutkan beberapa pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk diagnosis
asma!
13. Apakah keuntungan dan kerugian rute intalasi?

 Step 3 : Jawaban Singkat


1. Kandungan Inhaler Flixotide
 Fluticasone propionate 50mcg atau 0,5mg
 Fluticasone propionate 150mcg
 Fluticasone propionate 250mcg/dosis
2. - Meningkat resiko terjadinya gangguan pada fungsi jantung
- Menghambat efektivitas obat
- Meningkatkan fungsi hipotemia
Penggunaan salbultamol kontra indikasi pada pasien dengan Riwayat alergi
atau pernah mengalami Riwayat hipersensifitas dengn obat ini.
3. Flixotide yang berisikan flutikason yang dimana merupakan golongan
kortikosteroid.salbutamol (alkuterol) merupakan golongan B2-agonis kombinasi
atau interaksi obat (salbutamol dan flutikason) dapat menyebabkan hipokalemi
dan hiperglikemi (cathomes et al,2006) terapi berdasarkan tingkat keparahan asma
(mahmoudi,2008)yaitu dengan persisten berat dapat digunakan kombinasi
kortikosteroid dan B2-agonis sebagai terapi kontrol asma
4. Efek samping salbutamol
Jantung berdebar
Tungkai tangan, lengan, tangan kaki gemeter
Sakit kepala
Nyeri atau kram otot
Efek samping Flixotide, ruam, sulit bernapas, pembengkakan wajah, dan hidung
meler
5. Keslahan utama yang terjadi dikarenakan pasien tidak memegang tabung inhaler
secara tegak lurus dan tidak menocok tabung inhaler.
6. Dewasa
Asma ringan: dosis awal adalah 100 mikrogram dua kali per hari.
Asma moderat hingga berat: dosis awal adalah 250 sampai 500 mikrogram dua
kali per hari. Dosis terbanyak adalah 1000 mikrogram dua kali per hari

Anak anak
Anak-anak (usia 4 sampai 16 tahun):
Dosis awal adalah 50 mikrogram dua kali per hari.
Dosis terbanyak adalah 200 mikrogram dua kali per hari.
7. Fungsi Inhaler :
1. Penghantaran obat secara langsung ke saluran napas;
2.Memperbaiki penghantaran obat ke paru-paru;
3.Melegakan saluran nafas sebab inhaler mengandung zat aktif menthol dan
camphora yang mampu merelaksasi otot-otot pada saluran pernapasan.
Penggunaan Inhaler :
1.Lepaskan penutup dari mouth path;
2.Kocok inhaler agar obat merata campurannya;
3.Pegang inhaler menggunakan tiga jari yakni jempol, ibu jari dan jari tengah,
keluarkan nafas maksimal, namun perlahan;
4.Letakkan mouth pieces inhaler dalam mulut dan rapatkan bibir;
5.Tarik nafas dan hisap inhaler bersamaan, tekan inhaler dan teruslah bernafas
secara perlahan-lahan dan dalam;
6.Lepaskan mouth pieces dari mulut Anda, tahan nafas selama 10 detik sebelum
mengeluarkan nafas perlahan; dan
7.Lakukan selama 1-2 menit.

8. Salbutamol adalah obat untuk mengatasi sesak napas akibat penyempitan pada
saluran udara pada paru-paru (bronkospasme). Obat ini tersedia dalam bentuk
hirup (inhaler), tablet, dan sirop.
Salbutamol bekerja dengan cara melemaskan otot-otot di sekitar saluran
pernapasan yang menyempit, sehingga udara dapat mengalir lebih lancar ke dalam
paru-paru. Efek obat ini bisa dirasakan dalam beberapa menit setelah dikonsumsi
dan bertahan selama 3-5 jam.
Obat ini biasa digunakan oleh penderita asma dan gangguan saluran pernapasan
lain, seperti penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Selain itu, salbutamol juga
dapat digunakan untuk mencegah sesak napas akibat olahraga.
9. 1. Simpatomimetik
2. Xantin
3. Antikolinergik
4. Kromolin Sodium dan Nedokromil
5. Kortikosteroid
10. Salbutamol peroral atau tablet akan mengalami efek lintas pertama dimana
konsentrasi obat berkurang secara besar sebelum mencapai sirkulasi sistemik.
11. Etiologi dari penyakit ini adalah karena keturunan atau genetik. Pada penyakit
asma menunjukkan adanya kelainan gen, oleh karena itu gen dengan fenotip asma
mungkin ditimbulkan dari pewarisan gen atau kombinasi dua gen. Kelainan dari
gen fenotip asma terlihat jelas ketika terpapar oleh beberapa benda atau keadaan
pencetus terjadinya bronkospasme pada penderita asma. Beberapa contoh
pencetus asma yaitu polusi udara, sinusitis, pengawet makanan dan beberapa obat.
Selain itu, dapat juga disebabkan oleh keadaan lingkungan misalnya status
sosioekonomi, jumlah keluarga, paparan dari asap rokok, paparan alergen,
urbanisasi dan meningkatnya paparan yang menginfeksi pada anak-anak.
12. Terdapat beragam tes atau pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan dokter untuk
mendiagnosis asma pada pasien. Salah satu tesnya bernama faal paru dengan alat
spirometer.

Menurut Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, pengukuran faal paru digunakan


untuk menilai:

o obstruksi jalan napas.


o reversibility kelainan faal paru.
o variability faal paru, sebagai penilaian tidak langsung hiperresponsif
jalan napas.

Selain faal paru, ada pula beberapa tes lainnya untuk membantu dokter
menegakkan diagnosisnya. Berikut ini pemeriksaan penunjang untuk penyakit
asma lainnya:

o Pemeriksaan arus puncak ekspirasi dengan alat peak flow rate meter.
o Uji reversibilitas (dengan bronkodilator).
o Uji provokasi bronkus, untuk menilai ada/tidaknya hiperaktivitas
bronkus.
o Uji alergi untuk menilai ada/tidaknya alergi.
o Foto torak, untuk menyingkirkan penyakit selain asma
 Step 4 : Analisis Masalah
 Mind Map

