B. Pengobatan
Pengobatan asma dan bronchitis dapat dibagi atas 3 karagori, yaitu terapi serangan akut,
status asmathicus dan terapi pencegahan.
1. Terapi serangan akut
Pada keadaan ini pemberian obat bronchospasmolitik untuk melepaskan kejang
bronchi. Sebagai obat piligan ialah Salbutamol atau Terbutalin, sebaiknya secara
inhalasi (efek 3 – 5 menit). Kemudian dibantu dengan Aminophillin dalam bentuk
suppositoria. Obat pilihan lain ialah Efedrin dan Isoprenalin, dapat diberikan sebagai
tablet, hanya saja efeknya baru kelihatan setelah kurang lebih 1 jam.
Inhalasi dapat diulang setelah 15 menit sebelum memberikan efek. Bila yang kedua
ini juga belum memberikan efek, perlu diberikan suntikan i.v. Aminophillin atau
Salbutamol, Hidrokortison atau Prednison. Sebagai tindakan akhir dengan Adrenalin
i.v. dengan diulangi 2 kali dalam 1 jam.
2. Status asmathicus
Pada keadaan ini efek bronchodilator hanya ringan dan lambat. Keadaan ini perlu
diobati secara khusus di rumah sakit dengan pemberian oksigen dan minum banyak
air, hidrokortison i.v dan bila perlu bikarbonat.
Pengobatan dengan suntikan i.v. Salbutamol atau Aminophillin dan Hidrokortison
dosis besar. Bila serangan tidak bisa dihentikan dengan adrenalin, lengkah terakhir
yang bisa dilakukan adalah memberikan injeksi i.v novokain 2% atau lidokain.
3. Terapi pemeliharaan
Dilakukan dengan secara bertingkat. Obat antiradang perlu digunakan sedini
mungkin, mengingat asma merupakan suatu penyakit peradangan.
Tingkat-tingkat pengobatan sebagai berikut :
a. Asma ringan (serangan < 1x sebulan)
Diobati dengan β2-mimetikum, misalnya salbutamol atau terbutalin (1-2
inhalasi/minggu)
b. Asma sedang (serangan 1-4x sebulan)
Diobati dengan obat menekan peradangan saluran napas, yaitu kortikosteroid
inhalasi seperti beklometason, flutikason atau budesonida 200-800 mcg/hari. Bila
perlu dikombinasi dengan salbutamol atau terbutalin 3-4 inhalasi/hari. Untuk
anak-anak dengan asma bercirikan alergi, dapat diberikan per oral ketotifen atau
oksatomida.
c. Asma agak serius (serangan >1-2x seminggu)
Diobati dengan kortikosteroid 800-1200 mcg/hari dikombinasikan dengan
ipratropium.
d. Asma serius (serangan >3x seminggu)
Diobati dengan β2-mimetikum kerja panjang (salmeterol, formoterol) secara
inhalasi. Bila perlu dikombinasi dengan teofilin dalam bentuk lepas lambat (slow-
release).
Bentuk sediaan inhalasi pada penderita asma akan menghasilkan efek yang lebih
menguntungkan dibandingkan pengobatan per oral. Inhalasi merupakan cara
terpilih bagi kebanyakan obat yang memerlukan efek langsung pada saluran
pernapasan, khususnya penderita asma dan CPOD. Inhalasi akan memberikan
efek yang lebih cepat, dengan dosis jauh lebih rendah dan tidak diresorpsi ke
dalam darah sehingga efek samping sistemiknya lebih ringan.
A. Penyebab PPOK
Faktor utama dari timbulnya PPOK :
1. Merokok
2. Polusi udara
BATUK
A. Fisiologi Batuk
Batuk adalah suatu reflek fisiologi yang dapat berlangsung baik dalam keadaan sehat
maupun sakit. Reflek tersebut terjadi lazimnya karena adanya rangsangan pada selaput
lendir pernapasan yan terletak di beberapa bagian dari tenggorokan dan cabang-
cabangnya. Reflek batuk merupakan suatu mekanisme perlindungan tubuh yang
berfungsi mengeluarkan dan membersihkan saluran pernapasan dari zat- zat
stimulannya.
B. Penyebab Batuk
Reflek batuk dapat ditimbulkan oleh karena radang (infeksi saluran pernapasan, alergi),
sebab-sebab mekanis (debu), perubahan suhu yang mendadak dan rangsangan kimia
(gas, bau-bauan). Batuk (penyakit) terutama disebabkan oleh infeksi virus, misal virus
influenza dan bakteri.Batuk dapat pula merupakan gejala yang lazim pada penyakit
tifus, radang paru- paru, tumor saluran pernapasan, dekompensasi jantung, asam atau
dapat pula merupakan kebiasaan.
