A. Antikolinergik
1. Mekanisme kerja, memblok reseptor muskarin dari saraf-saraf kolinergis
di otot polos bronchi, hingga aktivitas saraf adrenergis menjadi dopamin
dengan efek bronchodilatasi.
2. Obat dan Indikasi
Contoh: ipratropium, tiotropium, dan deptropin.
Indikasi: penggunaan terutama untuk terapi pemeliharaan HRB, tetapi juga
berguna untuk meniadakan serangan asma akut (melalui inhalasi dengan
efek pesat).
Ipratropium dan tiotropium : khusus digunakan sebagai inhalasi,
kerjanya lebih panjang daripada salbutamol. Kombinasinya dengan β2-
mimetika sering kali digunakan karena menghasilkan efek aditif.
Deptropin (brontin) : berdaya mengurangi HRB tetapi kerja
spasmolitisnya ringan, sehingga diperlukan dosis tinggi dengan resiko
efek samping ynag lebih tinggi pula.
3. Interaksi
Ipratropium dan tiotropium: Antimuskarinik: harus diperhatikan bila
digunakan bersamaan karena berpotensi untuk terjadinya interaksi.
Kombinasi albuterol dan inhaler ipratropium harus diperhatikan bila
digunakan bersamaan dengan obat golongan beta adrenergik yang lain
karena meningkatkan risiko efek samping pada kardiovaskular. Secara
teori, interaksi dengan alkaloid belladona dapat meningkatkan efek
antikolinergik; dengan Cisaprid dapat menghilangkan atau
menurunkan efikasi Cisaprid; dengan makanan, ada beberapa bentuk
sediaan mengandung soya lecithin. Jangan diberikan pada pasien yang
alergi terhadap soya lecithin atau kedelai atau kacang. Betelnut
kemungkinan dapat menurunkan efek antikolinergik.
4. Kontra Indikasi
Ipratropium dan tiotropium : hipersensitif pada ipratropium, atropin
(beserta derivatnya).
5. Efek samping obat
Ipratropium dan tiotropium: pusing, dispepsia, mual, ISK, dipsnea,
rinitis, reaksi anafilaksis, angioedema, bronkospasme, glaukoma,
hipersensitifitas, hipotensi, palpitasi, stomatitis, takikardi.
6. Monitoring efek samping obat
Ipratropium dan tiotropium:-
7. Cara penggunaan
Ipratropium dan tiotropium: mengocok inhaler, jika penggunaan
pertama maka semprotkan ke udara terlebih dahulu untuk memastikan
tidak tersumbat, kemudian tarik nafas keluarkan lagi, lalu letakkan
inhaler pada mulut, semprotkan dan tarik nafas. Tunggu sampai 30
detik dan buang nafas. Terakhir tutup lagi inhalernya dan berkumur-
kumur.
8. Monitoring efek terapi
Ipratropium dan tiotropium: teknik penggunaan inhaler yang tepat,
pengurangan gejala bronkospasme
9. Dosis/ aturan pakai
Ipratropium dan tiotropium: nebulization (anak ≤ 12 tahun: 500 mcg
(1 vial untuk 1 dosis) 3-4 kali sehari; oral inhalasi MDI (> 12 tahun: 2
inhalasi 4 kali sehari, sampai 12 inhalasi/hari).
B. Agonis β-2
1. Mekanisme kerja, melalui stimulasi reseptor β-2 yang banyak terdapat
di trachea (batang tenggorokan) dan bronchi, yang menyebabkan
aktivasi dari adenilsiklase. Enzim ini memperkuat pengubahan
adenosintrifosfat (ATP) yang kaya enersi menjadi cyclic-adenosine-
monophosphate (cAMP) dengan pembebasan enersi yang digunakan
untuk proses-proses dalam sel. Meningkatnya kadar cAMP di dalam
sel menghasilkan beberapa efek melalui enzim fosfokinase, antara lain
bronchodilatasi dan penghambatan pelepasan mediator oleh mastcell.
