definisi
Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel dan
elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan napas yang
menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-
batuk terutama malam dan atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi
jalan napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa
pengobatan (Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Asma Di Indonesia, 2003).
Patogenesis
Asma merupakan inflamasi kronik saluran napas. Berbagai sel inflamasi berperan terutama sel
mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag, neutrofil dan sel epitel. Faktor lingkungan dan berbagai
faktor lain berperan sebagai penyebab atau pencetus inflamasi saluran napas pada penderita
asma. Inflamasi terdapat pada berbagai derajat asma baik pada asma intermiten maupun asma
persisten. Inflamasi dapat ditemukan pada berbagai bentuk asma seperti asma alergik, asma
nonalergik, asma kerja dan asma yang dicetuskan aspirin.
Faktor Risiko
Risiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor pejamu (host factor) dan faktor
lingkungan. Faktor pejamu disini termasuk predisposisi genetik yang mempengaruhi untuk
berkembangnya asma, yaitu genetik asma, alergik (atopi) , hipereaktiviti bronkus, jenis kelamin
dan ras. Faktor lingkungan mempengaruhi individu dengan kecenderungan/ predisposisi asma
untuk berkembang menjadi asma, menyebabkan terjadinya eksaserbasi dan atau menyebabkan
gejala-gejala asma menetap. Termasuk dalam faktor lingkungan yaitu alergen, sensitisasi
lingkungan kerja, asap rokok, polusi udara, infeksi pernapasan (virus), diet, status sosioekonomi
dan besarnya keluarga. Interaksi faktor genetik/ pejamu dengan lingkungan dipikirkan melalui
kemungkinan :
pajanan lingkungan hanya meningkatkan risiko asma pada individu dengan genetik asma,
baik lingkungan maupun genetik masing-masing meningkatkan risiko penyakit asma.
Penatalaksanaan asma
Obat-obat yang digunakan dalam tata laksana asma antara lain teofilin, agonis adrenoseptor
beta-2 (3.1.2.1), bronkodilator antimuskarinik (3.1.3), kortikosteroid (3.2), kromoglikat dan
nedokromil, dan antagonis reseptor leukotrien (3.3).
Inhalasi Sediaan inhalasi diberikan langsung ke saluran napas, dosis yang digunakan lebih
kecil dari obat yang diberikan secara oral sehingga efek samping dapat dikurangi. Inhalasi
dosis terukur bertekanan merupakan metode pemberian yang efektif dan nyaman sebagai obat
asma. Spacer devices dapat memperbaiki penerimaan obat terutama pada penderita yang
mengalami kesulitan menggunakan inhalasi dosis terukur bertekanan dan anak-anak; spacer
juga mengurangi efek samping lokal yang tidak diinginkan akibat kortikosteroid inhalasi.
Juga tersedia breath actuated inhaler dan serbuk inhalasi.
Larutan untuk nebulisasi digunakan pada asma akut berat. Obat ini diberikan selama sekitar
10 menit dengan menggunakan nebuliser; nebulisasi di rumah sakit biasanya menggunakan
oksigen. Sedangkan kompresor elektrik sesuai untuk penggunaan di rumah. Oral Rute
pemberian oral digunakan untuk pasien yang tidak dapat menggunakan cara inhalasi. Efek
samping sistemik pada pemberian oral lebih sering muncul dibanding inhalasi. Obat yang
diberikan secara oral antara lain agonis adrenoseptor beta-2, kortikosteroid, teofilin dan
antagonis reseptor leukotrien.
Parenteral Injeksi agonis adrenoseptor beta-2, kortikosteroid, dan aminofilin digunakan
untuk asma akut berat jika pemberian nebulasi tidak memadai atau tidak sesuai. Jika pasien
dirawat di rumah, segera dibawa ke rumah sakit.
Tata laksana Asma Kronik pada Dewasa dan Anak, lihat Tabel 3.1.
Tata laksana Asma Akut Berat pada Dewasa dan Anak, lihat Tabel 3.2.
Kehamilan dan Menyusui Penting untuk diingat bahwa asma harus dikontrol dengan baik
selama kehamilan, supaya tidak mempengaruhi kehamilan, persalinan, atau janin. Obat asma
sebaiknya diberikan secara inhalasi untuk meminimalkan pajanan pada janin.
Eksaserbasi berat asma dapat berefek buruk pada kehamilan dan harus segera diobati dengan
pengobatan konvensional, termasuk kortikosteroid secara oral atau parenteral dan nebulisasi
agonis beta-2 selektif. Prednisolon merupakan kortikosteroid terpilih untuk pemberian oral
karena kadar prednisolon yang mencapai fetus sangat rendah. Oksigen segera diberikan untuk
menjaga saturasi agar oksigen arteri tetap di atas 95% dan mencegah hipoksia pada ibu dan
janin. Inhalasi teofilin dan prednisolon dapat digunakan seperti biasa pada masa menyusui.
Asma berat dapat berakibat fatal, dan harus segera diobati semaksimal mungkin. Keadaan ini
ditandai dengan dispnea persisten yang tidak dapat diatasi dengan bronkodilator, kelelahan,
nadi cepat (lebih dari 110/menit), dan puncak arus ekspirasi sangat rendah. Pada asma yang
semakin parah, bising napas mungkin tidak terdengar. Pasien- pasien seperti ini harus diberi
oksigen (bila tersedia) dan salbutamol atau terbutalin secara nebulisasi dan diikuti
kortikosteroid dosis tinggi-untuk dewasa prednisolon peroral 30-60 mg atau hidrokortison
injeksi intravena 200 mg (sebagai Na suksinat); untuk anak, prednisolon peroral 1-2 mg/kg
bb (1-4 tahun maksimal 20 mg, 5-15 tahun maksimal 40 mg) atau hidrokortison injeksi
intravena 100 mg; jika muntah, pemberian awal disarankan secara parenteral. Lihat Tabel 3.2
Tata laksana Asma Akut Berat pada Dewasa dan Anak.
Bila respon tidak begitu baik, perlu dipertimbangkan pemberian ipratropium nebulisasi (lihat
3.1.2). Sebagian besar pasien tidak memerlukan atau tidak mendapat manfaat dari
penambahan intravena aminofilin atau agonis beta-2, karena efek samping yang lebih besar
dibanding nebulisasi agonis beta-2. Pada pasien yang belum menerima teofilin, pemberian
aminofilin infus intravena lambat mungkin akan membantu.
Pengobatan selanjutnya untuk pasien seperti di atas lebih aman dilakukan di rumah sakit,
dimana peralatan resusitasi tersedia. Pengobatan tidak boleh ditunda dengan alasan untuk
penelitian, pasien tidak boleh diberi penenang dan kemungkinan adanya pneumotoraks perlu
dipertimbangkan.
Bila kondisi pasien memburuk walaupun pengobatan farmakologik telah diberikan, mungkin
diperlukan ventilasi tekanan positif secara intermiten.
Penyakit paru obstruksi kronik
Berhenti merokok mengurangi progresivitas penurunan fungsi paru pada penyakit paru
obstruksi kronis (PPOK, bronkhitis kronis atau emfisema). Infeksi menyebabkan komplikasi
penyakit paru obstruksi kronis dan dapat dicegah dengan vaksinasi (vaksin pneumonokokal
dan vaksin influenza).
Dosis tinggi kortikosteroid inhalasi atau kortikosteroid oral perlu dicobakan pada pasien
dengan obstruksi saluran napas derajat sedang untuk menjamin bahwa asma tidak diabaikan.
Penyakit paru obstruksi kronis dapat ditolong dengan inhalasi agonis beta-2 atau
bronkodilator antimuskarinik kerja pendek seperlunya.
Jika obstruksi saluran napas semakin parah, inhalasi bronkodilator antimuskarinik secara
reguler harus ditambahkan. Pada pasien yang tetap simtomatik atau yang mengalami dua kali
atau lebih eksaserbasi dalam setahun, perlu ditambahkan agonis beta-2 kerja panjang.
Teofilin dapat digunakan jika gejala masih ada setelah pemberian bronkodilator kerja pendek
atau agonis beta-2 kerja panjang atau bronkodilator antimuskarinik kerja panjang atau jika
pasien tidak dapat menggunakan terapi inhalasi.
Mukolitik dapat digunakan pada pasien dengan batuk produktif yang kronis.
Pada penyakit paru obstruksi kronis derajat sedang atau berat sebaiknya dicoba kombinasi
agonis beta-2 kerja panjang dan kortikosteroid inhalasi. Pengobatan kombinasi perlu
dihentikan jika setelah 4 minggu tidak ada perbaikan. Terapi oksigen jangka panjang
memperpanjang ketahanan hidup (survival) pada pasien penyakit paru obstruksi kronis berat
dan hipoksemia.