C. Pengobatan
Pengobatan batuk pertama- tama hendaknya ditunjukan pada mencari dan mengobati
penyebabnya. Selanjutnya dilakukan pengobatan simptomatiknya, yang harus dibedakan
dahulu antara batuk produktif (batuk yang mengeluarkan dahak) dengan batuk yang non
produktif.
Batuk produktif merupakan suatu mekanisme perlindungan dengan fungsi
mengeluarkan zat asing (kuman, debu dan lainnya) dan dahak dari tenggorokan. Maka
pada azasnya jenis batuk ini tidak boleh ditekan. Terhadap batuk demikian, digunakan
obat golongan ekspektoransia yang berguna untuk mencairkan dahak yang kental dan
mempermudah pengeluarannya dari saluran nafas.
Sebaliknya batuk yang tidak produktif, adalah batuk yang tidak berguna sehinggga
harus ditekan. Untuk menekan batuk jenis ini digunakan obat golongan pereda batuk,
yang berkhasiat menekan rangsangan batuk yang bekerja sentral ataupun perifer.
Untuk batuk yang disebabkan alergi, digunakan yang dikombinasi dengan
ekspektoransia. Misalnya sirup Chlorphemin, mengandung antihistaminika
Promethazine dan Diphenhidramin. Kadang –kadang diperlukan ekspektoransia dan
pereda batuk dalam suatu kombinasi, untuk maksud mengurangi frekuensi batuk, dan
tiap kali batuk cukup dapat dikeluarkan dahak yang kotor.
Obat batuk juga sering kali dibedakan berdasarkan jenis batuk yang diobati,
yaitu obat-obat untuk batuk produktif dan batuk nonproduktif. Batuk produktif
diobati dengan obat-obatan yang membantu mengeluarkan dahak, baik dari
kelompok ekspektoran, maupun mukolitik, sedangkan untuk batuk
nonproduktif, pengobatannya menggunakan obat-obatan penekan batuk
(antitusif).
Obat-obat antitusif terbagi lagi menjadi dua golongan, yaitu bekerja sentral
dan bekerja di perifer. Di sentral, obat antitusif bekerja dengan menekan
reflex batuk di medulla oblongata, sedangkan di perifer antitusif bekerja di
saraf vagal aferen.
E. Obat Tersendiri
1. Kreosot
Zat cair kuning muda ini hasil penyulingan kayu sejenis pohon di Eropa, mengandung
kira-kira 70 % Guaiakol sebagai zat aktifnya. Zat ini mengurangi pengeluaran lendir
pada bronchi dan membantu menyembuhkan radang yang kronis, disamping
khasiatnya sebagai bakterisida.
Berhubung baunya tidak enak dan merangsang mukosa lambung, maka lebih banyak
digunakan guaiakol dalam bentuk esternya yaitu guaiakol karbonat, kalium guaiakol
sulfonat dan gliseril guaiakolat. Dalam usus, ester tersebut terurai menjadi guaiakol
bebas. Kreosot dapat pula digunakan sebagai obat sedotan (inhaler) dengan uap air.
2. Ipecacuanhae Radix
Akar dari tanaman Psychotria ipecacuanha (Rubiaceae) ini mengandung antara lain
alkaloida emetin dan sefalin. Zat-zat itu bersifat emetic, spasmolitik terhadap kejang-
kejang saluran pernafasan dan mempertinggi secara reflektoris sekresi bronkial.
Penggunaan utamanya sebagai emetika pada kasus keracunan. Sebagai
ekspektoransia hanya digunakan terkombinasi dengan obat batuk lainnya.
3. Ammonium klorida
Obat ini mampu memecah mukus (sekretolitik) dan mengencerkannya. Biasanya
diberikan dalam bentuk sirup, misalnya OBH. Pada dosis tinggi menimbulkan
perasaan mual dan muntah karena merangsang lambung.
4. Kalium Iodida
Menstimulir sekresi cabang tenggorokan dan mencairkan dahak, sehingga banyak
digunakan dalam obat asma. Efek sampingnya berupa gangguan tiroid, jerawat
(akne), gatal-gatal (urticaria) dan struma.
5. Minyak atsiri (minyak terbang)
Seperti minyak kayu putih, minyak permen, minyak anisi dan terpenten. Berkhasiat
mempertinggi sekresi dahak, melawan kejang (spasmolitika), anti radang, dan
bakteriostatistik lemah.Minyak terpenten digunakan sebagai ekspektoransia dengan
cara inhalasi, yang dihirup bersama uap air, ternyata amat bermanfaat pada radang
cabang tenggorokan.