2. Obat dan indikasi
Contoh: sorth acting (salbutamol, terbutalin), long acting (salmeterol,
formoterol).
Indikasi: Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak,
peningkatan jumlah penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya
eksaserbasi. Sebagai obat pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk
tablet yang berefek panjang. Bentuk nebulizer dapat digunakan untuk
mengatasi eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka
panjang. Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi
eksaserbasi berat.
3. Interaksi, meningkatkan efek toksik (berinteraksi dengan obat-obat
Loop diuretik, sympathomimetics, diuretik thiazide); menurunkan efek
terapi (berinteraksi dengan obat-obat golongan β-Blocker, betahistine).
4. Kontra indikasi, hipersensitif pada komponen albuterol, salmeterol;
takiaritmia, risiko terjadi kegugurann pada trismester kedua.
5. Efek samping obat: palpitasi, takikardia, insomnia, angioedema,
urtikaria, hiperglikemia, diare, mulut kering, dispepsia, mual, muntah,
asma eksaserbasi, anafilaksis, reaksi alergi, ansietas, bronkospasme.
6. Monitoring efek samping obat: berhubungan dengan usia pasien, dosis,
rute pemberian.
7. Cara penggunaan: sama dengan inhaler
8. Monitoring efek terapi: FEV, peak flow, tes fungsi pulmonary
9. Dosis/ aturan pakai
Salmeterol (dewasa pemeliharaan: 50 mcg setiap 12 jam)
Terbutalin (2-3 kali sehari 2,5-5 mg, inhalasi 3-4 kali sehari 1-2
semprotan dari 250 mcg, maksimal 16 puff sehari)
Salbutamol (3-4 kali sehari 2-4 mg, inhalasi 3-4 kali sehari 2
semprotan dari 100 mcg, pada serangan akut 2 puff yang dapat
diulang sesudah 15 menit. Pada serangan hebat i.m atau s.c 250-
500 mcg, yang dapat diulang sesudah 4 jam).
C. Antiinflamasi (golongan kortikosteroid)
1. Mekanisme kerja: menghambat mekanisme kegiatan alergen yang
melalui IgE dapat menyebabkan degranulasi mastcells, juga
meningkatkan kepekaan reseptor β2 hingga efek β-mimetika diperkuat
2. Obat dan indikasi: prednison, prednisolon. Memiliki indikasi untuk
eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi intravena, berfungsi
menekan inflamasi yang terjadi.
3. Interaksi: meningkatkan efek toksik (digunakan bersamaan dengan
obat-obat golongan inhibitor asetil kolinesterase, amfoterisin B,
siklosporin, Loop diuretik, natalizumab, diuretik tiazide, warfarin,
agen antifungi), menurunkan efek terapi (digunakan bersamaan dengan
obat-obat golongan agen antidiabetik, isoniazid, antasida,
aminolgikosida, fenitoin, derivat rifampisin)