Faktor resiko
Asma
dan gejala

Rute
Pemberian
obat

oral inhalasi

inhaler
salbutamol
flixotide

cara
efek samping interaksi obat
pengunaan

 Jawaban Panjang
1. Kandungan dan komposisi produk obat maupun suplemen dibedakan menjadi
dua jenis yaitu kandungan aktif dan kandungan tidak aktif. Kandungan aktif
adalah zat yang dapat menimbulkan aktivitas farmakologis atau efek langsung
dalam diagnosis, pengobatan, terapi, pencegahan penyakit atau untuk
memengaruhi struktur atau fungsi dari tubuh manusia.
Jenis yang kedua adalah kandungan tidak aktif atau disebut juga sebagai
eksipien. Kandungan tidak aktif ini fungsinya sebagai media atau agen
transportasi untuk mengantar atau mempermudah kandungan aktif untuk
bekerja. Kandungan tidak aktif tidak akan menambah atau meningkatkan efek
terapeutik dari kandungan aktif. Beberapa contoh dari kandungan tidak aktif
ini antara lain zat pengikat, zat penstabil, zat pengawet, zat pemberi warna,
dan zat pemberi rasa. Kandungan dan komposisi Flixotide Inhaler adalah:
Fluticasone propionate.
2. a. β-bloker: kerja salbutamol berlawanan dengan kerja β-bloker
b. Kortikosteroid: kombinasi kedua obat ini dapat menyebabkan hipokalemi
dan hiperglikemi
c. Diuretik: interaksi dengan diuretik terjadi ketika salbutamol inhalasi
diberikan dalam jumlah besar yang menyebabkan hipokalemi dan efek
elektrokardiograf.
d. Formoterol dan salmeterol : pengobatan sebelumnya dengan formoterol
dan salmeterol dapat berlawanan dengan efek perlindungan dari
salbutamol terhadap bronkokonstriksi (Cathomat et al., 2006)
e. Teofilin : Menggabungkan teofilin dengan salbutamol secara infus
meningkatkan takikardia. Salbutamol infus menyebabkan penurunan
diastolic dan peningkatan tekanan darah sistolik, yang tidak diubah oleh
teofilin. Kombinasi kedua obat ini juga meningkatkan resiko hipokalemi
(Cathomas et al., 2006)
f. MAOI (Monoamine oxidase inhibitors) : dapat meningkatkan efek pada
daerah vaskular (McEvoy et al., 2011)
3.
4. Agonis Beta-2 Kerja Singkat

Mekanisme kerja dari obat ini adalah relaksasi otot polos saluran nafas,
meningkatkan bersihan mukosilier, menurunkan permabiliti pembuluh darah,
dan modulasi pelepasan mediator dari sel mast. Obat yang termasuk dalam
golongan ini adalah salbutamol, terbutalin, feneterol, dan prokaterol. Obat ini
mempunyai efek samping berupa rangsangan kardiovaskular, tremor otot

rangka, dan hipokalemia pemberian secara inhalasi sangat dianjurkan dari


pada pemberian secara oral karena efek sampingnya yang lebih kecil
(AGDHA, 2006).
Efek samping dapat muncul dari penggunaan kortikosteroid inhalasi pada
asma dan PPOK. Berdasarkan suatu penelitian metaanalisis dilaporkan bahwa
penggunaannya dapat meningkatan insiden terjadinya pneumonia. Efek
samping lainnya adalah meliputi kandidiasis orofaringeal, faringitis, mudah
memar, osteoporosis, katarak, peningkatan tekanan intraokular, disfonia,
batuk, dan gangguan pertumbuhan (pada anak-anak).

5. Karena hal ini maka diperlukan teknik khusus dalam penggunaan dan jenis
alat inhalasi yang cocok bagi pasien. Dampak yang didapat dari kesalahan
posisi adalah penggunaan inhaler yaitu dapat menyebabkan obat yang sampai
diparu-paru tidak optimal sehingga mengakibatkan kegagalan terapi pada
pasien . Sedangkan dampak dari tidak mengocok tabung inhaler dapat
menyebabkan obat yang ada didalam tabung menjadi tidak homogen dan obat
yang sampai keparu-paru menjadi tidak maksimal. Kurangnya pengetahuan
mengenai obat-obat asma dan cara pemakaian yang tepat dan rasional juga
merupakan alasan terjadinya kesalahan dalam penggunaan inhaler.
6. Flixotide tersedia dalam bentuk accuhaler, nebules, dan evohaler. Masing-
masing bentuk memiliki kekuatan dosis berikut:
Flixotide Accuhaler: 50, 100, 250, 500 mikrogram Fluticasone Propionate
Flixotide Nebules 0.5mg/2ml, 2mg/2ml
Flixotide Evohaler: 125, 250 mikrogram Fluticasone Propionate
Dosis untuk orang dewasa diatas 16 tahun
Dosis Flixotide dibedakan berdasarkan tingkat keparahan asma. Berikut
adalah dosis Flixotide yang dianjurkan untuk orang dewasa:
Evohaler Flixotide/Accuhaler Flixotide
Asma ringan: dosis awal adalah 100 mikrogram dua kali per hari.
Asma moderat hingga berat: dosis awal adalah 250 sampai 500 mikrogram
dua kali per hari. Dosis terbanyak adalah 1000 mikrogram dua kali per hari
Flixotide Nebules
Dewasa dan anak-anak di atas usia 16 tahun:
Dosis awal adalah 0.5 sampai 2.0 mg (500 sampai 2000 mikrogram) dua kali
per hari.
Flixotide Nebules 0.5mg/2ml memberikan dosis sebesar 500 mikrogram.
Flixotide 2mg/2ml memberikan dosis sebesar 2000 mikrogram.
Dosis Flixotide untuk anak?

Berikut adalah dosis yang dianjurkan untuk anak-anak:


Flixotide Accuhaler
Anak-anak (usia 4 sampai 16 tahun):
Dosis awal adalah 50 mikrogram dua kali per hari.
Dosis terbanyak adalah 200 mikrogram dua kali per hari.
Dianjurkan anak-anak yang diobati dengan steroid, termasuk Accuhaler
Flixotide, harus diperiksa tinggi badannya secara rutin oleh dokter.
Flixotide Evohaler 125 dan 500 mikrogram
Tidak dianjurkan untuk anak-anak di bawah usia 16 tahun
Flixotide Nebules
Tidak dianjurkan untuk anak-anak di bawah usia 16 tahun
7. Fungsi inhaler:
1.Mengatasi hidung tersumbat akibat pilek, demam, atau infeksi pada saluran
pernapasan bagian atas;
2.Mengendalikan asma dan mengurangi gejalanya;
3.Mengatasi sesak napas akibat menyempitnya saluran pernapasan;
4.Pencegahan sesak napas yang dipicu olahraga;

Selain penggunaan alat inhaler yang harus sesuai, cara membersihkan inhaler
juga harus tepat. Caranya yakni lepaskan tabung logam dari corong plastik
berbentuk L terlebih dulu, lalu bilas hanya corong dan tutupnya dengan air
hangat, kemudian biarkan inhaler mengering di udara selama sehari semalam.
Di pagi harinya, masukkan tabung kembali ke dalam dan pasang tutupnya. Hal
yang perlu digarisbawahi ialah jangan bilas bagian lainnya!
Jangan lupa untuk mengeccek inhaler yang dimiliki, pastikan mengganti
inhaler sebelum dosis yang ada didalamnya habis. Simpan inhaler pada suhu
kamar agar inhaler tersebut dapat berfungsi dengan baik sebab obat berada di
bawah tekanan. Oleh sebab itu, jaga inhaler hindarkan dari cuaca yang terlalu
dingin ataupun terlalu panas.
8.
9. Terapi non farmakologi
1. Menghindari faktor pencetus
Hal yang paling mungkin dilakukan penderita asma dalam mengurangi gejala
asma adalah menghindari faktor pencetus yang dapat meningkatkan gejala
asma. Faktor pencetus ini dapat berupa makanan, obat-obatan, polusi, dan
sebagainya (GINA, 2006).
2. Pola hidup sehat
Pola hidup sehat sangat dianjurkan dan sangat membantu dalam pengendalian
penyakit asma. Dalam hal ini dapat dilakukan dengan pemenuhan nutrisi yang
memadai, menghindari stres, dan olahraga atau yang biasa disebut latihan fisik
teratur sesuai toleransi tubuh (Bull dan Price, 2007).
Antagonis Reseptor Leukotrien
A. Zafirlukast
� Mekanisme Kerja
Zafirlukast adalah antagonis reseptor leukotrien D4 dan E4 yang selektif dan
kompetitif, komponen anafilaksis reaksi lambat (SRSA - slow-reacting
substances of anaphylaxis). Produksi leukotrien dan okupasi reseptor
berhubungan dengan edema saluran pernapasan, konstriksi otot polos dan
perubahan aktifitas selular yang berhubungan dengan proses inflamasi, yang
menimbulkan tanda dan gejala asma.