Pada eksaserbasi penyakit paru obstruksi kronis dapat digunakan nebulisasi bronkodilator
dengan penambahan oksigen jika diperlukan. Penggunaan kortikosteroid oral jangka pendek
perlu diberikan jika peningkatan gangguan bernapas mengganggu aktivitas sehari-hari. Terapi
antibakteri perlu diberikan jika sputum purulen atau jika ada tanda-tanda infeksi lain.
Croup
Croup ringan pada umumnya sembuh sendiri, tetapi kortikosteroid dosis tunggal (misalnya
deksametason oral 150 mcg/kg bb) secara oral bisa bermanfaat. Croup yang lebih parah (atau
croup ringan dengan komplikasi) sebaiknya dibawa ke rumah sakit, dan sebelumnya
diberikan dosis tunggal kortikosteroid (misalnya deksametason oral 150 mcg/kg bb). Pada
saat di rumah sakit, pemberian deksametason 150 mcg/kg bb secara oral atau injeksi atau
budesonid 2 mg secara nebulisasi akan mengurangi gejala, jika diperlukan dosis dapat
diulang setelah 12 jam. Pada croup berat yang tidak dapat diatasi dengan kortikosteroid, perlu
diberikan larutan adrenalin 1:1000 (1 mg/mL) dengan dosis 400 mcg/kg bb (maksimum 5
mg) dengan pemantauan yang ketat dan diulang setelah 30 menit jika perlu. Efek adrenalin
secara nebulisasi ini akan bertahan 2-3 jam dan pasien anak perlu dipantau dengan hati-hati
terhadap obstruksi berulang.
Tabel 3.1: TATA LAKSANA ASMA KRONIK PADA DEWASA DAN ANAK
Inhalasi agonis beta-2 kerja pendek Inhalasi agonis beta-2 kerja pendek
seperlunya seperlunya
ditambah ditambah
Sebagai alternatif
jika gejala telah
membaik, respirasi
dan nadi teratur dan
peak flow > 50%
dari nilai prediksi
atau nilai terbaik,
tingkatkan terapi
biasa dan lanjutkan
prednisolon paling
sedikit 5 hari
Tindak lanjut:
Tinjau perlunya
tindakan bedah
dalam 24 jam,
modifikasi terapi
sesuai dengan
petunjuk untuk
Tatalaksana asma
kronik
Anak
Anak di bawah 2
tahun: Beta-2
agonis kerja pendek
dari inhaler dosis
terukur melalui
spacer volume besar
(dengan masker
wajah pada anak
yang sangat kecil)
sampai 10 semprot
(1 semprot setiap
15-30 detik) dan
diulangi setiap 20-
30 menit jika perlu.
Jika respon kurang
baik atau terjadi
relaps antara 3-4
jam, bawa
secepatnya ke
rumah sakit untuk
penanganan lebih
lanjut
Anak di bawah 18
bulan: seringkali
memberikan respon
yang buruk terhadap
bronkodilator,
nebulasi beta-2
agonis terkait
dengan
bronkospasme
paradoksial dan
saturasi oksigen
transien yang
memburuk, respon
terhadap
prednisolon juga
kurang baik pada
anak pada usia ini.
Xantin
Teofilin adalah bronkodilator yang digunakan untuk asma dan untuk mengatasi penyakit paru
obstruksi kronik yang stabil, secara umum tidak efektif untuk eksaserbasi penyakit paru
obstruksi kronik. Teofilin mungkin menimbulkan efek aditif bila digunakan bersama agonis
beta-2 dosis kecil, kombinasi kedua obat tersebut dapat meningkatkan risiko terjadinya efek
samping, termasuk hipokalemia.
Teofilin dimetabolisme di hati, kadar teofilin dalam plasma bervariasi terutama pada
perokok, pasien dengan gangguan hati dan gagal jantung, atau jika diberikan bersama dengan
obat-obat tertentu. Kadar teofilin dalam plasma meningkat pada gagal jantung, sirosis, infeksi
virus, pada lanjut usia dan jika ada obat yang menghambat metabolisme teofilin. Kadar
teofilin dalam plasma menurun pada perokok, dan alkoholisme kronik dan oleh obat yang
menginduksi metabolismenya seperti fenitoin, karbamazepin, rifampisin, dan barbiturat.
Untuk interaksi teofilin lainnya, lihat Lampiran 1.
Perbedaan waktu paruh antar pasien sangat penting karena teofilin mempunyai rentang terapi
yang sempit, yaitu dosis toksiknya dekat dengan dosis terapinya. Pada kebanyakan pasien,
diperlukan kadar 10-20 mcg/mL dalam plasma untuk efek bronkodilasi yang memuaskan
walaupun pada kadar plasma 10 mcg/mL (atau kurang) mungkin sudah efektif. Efek samping
dapat timbul pada kadar 10- 20 mcg/mL, dan efek samping akan semakin sering dan semakin
berat pada kadar di atas 20 mcg/mL.
Teofilin dapat diberikan secara injeksi sebagai aminofilin, suatu campuran teofilin dengan
etilendiamin, yang 20 kali lebih larut dibanding teofilin sendiri. Injeksi aminofilin jarang
dibutuhkan untuk serangan asma berat. Aminofilin harus diberikan sebagai injeksi intravena
sangat lambat paling cepat (20 menit). Tidak dapat diberikan intramuskular karena sangat
iritatif. Pemantauan kadar teofilin dalam plasma akan membantu, dan perlu sekali jika pasien
telah mendapat teofilin peroral, karena efek samping serius seperti konvulsi dan aritmia dapat
terjadi sebelum munculnya gejala toksisitas yang lain.
Monografi:
AMINOFILIN
Indikasi:
Peringatan:
Interaksi:
lihat teofilin.
Efek Samping:
lihat teofilin. Alergi terhadap etilendiamin dapat menyebabkan urtikaria, eritema, dan
dermatitis eksfoliatif.
Dosis:
TEOFILIN
Indikasi:
Peringatan:
penyakit jantung, hipertensi, hipertiroidisme, tukak lambung, gangguan fungsi hati (kurangi
dosis, lihat Lampiran 2), epilepsi, kehamilan (lihat Lampiran 4), menyusui (lihat Lampiran
5), lansia, demam, hindari pada porfiria.
Interaksi:
takikardia, palpitasi, mual dan gangguan saluran cerna yang lain, sakit kepala, stimulasi
sistem saraf pusat, insomnia, aritmia, dan konvulsi terutama bila diberikan melalui injeksi
intravena cepat.
Dosis:
Anak: 6-12 tahun: 65-150 mg, kurang dari 1 tahun: 65-75 mg, 3-4 kali sehari sesudah makan.
Tablet lepas lambat: 1 tablet per hari tergantung respons masing-masing dan fungsi
pernafasan
Β2 agonis adrenergik
Agonis adrenoseptor beta-2 kerja pendek. Gejala asma ringan sampai sedang memberikan
respon yang cepat terhadap inhalasi adrenoseptor beta-2 selektif kerja pendek, seperti
salbutamol atau terbutalin. Jika inhalasi agonis beta-2 diperlukan lebih dari sekali sehari,
terapi profilaksis harus dipertimbangkan, menggunakan cara bertahap seperti tercantum pada
Tatalaksana Asma Kronik Tabel 3.1. Pengobatan reguler dengan agonis adrenoseptor beta-2
kerja pendek tidak memberikan manfaat klinis. Inhalasi agonis adrenoseptor beta-2 kerja
pendek sesaat sebelum kerja fisik mengurangi asma akibat kerja fisik. Akan tetapi, asma
akibat kerja fisik yang sering terjadi menunjukkan pengendalian yang buruk dan diperlukan
penilaian kembali pengobatan asmanya.
Agonis adrenoseptor beta-2 kerja panjang. Salmeterol dan formoterol adalah agonis
adrenoseptor beta-2 yang kerjanya lebih panjang, yang diberikan secara inhalasi.
Ditambahkan pada terapi kortikosteroid inhalasi yang reguler, salmeterol dan formoterol
berperan dalam pengendalian jangka panjang asma kronik efektif dan berguna untuk asma
nokturnal. Salmeterol tidak boleh dipakai untuk mengatasi serangan akut, karena mula
kerjanya lebih lambat dibanding salbutamol dan terbutalin. Formoterol digunakan untuk
terapi jangka pendek menghilangkan gejala dan untuk mencegah spasme bronkus akibat kerja
fisik dengan mula kerja yang sama cepatnya dengan salbutamol.