4. Kontara indikasi: hipersensitifitas terhadap komponen formulanya,
infeksi jamur sistemik, pada pasien yang diberikan vaksin dengan
dosis imunosupresif prednison
5. Efek samping obat: reaksi alergi, glaukoma, pankreatitis, toleransi
karbohidrat, eritema, urtikaria, kongestif gagal ginjal, vertigo
6. Monitoring efek samping obat: tekanan intraokular pada penggunaan >
6 minggu, formasi katarak
7. Cara penggunaan: oral dan injeksi intravena
8. Monitoring efek terapi: tanda dan gejala dari infeksi, dilakukan tes
HPA
9. Dosis/ aturan pakai: prednison (5-60 mg/ hari)
D. Kombinasi antikolinergik dan agonis β-2
1. Mekanisme kerja: memperkuat efek bronkodilatasi, karena keduanya
mempunyai tempat kerja yang berbeda. Memberikan pelepasan
ipratropium bromida dan salbutamol sulfat secara bersamaan dimana
efek aditif pada reseptor muskarinik dan adrenergik β-2 pada paru
menghasilkan bronkodilatasi yang lebih baik dari masing-masing obat
2. Obat dan indikasi:
Contoh obat: Combivent
Indikasi: pengobatan bronkospasme yang berhubungan dengan
penyakit penyumbatan paru kronis sedang sampai berta pada pasein
yang memerlukan lebih dari satu bronkodilator
3. Interaksi: pemberian bersama dengan derivat xantin, adrenergik β yang
lain dan antikolinergik mungkin memperberat efek samping
4. Kontra indikasi: hipertrofi obstruksi kardiomiopati, takiaritmia.
Hipersensitif terhadap salah satu komponen obat baik atropin ataupun
derivatnya
5. Efek samping obat: seperti pada agonis β-2
6. Monitoring efek samping obat: batuk, iritasi lokal dan jarang ditemui
adanya bronkokonstriksi
7. Cara penggunaan:arutan inhalasi combivent UDV dapat diberikan
melalui nebulizer yang sesuai atau “intermitten positif pressure
ventilator”
8. Monitoring efek terapi: berkurangnya sesak napas
9. Dosis/ aturan pakai: dewasa (1 vial dosis unit, diberikan dengan
nebulisasi dan inhalasi 3-4 kali sehari)
E. Terapi oksigen
1. Mekanisme kerja: memperbaiki hipoksemi dan mencegah keadaan
yang mengancam jiwa, dapat dilakukan di ruang gawat darurat, ruang
rawat atau di ICU. Sebaiknya dipertahankan Pao2 > 60 mmHg atau Sat
O2 > 90%.
2. Obat dan indikasi
Contoh: Oksigen
Indikasi: pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat penting
untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel
baik di otot maupun organ-organ lainnya.
Pao2 < 60 mmHg atau Sat O2 < 90%
Pao2 diantara 55-59 mmHg atau Sat O2 > 89% disertai Kor Pulmonal,
perubahan Pulmonal, Ht > 55% dan tanda-tanda gagal jantung kanan,
sleep apnea, penyakit paru lain.
3. Interaksi: merokok
4. Kontra indikasi
Pasien dengan gangguan jalan napas yang berat dan keluhan utama
dispnue, tapi PaO2 ≥ 60 mmHg dan tidak ada hipoksia kronik
Merokok saat diterapi, sebab meningkatkan risiko kebakaran
Pasien tidak menerima terapi adekuat
5. Efek samping obat: kerusakan paru-paru, kebocoran atau keluarnya
cairan dari telinga bagian dalam, kerusakan di bagian sinus, perubahan
penglihatan menyebabkan rabun jauh atau myopia dan keracunan
oksigen yang berakibat pada kegagalan pernapasan, cairan di paru-paru
atau kejang
6. Monitoring efek samping obat: evaluasi ketat hiperkapnia, gunakan
sungkup dengan kadar yang sudah ditentukan 24%, 28% atau 32%
7. Cara penggunaan
Alat bantu pemberian oksigen
Nasal kanul
Sungkup venturi
Sungkup rebreathing
Sungkup nonrebreathing
Pemilihan alat bantu ini disesuaikan dengan tujuan terapi oksigen
dan kondisi analisis gas darah pada waktu tersebut
8. Monitoring efek terapi : analisis gas darah atau pulse oksimetri
F. Antibiotik
Pemberian antibiotik bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan
sebagai first line yaitu:
1. Obat dan indikasi: Amoksisilin golongan penisilin, yang memiliki
indikasi sebagai infeksi saluran napas
2. Mekanisme kerja: menghambat sintesis dinding sel bakteri dengan
mengikat satu atau lebih pada ikatan penisilin protein (PBPs - protein
binding penisilin’s), sehingga menyebabkan penghambatan pada
tahapan akhir trans peptidase sintesis peptidoglikan dalam dinding sel
bakteri, akibatnya biosintesis dinding sel terhambat, dan sel bakteri
menjadi pecah (lisis).