� Indikasi
Profilaksis dan perawatan asma kronik pada dewasa dan anak di atas 5 tahun.
� Dosis dan Cara Penggunaan
Dewasa dan anak > 12 tahun : 20 mg, dua kali sehari
Anak 5 – 11 tahun : 10 mg, dua kali sehari.
Oleh karena makanan menurunkan bioavailabilitas zafirlukast, penggunaannya
sekurang-kurangnya satu jam sebelum makan atau 2 jam setelah makan.
� Efek Samping
Efek samping terjadi pada 3% pasien seperti sakit kepala, mual dan infeksi.
� Kontra Indikasi
Hipersensitif terhadap komponen sediaan.
� Peringatan
Serangan asma akut : zafirlukast tidak diindikasikan untuk penggunaan
kekambuhan bronkospasma pada serangan asma akut, termasuk status
asmatikus. Teruskan penggunaan zafirlukast selama terjadi keparahan asma
akut.
Infeksi : terjadi peningkatan infeksi pada pasien lebih dari 55 tahun yang
menggunakan zafirlukast dibandingkan pada pasien yang menggunakan
plasebo.
Reaksi Hipersensitifitas : reaksi hipersensitifitas, seperti urtikaria, angiodema
dan ruam dengan atau tanpa berair.
Gangguan fungsi hati : klirens zafirlukast menurun pada pasien yang
mengalami kerusakan fungsi hati.

Pasien lanjut usia : klirens zafirlukast menurun pada pasien lanjut usia > 65
tahun, konsentrasi plasma maksimum (Cmax) dan area bawah kurva (AUC)
dua kali lipat dibandingkan pasien lebih muda. Kehamilan : kategori B
Ibu Menyusui : Zafirlukast diekskresikan pada air susu.
Anak-anak : keamanan dan efektifitas zafirlukast pada pasien kurang dari 5
tahun tidak diketahui.
Terapi farmakologi
1. Antihistamin
Antihistamin tidak digunakan sebagai obat utama untuk mengobati asma,
biasanya hanya diberikan pada pasien yang mempunyai riwayat penyakit
atopik seperti rhinitis alergi. Pemberian antihistamin selama tiga bulan pada
sebagian penderita asma dengan dasar alergi dapat mengurangi gejala asma
(Sundaru, 2002).
2. Antibiotik
Antibiotik hanya diberikan jika serangan asma dicetuskan atau disertai oleh
rangsangan infeksi saluran pernafasan, yang ditandai dengan suhu yang
meninggi. Pemakaian antibiotika tanpa didasari bukti infeksi dapat
menyebabkan meningkatnya insiden resistensi maupun potensi reaksi obat
berlawanan. Antibiotika hanya boleh digunakan untuk pasien yang memiliki
bukti presumtif adanya infeksi misalnya demam, neutrofilia dalam darah, dan
sputum (Sundaru, 2002).
3. Obat Batuk
Batuk adalah suatu refleks pertahanan tubuh untuk mengeluarkan benda asing
dari saluran nafas. Batuk juga melindungi paru dari aspirasi yaitu masuknya
benda asing dari saluran cerna atau saluran nafas bagian atas. Batuk
merupakan salah satu gejala asma dan batuk terjadi karena adanya dahak yang
merangsang saluran nafas. Pada penderita asma produksi dahak berlebihan dan
dahak akan berkurang bila asmanya membaik (MIMS, 2012).
4. Mukolitik dan Ekspektoran
Mukolitik merupakan obat yang dipakai untuk mengencerkan mukus yang
kental, sehingga mudah dieskpektorasi. Mekanisme kerjanya yaitu dengan
cara membuka ikatan gugus sulfidril pada mukoprotein sehingga menurunkan
viskositas mukus. Sedangkan, ekspektoran bekerja dengan cara merangsang
ekresi cairan saluran nafas yang mempermudah perpindahan dahak dan
ekspektorasinya. Tujuan pemberian mukolitik dan ekspektoran ialah agar
penderita asma dapat dengan mudah mengeluarkan dahak (MIMS, 2012).
1. Simpatomimetik
Mekanisme Kerja Kerja farmakologi dari kelompok simpatomimetik ini
adalah sebagai berikut : 1. Stimulasi reseptor α adrenergik yang
mengakibatkan terjadinya vasokonstriksi, dekongestan nasal dan peningkatan
tekanan darah.
2. Stimulasi reseptor β1 adrenergik sehingga terjadi peningkatan kontraktilitas
dan irama jantung.
3. Stimulasi reseptor β2 yang menyebabkan bronkodilatasi, peningkatan
klirens mukosiliari, stabilisasi sel mast dan menstimulasi otot skelet.
2. Xantin
Mekanisme Kerja Metilxantin (teofilin, garamnya yang mudah larut dan
turunannya) akan merelaksasi secara langsung otot polos bronki dan pembuluh
darah pulmonal, merangsang SSP, menginduksi diuresis, meningkatkan
sekresi asam lambung, menurunkan tekanan sfinkter esofageal bawah dan
menghambat kontraksi uterus.
3. Antikolinergik
A. Ipratropium Bromida
Mekanisme Kerja Ipratropium untuk inhalasi oral adalah suatu antikolinergik
(parasimpatolitik) yang akan menghambat refleks vagal dengan cara
mengantagonis kerja asetilkolin.
B. Tiotropium Bromida
Mekanisme Kerja Tiotropium adalah obat muskarinik kerja diperlama yang
biasanya digunakan sebagai antikolinergik