Inhalasi Inhalasi dosis terukur bertekanan merupakan metode pemberian yang efektif dan
nyaman untuk asma ringan sampai sedang. Spacer devices memperbaiki obat. Pada dosis
inhalasi yang dianjurkan, salbutamol, terbutalin, dan fenoterol mempunyai lama kerja 3-5
jam, sedangkan salmeterol dan formoterol sekitar 12 jam. Dosis, frekuensi, dan jumlah
inhalasi maksimal dalam 24 jam dari agonis beta-2 harus dijelaskan pada pasien. Pasien harus
diberitahu untuk mencari pertolongan medis jika dosis agonis beta-2 yang diberikan tidak
dapat mengatasi serangan seperti biasanya, karena hal ini biasanya menunjukkan
memburuknya asma, dan pasien mungkin memerlukan obat profilaksis seperti kortikosteroid
inhalasi (lihat Tabel 3.1: Tata laksana Asma Kronik).
Larutan salbutamol dan terbutalin untuk nebulisasi digunakan untuk pengobatan asma akut di
rumah sakit maupun di tempat praktek swasta. Pasien dengan serangan asma berat harus
mendapat oksigen selama nebulisasi, karena agonis adrenoseptor beta-2 dapat meningkatkan
hipoksemia arterial. Untuk penggunaan nebuliser pada penyakit paru obstruktif kronik
(PPOK), lihat 3.1.5. Dosis nebulisasi jauh lebih tinggi daripada inhalasi, sehingga pasien
harus diperingatkan bahayanya jika melebihi dosis yang diresepkan. Mereka harus mencari
pertolongan medik jika tidak memberikan respons terhadap dosis larutan nebulisasi yang
biasa (lihat juga pedoman pada 3.1.5).
Oral Sediaan oral agonis beta-2 tersedia untuk pasien yang tidak dapat menggunakan
inhalasi. Sediaan ini juga dapat digunakan pada pasien anak dan lansia, walaupun cara
inhalasi lebih efektif dengan efek samping yang lebih sedikit. Sediaan oral kerja lebih
panjang, seperti bambuterol, mungkin berguna pada asma nokturnal tetapi penggunaannya
terbatas, dan agonis adrenoseptor beta-2 kerja panjang inhalasi biasanya lebih disukai.
Parenteral Salbutamol atau terbutalin infus intravena diberikan untuk asma berat.
Penggunaan rutin agonis adrenoseptor beta-2 subkutan tidak direkomendasikan karena bukti
manfaatnya belum jelas, dan mungkin sulit untuk menghentikannya. Pasien yang diberi
injeksi agonis adrenoseptor beta-2 selektif untuk serangan berat perlu segera dirujuk ke
rumah sakit untuk pemantauan selanjutnya. Agonis beta–2 juga bisa diberikan secara injeksi
intramuskular.
Pasien anak. Agonis beta-2 selektif bermanfaat, sekalipun pada anak di bawah usia 18 bulan.
Paling efektif digunakan dengan cara inhalasi dosis terukur bertekanan; harus digunakan
dengan spacer device pada anak di bawah 5 tahun (cara penggunaannya perlu diawasi). Cara
pemberian oral dapat dilakukan, tetapi pemberian inhalasi lebih disukai. Pada serangan berat,
dianjurkan nebulisasi menggunakan agonis beta-2 selektif atau ipratropium.
Perhatian: Agonis adrenoseptor beta-2 harus digunakan dengan hati-hati pada keadaan
hipertiroidisme, penyakit kardiovaskular, aritmia, kepekaan terhadap perpanjangan interval
QT, dan hipertensi. Jika diperlukan dosis tinggi selama kehamilan, harus diberikan secara
inhalasi, karena penggunaan parenteral dapat mempengaruhi miometrium dan mungkin
menyebabkan masalah jantung (lihat Lampiran 4 Kehamilan dan Lampiran 5 Menyusui).
Agonis adrenoseptor beta-2 harus digunakan dengan hati-hati pada diabetes melitus, perlu
dilakukan pemantauan kadar glukosa darah (risiko ketoasidosis terutama pada penggunaan
secara intravena). Interaksi lihat lampiran 1.
Efek samping: Efek samping dari agonis adrenoseptor beta-2 termasuk tremor (terutama di
tangan), ketegangan, sakit kepala, kram otot, dan palpitasi. Efek samping lain termasuk
takikardi, aritmia, vasodilatasi perifer, gangguan tidur dan tingkah laku. Bronkospasme
paradoksikal, urtikaria, angiodema, hipotensi, dan kolaps juga telah dilaporkan. Agonis
adrenoseptor beta-2 menyebabkan hipokalemi pada dosis tinggi. Nyeri dapat terjadi pada
pemberian injeksi intramuskular.
Monografi:
asma dan kondisi lain yang berkaitan dengan obstruksi saluran napas yang reversibel.
Peringatan:
lihat keterangan di atas; gangguan fungsi ginjal (lihat Lampiran 3); gangguan fungsi hati
(hindari apabila berat); kehamilan.
Efek Samping:
Dosis:
20 mg 1 kali sehari pada malam hari bila pasien mempunyai riwayat toleransi terhadap
stimulan adrenoseptor beta-2; pasien lain, dosis awal 10 mg 1 kali sehari pada malam hari,
bila perlu dinaikkan sesudah 1-2 minggu menjadi 20 mg 1 kali sehari; tidak dianjurkan untuk
anak.
Keterangan:
BEKLOMETASON+FORMOTEROL FUMARAT
Indikasi:
asma yang tidak terkontrol dengan menggunakan kortikosteroid inhalasi dan (jika
diperlukan)bronkodilator agonis beta 2 kerja singkat; serta asma yang memiliki respon yang
baik terhadap pengobatan kortikosteroid dan bronkodilator kerja panjang.
Peringatan:
Interaksi:
beta bloker (termasuk sediaan tetes mata): mengurangi efek formoterol; golongan beta
adrenergik: meningkatkan efek formoterol; kuinidin, disopiramid, prokainamid, fenotiazin,
antihistamin, penghambat MAO, dan antidepresan trisiklik: meningkatkan perpanjangan
interval QT dan risiko aritmia ventrikel; L-dopa, L-tiroksin, oksitosin dan alkohol dapat
menurunkan toleransi jantung terhadap agonis beta 2; penghambat MAO termasuk
furazolidin dan prokarbazin: dapat menyebabkan kenaikan tekanan darah; anastesi
terhalogenasi: meningkatkan risiko aritmia; turunan xantin, steroid atau diuretik dapat
menyebabkan hipokalemi.
Kontraindikasi:
hipersensitivitas
Efek Samping:
Umum: faringitis, sakit kepala, disfonia (suara serak); Tidak umum: influenza, infeksi jamur
di rongga mulut, kandidiasis faring dan esofagus, kandidiasis vagina, gastroentritis, sinusitis,
granulositopenia, alergi dermatitis, hipokalemia, hiperglikemia, gelisah, tremor, pusing,
otosalpingitis, palpitasi, perpanjangan interval QT pada pemeriksaan EKG, perubahan dalam
EKG, takikardia, takiaritmia, hiperaremia, kulit kemerahan,rinitis, batuk, batuk berdahak,
iritasi tenggorokan, serangan asma, diare, mulut kering, dispepsia, disfagia, bibir terasa
terbakar, mual, gangguan rasa, pruritus, ruam , hiperhidrosis, kejang otot, mialgia,
peningkatan protein C-reaktif, peningkatan total platelet, peningkatan asam lemak bebas,
peningkatan insulin darah, peningkatan badan keton darah; Jarang terjadi: ekstrasistol
ventrikel, angina pektoris, paradoksikal bronkospasme, urtikaria, udema angioneurotik,
nefritis, peningkatan/penurunan tekanan darah; Sangat jarang: trombositopenia, reaksi
hipensensitivitas, supresi adrenal, perilaku abnormal, gangguan tidur, halusinasi, glaukoma,
katarak, fibrilasi atrial, dispnea, eksaserbasi asma, gangguan perkembangan pada anak-anak
dan remaja, udem perifer, penurunan kepadatan tulang.
Dosis:
Dewasa: 1-2 inhalasi dua kali sehari, dosis harian maksimum: 4 inhalasi.
FENOTEROL HIDROBROMIDA
Indikasi:
sebagai pengobatan gejala episode asma akut; sebagai profilaksis asma yang dipicu olahraga;
sebagai pengobatan gejala asma bronkhial dan kondisi lainnya dengan penyempitan jalan
napas yang reversibel seperti obstruksi bronkhitis kronis, pengobatan bersama.
Peringatan:
Efek Samping:
Dosis:
Episode asma akut: 1 vial unit dosis (0,5 mg fenoterol hidrobromida) pada banyak kasus
cukup untuk meringankan gejala. Pada kasus parah, jika serangan belum dapat diringankan
dengan satu vial unit dosis, maka 2 vial unit dosis mungkin diperlukan. Pada kasus ini, pasien
harus berkonsultasi dengan dokter atau mengunjungi rumah sakit terdekat sesegera mungkin.