3. Efek samping: mual, muntah, ruam, sakit kepala
4. Kontra indikasi: jangan menggunakan obat ini pada pasien yang
memiliki riwayat hipersensitif (alergi) pada amoksisilin dan antibiotik
betalaktam lainnya seperti penisilin dan sefalosporin
5. Cara penggunaan: per oral
6. Dosis: 500 mg setiap 8 jam. Minimal 10 hari dapat sampai 2 minggu
G. Mukolitik
Pemberian mukolitik terutama pada eksaserbasi akut karena akan
mempercepat perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik
dengan sputum yang viscous.
1. Obat dan Indikasi: Glycerylguaicolat, mengurangi produk sputum yang
tidak normal
2. Mekanisme kerja: mengencerkan dahak pada saluran nafas sehingga
mempermudah pengeluaran dahak
3. Efek samping: mual dan muntah
4. Kontra indikasi: hipersensitivitas terhadap produk guaifenesin
5. Cara penggunaan: per oral
6. Dosis: 200-400 mg setiap 4 jam, dosis maksimum 2400mg/ hari
H. Antitusif
1. Obat dan indikasi: dekstrometorfan HBr, yang memiliki indikasi
sebagai penekan batuk atau meredakan batuk
2. Mekanisme kerja: menekan pusat batuk di otak, meringankan batuk
kering
3. Efek samping: mengantuk, pusing, mual, muntah
4. Kontra indikasi: -
5. Cara penggunaan: per oral
6. Dosis: 10-20 mg, 3 kali sehari 1 tablet
I. Golongan xantin
Aminophylline
1. Contoh obat : aminophylline
2. Mekanisme kerja: aminophylline bekerja sebagai antispasmodik,
bronchodilator. Aminophyline didalam lambung akan terhidrolisa
menjadi teofilin, efek bronchodilator diperlihatkan dengan merealisasi
otot bronchial
3. Dosis: dewasa 100-200 mg, 3 kali sehari
4. Efek samping: iritasi saluran gastrointestinal, sakit kepala, mual,
muntah dan gugup, insomnia, palpitasi, takikardia, aritmia verticular
tachypnea
5. Kontra indikasi: hipersensitivitas terhadap teofilin dan ethylendiamine
Teofilin
1. Indikasi: obstruksi saluran napas reversibel, asma akut berat
2. Mekanisme kerja: teofilin merupakan turunan metilxantin yang
mempunyai efek antara lain merangsang susunan saraf pusat dan
melemaskan otot polos, terutama bronkus
3. Dosis: dewasa 3 kali sehari 1 kapsul/ 15 ml
4. Efek samping: susunan saraf pusat, seperti: sakit kepala, insomnia.
Kardiovaskuler, seperti: palpitasi, takikardia, aritmia ventrikuler.
Pernapasan, seperti: tachypnea, rash, hiperglikemia. Gastrointestinal,
seperti: mual, muntah, diare.
5. Kontra indikasi: hati-hati penggunaan pada pasien dengan penyakit
jantung, hipertensi, hipertiroid, ulkus lambung, epilepsi, lanjut usia.
J. Antioksidan
Pemberian antioksidan dapat mengurangi eksaserbasi dan
memperbaiki kualitas hidup.
1. Obat dan indikasi
Contoh obat: Asetylsistein
Indikasi: terapi hipersekresi mukus kental dan tebal pada saluran
pernapasan
2. Mekanisme kerja, mencairkan dahak yang liat dengan jalan
memutuskan jembatan disulfida, sehingga rantai panjang antara
mukoprotein-mukoprotein panjang terbuka dan lebih mudah
dikeluarkan melalui batuk
3. Dosis: nebulasi 1 ampul, 1-2 kali sehari selama 5-10 hari
4. Efek samping: pada penggunaan sistemik, menimbulkan reaksi
hipersensitif seperti urtikaria dan bronkospasme (jarang terjadi). Pada
penggunaan aerosol, iritasi nasofaringetal dan saluran cerna seperti
pilek (rinore), stomatitis, mual, muntah
5. Kontra indikasi: hipersensitif terhadap N-asetilsistein