4. Kromolin Sodium dan Nedokromil


A. Kromolin Natrium
Mekanisme Kerja Kromolin merupakan obat antiinflamasi. Kromolin tidak
mempunyai aktifitas intrinsik bronkodilator, antikolinergik, vasokonstriktor
atau aktivitas glukokortikoid
B. Nedokromil Natrium
Mekanisme Kerja Nedokromil merupakan anti-inflamasi inhalasi untuk
pencegahan asma.
5. Kortikosteroid
Mekanisme Kerja Obat-obat ini merupakan steroid adrenokortikal steroid
sintetik dengan cara kerja dan efek yang sama dengan glukokortikoid.
Glukokortikoid dapat menurunkan jumlah dan aktivitas dari sel yang
terinflamasi dan meningkatkan efek obat beta adrenergik dengan
memproduksi AMP siklik, inhibisi mekanisme bronkokonstriktor, atau
merelaksasi otot polos secara langsung.
10. Salbutamol peroral akan mengalami efek lintas pertama (first pass metabolism
atau first pass effect), yaitu metabolisme presistemik atau fenomena
metabolisme obat di mana konsentrasi obat berkurang secara besar sebelum
mencapai sirkulasi sistemik. Konsentrasi obat yang hilang selama absorpsi ini
terutama karena pengaruh dinding usus dan hepar. Setelah dikonsumsi, obat
diserap oleh sistem pencernaan dan memasuki sistem portal hepatika.
Kemudian dibawa ke vena portal di hepar sebelum disebarkan ke seluruh
tubuh. Metabolisme obat dalam organ hepar kadang menyebabkan hanya
sejumlah kecil bentuk aktif yang didistribusikan ke seluruh sistem peredaran
darah. Efek lintas pertama melalui hepar ini sangat mengurangi
bioavailabilitas obat. Penggunaan salbutamol sediaan oral berdasarkan
berbagai penelitian sudah tidak dianjurkan, karena onset of action yang lambat
(30‒60 menit), relatif tidak efektif, serta insidensi efek samping seperti
gangguan tidur yang cukup tinggi.
11. Penyebab awal terjadinya inflamasi saluran pernapasan pada penderita asma
belum diketahui mekanismenya (Soedarto, 2012).Terdapat berbagai keadaan
yang memicu terjadinya serangan asma, diantara lain:
1) Kegiatan fisik (exercise)
2) Kontak dengan alergen dan irritan
Allergen dapat disebabkan oleh berbagai bahan yangada di sekitar penderita
asma seperti misalnya kulit, rambut, dansayap hewan. Selain itu debu rumah
yang mengandung tungaudebu rumah (house dust mites) juga dapat
menyebabkan alergi.Hewan seperti lipas (cockroaches, kecoa) dapat menjadi
pemicutimbulnya alergi bagi penderita asma. Irritans atau iritasi pada
penderita asma dapatdisebabkan oleh berbagai hal seperti asap rokok, polusi
udara.Faktor lingkungan seperti udara dingin atau perubahan cuaca juga dapat
menyebabkan iritasi. Bau-bauan yang menyengat dari cat atau masakan dapat
menjadi penyebab iritasi. Selain itu, ekspresi emosi yang berlebihan
(menangis, tertawa) dan stress juga dapat memicu iritasi pada penderita asma.
3) Akibat terjadinya infeksi virus
4) Penyebab lainnya. Berbagai penyebab dapat memicu terjadinya asma yaitu:
a) Obat-obatan (aspirin, beta-blockers)
b) Sulfite (buah kering wine)
c) Gastroesophageal reflux disease, menyebabkan terjadinya
rasa terbakar pada lambung (pyrosis, heart burn) yang
memperberat gejala serangan asma terutama yang terjadi
pada malam hari
d) Bahan kimia dan debu di tempat kerja
e) Infeksi
c. Gejala Klinis Asma
Tanda dan gejala yang muncul yaitu hipoventilasi, dyspnea,wheezing, pusing-
pusing, sakit kepala, nausea, peningkatan nafaspendek, kecemasan,
diaphoresis, dan kelelahan. Hiperventilasi adalahsalah satu gejala awal dari
asma. Kemudian sesak nafas parah dengan ekspirasi memanjang disertai
wheezing (di apeks dan hilus). Gejala utama yang sering muncul adalah
dipsnea, batuk dan mengi. Mengi sering dianggap sebagai salah satu gejala
yang harus ada bila
serangan asma muncul Etiologi Asma Berdasarkan penyebabnya, asma
bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi dua tipe yaitu:
a. Faktor Predisposisi
Genetik dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun
belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita
dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat yang juga
menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita
sangat mudah terkena penyakit asma bronkial jika terpapar dengan
faktor pencetus. Selain itu hipersensitivitas saluran pernapasan juga
bisa diturunkan.
b. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi adalah faktor-faktor yang dapat menjadi pencetus
terjadinya kecemasan (Stuart, 2007). Faktor pencetus tersebut adalah :
1. Ancaman terhadap integritas seseorang yang meliputi
ketidakmampuan fisiologis atau menurunnya kemampuan untuk
melakukan aktivitas hidupsehari-hari.
2. Ancaman terhadap sistem diri seseorang dapat membahayakan
identitas harga diri dan fungsi sosial yang terintegrasi dari seseorang.
12. a) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada asthma digunakan untuk menyingkirkan
diagnosis banding, komorbiditas, dan menentukkan tingkat keparahan
penyakit.
b) Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak seluruhnya harus dilakukan rutin namun
dipertimbangkan untuk dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis banding
lainnya. Pemeriksaan dan temuan dari hasil laboratorium antara lain:
1. Pemeriksaan darah lengkap: ditemukan hitung jenis eosinofil lebih dari
4%, namun kurang dari 4% tidak menyingkirkan diagnosis asthma
2. Pewarnaan sputum: dijumpai eosinophil
3. Serum IgE, lebih dari 100 IU menandakan suatu kondisi alergi
4. Analisis gas darah arteri (AGDA), pada asthma berat dapat ditemukan
hipoksemia atau hiperkarbia. AGDA sebaiknya dilakukan pada pasien yang
saturasi oksigen nya tidak mencapai 90% walau sudah dilakukan tatalaksana
awal.
5. Pemeriksaan dengan pulse oximeter untuk menilai saturasi oksigen dan
klasifikasi beratnya serangan asthma

Berdasarkan gejala klinis dan keluhan penderita, diagnosis asma dapat


ditegakkan. Riwayat adanya asma dalam keluarga dan adanya benda-benda yang
dapat memicu terjadinya reaksi asma penderita memperkuat dugaan penyakit asma.
Pemeriksaan spinometri hanya dapat dilakukan pada penderita berumur di atas 5
tahun. Jika pemeriksaan spinometri hasilnya baik, perlu dilakukan beberapa
pemeriksaan untuk menetapkan penyebab asma, yaitu: (Soedarto, 2012)

1) Uji alergi untuk menentukan bahan alergen pemicu asma

2) Pemeriksaan pernapasan dengan peak flow meter setiap hari selama 1-2 minggu

3) Uji fungsi pernapasan waktu melakukan kegiatan fisik

4) Pemeriksaan untuk mengetahui adanya gastroesophageal reflux disease

5) Pemeriksaan untuk mengetahui adanya penyakit sinus

6) Pemeriksaan Sinar-X thorax dan elektrokardiogram untuk menemukan penyakit


paru, jantung, atau adanya benda asing pada jalan napas penderita

 Step 5 : Learning Outcome


1. Jelaskan perbedaan MDI, DPI dan Nebulizer!
2. Factor fisiologis apa saja yang mempengaruhi pada efektivitas obat melalui
inhlasi?
3. Usaha untuk meningkatkan bioavabilitas
4. Indeks terapi pada salbutamol
5. Anatomi dan fisiologi dari paru-paru
6. Bagaimana secara teknologi penghantaran obat oral dan sifatnya topical
7. Bagaimana mekanisme kerja dari obat asma dan patopisiologi penyakit asma
 Step 6 : Belajar Mandiri
 Step 7 : Laporan Hasil Belajar Mandiri
1. Metered-dose inhaler (MDI)
a. Dapat menggunakan spacer
b. Energi yang dibutuhkan berdasarkan dari propilen
c. Memerlukan kordinasi yang pas antara mengirup dan menekan obat
d. Terjadi penurunan dosis pada keadaan dingin
e. Memerlukan persiapan
khusus seperti pengocokan dan penyemprotan aerosol sebelum digunakan

Dry-powder inhaler (DPI)


a. DPI tidak mengandung propelan sehingga tertinggalnya obat di orofaringeal
lebih kecil.
b. Energi yang dibutuhkan berasal dari kekuatan pasien dalam menarik nafas
c. Tidak memerlukan bantuan spacer untuk mempermudah penggunaan
d. Membutuhkan aliran inspirasi yang lebih tinggi
e. Tidak dapat digunakan untuk pasien usia <5 tahun

Nebulizer
a. Alat berupa mesin yang mengubah obat asma bentuk cair menjadi uap
b. Penghirupan obat menggunakan masker
c. Mengeluarkan suara yang berisik
d. Memerlukan sumber daya listrik
e. Harga relatif lebih mahal sebelum digunakan

Inhaler dosis tertukar / matered dose inhaler (MDI)


Merupakan cara inhalasi yang memerlukan teknik inhalasi tertentu agar sejumlah
dosis obat mencapai saluran respiraton.MDI mengandung chlofofluorocarbons
(CFC) dan mungkin freon/asrchon).kecepatan aerosol rata-rata 30ml/detik atau
100km/jam.keuntungan MDI adalah dosis obat lebih kecil.efek samping hampir
tidak ada,kerja cepat tidak tergantung absorbansi dan tidak mengiritasi
lambung.kerugian nya adalah teknik harus benar dan perlu koordinasi cermat.