Profilaksis asma yang dipicu olahraga: 1 vial unit dosis sampai dengan 4 kali sehari.
Asma bronkhial dan kondisi penyempitan saluran napas reversibel: jika diperlukan
pengulangan dosis, 1 vial unit dosis sampai dengan 4 kali sehari.
FORMOTEROL FUMARAT
Indikasi:
gejala obstruksi bronkus pada asma bila pengobatan dengan kortikosteroid tidak mencukupi.
Peringatan:
asma yang diterapi dengan stimulan adrenoseptor beta-2 yang menerima antiinflamasi
kortikosteroid, tiroksikosis, feokromositoma, obstruksi hipertropi kardiomiopati, stenosis
aortik subvalvular idiopati, hipertensi berat, aneurisme, gangguan kardiovaskula, penyakit
jantung iskemi, takiaritmia, gagal jantung berat, hiperkalemi, hiperglikemi pada pasien yang
menggunakan stimulan adrenoseptor beta-2, sirosis hati berat.
Kontraindikasi:
Efek Samping:
susunan saraf pusat: sakit kepala, gangguan tidur, agitasi, lemah; kardiovaskular: palpitasi,
takikardi; sistem pernapasan: spasme bronkus; muskuloskeletal: tremor, kram otot.
Dosis:
Inhalasi Serbuk, asma 4.5? mcg 1? aktuasi 1-2 kali sehari pagi atau malam. Ditambah hingga
18 mcg 2 kali sehari pada obstruksi saluran napas yang berat. Dosis maksimum 4 atau 8
aktuasi. Dosis pemeliharaan dapat ditingkatkan sesuai kebutuhan.
terapi asma terutama jika tidak sepenuhnya teratasi oleh inhalasi kortikosteroid dan masih
membutuhkan stimulan adrenoseptor beta-2 atau yang cukup terkontrol oleh kortikosteroid
dan stimulan adrenoseptor beta-2; Obstruksi paru kronis terapi simtomatis pada penderita
obstruksi paru kronis (FEV1<50% dari normal) dan risiko eksaserbasi berulang, pada pasien
yang mempunyai gejala yang mengikuti penggunaan bronkodilator kerja panjang.
Peringatan:
asma yang diterapi dengan stimulan adrenoseptor beta-2 yang menerima antiinflamasi
kortikosteroid, tiroksikosis, feokromositoma, obstruksi hipertropi kardiomiopati, stenosis
aortik subvalvular idiopati, hipertensi berat, aneurisme, gangguan kardiovaskular berat,
penyakit jantung iskemi, takiaritmia, gagal jantung berat, hiperkalemi, hiperglikemi pada
pasien yang menggunakan stimulan adrenoseptor beta-2, sirosis hati berat dan tuberkulosis
aktif atau diam; mungkin perlu mengembalikan terapi sistemik selama periode stress atau jika
jalan udara terganggu atau mukus menghalangi akses obat ke jalan udara yang lebih kecil.
Interaksi:
Kontraindikasi:
Efek Samping:
sakit kepala, agitasi, lemah, bingung, pusing, mual, gangguan tidur, palpitasi, takikardi;
tremor, kram; infeksi kandida pada oropharing, iritasi tenggorokan, batuk, serak, spasme
bronkus, urtikaria, pruritus.
Dosis:
Asma: Dewasa: 80/4,5 mcg 1-2 inhalasi 2 kali sehari atau 160/4,5 mcg 1-2 inhalasi 2 kali
sehari Anak (6 tahun keatas) dosis rendah untuk anak 6-11 tahun; secara teratur pasien harus
dinilai ulang oleh dokter untuk mendapatkan dosis inhaler yang optimal; obstruksi paru
kronis: Dewasa 2 inhalasi 2 kali sehari; pada lansia tidak memerlukan penyesuaian dosis.
SALBUTAMOL
Indikasi:
asma dan kondisi lain yang berkaitan dengan obstruksi saluran napas yang reversibel.
Peringatan:
Efek Samping:
Dosis:
Oral: 4 mg (lansia dan pasien yang sensitif dosis awal 2 mg) 3-4 kali sehari, dosis tunggal,
maksimal 8 mg. anak di bawah 2 tahun 200 mcg/kg bb 4 kali sehari, 2- 6 tahun 1-2 mg 3-4
kali sehari, 6-12 tahun 2 mg;
Injeksi subkutan atau intramuskular: 500 mcg diulang tiap 4 jam bila perlu;
Infus intravena: awal 5 mcg/menit, lalu disesuaikan dengan respons dan denyut jantung,
lazimnya antara 3-20 mcg/menit, atau lebih bila perlu;
Inhalasi aerosol: 100-200 mcg (1-2 hirupan). Untuk gejala yang persisten 3-4 kali sehari,
anak 100 mcg (1 hirupan) dapat dinaikkan menjadi 200 mcg (2 hirupan) bila perlu.
Profilaksis untuk bronkospasme akibat latihan fisik, 200 mcg (2 hirupan), anak 100 mcg (1
hirupan);
Inhalasi nebuliser: untuk bronkospasme kronis yang tidak memberikan respons terhadap
terapi konvensional dan untuk asma akut yang berat: Dewasa dan Anak di atas 18 bulan 2,5
mg, diberikan sampai 4 kali sehari, atau 5 kali bila perlu, tetapi perlu segera dipantau
hasilnya, karena mungkin diperlukan alternatif terapi lain. Kemanfaatan terapi ini untuk anak
kurang dari 18 bulan masih diragukan.
SALMETEROL
Indikasi:
obstruksi saluran napas reversibel (termasuk asma nokturnal dan asma karena latihan fisik)
pada pasien yang memerlukan terapi bronkodilator jangka lama, yang seharusnya juga
menjalani pengobatan dengan antiinflamasi inhalasi (misalnya kortikosteroid dan/atau
natrium kromoglikat) atau kortikosteroid oral. (Catatan: salmeterol tidak bisa untuk
mengatasi serangan akut dengan cepat, dan pengobatan kortikosteroid yang sedang berjalan
tidak boleh dikurangi dosisnya atau dihentikan).
Peringatan:
Dosis:
inhalasi: 50 mcg (2 hirupan) 2 kali sehari, hingga 100 mcg (4 hirupan) 2 kali sehari pada
obstruksi yang lebih berat. Untuk Anak di bawah 4 tahun tidak dianjurkan, anak di atas 4
tahun 50 mcg (2 hirupan) 2 kali sehari.
obstruksi saluran napas reversibel termasuk asma. Obstruksi Paru Kronis termasuk bronkritis
kronis dan emfisema.
Peringatan:
tidak untuk gejala asma akut, bronkodilator yang bekerja cepat dan singkat, tidak boleh
dihentikan secara mendadak, tuberkulosis paru, penyakit kardiovaskular berat (aritmia),
diabetes melitus, hipokalemi, tirotoksikosis, menyusui.
Interaksi:
Kontraindikasi:
Efek Samping:
lihat 3.1.2.1, juga suara serak dan kandidiasis di mulut atau tenggorokan, reaksi hipersensitif
pada kulit, jarang ditemukan udema wajah dan oropharingeal, mungkin menyebabkan efek
sistemik supresi adrenal, pertumbuhan terhambat pada anak-anak, menurunkan densitas
mineral pada tulang, katarak, glaukoma.
Dosis:
Obstruksi saluran nafas kronis: 12 tahun keatas: 2 inhalasi 25 mcg salbutamol dan 50 mcg
flutikason atau 2 inhalasi 25 mcg salbutamol dan 125 mcg flutikason atau 2 inhalasi 25 mcg
salbutamol dan 250 mcg flutikason; Obstruksi paru kronis: 2 inhalasi 25/125-25/250 dua kali
sehari; tidak perlu penyesuaian dosis pada lansia dan pasien dengan gangguan ginjal atau
hati.
TERBUTALIN SULFAT
Indikasi:
lihat Salbutamol.
Peringatan:
Efek Samping:
Dosis:
oral: 2,5 mg 3 kali sehari selama 1-2 minggu, kemudian dinaikkan menjadi 5 mg 3 kali
sehari. Anak: 75 mcg/kg bb 3 kali sehari, 7-15 tahun 2,5 mg 2-3 kali sehari;
Injeksi subkutan, intramuskular, atau injeksi intravena lambat: 250-500 mcg sampai 4 kali
sehari, Anak 2-15 tahun 10 mcg/kg bb sampai maksimal 300 mcg;
Infus intravena: dalam larutan yang mengandung 3-5 mcg/mL, 1,5-5 mcg/menit selama 8-10
jam.