6. Liquiritie Radix
Akar kayu manis dari tanaman Glycyrrhiza glabra, mengandung saponin yaitu sejenis
glukosida yang bersifat aktif di permukaan. Mekanisme kerjanya adalah dengan
merangsang selaput lender dan mempertinggi sekresi zat lender.
7. Kodein
Alkaloida candu ini paling banyak digunakan untuk mengobati batuk, berdasarkan
aktivitasnya terhadap pusat batuk. Efek sampingnya antara lain, menimbulkan adiksi
dan sembelit. Codipront (Mack) mengandung kodein dan antihistaminika
Feniltoloksamin, keduanya terikat pada suatu resin dengan tujuan memperoleh
khasiat yang lebih lama.
Etil morfin (dionin) memiliki khasiat pereda batuk sama dengan kodein, sehingga
sering digunakan dalam sirup obat batuk. Disamping itu juga digunakan sebagai
analgetika. Karena khasiatnya dapat menstimulasi sirkulasi pembuluh darah mata,
maka juga digunakan untuk menghilangkan udema konjungtiva (pembengkakan di
mata).
8. Dekstrometrorfan
Khasiatnya sama dengan kodein, tetapi tidak bersifat analgetik dan adiktif.
9. Bromheksin
Turunan sikloheksil ini bersifat mukolitik, yaitu dapat memotong rantai
mukopolisakarida pada dahak yang kental, sehingga mudah dikeluarkan dengan
batuk. Efek sampingnya berupa gangguan lambung usus, pusing dan berkeringat.
RINITIS ALERGI
Rinitis adalah radang membran mukosa hidung yang ditandai dnegan bersin, gatal, hidung berair,
dan tersumbat. Rhinitis dapat terjadi karena adanya alergen seperti debu, bulu binatang dan asap.
Alergen berinteraksi dengan sel mast sehingga merangsang pelepasan histamine yang mampu
mengakibatkan penyempitan/konstriksi pada bronkus, radang dan urtikaria.
Rhinitis dapat disebabkan oleh reaksi alergi terhadap serbuk sari (pollen), tungau, debu rumah,
spora jamur, serpihan kulit hewan, atau bahan makanan. Terapi untuk rhinitis utamanya adalah
pemberian antihistamin oral yang dikombinasi dengan dekongestan.
Pengobatan rhinitis alergi :
1. Alntihistamin
Digunakan pada pengobatan rhinitis adalah antihistamin yang menghambat reseptor H1.
Contoh : astemizol, terfenadin, setirizin, loratadin.
2. Dekongestan
Obat ini seringkali disebut obat pelega pernapasan. Dekongestan bekerja dnegan
konstriksi arteriola di mukosa hidung sehingga mengurangi infiltrasi cairan dari
pembuluh darah ke jaringan sekitar yang dapat menyebabkan edema. Selain itu,
dekongestan juga dapat menyebabkan relaksasi bronkus sehingga menyebabkan
berkurangnya gangguan aspirasi udara masuk ke paru-paru. Contoh : fenilefrin,
pseudoefedrin, oksimetazolin.
3. Kortikosteroid
Dalam dosis rendah seringkali digunakan sebagai spray. Contoh : beklometason,
budesonide, flutikason.
No
Nama Generik Spesialite Pabrik
.
Efedrin HCl + Teofilin + Klirfeniramin Westmont,
1. Asmasolon
Maleat Medifarma
2. Salbutamol (sulfat) Salbuven Pharos
3. Terbutalin Sulfat Bricasma Astra Zeneca
4. Fenoterol HBr Berotec M.A Boehringer Ingelheim
Salmeterol Sinapoat + Flutikason
5. Seretide Glaxo Wellcome
Propionat
6. Prokaterol HCl Hemihidrat Meptin Otsuka
7. Teofilin Kalbron Dankos
8. Teofilin Etlendiamin Aminophyllinum Ethica
9. Asetil Sistein Fluimucyl Zambon spa
10 Asetil SIstein + Parasetamol Sistenol Dexa Medica
11. Pseudoefedrin + Terfenadin Rhinofed Dexa Medica
12. Budesonid + Formoterol Fumarat Symbicort Astrazeneca
13. Prednison 5 mg Pehacort Phapros
14. Ambroksol Mucopect Boehringer
15. Bromheksin Bisolvon Boehringer