Inhaler Serbuk Kering atau Dry Powder Inhaler (DPI)


Jenis inhaler bubuk kering yang sering digunakan di Indonesia
adalah Diskus, Turbuhaler, dan Handihaler. Obat dihirup saat menarik napas,
tidak diperlukan koordinasi tangan dan tarikan napas. Tidak menggunakan
propelan sehingga pasien harus dapat menarik napas dengan kuat (Dept.
Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi FKUI, 2009).

. Nebulizer
Nebulizer menghasilkan aerosol dengan meniup udara atau oksigen melalui
sebuah solusi untuk menghasilkan tetesan 5μm atau kurang dalam ukuran.
Nebulizer memerlukan koordinasi sedikit dari pasien sebagai obat yang dihirup
melalui masker atau corong menggunakan pernapasan normal. Hanya sekitar 13%
dari dosis yang digunakan disimpan dalam paru-paru, tetapi karena dosis yang
digunakan lebih tinggi daripada yang digunakan dalam perangkat aerosol lainnya,
pasien akan menerima 10-20 kali dosis yang diterima dari MDI (Gibs and Small,
2003).

1) MDI (Metered Dose Inhaler) Obat dalam MDI dilarutkan dalam cairan
pendorong (propelan), biasa digunakan khlorofluorokarbon. Propelan mempunyai
tekanan uap tinggi sehingga di dalam tabung (canister) tetap bentuk cairan. Perlu
koordinasi antara penekanan canister dan inspirasi nafas pada pemakaian inhaler.

2) DPI (Dry Powder inhaler) Inhaler jenis ini tidak mengandung propelan,
sehingga mempunyai kelebihan dibandingkan dengan MDI. Penggunaan obat
serbuk kering pada DPI memerlukan inspirasi yang cukup kuat. Pada anak kecil
hal ini sulit dilakukan mengingat inspirasi kuat belum dapat dilakukan, sehingga
deposisi obat dalam sistem respiratori berkurang. Pada anak yang lebih besar,
penggunaan obat serbuk ini dapat lebih mudah, karena kurang memerlukan
koordinasi dibandingkan dengan MDI. Dengan cara ini, deposisi obat di dalam
paru lebih besar dan lebih konstans dibandingkan dengan MDI tanpa spacer,
sehingga diberikan pada anak berusia >5 tahun.

3) Nebuliser Alat nebulizer dapat mengubah obat yang berbentuk larutan menjadi
aerosol secara terus menerus dengan tenaga yang berasal dari udara yang
dipadatkan atau gelombang ultrasonic. Aerosol yang berbentuk diisap penderita
melalui mouth piece atau sungkup. Dengan nebulizer dihasilkan partikel aerosol
berukuran antara 2-5 u. pada orang normal saat istirahat pengendapan aerosol
dalam paru terjadi sebanyak 30-60% dosis yang diberikan.
2. FAKTOR FISIOLOGIK YANG BERPERAN PENYERAPAN OBAT
INHALASI

A. Daerah konduksi
a. Hidung menjamin proses pelembaban, penyaringan, dan penghirupan udara.
Pada

jalan masuk epitelnya tebal, berlapis-lapis dan mengandung kelenjar sebaceous


dan bulu-bulu yang keras. Pada pusat lubang terdapat epitel yang menyerupai
kanal bertumpuk, rambut getar (silia) dan sel-sel goblet. Struktur yang berbeda ini
sangat penting untuk pertahanan saluran napas : bulu dan epitel rambut getar
berfungsi menyaring partikel-partikel yang masuk ke dalam hidung sedangkan
mukosa akan menahan partikel-partikel tersebut melalui tumbukan atau
pengendapan sehingga alveolus selalu berada dalam keadaan steril.

b. Mulut merupakan jalur kedua yang digunakan untuk proses penghirupan.


Penghirupan melalui mulut mempunyai efek samping terutama bila udara
mengandung partikel, sebab di mulut tidak ada penyaringan partikel-partikel baik
secara tumbukan atau pengendapan.

c. Trakea terdiri dari 16 atau 20 cartilago hyaline, yang pada permukaannya


terdapat banyak sel kelenjar dan selanjutnya trakea bercabang dua menjadi
bronkus kanan dan kiri.

d. Bronkus tertutup oleh lapisan epitel yang terdiri dari :

1. Silia

Silia epitel berperan penting dalam pertahanan saluran napas dan silia tersebut
mengeluarkan getah bronkus dan cairan alveolar, secara keseluruhan sel epitel
menyerupai tangga berjalan atau permadani mukosilier yang berombak.

Dalam lubang hidung, aksi bulu getar akan menghasilkan gerakan dari depan
mundur ke belakang menuju pharynx pada trachea-bronchus, perpindahan dari
bronkus menuju pharynx terjadi secara spiral dan searah jarum jam. Gerakan silia
sangat peka terhadap suhu dan pH.

2. Getah bronkus

Pada subyek sehat, studi tentang getah bronkus relatif tidak


memungkinkan. Pada keadaan normal, setiap lapisan mukosa mengeluarkan 100
ml getah. Terdapat banyak factor (termasuk iritasi karena pengambilan cuplikan
pada endoskopi) yang dapat menyebabkan timbulnya hipersekresi bronkus

Hubungan antara faktor fisiologi dan faktor sediaan padat yang diberikan
melalui sediaan inhalasi yaitu ukuran partikel, pernapasan dan laju pengaliran
udara, jenis aliran, kelembapan, suhu dan tekanan. Efektivitas dari pengantaran
obat ke pulmonal juga bergantung pada pola nafas pasien. Seperti halnya, inspirasi
yang cepat tidak disarankan ketika menggunakan pressurized metered dose inhaler
(pMDI) dan nebulizer karena dapat membuat turbulensi aliran udara dan
kecepatan yang tinggi akan meningkatkan deposisi obat pada saluran nafas atas,
sementara inspirasi yang cepat dibutuhkan pada pemakaian dry powder inhaler
(DPI)

B. Daerah Pertukaran

Daerah pertukaran dimulai dari daerah transisi bronchiolus terminalis, dilanjutkan


dengan bronchiolus respiratorius dan kanal alveoli (ductulu alveolaris pediculi)
dan kantong alveolus (saccus alveolaris), yang bersama-sama membentuk satu
unit fungsional acinus (jamak acini), kemudian membentuk suatu lobulus.