Inhalasi aerosol: Dewasa dan Anak 250-500 mcg (1-2 hirupan), untuk gejala persisten
sampai 3-4 kali sehari;
Inhalasi serbuk: 500 mcg (1 inhalasi); untuk gejala persisten hingga 4 kali sehari.
Inhalasi nebuliser: 5-10 mg 2-4 kali sehari, dosis tambahan mungkin diperlukan untuk asma
akut yang berat. Anak di bawah 3 tahun 2 mg, 3-6 tahun 3 mg, 6-8 tahun 4 mg, lebih dari 8
tahun 5 mg, 2-4 kali sehari.
Antimuskarinik
Ipratropium dapat memberikan kelegaan jangka pendek pada asma kronik, tetapi agonis
adrenoseptor beta-2 kerja pendek bekerja lebih cepat dan lebih disukai. Nebulisasi
ipratropium dapat ditambahkan pada terapi standar lain pada asma yang mengancam jiwa
atau ketika asma akut gagal diatasi dengan terapi standar (lihat tabel 3.2. Tata laksana Asma
Akut Berat). Inhalasi ipatropium aerosol dapat digunakan untuk terapi jangka pendek pada
penyakit paru obstruktif kronik ringan pada pasien yang tidak menggunakan obat
antimuskarinik kerja panjang. Inhalasi ipatropium aerosol memberikan efek puncak 30-60
menit sesudah pemberian; lama kerjanya 3-6 jam, dan efek bronkodilasi dapat dipertahankan
dengan pemberian dosis 3 kali sehari.
Tiotropium merupakan bronkodilator antimus-karinik kerja panjang, efektif untuk
pengobatan penyakit paru obstruktif kronik, tidak cocok untuk mengatasi bronkospasme akut.
Efek samping: Efek samping bronkodilator antimuskarinik termasuk mulut kering, mual,
konstipasi, dan sakit kepala. Takikardi dan fibrilasi atrial juga pernah dilaporkan.
Monografi:
IPRATROPIUM BROMIDA
Indikasi:
bronkospasme yang berkaitan dengan pada pasien yang diterapi dengan ipratropium dan
salbutamol.
Peringatan:
glaukoma sudut dekat, nyeri mata, midriasis, meningkatnya tekanan intraokular, infark
miokardial, penyakit jantung iskemi, aritmia jantung, penyakit kardiovaskular atau jantung
organik berat, hipotiroid, feokromositoma, hipertropi prostat atau obstruksi kandung kemih,
hipokalemin, cystic fibrosis (ketidakteraturan motilitas saluran cerna), dispnea, anak. Pada
dosis tinggi: nokrosis jantung, lesi jantung, trimester pertama kehamilan.
Interaksi:
derivat xantin, stimulan adrenoseptor beta, antikolinergik, penghambat beta, beta adrenergik,
penghambat MOA, antidepresan trisiklik, inhalasi hidrokarbon halogenasi.
Kontraindikasi:
Efek Samping:
Dosis:
dewasa dan lansia: 1 dosis UDV 3-4 kali sehari. Penderita obstruksi paru kronis yang
memiliki kebiasaan merokok, dianjurkan konseling dengan dokter untuk menentukan dosis
dan kebiasaan merokok sebaiknya dihentikan jika tidak ada perbaikan pada obstruksi paru
kronis.
TIOTROPIUM BROMIDE
Indikasi:
terapi pemeliharaan obstruksi paru kronik termasuk bronchitis dan emfisema kronik dan
dispnea yang menyertainya.
Peringatan:
sebaiknya tidak digunakan untuk terapi awal pada bronkospasme akut, penderita glaukoma
sudut dekat, hiperplasia prostat, obstruksi leher kandung kemih, kehamilan dan menyusui.
Interaksi:
Kontraindikasi:
Efek Samping:
dehidrasi, pusing, sakit kepala, insomnia, penglihatan kabur, peningkatan tekanan intraokular,
glaukoma, takikardi, palpitasi, takikardi supraventikular, atrial fibrilasi, bronkospasme,
epistaksis, laringitis, faringitis, sinusitis, disfonia, batuk, obstruksi intestinal, stomatitis,
gingivitis, glositis, kandidiasis orofaringeal, refluks gastroesofagal, disfagia, konstipasi,
mulutkering, mual, karies gigi, reaksi hipersensitivitas, udema angioneurotik, urtikaria,
pruritus, kulit kering, ruam kulit, pembengkakan sendi, retensi urin, disuria.
Dosis:
dewasa (termasuk lansia), 1 kali sehari satu kapsul untuk inhalasi (22,5 mcg tiotropium
bromide setara dengan18 mcg tiotropium), tidak boleh ditelan, tidak boleh digunakan lebih
dari 1 kali sehari.
GLIKOPIRONIUM BROMIDA
Indikasi:
Peringatan:
tidak digunakan untuk terapi awal pada bronkospasme akut (terapi kedaruratan),
bronkospasme paradoksikal, glaukoma sudut sempit, retensi urin, gangguan ginjal berat,
penyakit jantung iskemik tidak stabil, kegagalan ventrikel kiri, riwayat infark miokard,
aritmia, riwayat perpanjangan interval QT, kehamilan dan menyusui, tidak boleh digunakan
pada anak dan remaja usia di bawah 18 tahun.
Interaksi: antikolinergik.
Kontraindikasi: hipersensitivitas.
Efek Samping: Umum: mulut kering, gastroenteritis, insomnia; Tidak umum: dispepsia, karies
gigi, nyeri pada lengan dan kaki, nyeri otot, tulang dan persendian dada, ruam, kongesti sinus,
batuk berdahak iritasi tenggorokan, epitaksis, rinitis, sistisis, hiperglikemia, retensi urin,
disuria, atrial fibrilasi, palpitasi, hipoastesia.
Dosis:
Kortikosteroid
Kortikosteroid digunakan untuk manajemen penyakit saluran napas yang reversibel dan tidak
ireversibel. Penggunaan kortikosteroid inhalasi selama 3-4 minggu dapat membantu
membedakan asma dari penyakit paru obstruktif kronik; perbaikan yang jelas dalam 3-4
minggu menunjukkan asma. Jika kortikosteroid inhalasi menyebabkan batuk, pemakaian
agonis beta-2 sebelumnya dapat membantu.
Asma Kortikosteroid efektif untuk asma, karena mengurangi inflamasi saluran napas
(menyebabkan mengurangi udem dan sekresi mukus ke dalam saluran napas). Kortisteroid
inhalasi dianjurkan sebagai terapi profilaksis asma pada pasien yang menggunakan agonis
adrenoseptor beta-2 tiga kali seminggu atau lebih atau jika gejala asma mengganggu tidur
lebih dari satu kali seminggu atau jika pasien mengalami eksaserbasi dalam 2 tahun terakhir
dan memerlukan kortikosteroid sistemik atau nebulisasi bronkodilator (lihat tabel Tatalaksana
Asma Kronik). Penggunaan kortikosteroid inhalasi secara regular akan menurunkan risiko
eksaserbasi asma (lihat Tabel 3.1 tata laksana asma kronik).
Inhalasi kortikosteroid harus digunakan secara teratur untuk memberikan manfaat maksimal;
berkurangnya gejala biasanya terjadi 3-7 hari sejak mulai pemberian. Beklometason
dipropionat, budesonid, flutikason propionat dan mometason furoat memiliki efektifitas
yang sama. Kombinasi adrenoseptor beta-2 kerja panjang dengan kortikosteroid mungkin
bermanfaat bagi pasien yang telah stabil dengan masing-masing komponen dalam proporsi
yang sama. Pasien yang mendapatkan terapi kortikosteroid oral jangka panjang dapat diubah
ke terapi inhalasi kortikosteroid tetapi perubahannya harus dilakukan secara perlahan, dengan
pengurangan dosis oral dilakukan secara bertahap, dan pada saat asma dapat dikendalikan
dengan baik. Kortikosteroid inhalasi dosis tinggi dapat diresepkan untuk pasien yang hanya
memberi respons sebagian terhadap dosis standar kortikosteroid inhalasi dan agonis
adrenoseptor beta-2 kerja panjang atau bronkodilator kerja panjang lainnya. Dosis tinggi
harus dilanjutkan hanya jika jelas memberikan manfaat lebih dibandingkan dosis rendah.
Rekomendasi dosis maksimal kortikosteroid inhalasi secara umum tidak boleh dilampaui,
tetapi jika diperlukan dosis yang lebih tinggi (flutikason di atas 500 mikrogram dua kali
sehari pada dewasa atau 200 mikrogram dua kali sehari pada anak 4–16 tahun), harus dimulai
dan disupervisi oleh dokter spesialis.
Terapi kortikosteroid sistemik mungkin diperlukan selama periode infeksi atau jika asma
memburuk, yang memerlukan dosis lebih tinggi dan akses inhalasi obat ke saluran napas
yang kecil terhambat; pasien mungkin memerlukan kortikosteroid tablet.
Efek samping kortikosteroid inhalasi: Inhalasi kortikosteroid mempunyai efek sistemik yang
lebih ringan dibandingkan kortikosteroid oral, tetapi telah dilaporkan adanya efek samping.
Dosis inhalasi yang lebih tinggi selama periode yang panjang dapat memacu supresi adrenal,
sehingga setiap pasien yang menggunakan dosis tinggi harus dimonitor secara ketat
penggunaan kortikosteroidnya, terutama pada kondisi yang dapat menyebabkan stres (misal
operasi). Inhalasi kortikosteroid pada anak- anak telah dikaitkan dengan krisis adrenal dan
koma, dosis yang berlebihan harus dihindari, terutama flutikason yang harus diberikan dalam
dosis 50-100 mcg dua kali sehari dan tidak boleh melampaui 200 mcg dua kali sehari.
Kepadatan mineral tulang menurun pada penggunaan inhalasi dosis tinggi jangka lama, yang
menyebabkan pasien mengalami osteoporosis. Karena itu, lebih baik jika dosis inhalasi tidak
melebihi dosis yang diperlukan untuk pasien asma tetap terkontrol dengan baik. Pengobatan
dengan kortikosteroid inhalasi dapat dihentikan sesudah eksaserbasi ringan selama pasien
mengetahui bahwa jika serangan asma memburuk atau peak flow turun, terapi perlu diberikan
kembali.
Retardasi pertumbuhan pada anak sehubungan dengan terapi kortikosteroid oral, tidak
menjadi masalah yang bermakna dengan dosis yang dianjurkan pada terapi inhalasi,
walaupun kecepatan pertumbuhan awal mungkin terhambat, tetapi tidak menghalangi
tercapainya tinggi badan normal setelah dewasa. Akan tetapi monitoring tinggi badan anak
yang mendapat terapi kortikosteroid jangka panjang perlu dilakukan. Jika didapatkan
hambatan pertumbuhan, dirujuk ke dokter anak.
Pemberian kortikosteroid inhalasi harus menggunakan alat spacer volume besar untuk anak
di bawah 5 tahun (lihat 3.1.5); tapi juga berguna untuk anak yang lebih besar dan orang
dewasa terutama jika dibutuhkan dosis besar. Spacer meningkatkan deposisi dalam saluran
napas dan mengurangi deposisi orofaring.
Peningkatan risiko glaukoma dan katarak terjadi pada penggunaan kortikosteroid inhalasi
dosis besar jangka panjang. Suara serak dan kandidiasis di mulut atau tenggorokan telah
dilaporkan, biasanya hanya terjadi pada dosis tinggi. Reaksi hipersensitivitas (termasuk
kemerahan dan angiodema) jarang dilaporkan. Efek samping lain yang dilaporkan sangat
jarang adalah ansietas, depresi, gangguan tidur, dan perubahan perilaku termasuk
hiperaktivitas dan iritabilitas.
Kandidiasis. Kandidiasis oral dapat dikurangi dengan penggunaan spacer, dan memberikan
respons terhadap lozenges anti fungal tanpa menghentikan terapi – membilas mulut dengan
air (atau membersihkan gigi anak) setelah inhalasi juga dapat membantu.
Kortikosteroid oral Serangan akut asma diterapi dengan kortikosteroid oral jangka pendek
dimulai dengan dosis tinggi, misal prednisolon 40-50 mg per hari selama beberapa hari.
Pasien yang asmanya memburuk dengan cepat, biasanya memberikan respon yang cepat
dengan kortikosteroid. Dosis dapat dihentikan secara tiba-tiba pada asma eksaserbasi ringan,
tetapi harus diturunkan secara bertahap pada asma yang sukar dikendalikan, untuk
mengurangi kemungkinan relaps yang serius. Pada penggunaan kortikosteroid sebagai
pengobatan darurat pada asma akut berat, lihat Tabel 3.2.
Pada asma kronik lanjut, bila respons terhadap obat antiasma yang lain tidak mencukupi,
pemberian kortikosteroid oral lebih lama mungkin dibutuhkan. Pada kasus semacam ini
inhalasi kortikosteroid dosis tinggi perlu dilanjutkan untuk mengurangi pemberian per oral.
Pada penyakit paru obstruktif kronik prednisolon 30 mg sehari sebaiknya diberikan selama 7-
14 hari; pengobatan dapat dihentikan secara tiba-tiba. Terapi dengan prednisolon oral jangka
panjang tidak bermanfaat dan terapi pemeliharaan tidak dianjurkan. Kortikosteroid oral
biasanya diberikan sebagai dosis tunggal pada pagi hari untuk mengurangi gangguan
terhadap sekresi kortisol harian. Dosis sebaiknya selalu dititrasi ke dosis terendah yang dapat
mengendalikan gejala. Pengukuran arus puncak secara teratur membantu untuk mendapatkan
dosis optimal.
Pemberian selang sehari tidak begitu berhasil dalam tata laksana asma orang dewasa
karena kondisi dapat memburuk selama 24 jam kedua. Jika dicoba untuk memulai terapi
dengan cara ini, fungsi paru harus dimonitor selama 48 jam.
Untuk penggunaan injeksi hidrokortison pada terapi darurat asma akut berat, lihat Tabel 3.2.
Monografi:
BEKLOMETASON DIPROPIONAT
Indikasi:
profilaksis asma, terutama jika tidak sepenuhnya teratasi oleh bronkodilator atau kromoglikat.
Peringatan:
lihat keterangan di atas; juga tuberkulosis aktif atau diam; mungkin perlu mengembalikan
terapi sistemik selama periode stres atau jika jalan udara terganggu atau mukus menghalangi
akses obat ke jalan udara yang lebih kecil.
Efek Samping:
lihat keterangan di atas; suara serak dan kandidiasis di mulut atau tenggorokan (biasanya
hanya pada dosis tinggi); ruam (jarang).
Dosis:
aerosol inhalasi: 200 mcg 2 kali sehari atau 100 mcg 3-9 kali sehari (pada kondisi lebih berat
dosis awal 600-800 mcg per hari).
Anak: 50-100 mcg 2-4 kali sehari atau 100-200 mcg 2 kali sehari.
BUDESONID
Indikasi:
Asma bronkial
Peringatan:
Lihat keterangan di atas: juga tuberkulosis aktif atau diam; mungkin perlu mengembalikan
terapi sistemik selama periode stres atau jika jalan udara tuberkulosis, infeksi jamur dan virus
pada saluran pernafasan, penurunan fungsi hati, penurunan pertumbuhan tinggi badan yang
bersifat sementara, kehamilan, timbulnya gejala rinitis, eksim, nyeri otot dan sendi karena
penggantian terapi dari steroid oral.
Interaksi:
Efek Samping:
Iritasi ringan pada tenggorokan, batuk, suara serak, infeksi kandida pada orofaring, reaksi
hipersensitivitas, reaksi kulit seperti urtikaria, kemerahan, dermatitis, bronkospasme,
angiodema, reaksi anafilaktik, gugup, gelisah, depresi. Jarang: gejala efek glukokortikoid
seperti hipofungsi kelenjar adrenal, dan berkurangnya kecepatan pertumbuhan.
Dosis:
Terapi inhalasi glukokortikoid telah dimulai, asma berat, pengurangan dosis atau
pemberhentian glukokortikoid oral: dewasa, 200-1200 mcg perhari, terbagi ke dalam 2-4
pemberian. Dosis pemeliharaan 200-400 mcg dua kali sehari pagi dan malam, dapat
ditingkatkan hingga 1200 mcg pada asma berat.
FLUTIKASON PROPIONAT
Indikasi:
Profilaksis dan pengobatan rinitis alergik musiman, termasuk hay fever dan rinitis alergik
tahunan, profilaksis dan terapi asma.
Peringatan:
Anak, kehamilan, pengobatan terdahulu dengan kortikosteroid per oral, pemberian dengan
ritonavir, infeksi lokal pada saluran napas, penghentian pengobatan sistemik dan mulai
pengobatan intranasal, pemberian dosis besar dalam jangka panjang, pneumonia.
Interaksi:
Kontraindikasi:
Hipersensitivitas.
Efek Samping:
Sangat umum: epistaksis, kandidiasis mulut dan kerongkongan. Umum: sakit kepala, rasa
tidak enak, bau tidak enak, hidung kering, iritasi hidung, tenggorokan kering, iritasi
tenggorokan, pneumonia, suara serak, luka memar. Tidak umum: reaksi hipersensitif kutan.