Penyerapan zat aktif pada saluran napas secara nyata bertumpu pada
perlintasannya melalui sawar yang tebalnya 0.2-10 mikrometer, yang terdiri dari
3:

1. Sel penutup, (4-7 alveoli) yang terdiri atas 2 tipe:

• Sel-sel kecil atau pneumosit membranus ( sel tipe A atau sel I) yang merupakan
kelanjutan sitoplasma atau lapisan penutup permukaan alveoli.

• Sel-sel besar atau pneumosit granuler (sel B atau sel II) yang jumlahnya sedikit,
terletak diantara sel-sel kecil sitoplasma yang bersifat fosfolipida alam dan
merupakan pusat aktivitas enzimatik.

2. Anyaman kapiler sebagai kelanjutan dari iang alveoli dipenuhi oleh sel-sel
endotelial jointives.
3. Kerangka, terdiri dari bahan dasar dan berupa serabut kolagen atau membran
basal.

3. Bioavabilitas sediaan oral tergantung pada beberapa faktor termasuk kelarutan


dalam air, permeabilitas obat, tingkat disolusi, dan metabolisme jalur pertama.
Penyebab paling umum bioavailabilitas oral rendah dikaitkan dengan kelarutan
yang buruk dan permeabilitas rendah. Obat-obatan yang memiliki kelarutan
rendah akan lebih lambat diserap, menyebabkan rendahnya bioavabilitas obat
dalam tubuh. Bioavailabilitas dapat ditingkatkan dengan meningkatkan kelarutan
dan tingkat disolusi obat dalam cairan gastrointestinal.

• Dispersi solid
Dispersi solid merupakan teknik farmasi yang berguna untuk meningkatkan
kelarutan, penyerapan, dan efikasi terapeutik obat.
• Nanosuspensi
adalah sistem yang terdiri dari partikel obat berukuran nano yang distabilkan oleh
surfaktan untuk penggunaan oral, topikal, pemberian parenteral, dan pulmonal.
• Teknik Kriogenik
Teknik kriogenik telah dikembangkan untuk meningkatkan tingkat disolusi obat
dengan membuat partikel obat amorf berstruktur nano dengan tingkat porositas
tinggi pada kondisi tertentu.

Efektivitas terapi suatu obat tergantung pada bioavailabilitas dan kelarutan dari
molekul obat tersebut. Kelarutan merupakan salah satu parameter penting untuk
mendapatkan konsentrasi obat yang diperlukan di dalam sirkulasi sistemik agar
obat dapat memberikan efek farmakologi bagi tubuh (Al-sarraf et al., 2014).
Beberapa teknik peningkatan kelarutan yang dapat dilakukan yaitu pengurangan
ukuran partikel (mikronisasi, nanosuspensi), modifikasi sifat kristal (polimorf,
amorf, kokristalisasi), dispersi dalam pembawa (campuran eutetik, dispersi padat,
teknik kriogenik), pengubahan pH, penggunaan buffer, kompleksasi,
pembentukan garam (Savjani, et al., 2012).
• Pembentukan Garam
Metode yang paling mudah dan paling umum untuk dilakukan adalah obat yang
memiliki sifat asam atau basa diubah menjadi bentuk garamnya sehingga
kelarutannya dan laju disolusinya dapat meningkat seperti aspirin, teofilin dan
barbiturate.
• Hidrotrofi
Hidrotrofi adalah proses pelarutan, dimana penambahan sejumlah besar zat
terlarut kedua, zat hidrotomatik akan menghasilkan peningkatan kelarutan zat
terlarut. Agen hidrotropik adalah garam organik ionik, terdiri dari garam logam
alkali dari berbagai asam organic.
• Solid Lipid Nanopartikel
Solid lipid nanopartikel (SLN) adalah sistem pembawa obat koloid yang seperti
nanoemulsi, tetapi berbeda dalam sifat lipid dimana bagian lipid cair dari emulsi
digantikan oleh lipid padat pada suhu Farmaka Volume 15 Nomor 4 54 kamar
seperti gliserida atau lilin dengan titik lebur yang tinggi. Pengembangan teknologi
terhadap SLN sebagai teknologi partikel baru meningkat karena potensinya
sebagai sistem pembawa alternatif bagi pembawa koloid, seperti emulsi, liposom,
mikroorganisme polimer dan nanopartikel, serta memiliki kemungkinan untuk
digunakan pada berbagai rute pemberian

4. Beberapa obat asma diantaranya adalah Aminofillin danSalbutamol. Aminofillin


merupakan obat dengan indeks terapi sempit sehingga sedikit saja perubahan
kadar obat dalam plasma dapat menyebabkan terjadinya toksik. Jika pemberian
dosis Aminofillin tidak diberikan secara hati-hati maka dapat terjadi efek –efek
yang merugikan termasuk efek samping obat (ESO). Sehinggadiperlukan
pengamatan tentang timbulnya efek samping obat pada penggunaanAminofillin
untuk pasien asma. Ini berbeda dengan Salbutamol yang memiliki indeks terapi
lebih panjang dibandingkan Aminofilin. Pemberian Aminofilin dan Salbutamol
pada pasien asma, saling menguatkan efek masing-masing dalam merangsang
peningkatan aktivitas sel-sel simpatis tubuh dan berefek bronkodilator. Pemilihan
obat yang bersifat polifarmasi pada pasien, saling mempengaruhi satu sama lain
pada beberapa obat dan efek yang merugikan pada pasien masih bisa ditutupi
dengan efek terapisnya. Karena alasan tersebut maka diperlukan pengamatan
tentang timbulnya efek samping obat pada penggunaan Aminofillin dan atau
Salbutamol. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui karakteristik atau
profil penderita asma (usia, jenis kelamin, dan pekerjaan) di RS Paru
Jemberen_US

Efektifitas terapi eksaserbasi asma perlu pemantauan secara terus menerus, dan
salah satu parameter yang paling mudah adalah laju nafas, yang akan mengalami
peningkatan pada eksaserbasi asma. Laju nafas merupakan salah satu tanda vital
dalam pemeriksaan fisik saat eksaserbasi asma.
1.Peningkatan laju
nafas merupakan proses kompensasi paruparu supaya mendapatkan oksigen dalam
jumlah yang dibutuhkan.2,3 Peningkatan laju nafas menjadi salah satu indikator
kebutuhan perawatan darurat.4,5 Namun perubahan laju nafas juga dapat
disebabkan pengobatan asma seperti terapi asma dengan golongan
kortikosteroid,6
beta-2 agonis (salbutamol),7-9 atau metilsantin.
5. Sistem pernafasan memiliki berbagai fungsi penting bagi tubuh. Fungsi utamanya
adalah untuk menyediakan oksigen, mengeliminasi karbondioksida, regulasi pH,
untuk pembentukan suara dan pertahanan tubuh terhadap mikroba.Fungsi lain dari
sistem pernafasan adalah dapat mempengaruhi konsentrasi kimia arterial dengan
menghilangkan bahan tertentu dari kapiler paru dan memproduksi dan
menambahkan bahan lainnya ke dalam darah. Terdapat dua buah paru-paru yang
utamanya terdiri dari jutaan alveolus (kantong tipis berisi udara). Alveolus ini
merupakan tempat dari pertukaran gas antara paru-paru dan darah. Aliran udara
agar dapat sampai ke alveolus adalah melalui saluran nafas dan udara dapat
masuk/keluar paru karena adanya mekanisme inspirasi (perpindahan udara dari
lingkungan ke alveolus) dan ekspirasi (perpindahan udara kea rah sebaliknya).
Inspirasi dan ekspirasi ini disebut sebagai siklus respirasi
Paru-paru manusia terletak pada rongga dada, bentuk dari paru- paru adalah
berbentuk kerucut yang ujungnya berada di atas tulang iga pertama dan dasarnya
berada pada diafragma. Paru terbagi menjadi dua bagian yaitu, paru kanan dan
paru kiri. Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus sedangkan paru-paru kiri
mempunyai dua lobus. Setiap paru- paru terbagi lagi menjadi beberapa sub-
bagian, terdapat sekitar sepuluh unit terkecil yang disebut bronchopulmonary
segments. Paru-paru bagian kanan dan bagian kiri dipisahkan oleh sebuah ruang
yang disebut mediastinum (Evelyn, 2009).