Sangat jarang: reaksi hipersensitivitas, reaksi anafilaksis, bronkospasme, ruam kulit, udem
pada wajah atau lidah, glaukoma, peningkatan tekanan intraokular, katarak, perforasi dinding
hidung, sesak napas, anafilaktik, sindroma Cushing, keterlambatan pertumbuhan, penurunan
densitas mineral tulang, hiperglikemia, gelisah, gangguan tidur dan perubahan sikap termasuk
hiperaktivitas dan iritabilitas.
Dosis:
Rinitis alergik. Dewasa dan anak di atas 12 tahun, 100 mcg (2 semprotan) ke dalam tiap
lubang hidung 1 kali sehari disarankan pagi hari, dapat ditingkatkan hingga 2 kali sehari,
dosis maksimum per hari tidak lebih dari 200 mcg (4 semprotan) tiap lubang hidung. Anak 4-
11 tahun, 50 mcg (1 semprotan) ke dalam tiap lubang hidung 1 kali sehari, dapat ditingkatkan
2 kali sehari, dosis maksimum per hari tidak lebih dari 2 semprotan tiap lubang hidung.
Asma. Dewasa dan anak di atas 16 tahun, 100 – 1000 mcg 2 kali sehari, dosis awal asma
ringan 100 – 250 mcg 2 kali sehari, asma sedang 250 – 500 mcg 2 kali sehari, asma berat 500
– 1000 mcg 2 kali sehari. Anak di atas 4 tahun, 50 – 100 mcg 2 kali sehari. Anak 1-4 tahun,
100 mcg 2 kali sehari.
rhinitis seasonal dan menahun terutama pada alergi sedang sampai berat yang menetap pada
anak usia di atas 3 tahun.
Peringatan:
Kontraindikasi:
Efek Samping:
epistaksis (frank bleeding, blood tinged mucus, blood fleck), faringitis, rasa seperti terbakar
pada hidung, sakit kepala, kurang umum palpitasi.
Dosis:
rhinitis seasonal atau menahun: inisial priming 6-7 aktuasi (tiap aktuasi 100 mcg mometason
furoat suspensi mengandung 50 mcg mometason furoat).
Profilaksis atau terapi pada: 2 spray (tiap nostril mengandung 200 mcg) 1 kali sehari jika
gejala terkontrol.
Anak di atas 12 tahun: 1 spray (tiap nostril mengandung 100 mcg) satu kali sehari jika gejala
tidak terkontrol ditingkatkan menjadi 2 spray (total 400 mcg).
Anak 3-11 tahun dosis rekomendasi: 50 mcg/ spray dalam tiap nostril 1 kali sehari (total 100
mcg).
Mula kerja signifikan setelah 12 jam pemberian pertama, manfaat lengkap didapat setelah 48
jam.
Antagonis Reseptor Leukotrien
Antagonis reseptor leukotrien montelukas dan zafirlukas, menghambat efek dari sistinil
leukotrien pada saluran nafas. Efektif pada asma jika digunakan tunggal atau dengan inhalasi
kortikosteroid. Montelukas tidak lebih efektif dari kortikosteroid inhalasi dosis standar tetapi
obat tersebut tampaknya mempunyai efek aditif. Antagonis reseptor leukotrien tampaknya
bermanfaat pada asma akibat kerja fisik dan pada asma yang disertai rhinitis tapi kurang
efektif pada asma berat yang juga menerima obat-obat lain dengan dosis tinggi.
Monografi:
ZAFIRLUKAST
Indikasi:
Peringatan:
lansia, gangguan fungsi ginjal (lihat Lampiran 3); kehamilan (lihat Lampiran 4). Gangguan
fungsi hati. Anak-anak dan pengasuhnya harus diberi informasi bagaimana cara mengetahui
munculnya gangguan fungsi hati dan disarankan untuk mencari pertolongan medis apabila
muncul gejala-gejala atau tanda-tanda seperti mual, muntah, malaise atau jaundice.
Interaksi:
Kontraindikasi:
Efek Samping:
gangguan saluran cerna, sakit kepala, insomnia, malaise, jarang terjadi perdarahan, reaksi
hipersensitivitas termasuk angioudem dan reaksi pada kulit, atralgia, mialgia, hepatitis,
hiperbilirubinnemia, trombositopenia, sangat jarang terjadi sindrom churg-strauss,
agranulositosis.
Dosis:
Peringatan:
Gangguan psikiatrik, anak <15 tahun, terapi serangan asma akut, eosinofilia, ruam vaskulitis,
gejala paru-paru yang memburuk, komplikasi jantung, neuropati, intoleran galaktosa,
kekurangan Lapp lactase atau malabsorpsi glukosa-galaktosa, kehamilan dan menyusui.
Interaksi:
Kontraindikasi:
Hipersensitivitas.
Efek Samping:
Sangat umum: ISPA. Umum: diare, mual, muntah, peningkatan kadar serum transaminase
(ALT, AST), ruam, pireksia. Tidak umum: reaksi hipersensitivitas termasuk anafilaksis,
mimpi buruk, insomnia, somnambulism, iritabilitas, ansietas, gelisah, agitasi termasuk
tingkah laku yang agresif atau marah, depresi, pusing, mengantuk, paraestesia/hipoestesia,
kejang, epistaksis, mulut kering, dispepsia, memar, urtikaria, pruritus, artralgia, mialgia
termasuk kram otot, astenia/kelelahan, malaise, udem. Jarang: peningkatan kecenderungan
perdarahan, tremor, gangguan konsentrasi, penurunan daya ingat, palpitasi, angiodema.
Sangat jarang: trombositopenia, infiltrasi eosinofil ke dalam hati, halusinasi, pikiran dan
perilaku ingin bunuh diri, disorientasi, sindroma Churg-Strauss, eosinofilia pulmoner,
hepatitis (termasuk kolestasis, hepatoseluler, cedera hati), eritema nodosum, eritema
multiforme.
Dosis:
Oksigen
Oksigen harus dianggap sebagai obat. Oksigen diresepkan untuk pasien hipoksemia untuk
meningkatkan tekanan oksigen alveolar, dan mengurangi kerja pernapasan. Kadar tergantung
pada kondisi yang diterapi, dimana kadar yang tidak sesuai dapat berakibat serius atau
bahkan fatal.
Terapi oksigen kadar tinggi, dengan kadar hingga 60%, aman pada kondisi tanpa komplikasi
seperti pneumonia, tromboembolisme paru, alveolitis fibrosing. Pada kondisi ini tekanan
oksigen arterial (PaO2 ) yang rendah biasanya berkaitan dengan kadar karbondioksida arterial
(PaCO2) yang rendah atau normal, sehingga hanya sedikit risiko hipoventilasi dan retensi
karbondioksida.
Pada asma akut berat, PaCO2 sering kali di bawah normal tetapi dengan memburuknya asma,
PaCO2 dapat naik dengan cepat (terutama pada anak-anak). Pasien ini sering kali memerlukan
oksigen kadar tinggi dan jika PaCO2 tetap tinggi dengan adanya obat lain, diperlukan
ventilasi tekanan positif intermiten. Pada saat fasilitas untuk analisis gas darah tidak segera
tersedia (misal dalam perjalanan ke rumah sakit), direkomendasikan untuk memberikan 40%-
60% oksigen melalui masker aliran tinggi.
Terapi oksigen kadar rendah (terapi oksigen terkontrol), disediakan untuk pasien dengan
kegagalan ventilasi karena penyakit paru obstruktif kronis atau sebab yang lain. Kadar O2
tidak boleh melebihi 28%, pada beberapa pasien kadar di atas 24% mungkin sudah
berlebihan. Tujuannya untuk memberikan cukup O2 kepada pasien untuk mencapai tekanan
O2 arterial yang dapat diterima tanpa memperburuk retensi CO2 dan asidosis pernapasan.
Terapi harus dimulai di rumah sakit karena diperlukan analisis gas darah berulang untuk
menetapkan kadar yang tepat.
Oksigen hanya diresepkan untuk pasien di rumah setelah evaluasi seksama di rumah sakit
oleh spesialis paru, dan tidak boleh diresepkan sebagai plasebo. Pasien harus diingatkan
tentang risiko kebakaran ketika menerima terapi oksigen.
Pada pasien dengan hipoksemia arteri diperlukan pemberian oksigen tambahan pada
perjalanan dengan pesawat udara dan harus didiskusikan dengan pihak maskapai
penerbangan sebelum perjalanan.