Paru-paru manusia dibungkus oleh selaput tipis yang bernama pleura. Pleura
terbagi menjadi pleura viseralis dan pleura pariental. Pleura viseralis yaitu selaput
tipis yang langsung membungkus paru, sedangkan pleura parietal yaitu selaput
yang menempel pada rongga dada. Diantara kedua pleura terdapat rongga yang
disebut cavum pleura (Guyton, 2007).

FISIOLOGI

Menurut Guyton (2007) untuk melaksanakan fungsi tersebut, pernafasan dapat


dibagi menjadi empat mekanisme dasar, yaitu :
a. Ventilasi paru yang berfungsi untuk proses masuk dan keluarnya
udara antara alveoli dan atmosfer.
b. Difusi dari oksigen dan karbon dioksida antara alveoli dan darah.
c. Transport dari pasokan oksigen dan karbon dioksida dalam darah dan
cairan tubuh ke dan dari sel.
d. Pengaturan ventilais pada sistem pernapasan.
Pada waktu menarik nafas atau inspirasi maka otot-otot
pernapasan berkontraksi, tetapi pengeluaran udara pernafasan dalam proses yang
pasif. Ketika diafragma menutup, penarikan nafas melalui isi rongga dada kembali
memperbesar paru-paru dan dinding badan bergerak hingga diafragma dan tulang
dada menutup dan berada pada posisi semula (Evelyn, 2009).
Inspirasi merupakan proses aktif kontraksi otot-otot. Selama bernafas tenang,
tekanan intrapleura kira-kira 2,5 mmHg relatif lebih tinggi terhadap atmosfer.
Pada permulaan, inspirasi menurun sampai - 6mmHg dan paru-paru ditarik ke
posisi yang lebih mengembang dan tertanam dalam jalan udara sehingga menjadi
sedikit negatif dan udara mengalir ke dalam paru-paru. Pada akhir inspirasi, recoil
menarik dada kembali ke posisi ekspirasi dimana tekanan recoil paru-paru dan
dinding dada seimbang. Tekanan dalam jalan pernafasan seimbang menjadi
sedikit positif sehingga udara mengalir ke luar dari paru-paru (Algasaff, 2015)
Selama pernafasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat elastisitas
dinding dada dan paru-paru. Pada waktu otot interkostalis eksternus relaksasi,
dinding dada turun dan lengkung diafragma naik ke atas ke dalam rongga toraks,
menyebabkan volume toraks berkurang. Pengurangan volume toraks ini
meningkatkan tekanan intrapleura maupun tekanan intrapulmonal. Selisih tekanan
antara saluran udara dan atmosfir menjadi terbalik, sehingga udara mengalir
keluar dari paru-paru sampai udara dan tekanan atmosfir menjadi sama kembali
pada akhir ekspirasi (Miller et al, 2011).
Proses setelah ventilasi adalah difusi yaitu, perpindahan oksigen dari alveoli ke
dalam pembuluh darah dan berlaku sebaliknya untuk karbondioksida. Difusi dapat
terjadi dari daerah yang bertekanan tinggi ke tekanan rendah. Ada beberapa faktor
yang berpengaruh pada difusi gas dalam paru yaitu, faktor membran, faktor darah
dan faktor sirkulasi. Selanjutnya adalah proses transportasi, yaitu perpindahan gas
dari paru ke jaringan dan dari jaringan ke paru dengan bantuan aliran darah
(Guyton, 2007).
Anatomi paru-paru
Paru-paru manusia terletak pada rongga dada, bentuk dari paru- paru adalah
berbentuk kerucut yang ujungnya berada di atas tulang iga pertama dan dasarnya
berada pada diafragma. Paru terbagi menjadi dua yaitu bagian yaitu, paru kanan
dan paru kiri. Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus sedangkan paru-paru kiri
mempunyai dua lobus. Setiap paru- paru terbagi lagi menjadi beberapa sub-
bagian, terdapat sekitar sepuluh unit terkecil yang disebut bronchopulmonary
segments. Paru-paru bagian kanan dan bagian kiri dipisahkan oleh sebuah ruang
yang disebut mediastinum (Evelyn, 2009).
Paru-paru memiliki massa sekitar 1.180 gram. Terdapat sepasang paru-paru, yaitu
paru-paru kiri dan paru-paru kanan. Paru-paru kanan (massa 620 gram) lebih besar
daripada paru-paru kiri (massa 560 gram). Itu karena bagian bawah paru-paru kiri
sedikit melengkung mengikuti bentuk jantung. Paru-paru dibungkus oleh sebuah
selaput yang disebut pleura.
Bagian terpenting dari paru-paru adalah alveolus (tunggal: alveoli). Fungsi
alveolus adalah sebagai tempat terjadinya pertukaran udara dengan darah.
Disinilah udara yang masuk ke paru-paru bermuara dan udara yang keluar dari
paru-paru berasal. Terdapat sekitar 700 juta alveolus yang masing-masing
berdiameter sekitar 0,2 sampai 0,3 milimeter. Alveolus dikelilingi oleh pembuluh
darah. Pembuluh darah yang masuk ke alveolus disebut arteri pulmonalis dan
pembuluh darah yang keluar dari alveolus disebut vena pulmonalis.
Bagian penting lainnya adalah brokus dan bronkiolus. Bronkus membagi trakea
menjadi dua. Satu ke paru-paru kanan dan satunya ke paru-paru kiri. Bronkiolus
adalah percabangan dari bronkus dan bermuara ke alveolus. Bronkus dan
bronkiolus adalah semacam “pipa” yang berfungsi sebagai jalur keluar masuk
udara.
Dengan demikian, struktur paru-paru mirip seperti pohon terbalik dengan dua
cabang utama. Batang ibarat trakea, dua cabang utama ibarat bronkus, cabang-
cabang kecil lainnya ibarat bronkiolus, tangkai daun ibarat duktus alveolus,
sedangkan daun ibarat alveolus.

Fisiologi Paru
Paru-paru dan dinding dada mempunyai struktur yang elastis. Dalam keadaan
normal terdapat lapisan cairan tipis antara paru-paru dan dinding dada sehingga
paru-paru dengan mudah bergeser pada dinding dada karena memiliki struktur
yang elastis. Tekanan yang masuk pada ruangan antara paru-paru dan dinding
dada berada di bawah tekanan atmosfer (Guyton, 2007).
Fungsi utama dari paru-paru adalah untuk pertukaran gas antara darah dan
atmosfer. Pertukaran gas tersebut bertujuan untuk menyediakan oksigen bagi
jaringan dan mengeluarkan karbon dioksida. Kebutuhan oksigen dan karbon
dioksida terus berubah sesuai dengan tingkat aktivitas dan metabolisme seseorang,
akan tetapi pernafasan harus tetap dapat berjalan agar pasokan kandungan oksigen
dan karbon dioksida bisa normal (Jayanti, 2013).
6. Penghantaran nanopartikel dideskripsikan sebagai formulasi suatu partikel yang
terdispersi pada ukuran nanometer atau skala per seribu mikron. Batasan ukuran
partikel yang pasti untuk sistem ini masih terdapat perbedaan karena nanopartikel
pada sistem penghantaran obat berbeda dengan teknologi nanopartikel secara
umum.
Beberapa kelebihan nanopartikel adalah kemampuan untuk menembus ruang-
ruang antar sel yang hanya dapat ditembus oleh ukuran partikel koloidal (Buzea et
al., 2007), kemampuan untuk menembus dinding sel yang lebih tinggi, baik
melalui difusi maupun opsonifikasi, dan fleksibilitasnya untuk dikombinasi
dengan berbagai teknologi lain sehingga membuka potensi yang luas untuk
dikembangkan pada berbagai keperluan dan target. Kelebihan lain dari
nanopartikel adalah adanya peningkatan afinitas dari sistem karena peningkatan
luas permukaan kontak pada jumlah yang sama (Kawashima, 2000). Pembentukan
nanopartikel dapat dicapai dengan berbagai teknik yang sederhana. Nanopartikel
pada sediaan farmasi dapat berupa sistem obat dalam matriks seperti nanosfer dan
nanokapsul, nanoliposom, nanoemulsi, dan sebagai sistem yang dikombinasikan
dalam perancah (scaffold) dan penghantaran transdermal.
Kemampuan nanopartikel untuk meningkatkan ketersediaan hayati obat dengan
kelarutan yang rendah dalam sirkulasi sistemik telah banyak dibuktikan (Bhatia et
al., 2011; Wu et al., 2005). Kemampuan ini berlaku umum pada berbagai aplikasi
penghantaran (Gelperina et al., 2005): oral (Martien et al., 2006), intravena (Li et
al., 2009), pulmonar (Tonnis et al., 2012; Muttil et al., 2010), dan transdermal
(Ravichandran, 2009). Peningkatan jumlah obat dalam darah pada penghantaran
sistemik juga akan meningkatkan resiko munculnya efek samping maupun efek
balik, hingga pada resiko tercapainya batas kadar toksik (Poelstra et al., 2012).
Pada banyak kasus, peningkatan kadar obat dalam darah ini sangat diperlukan
bagi obat untuk dapat menimbulkan efek farmakologis. Oleh karena itu,
nanopartikel memberikan solusi yang baik karena dapat memberikan efek
farmakologis pada dosis yang lebih kecil (efisien) (Hu dan Li, 2011; Wu et al.,
2005). Kesesuaian bentuk sediaan naopartikel dengan jaringan target dan penyakit
diperlukan untuk memperoleh sistem yang dapat memberikan hasil terapi yang
optimal. Jaminan akan tercapainya tujuan terapi merupakan syarat mutlak yang
diperlukan untuk dapat memperkenalkan produk sistem penghantaran obat baru
yang dapat diandalkan.

Berdasarkan sistem dan rute admnistrasinya, sistem penghantran obat terbagi atas
beberapa macam yakni, gastroretentive drug delivery system, ophthalmic drug
delivery system, transdermal drug delivery system dan nanoparticle drug delivery
system, yang masing masing memiliki kelebihan dan kekurangan dalam
penggunaannya. sistem penghantaran nanopartikel berdasarkan jenisnya terbagi
atas beberapa macam yaitu dendrimer, micelles nanoparticle, polymeric
nanoparticle, metal nanoparticle, nanotube, solid lipid nanoparticle, nano
emulsion, liposom dan phytosome.

7. Metilxantin
Golongan bronkodilator kedua yang dipakai untuk asma adalah derivat
metilxantin yang mencakup teofillin, aminofillin dan kafein. Xantin juga
merangsang sistem syaraf pusat dan pernapasan, mendilatasi pembuluh pulmonar
dan koronaria dan menyebabkan diuresis. Karena efeknya terhadap respirasi dan
pembuluh pulmonar maka xantin dipakai untuk mengobati asma (Kee dan Hayes,
1996).
Obat golongan metilxantin bekerja dengan menghambat enzim fosfodiesterase
sehingga mencegah peruraian siklik AMP, sehingga kadar siklik AMP intrasel
meningkat. Hal ini akan merelaksasi otot polos bronkus dan mencegah pelepasan
mediator alergi seperti histamin dan leukotrien dari sel mast. Selain itu metilxantin
juga mengantagonis bronkokontriksi yang disebabkan oleh prostaglandin dan
memblok reseptor adenosin (Ikawati, 2006).
Teofilin banyak dijumpai dalam bentuk kompleks dengan etilendiamin yang
dinamakan aminofilin (Ikawati, 2006). Teofillin memiliki indeks terapeutik yang
rendah dan kadar terapeutik yang sempit yaitu dari 10 sampai 20 mikrogram/ ml.
Obat yang memiliki rentang terapi sempit antara dosis terapi dan dosis toksik
adalah obat yang sering terlibat dalam interaksi (Kee dan Hayes, 1996).
Obat golongan metilxantin memiliki efek pada sistem syaraf pusat dan stimulasi
jantung. Mereka meningkatkan curah jantung dan menurunkan tekanan pembuluh
vena sehingga menimbulkan berbagai reaksi samping yang tidak diinginkan.
Karena itu teofilin digolongkan sebagai obat ke tiga untuk terapi asma.

Patofisiologi terjadinya asma adalah karena adanya inflamasi kronik spesifik dari
mukosa saluran nafas bawah. Pengaktifan dari kaskade inflamasi menyebabkan
terjadinya infiltrasi sel eosinophil, neutrophil, sel mast, sel T, dan leukotrin ke
mukosa saluran nafas. Rekruitmen sel-sel tersebut akan memicu terbentuknya
mediator proinflamasi lainnya seperti histamine, prostaglandin, radikinin,
tromboksan, leukotriene, platelet activating factor, dll yang akan berpengaruh
terhadap berbagai target organ. Hal ini menyebabakan terjadinya peningkatan
permeabilitas vaskular yang menyebabkan edema dinding saluran nafas, infiltrasi
sel radang pada saluran nafas, dan peningkatan aktivitas sel pensekresi mukus.
Adanya peningkatan jumlah sel-sel inflamasi mengakibatkan hipersensitivitas
saluran nafas serta memicu remodeling saluran nafas.

Patofisiologi Asma
Mediator inflamasi secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan
serangan asma, melalui sel efektor sekunder seperti eosinofil, netrofil, platelet dan
limfosit, sel-sel inflamasi ini juga mengeluarkan mediator yang kuat seperti
lekotriens, tromboksan, PAF dan protein sitotoksikis yang memperkuat reaksi
asma. Keadaan ini menyebabkan inflamasi yang akhirnya menimbulkan
hipereaktivitas bronkus.

Anda mungkin juga menyukai