Sesak napas yang tidak dapat diperbaiki dengan terapi lain pada penyakit paru obstruktif
kronis, penyakit paru interstisial, gagal jantung, dan pada pengobatan paliatif. Di sini penting
bahwa, pasien tidak bergantung pada oksigen dan tetap harus minta pertolongan medis atau
terapi yang lebih spesifik lainnya. Terapi oksigen short-burst dapat digunakan untuk
meningkatkan kapasitas latihan dan pemulihan.
Pemberian oksigen jangka panjang (minimal 15 jam/hari), dapat memperpanjang umur pasien
dengan penyakit paru obstruktif kronik. Penilaian untuk terapi oksigen jangka panjang
dilakukan dengan mengukur tekanan gas darah arteri. Pengukuran harus dilakukan dua kali
dengan interval minimal 3 minggu untuk menunjukkan kestabilan klinik dan tidak lebih cepat
dari 4 minggu setelah eksaserbasi akut.
Terapi oksigen jangka panjang direkomendasikan untuk pasien dengan:
penyakit paru obstruktif kronik dengan PaO2< 7,3 kPa sewaktu menghirup udara selama
periode stabil secara klinis;
penyakit paru obstruktif kronik dengan PaO2 7,3-8 kPa dengan adanya polisitemia sekunder,
hipoksemia nokturnal, udem perifer, atau hipertensi paru;
penyakit paru interstitial dengan PaO2 <8 kPa dan pada pasien dengan PaO2 >8 kPa dengan
dispnea yang melumpuhkan;
fibrosis sistik jika PaO2 <7,3 kPa atau jika PaO2 7,3-8 kPa dengan adanya polisitemia sekunder,
hipoksemia nokturnal, hipertensi paru atau udem perifer;
hipertensi paru ,tanpa melibatkan parenkim paru jika PaO2 < 8 kPa;
gangguan saraf otot atau otot rangka setelah penilaian oleh dokter spesialis;
gangguan napas obstruktif sewaktu tidur meskipun sudah diberi terapi tekanan udara
positif, setelah penilaian oleh dokter spesialis;
keganasan paru atau penyakit terminal lain dengan dispnea yang melumpuhkan;
gagal jantung dengan PaO2 siang hari < 7,3 kPa saat menghirup udara atau dengan
hipokemia nokturnal;
anak-anak dengan penyakit gangguan pernapasan, setelah diperiksa dokter spesialis;
Peningkatan depresi pernapasan jarang menjadi masalah pada pasien dengan gagal napas
stabil yang diterapi dengan oksigen kadar rendah, meskipun mungkin terjadi saat eksaserbasi.
Pasien dan saudaranya harus diingatkan untuk minta pertolongan medis jika timbul rasa
mengantuk atau bingung.
Informasi tentang pemberian terapi oksigen jangka panjang pada pasien dengan hipoksemia
dan obstruksi aliran udara, tapi tidak disertai hiperkapnea masih sangat terbatas. Tetapi terapi
ini bisa diberikan, hanya saja efek dari pemberian jangka panjang belum diketahui secara
pasti.
Mukolitik
Monografi:
AMBROKSOL
Indikasi:
Sebagai sekretolitik pada gangguan saluran nafas akut dan kronis khususnya pada eksaserbasi
bronkitis kronis dan bronkitis asmatik dan asma bronkial.
Peringatan:
ambroksol hanya dapat digunakan selama kehamilan (terutama trimester awal) dan menyusui
jika memang benar-benar diperlukan; pemakaian selama kehamilan dan menyusui masih
memerlukan penelitian lebih lanjut; ambroksol tidak boleh digunakan dalam jangka waktu
yang lama tanpa konsultasi dokter; dalam beberapa kasus insufisiensi ginjal, akumulasi dari
metabolit ambroksol terbentuk di hati.
Interaksi:
Kontraindikasi:
Efek Samping:
Reaksi intoleran setelah pemberian ambroksol pernah dilaporkan tetapi jarang; efek samping
yang ringan pada saluran saluran cerna pernah dilaporkan pada beberapa pasien; reaksi alergi
(jarang); reaksi alergi yang ditemukan: reaksi pada kulit, pembengkakan wajah, dispnea,
demam; tidak diketahui efeknya terhadap kemampuan mengendarai atau menjalankan mesin.
Dosis:
Dewasa: kapsul lepas lambat 1 kali sehari 75 mg, sesudah makan. Dewasa dan anak di atas
12 tahun:1 tablet (30 mg) 2-3 kali sehari; Anak 6-12 tahun: 1/2 tablet 2-3 kali sehari. Sirup
tetes (drops): 15 mg/ml drops (1 mL= 20 tetes): Anak s/d 2 tahun: 0,5 mL (10 tetes) 2 kali
sehari; Ambroksol drops dapat dicampur bersama dengan sari buah, susu atau air.Sirup 15
mg/5 mL (1 sendok takar = 5 mL): Anak usia 6-12 tahun: 2-3 kali sehari 1 sendok takar; 2-6
tahun: 3 kali sehari 1/2 sendok takar; di bawah 2 tahun: 2 kali sehari 1/2 sendok takar.
ASETILSISTEIN
Indikasi:
Peringatan:
pasien yang sulit mengeluarkan sekret, penderita asma bronkial, berbahaya untuk pasien
asma bronkial akut.
Kontraindikasi:
Efek Samping:
pada penggunaan sistemik: menimbulkan reaksi hipersensitif seperti urtikaria dan
bronkospasme (jarang terjadi). Pada penggunaan aerosol, iritasi nasofaringeal dan saluran
cerna seperti pilek (rinore), stomatitis, mual, muntah.
Dosis:
BROMHEKSIN
Indikasi:
Oral: mukolitik untuk meredakan batuk berdahak. Injeksi: sekretolitik pada bronkopulmonari
akut dan kronik terkait sekresi mukus abnormal dan gangguan saluran mukus.
Peringatan:
Tukak lambung, kehamilan, menyusui, penghentian pengobatan jika terjadi lesi kulit atau
mukosa.
Interaksi:
Kontraindikasi:
Hipersensitivitas.
Efek Samping:
Hipersensitivitas, syok dan reaksi anafilaktik, bronkospasme, mual, muntah, diare, nyeri perut
bagian atas, ruam, angioedema, urtikaria, pruritus.
Dosis:
Oral: diminum saat perut kosong (1 jam sebelum – 2 jam sesudah makan). Tablet 8 mg atau
sirup 4 mg/5mL: Dewasa dan anak-anak >10 tahun: 1 tablet atau 10 mL sirup 3 kali sehari,
anak 5-10 tahun: 1/2 tablet atau 5 mL sirup 3 kali sehari, anak 2-5 tahun: 1/2 tablet atau 5 mL
sirup 2 kali sehari.
Cairan injeksi 4 mg/2 mL: 1 ampul (waktu pemberian 2-3 menit) sebanyak 2-3 kali sehari,
dapat diberikan sebagai cairan infus intravena bersama glukosa, fruktosa, garam fisiologis,
dan larutan ringer.
ERDOSTEIN
Indikasi:
mukolitik, pembasah pada afeksi saluran nafas akut dan kronis.
Peringatan:
Kontraindikasi:
hipersensitif terhadap produk, pasien sirosis hati dan kekurangan enzim crystathionine
sintetase, fenilketonuria (hanya pada granul), pasien gagal ginjal (dengan klirens keratin <
25mL/min).
Efek Samping:
Dosis:
Dewasa: 150-350 mg 2-3 kali sehari. Anak: Berat badan 15-19 kg: 175 mg 2 kali sehari; 20-
30 kg: 175 mg 3 kali sehari; > 30 kg: 350 mg 2 kali sehari.
KARBOSISTEIN
Indikasi:
Kontraindikasi:
Efek Samping:
Dosis:
dosis awal 750 mg 3 kali sehari, kemudian 1,5 g/hari dalam dosis terbagi Anak 2-5 tahun
62,5-125 mg 4 kali sehari; 6-12 tahun 250 mg 3 kali sehari.
MESISTEIN
Indikasi:
Peringatan:
Efek Samping:
Dosis:
200 mg 4 kali sehari selama 2 hari, selanjutnya 200 mg 3 kali sehari selama 6 minggu,
selanjutnya 200 mg 2 kali sehari; Anak berusia di atas 5 tahun 100 mg 3 kali sehari. (Badan
Pengawasan Obat Dan Makanan : Pusat Informasi Obat Nasional, 2015)
Daftar Pustaka
Daftar Pustaka
Badan Pengawasan Obat dan Makanan (2015). Dipetik Juni 23, 2019, dari Pusat Informasi Obat
Nasional: http://pionas.pom.go.id/ioni/bab-3-sistem-saluran-napas-0
Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Asma Di Indonesia. (2003). Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia.