Anda di halaman 1dari 31

BAB I

KONSEP PENYAKIT ASMA BRONKIAL

A. Defenis
Asma bronkial merupakan suatu penyakit yang ditandai oleh tanggap reaksi
yang meningkat dari trakhea dan bronki terhadap berbagai macam rangsangan yang
manifestasinya berupa kesukaran bernapas, karena penyempitan yang menyeluruh
dari saluran napas. Penyempitan ini bersifat dinamis dan derajad penyempitannya
dapat berubah-ubah, baik secara spontan maupun karena pemberian obat-obatan.
Kelainan dasarnya, tampaknya suatu perubahan status imunologis si penderita.
(United States Nasional Tuberculosis Assosiation 2017).

B. Etiologi
Secara etiologis asma bronkial dibagi dalam 3 tipe:
1. Asma bronkial tipe non atopi (intrinsik)
Pada golongan ini, keluhan tidak ada hubungannya dengan paparan (exposure)
terhadap alergen dan sifat-sifatnya adalah: serangan timbul setelah dewasa, pada
keluarga tidak ada yang menderita asma, penyakit infeksi sering menimbulkan
serangan, ada hubungan dengan pekerjaan atau beban fisik, rangsangan psikis
mempunyai peran untuk menimbulkan serangan reaksi asma, perubahan-
perubahan cuaca atau lingkungan yang non spesifik merupakan keadaan peka bagi
penderita.
2. Asma bronkial tipe atopi (Ekstrinsik).
Pada golongan ini, keluhan ada hubungannya dengan paparan terhadap alergen
lingkungan yang spesifik. Kepekaan ini biasanya dapat ditimbulkan dengan uji
kulit atau provokasi bronkial.Pada tipe ini mempunyai sifat-sifat: timbul sejak
kanak-kanak, pada famili ada yang menderita asma, adanya eksim pada waktu
bayi, sering menderita rinitis. Di Inggris jelas penyebabya House Dust Mite, di
USA tepungsari bunga rumput.
3. Asma bronkial campuran (Mixed
Pada golongan ini, keluhan diperberat baik oleh faktor-faktor intrinsik maupun
ekstrinsik.
C. Manifestasi Klinis
1. Terdengar bunyi nafas (wheezing/mengi/bengek) terutama saat mengeluarkan
nafas (exhalation). (Tidak semua penderita asma memiliki pernafasan yang
berbunyi, dan tidak semua orang yang nafasnya terdegar wheezing adalah
penderita asma).
2. Sesak nafas sebagai akibat penyempitan saluran bronki (bronchiale).
3. Batuk kronik (terutama di malam hari atau cuaca dingin). Adanya keluhan
penderita yang merasakan dada sempit.
4. Serangan asma yang hebat, penderita tidak dapat berbicara karena kesulitannya
dalam mengatur pernafasan.
5. Pada anak-anak, gejala awal dapat berupa rasa gatal dirongga dada atau leher.
Selama serangan asma, rasa cemas (sering menangis) yang berlebihan, sehingga
penderita dapat memperburuk keadaanya.
6. Sebagai reaksi terhadap kecemasan, penderita juga akan mengeluarkan banyak
keringat
D. Patofisiologi
Alergen atau Antigen yang telah terikat oleh IgE yang menancap

pada permukaan sel mast atau basofil

Lepasnya macam-macam mediator dari sel mast atau basofil

Kontraksi otot polos

Spasme otot polos, sekresi kelenjar bronkus meningkat

Penyempitan/obstruksi proksimal dari bronkus kecil

pada tahap inspirasi dan ekspirasi

Edema mukosa bronkus

Keluarnya sekrit ke dalam lumen bronkus

Sesak napas

Tekanan partial oksigen di alveoli menurun

Oksigen pada peredaran darah menurun

Hipoksemia CO2 mengalami retensi pada alveoli

Kadar CO2 dalam darah meningkat yang

memberi rangsangan pada pusat pernapasan

Hiperventilasi
E. Komplikasi
Status asmatikus adalah keadaan spasme bronkiolus berkepanjangan yang men
gancam jiwa yang tidak dapat dipulihkan dengan pengobatan. Pada kasus seperti ini,
kerja pernapasan sangat meningkat. Apabila kerja pernapasan sangat meningkat,
kebutuhan oksigen juga meningkat,karena individu yang mengalami asma tidak dapat
memenuhi kebutuhan oksigen normalnya, individu semakin tidak sanggup memenuhi
kebutuhan oksigen yang sangat tinggi yang dibutuhkan untuk berinspirasi dan
berekspirasi melawan spasme bronkiolus, pembengkakan bronkiolus, dan mukus yang
kental. Situasi ini dapat menyebabkan pneumotoraks akibat besarnya tekanan untuk
melakukan ventilasi. Apabila individu kelelahan, dapat terjadi asidosis respiratorik,
gagal napas, dan kematian.

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium:
a. Lekositosis dengan neutrofil yang meningkat menunjukkan adanya infeksi
b. Eosinofil darah meningkat > 250/mm3 , jumlah eosinofil ini menurun dengan
pemberian kortikosteroid.
2. Analisa gas darah:
Hanya dilakukan pada penderita dengan serangan asma berat atau status
asmatikus. Pada keadaan ini dapat terjadi hipoksemia, hiperkapnia dan asidosis
respiratorik. Pada asma ringan sampai sedang PaO2 normal sampai sedikit
menurun, PaCO2 menurun dan terjadi alkalosis respiratorik. Pada asma yang berat
PaO2 jelas menurun, PaCO2 normal atau meningkat dan terjadi asidosis
respiratorik.
3. Radiologi:
Pada serangan asma yang ringan, gambaran radiologik paru biasanya tidak
menunjukkan adanya kelainan. Beberapa tanda yang menunjukkan yang khas
untuk asma adanya hiperinflasi, penebalan dinding bronkus, vaskulasrisasi paru.
4. Faal paru:
Menurunnya FEV1
5. Uji kulit:
Untuk menunjukkan adanya alergi
6. Uji provokasi bronkus:
Dengan inhalasi histamin, asetilkolin, alergen. Penurunan FEV 1 sebesar 20% atau
lebih setelah tes provokasi merupakan petanda adanya hiperreaktivitas bronkus.
G. Penatalaksanaan
1. Waktu serangan.
a. Bronkodilator
Golongan adrenergik:
Adrenalin larutan 1 : 1000 subcutan. 0,3 cc ditunggu selama 15 menit, apabila
belum reda diberi lagi 0,3 cc jika belum reda, dapat diulang sekali lagi 15
menit kemudian. Untuk anak-anak diberikan dosis lebih kecil 0,1 – 0,2 cc.
Golongan methylxanthine:
Aminophilin larutan dari ampul 10 cc berisi 240 mg. Diberikan secara
intravena, pelan-pelan 5 – 10 menit, diberikan 5 – 10 cc. Aminophilin dapat
diberikan apabila sesudah 2 jam dengan pemberian adrenalin tidak memberi
hasil.
Golongan antikolinergik:
Sulfas atropin, Ipratroprium Bromide. Efek antikolinergik adalah menghambat
enzym Guanylcyclase.
b. Antihistamin.
Mengenai pemberian antihistamin masih ada perbedaan pendapat. Ada yang
setuju tetapi juga ada yang tidak setuju.
c. Kortikosteroid.
Efek kortikosteroid adalah memperkuat bekerjanya obat Beta Adrenergik.
Kortikosteroid sendiri tidak mempunayi efek bronkodilator.
d. Antibiotika.
Pada umumnya pemberian antibiotik tidak perlu, kecuali: sebagai profilaksis
infeksi, ada infeksi sekunder.
e. Ekspektoransia.
Memudahkan dikeluarkannya mukus dari saluran napas. Beberapa
ekspektoran adalah: air minum biasa (pengencer sekret), Glyceril guaiacolat
(ekspektorans)
2. Diluar serangan
Disodium chromoglycate. Efeknya adalah menstabilkan dinding membran dari
cell mast atau basofil sehingga: mencegah terjadinya degranulasi dari cell mast,
mencegah pelepasan histamin, mencegah pelepasan Slow Reacting Substanca
anaphylaksis, mencegah pelepasan Eosinophyl Chemotatic Factor).
Pengobatan Non Medikamentosa:
1. Waktu serangan:
- pemberian oksigen, bila ada tanda-tanda hipoksemia, baik atas dasar gejala klinik
maupun hasil analisa gas darah.
- pemberian cairan, terutama pada serangan asma yang berat dan yang berlangsung
lama ada kecenderungan terjadi dehidrasi. Dengan menangani dehidrasi, viskositas
mukus juga berkurang dan dengan demikian memudahkan ekspektorasi.
- drainase postural atau chest physioterapi, untuk membantu pengeluaran dahak agar
supaya tidak timbul penyumbatan.
- menghindari paparan alergen.
2. Diluar serangan
- Pendidikan/penyuluhan.
Penderita perlu mengetahui apa itu asma, apa penyebabnya, apa pengobatannya,
apa efek samping macam-macam obat, dan bagaimana dapat menghindari
timbulnya serangan. Menghindari paparan alergen. Imti dari prevensi adalah
menghindari paparan terhadap alergen.
- Imunoterapi/desensitisasi.
Penentuan jenis alergen dilakukan dengan uji kulit atau provokasi bronkial. Setelah
diketahui jenis alergen, kemudian dilakukan desensitisasi.
- Relaksasi/kontrol emosi.
untuk mencapai ini perlu disiplin yang keras. Relaksasi fisik dapat dibantu dengan
latihan napas.
BAB I
KONSEP PENYAKIT HIPERTENSI

A. Defenisi
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan
sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg. Pada populasi lansia,
hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90
mmHg. (Smeltzer, 2011).
Hipertensi didefinisikan oleh Joint National Committee on Detection (JIVC)
sebagai tekanan yang lebih tinggi dari 140/90 mmHg dan diklasifikasikan sesuai
derajat keparahannya, mempunyai rentang dari tekanan darah (TD) normal tinggi
sampai hipertensi maligna.
Hipertensi dikategorikan ringan apabila tekanan diastoliknya antara 95 – 104
mmHg, hipertensi sedang jika tekanan diastoliknya antara 105 dan 114 mmHg, dan
hipertensi berat bila tekanan diastoliknya 115 mmHg atau lebih. Pembagian ini
berdasarkan peningkatan tekanan diastolik karena dianggap lebih serius dari
peningkatan sistolik (Smith Tom, 2015).
B. Etiologi
Pada umumnya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik (idiopatik).
Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau peningkatan tekanan
perifer.  Namun ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi:
1. Genetik: Respon neurologi terhadap stress atau kelainan eksresi atau transport  Na.
2. Obesitas: terkait dengan level insulin yang tinggi yang mengakibatkan tekanan
darah meningkat.
3. Stress Lingkungan.
4. Hilangnya Elastisitas jaringan dan arterosklerosis pada orang tua serta pelebaran
pembuluh darah.
Berdasarkan etiologinya Hipertensi dibagi menjadi 2 golongan yaitu:
1. Hipertensi Primer
Penyebab tidak diketahui namun banyak factor yang mempengaruhi seperti
genetika, lingkungan, hiperaktivitas, susunan saraf simpatik, system rennin
angiotensin, efek dari eksresi Na, obesitas. Ciri lainnya yaitu: umur (jika umur
bertambah maka TD meningkat), jenis kelamin (laki-laki lebih tinggi dari
perempuan), ras (ras kulit hitam lebih banyak dari kulit putih), kebiasaan hidup
(konsumsi garam yang tinggi melebihi dari 30 gr, kegemukan atau makan
berlebihan, stres, merokok, minum alcohol, dan minum obat-obatan (ephedrine,
prednison, epineprin).
2. Hipertensi Sekunder
Dapat diakibatkan karena penyakit parenkim renal/vaskuler renal, diabetes
melitus, stroke.

Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya perubahan-
perubahan pada:
1. Elastisitas dinding aorta menurun.
2. Katub jantung menebal dan menjadi kaku.
3. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur
20 tahun kemampuan jantung memompa darah menurun menyebabkan
menurunnya kontraksi dan volumenya.
4. Kehilangan elastisitas pembuluh darah. Hal ini terjadi karena kurangnya efektifitas
pembuluh darah perifer untuk oksigenasi Meningkatnya resistensi pembuluh darah
perifer.
C. Manifestasi Klinis
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi
nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan gejala terlazim yang
mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis.
Menurut Rokhaeni (2001) manifestasi klinis beberapa pasien yang menderita
hipertensi yaitu: mengeluh sakit kepala, pusing lemas, kelelahan, sesak nafas, gelisah,
mual muntah, epistaksis, kesadaran menurun.
Manifestasi klinis pada klien dengan hipertensi adalah:
1. Peningkatan tekanan darah > 140/90 mmHg.
2. Sakit kepala
3. Pusing / migraine
4. Rasa berat ditengkuk
5. Penyempitan pembuluh darah
6. Sukar tidur
7. Lemah dan lelah
8. Nokturia
9. Azotemia
10. Sulit bernafas saat beraktivitas

D. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula
jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna
medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor
dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf
simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin,
yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan
dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai
faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah
terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitiv terhadap
norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah
sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan
tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang
menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya,
yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang
mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Renin
merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II,
suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh
korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal,
menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung
mencetuskan keadaan hipertensi.
Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan structural dan
fungsional pada system pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan
darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis,
hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh
darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang
pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya
dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup)
mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer (Smeltzer,
2001).
Pada usia lanjut perlu diperhatikan kemungkinan adanya “hipertensi palsu”
disebabkan kekakuan arteri brachialis sehingga tidak dikompresi oleh cuff
sphygmomanometer (Darmojo, 1999).
Menurunnya tonus vaskuler merangsang saraf simpatis yang diteruskan ke sel
jugularis. Dari sel jugularis ini bisa meningkatkan tekanan darah. Dan apabila
diteruskan pada ginjal, maka akan mempengaruhi eksresi pada rennin yang berkaitan
dengan Angiotensinogen. Dengan adanya perubahan pada angiotensinogen II berakibat
pada terjadinya vasokontriksi pada pembuluh darah, sehingga terjadi kenaikan tekanan
darah.Selain itu juga dapat meningkatkan hormone aldosteron yang menyebabkan
retensi natrium. Hal tersebut akan berakibat pada peningkatan tekanan darah. Dengan
peningkatan tekanan darah maka akan menimbulkan kerusakan pada organ-organ
seperti jantung. (Suyono, Slamet. 1996).

E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara yaitu:
1. Pemeriksaan yang segera seperti:
a. Darah rutin (Hematokrit/Hemoglobin): untuk mengkaji hubungan dari sel-sel
terhadap volume cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan factor resiko
seperti: hipokoagulabilitas, anemia.
b. Blood Unit Nitrogen/kreatinin: memberikan informasi tentang perfusi / fungsi
ginjal.
c. Glukosa: Hiperglikemi (Diabetes Melitus adalah pencetus hipertensi) dapat
diakibatkan oleh pengeluaran Kadar ketokolamin (meningkatkan hipertensi).
d. Kalium serum: Hipokalemia dapat megindikasikan adanya aldosteron utama
(penyebab) atau menjadi efek samping terapi diuretik.
e. Kalsium serum: Peningkatan kadar kalsium serum dapat menyebabkan
hipertensi.
f. Kolesterol dan trigliserid serum: Peningkatan kadar dapat mengindikasikan
pencetus untuk/ adanya pembentukan plak ateromatosa (efek kardiovaskuler).
g. Pemeriksaan tiroid: Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi dan
hipertensi.
h. Kadar aldosteron urin/serum: untuk mengkaji aldosteronisme primer
(penyebab).
i. Urinalisa: Darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal dan ada
DM.
j. Asam urat: Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor resiko hipertensi.
k. Steroid urin: Kenaiakn dapat mengindikasikan hiperadrenalisme.
l. EKG: 12 Lead, melihat tanda iskemi, untuk melihat adanya hipertrofi ventrikel
kiri ataupun gangguan koroner dengan menunjukan pola regangan, dimana
luas, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung
hipertensi.
m. Foto dada: apakah ada oedema paru (dapat ditunggu setelah pengobatan
terlaksana) untuk menunjukan destruksi kalsifikasi pada area katup,
pembesaran jantung.
2. Pemeriksaan lanjutan (tergantung dari keadaan klinis dan hasil pemeriksaan yang
pertama):
a. IVP :Dapat mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti penyakit parenkim
ginjal, batu ginjal / ureter.
b. CT Scan: Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati.
c. IUP: mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti: Batu ginjal,
perbaikan ginjal.
d. Menyingkirkan kemungkinan tindakan bedah neurologi: Spinal tab, CAT scan.
e. USG untuk melihat struktur gunjal dilaksanakan sesuai kondisi klinis pasien
F. Komplikasi
Efek pada organ, otak (pemekaran pembuluh darah, perdarahan, kematian sel otak:
stroke), ginjal (malam banyak kencing, kerusakan sel ginjal, gagal ginjal), jantung
(membesar, sesak nafas, cepat lelah, gagal jantung).
G. Penatalaksanaan
Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas
akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan pencapaian dan
pemeliharaan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg.
Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi:
1. Terapi tanpa Obat  Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk
hipertensi ringan dan sebagai tindakan suportif pada hipertensi sedang dan berat.
Terapi tanpa obat ini meliputi: diet destriksi garam secara moderat dari 10 gr/hr
menjadi 5 gr/hr, diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh.
2. Penurunan berat badan
3. Penurunan asupan etanol
4. Menghentikan merokok
5. Latihan Fisik
Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah yang dianjurkan untuk
penderita hipertensi adalah olah raga yang mempunyai empat prinsip yaitu: Macam
olah raga yaitu isotonis dan dinamis seperti lari, jogging, bersepeda, berenang dan
lain-lain. Intensitas olah raga yang baik antara 60-80 % dari kapasitas aerobik atau
72-87 % dari denyut nadi maksimal yang disebut zona latihan. Lamanya latihan
berkisar antara 20 – 25 menit berada dalam zona latihan Frekuensi latihan
sebaiknya 3 x perminggu dan paling baik 5 x perminggu
6. Edukasi Psikologis
Pemberian edukasi psikologis untuk penderita hipertensi meliputi:
a. Tehnik Biofeedback
Biofeedback adalah suatu tehnik yang dipakai untuk menunjukkan pada
subyek tanda-tanda mengenai keadaan tubuh yang secara sadar oleh subyek
dianggap tidak normal.
Penerapan biofeedback terutama dipakai untuk mengatasi gangguan
somatik seperti nyeri kepala dan migrain, juga untuk gangguan psikologis
seperti kecemasan dan ketegangan.
b. Tehnik relaksasi
Relaksasi adalah suatu prosedur atau tehnik yang bertujuan untuk
mengurangi ketegangan atau kecemasan, dengan cara melatih penderita untuk
dapat belajar membuat otot-otot dalam tubuh menjadi rileks Pendidikan
Kesehatan (Penyuluhan).
Tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk meningkatkan pengetahuan
pasien tentang penyakit hipertensi dan pengelolaannya sehingga pasien dapat
mempertahankan hidupnya dan mencegah komplikasi lebih lanjut.
7. Terapi dengan Obat
Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah saja
tetapi juga mengurangi dan mencegah komplikasi akibat hipertensi agar penderita
dapat bertambah kuat. Pengobatan hipertensi umumnya perlu dilakukan seumur
hidup penderita.
Pengobatan standar yang dianjurkan oleh Komite Dokter Ahli Hipertensi
(Joint National Committee On Detection, Evaluation And Treatment Of High
Blood Pressure, Usa, 1988) menyimpulkan bahwa obat diuretika, penyekat beta,
antagonis kalsium, atau penghambat ACE dapat digunakan sebagai obat tunggal
pertama dengan memperhatikan keadaan penderita dan penyakit lain yang ada pada
penderita.
DOKUMENTASI :
PRE PLANNING
PENYULUHAN PENYAKIT ASMA BRONKIAL

A. Latar belakang
Pembangunan kesehatan saat ini dihadapkan pada dua masalah, di satu pihak penyakit
penular masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang belum banyak tertangani,
di lain pihak telah terjadi peningkatan kasus penyakit tidak menular (PTM) yang banyak
disebabkan oleh gaya hidup karena urbanisasi, modernisasi, dan globalisasi. Gastritis
merupakan salah satu masalah kesehatan saluran pencernaan yang paling sering terjadi
(Gustin, 2012).
B. Deskripsi kegiatan
Asma bronkial merupakan suatu penyakit yang ditandai oleh tanggap reaksi yang
meningkat dari trakhea dan bronki terhadap berbagai macam rangsangan yang
manifestasinya berupa kesukaran bernapas, karena penyempitan yang menyeluruh dari
saluran napas
a. Tujuan umum
Setelah diadakannya penyuluhan penyakit asma bronkial, diharapkan
keluarga dapat memahami tentang penyakit tersebut sehingga dapat mencegah
penyakit tersebut.
b. Tujuan khusus
Setelah dilakukan pendidikan kesehatan selama 1 kali pertemuan diharapkan
keluarga dapat:
1. Mengetahui tentang penyakit asma bronkial.
2. Mengetahui penyebab penyakit asma bronkial
3. Mengetahui tanda dan gejala penyakit asma bronkial
4. Mengetahui tentang pencegahan penyakit asma bronkial
C. Strategi
a. RincianKegiatan
1) PersiapanKegiatan
a. Sebelum dilakukan persiapan untuk penyuluhan, telah dilakukan
pendekatan lintas sektoral, pendekatan pada pada keluarga, pada hari
sabtu, 3 juli 2021.
b. Mempersiapkanalat-alat yang digunakan untuk penyuluhan penetapan
waktu penyuluhan dan stimulasi.
2) Pelaksanaan
Kegiatan penyuluhan dilakukan pada :
PelaksanaanPenyuluhan tentang penyakit gastritis
No. Sasaran keterangan
1. Tempat Rumah Tn. K
2. Tanggal 5 September 2022
3. Pukul 08.00-selesai
4. Penyaji Materi Tondrawali, S.Kep

D. Evaluasi
1. Evaluasi Proses
1) Kriteria
Pelaksanaan kegiatan penyuluhan berjalan dengan lancer tanpa ada
hambatan yang berarti.
2) Standar
a. Anggota keluarga memperhatikan pemberian penyuluhan penyakit
asma bronkial saat pemateri menyampaikan materi penyuluhan.
b. Anggota keluarga mengikuti proses diskusi dengan aktif
2. Evaluasi Hasil
1) Kriteria
Semua anggota keluarga dapat mengerti tentang materi Penyakit asma
bronkial
2) Standar
a) Keluarga mengetahui tentang penyakit asma bronkial
b) Kelurga mengetahui penyebab penyakit asma bronkial
c) Kelurga mengetahui tanda dan gejala penyakit asma bronkial
d) Kelurga mengetahui tentang pencegahan penyakit asma bronkial
SATUAN ACARA PENYULUHAN

Pokok Bahasan : asma bronkial


Sub PokokBahasan : Pencegahan penyakit asma bronkial
Sasaran : keluarga Tn. K
Pemberi materi : Tondrawali, S.Kep / MahasiswaStikes Bina Generasi
Tempat : Rumah Tn. K
Waktu : 30 menit
Hari, tanggal : Senin, 5 September 2022

A. Tujuan Instruksional Umum ( TIU )


Setelah diberikan penyuluhan selama 30 menit diharapkan keluarga dapat
mengetahui dan melakukan pencegahan terdap penyakit asma bronkial
B. TujuanInstruksionalKhusus( TIK )
Setelah dilakukan pendidikan kesehatan selama 1 kali pertemuan keluarga
dapat:
 Keluarga mengetahui tentang penyakit asma bronkial
 Kelurga mengetahui penyebab penyakit asma bronkial
 Kelurga mengetahui tanda dan gejala penyakit asma bronkial
 Kelurga mengetahui tentang pencegahan penyakit asma bronkial
C. Metode dan Media
Metode yang digunakan adalah ceramah dan tanya jawab/diskusi
Media yang digunakan leaflet
D. Materi
Terlampir
E. Proses Belajar:
No Komunikator Komunikan waktu
Pre Interaksi
1 Memberi salam dan Menjawab salam
memperkenalkan diri
2 Menjelaskan tujuan penyuluhan dan Mendengarkan
tema penyuluhan 5 menit

Isi
3 Menjelaskan materi penyuluhan Mendengarkan
mengenai pengertian, penyebab,
tanda dan gejala serta cara
20 menit
penanganan
4 Memberikan kesempatan kepada Mengajukan
komunikan untuk bertanya tentang pertanyaan
materi yang disampaikan
5 Penutup
Memberikan pertanyaan akhir Menjawab
sebagai evaluasi
6 Menyimpulkan bersama-sama hasil Mendengarkan 5 menit
kegiatan penyuluhan
7 Menutup penyuluhan dan Menjawab salam
mengucapkan salam

F. MEDIA PENGAJARAN

Leaflet

G. EVALUASI
1. Sebutkan kembali pengertian Keluarga mengetahui tentang penyakit asma
bronkial
2. Menyebutkan kembali penyebab penyakit asma bronkial
3. Menyebutkan kembali tanda dan gejala penyakit asma bronkial
4. Menyebutkan kembali tentang pencegahan penyakit asma bronkial
Materi
Penyakit Asma Bronkial
Pengertian :
Asma bronkial merupakan suatu penyakit yang ditandai oleh tanggap reaksi yang meningkat
dari trakhea dan bronki terhadap berbagai macam rangsangan yang manifestasinya berupa
kesukaran bernapas, karena penyempitan yang menyeluruh dari saluran napas. Penyempitan
ini bersifat dinamis dan derajad penyempitannya dapat berubah-ubah, baik secara spontan
maupun karena pemberian obat-obatan. Kelainan dasarnya, tampaknya suatu perubahan
status imunologis si penderita. (United States Nasional Tuberculosis Assosiation 2017).
Penyebab :
Secara etiologis asma bronkial dibagi dalam 3 tipe:
1. Asma bronkial tipe non atopi (intrinsik)
Pada golongan ini, keluhan tidak ada hubungannya dengan paparan (exposure) terhadap
alergen dan sifat-sifatnya adalah: serangan timbul setelah dewasa, pada keluarga tidak ada
yang menderita asma, penyakit infeksi sering menimbulkan serangan, ada hubungan
dengan pekerjaan atau beban fisik, rangsangan psikis mempunyai peran untuk
menimbulkan serangan reaksi asma, perubahan-perubahan cuaca atau lingkungan yang
non spesifik merupakan keadaan peka bagi penderita.
2. Asma bronkial tipe atopi (Ekstrinsik).
Pada golongan ini, keluhan ada hubungannya dengan paparan terhadap alergen
lingkungan yang spesifik. Kepekaan ini biasanya dapat ditimbulkan dengan uji kulit atau
provokasi bronkial.Pada tipe ini mempunyai sifat-sifat: timbul sejak kanak-kanak, pada
famili ada yang menderita asma, adanya eksim pada waktu bayi, sering menderita rinitis.
Di Inggris jelas penyebabya House Dust Mite, di USA tepungsari bunga rumput.
3. Asma bronkial campuran (Mixed
Pada golongan ini, keluhan diperberat baik oleh faktor-faktor intrinsik maupun ekstrinsik.
Tanda dan gejala :
1. Terdengar bunyi nafas (wheezing/mengi/bengek) terutama saat mengeluarkan nafas
(exhalation). (Tidak semua penderita asma memiliki pernafasan yang berbunyi, dan tidak
semua orang yang nafasnya terdegar wheezing adalah penderita asma).
2. Sesak nafas sebagai akibat penyempitan saluran bronki (bronchiale).
3. Batuk kronik (terutama di malam hari atau cuaca dingin). Adanya keluhan penderita yang
merasakan dada sempit.
4. Serangan asma yang hebat, penderita tidak dapat berbicara karena kesulitannya dalam
mengatur pernafasan.
5. Pada anak-anak, gejala awal dapat berupa rasa gatal dirongga dada atau leher. Selama
serangan asma, rasa cemas (sering menangis) yang berlebihan, sehingga penderita dapat
memperburuk keadaanya.
6. Sebagai reaksi terhadap kecemasan, penderita juga akan mengeluarkan banyak keringat
LAPORAN HASIL
KEGIATAN PENYULUHAN PENYAKIT ASMA BRONKIAL
A. Persiapan
1. Pada tanggal 03 September 2022 pemberitahuan kepada kepada keluarga Tn. K
bahwa akan dilakukan penyuluhan tentang penyakit gastritis
2. Pada tanggal 05 September 2022 pukul 08:00 WITA dllakukan penyuluhan tentang
penyakit gstritis yang bertempat di rumah Tn. K.

B. Laporan Pelaksanaan Kegiatan


1. Kegiatan dilaksanakan pada:
Hari : Senin
Tanggal : 05 September 2022
Tempat : di rumah Tn. K
Pukul : 08:00 WITA sampai selesai
Penyuluh : Tondrawali, S.kep

C. Evaluasi
1. Semua anggota keluarga memahami materi yang dijelaskan
2. Penyuluhan berlangsung kurang lebih 30 menit
3. Mahasiswa menyediakan alat dan media sesuai yang dibutuhkan
4. Selama penyuluhan berlangsung tenang dan tertib

D. Laporan Hasil Kegiatan


1. Semua anggota keluarga Tn. K memahami materi yang dibawakan
2. Semua anggota keluarga Tn. K dapat menerapkan dalam penanganan yang
mengalami Resiko terjangkit Asma Bronkial

Rumpa.5 September 2022


Mengetahui

Kepala keluarga Penanggung jawab

Tn. K Tondrawali,S.Kep
SATUAN ACARA PENYULUHAN
PENYAKIT HIPERTENSI
DI DESA RUMPA KEC. MAPILLI KAB. POLEWALI MANDAR

Pokok Bahasan : Pendidikan Kesehatan


Sub pokok bahasan : Penyuluhan Penyakit Hipertensi
Waktu : 7 September 2022
Tempat : Rumah Ny. I
Pemateri : Tondraali, S.Kep
A. TUJUAN
1. Tujuan Instruksional Umum (TIU)
Setelah penyuluhan selama .>75 Menit peserta mampu meahami Penyakit
hipertensi
2. Tujuan Instruksional Khusus (TIK)
a. Peserta mampu menjelaskan pengertian penyakit hipertensi
b. Peserta mampu menjelaskan penyebab penyakit hipertensi
c. Peserta mampu menjelaskan tanda tanda fisik penyakit hipertensi
d. Peserta mampu menjelaskan cara mencegah dan mengatasi penyakit hipertensi
3. METODE
a. Ceramah
b. Tanya jawab
4. MEDIA
leafleat
5. MATERI
Terlampir
6. KEGIATAN PENYULUHAN
N TAHAP KEGIATAN KEGIATAN PESERTA WAKT
O PENYULUHAN U
1 Pembukaa  Mengucapkan  Menjawab salam 10 menit
n salam  Mendengarkan
 Memperkenalkan penyuluhan
diri
 Menyebut maksud
dan tujuan kegiatan
2 isi  Apersepsi  Mendengarkan 5 menit
 Menyampaikan  Menjawab 30 menit
materi pertanyaan 10 menit
 Memimpin diskusi
3 Penutup  Menyimpulkan  Memperhatiakn 5 menit
materi dan ikut 2 menit
 Mengucapkan menyimpulkan
salam  Menjawab salam

7. EVALUASI
Lisan
Pertanyan :
a. Peserta mampu menjelaskan pengertian penyakit hipertensi
b. Peserta mampu menjelaskan penyebab penyakit hipertensi
c. Peserta mampu menjelaskan tanda tanda fisik penyakit hipertensi
d. Peserta mampu menjelaskan cara mencegah dan mengatasi penyakit hipertensi
MATERI
PENYAKIT HIPERTENSI
A. Pengertian
Peningkatan tekanan dalam pembuluh darah dimana bagian atas (sistolik) >
140 mmHg dan bagian bawah (diastolik) > 90 mmHg..
B. Penyebab
1. Keturunan / genetik
2. Gaya hidup tidak sehat
3. Konsumsi garam berlebih
4. Merokok
5. Minum minuman beralkohol
6. Kurang olaraga
7. Kegemukan
8. Stress/banyak pikiran
C. Tanda dan Gejala
1. Sakit kepala dan pusing
2. Rasa berat di tengkuk
3. Keletihan, nafas pendek, terengah-engah, sesak nafas
4. Jantung berdebar-debar
5. Keringat berlebihan
6. Gangguan penglihatan
7. Mudah lelah dan lemas
8. Tekanan darah > 140/90 mmHg
D. Cara Mencegah dan Mengobati Penyakit Hipertensi
1. Periksakan tekanan darah secara teratur
2. Diet
3. Menghindari makanan yang berlemak
4. Mengurangi makanan asin atau garam
5. Hindari minum minuman keras (berarkohol) dan kurangi/hentikan merokok
6. Istirahat yang cukup
7. Hindari stress
8. Olaraga yang teratur
9. Taati petunjuk pemakaian obat dari dokter
DAFTAR PUSTKA

Smeltzer C. Suzanne. 2016. Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Kasus Gastritis.


Diakses pada senin, 12 September 2022. Pukul.15.00

Arif Mansjoer. 2000. Buku Ilmu Penyakit Dalam. Yogyakarta : ETT Book

Hidayat, Alimul Aziz A. 2019. Pengantar Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Hutahaean Serri. 2017. Konsep dan Dokumentasi Proses Keperawatan. Jakarta: Tim.

Kallo, dkk. 2015. Hubungan Pola Makan dengan Kejadian Penyakit Gastritis.
Kerja Puskesmas Tumaratas ejournal Keperawatan (e-Kp) Volume 3. Nomor 2.

Lestari Titik. 2016. Asuhan Keperawatan Penyakit GastritisYogjakarta: Nuha Medika.

Mutiarasari. 2017. Karakteristik Usia, Jenis Kelamin, Pada Pasien Gastritis Di RSU
Anutapura. Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol. 4 No. 2.

Sylvia Price. 2016. Mengenal Penyakit Sistem Pencernaan. Jakarta : Buku Kedokteran

NANDA International. 2017. Nursing Diagnoses: Definitions and Classifications. Editor : T.


Healther Herdman.
DAFTAR PUSTKA

Smeltzer C. Suzanne. 2016. Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Kasus Gastritis.


Diakses pada senin, 12 September 2022. Pukul.15.00

Arif Mansjoer. 2000. Buku Ilmu Penyakit Dalam. Yogyakarta : ETT Book

Hidayat, Alimul Aziz A. 2019. Pengantar Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Hutahaean Serri. 2017. Konsep dan Dokumentasi Proses Keperawatan. Jakarta: Tim.

Kallo, dkk. 2015. Hubungan Pola Makan dengan Kejadian Penyakit Gastritis.
Kerja Puskesmas Tumaratas ejournal Keperawatan (e-Kp) Volume 3. Nomor 2.

Lestari Titik. 2016. Asuhan Keperawatan Penyakit GastritisYogjakarta: Nuha Medika.

Mutiarasari. 2017. Karakteristik Usia, Jenis Kelamin, Pada Pasien Gastritis Di RSU
Anutapura. Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol. 4 No. 2.

Sylvia Price. 2016. Mengenal Penyakit Sistem Pencernaan. Jakarta : Buku Kedokteran

NANDA International. 2017. Nursing Diagnoses: Definitions and Classifications. Editor : T.


Healther Herdman.
DAFTAR PUSTKA

Asmayani. 2017. Asuhan Keperawatan Gerontik dengan Kasus Atritis Reumatoid.


Diakses pada senin, 12 September 2022. Pukul.15.00

Ahmad Syaputra. 2000. Buku Pengantar Penyakit Atritis Reumatoid Yogyakarta : ETT Book

Hidayat, Alimul Aziz A. 2019. Pengantar Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Hutahaean Serri. 2017. Konsep dan Dokumentasi Proses Keperawatan. Jakarta: Tim.

Kallo, dkk. 2015. Hubungan Lingkungan Tempat Tinggal dengan Kejadian Penyakit Atritis
Reumatoid pada Lansia Kerja Puskesmas Tumaratas ejournal Keperawatan (e-Kp)
Volume 3. Nomor 2.

Lestari Titik. 2016. Asuhan Keperawatan Penyakit Atritis Reumatoid Yogjakarta: Nuha
Medika.

Mutiarasari. 2017. Karakteristik Usia, Jenis Kelamin, Pada Pasien Atriti Reumatoid. Di RSU
Anutapura. Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol. 4 No. 2.

Sylvia Price. 2016. Mengenal Penyakit Sistem Dalam. Jakarta : Buku Kedokteran

NANDA International. 2017. Nursing Diagnoses: Definitions and Classifications. Editor : T.


Healther Herdman.
DAFTAR PUSTKA

Asmayani. 2017. Asuhan Keperawatan Gerontik dengan Kasus Atritis Reumatoid.


Diakses pada senin, 12 September 2022. Pukul.15.00

Ahmad Syaputra. 2000. Buku Pengantar Penyakit Atritis Reumatoid Yogyakarta : ETT Book

Hidayat, Alimul Aziz A. 2019. Pengantar Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Hutahaean Serri. 2017. Konsep dan Dokumentasi Proses Keperawatan. Jakarta: Tim.

Kallo, dkk. 2015. Hubungan Lingkungan Tempat Tinggal dengan Kejadian Penyakit Atritis
Reumatoid pada Lansia Kerja Puskesmas Tumaratas ejournal Keperawatan (e-Kp)
Volume 3. Nomor 2.

Lestari Titik. 2016. Asuhan Keperawatan Penyakit Atritis Reumatoid Yogjakarta: Nuha
Medika.

Mutiarasari. 2017. Karakteristik Usia, Jenis Kelamin, Pada Pasien Atriti Reumatoid. Di RSU
Anutapura. Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol. 4 No. 2.

Sylvia Price. 2016. Mengenal Penyakit Sistem Dalam. Jakarta : Buku Kedokteran

NANDA International. 2017. Nursing Diagnoses: Definitions and Classifications. Editor : T.


Healther Herdman.
Daftar Pustaka

Mutiarasari. 2017. Karakteristik Usia, Jenis Kelamin, Pada Pasien Asma Bronkial
Di RSU Anutapura. Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol. 4 No. 2.

Sylvia Price. 2016. Mengenal Penyakit Asma Bronkial. Jakarta : Buku Kedokteran

NANDA International. 2017. Nursing Diagnoses: Definitions and Classifications. Editor


:T.Healther Herdman.
Daftar Pustaka

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah Vol 2, Jakarta, EGC,
Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan pasien, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran, EGC,
Goonasekera CDA, Dillon MJ, 2003. The child with hypertension. In: Webb NJA,
Postlethwaite RJ, editors. Clinical Paediatric Nephrology. 3rd edition. Oxford: Oxford
University Press
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition.
New Jersey: Upper Saddle River
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika
Smet, Bart.1994. Psikologi Kesehatan. Pt Grasindo:Jakarta
Soeparman dkk,2007  Ilmu Penyakit Dalam , Ed 2, Penerbit FKUI, Jakarta
Smeljer,s.c Bare, B.G ,2002 Buku ajar Keperawatan Medikal Bedah,
Imam, S Dkk.2005. Asuhan Keperawatan Keluarga.Buntara Media:malang
PRE PLANNING
PENYULUHAN PENYAKIT ATRITIS REUMATOID

A. Latar belakang
Pembangunan kesehatan saat ini dihadapkan pada dua masalah, di satu pihak penyakit
penular masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang belum banyak tertangani,
di lain pihak telah terjadi peningkatan kasus penyakit tidak menular (PTM) yang banyak
disebabkan oleh gaya hidup karena urbanisasi, modernisasi, dan globalisasi. Gastritis
merupakan salah satu masalah kesehatan saluran pencernaan yang paling sering terjadi
(Gustin, 2012).
Rheumatoid artritis adalah penyakit nonbakteri yang bersifat progesif kronis
mengenai sendi lutut roses keradangan karena proses autoimun pada RA, ditunjukkan
dari pemeriksaan laboratorium dengan adanya RF (Rheumatoid Factor) dan anti-CCP
dalam darah. RF adalah antibodi terhadap komponen Fc dari IgG. Jadi terdapat
pembentukan antibodi terhadap antibodi dirinya sendiri, akibat paparan antigen luar,
kemungkinan virus atau bakteri. RF didapatkan pada 75 sampai 80% penderita RA, yang
dikatakan sebagai seropositive.

B. Deskripsi kegiatan
Rheumatoid arthritis (RA) merupakan penyakit inflamasi non-bakterial yang bersifat
sistemik, progresif, cenderung kronik dan mengenai sendi serta jaringan ikat sendi secara
simetris (NIC-NOC, 2015).
Menurut Arif Muttaqin, (2012) Rheumatoid artritis adalah penyakit nonbakteri
yang bersifat progesif kronis mengenai sendi lutut dan tidak diketahui penyebabnya.
pada saat ini, rheumatoid artritis di duga disebabkan oleh faktor autoimun dan infeksi.
1. Tujuan umum
Setelah diadakannya penyuluhan penyakit gastritis, diharapkan keluarga
dapat memahami tentang penyakit tersebut sehingga dapat mencegah penyakit
tersebut.
2. Tujuan khusus
Setelah dilakukan pendidikan kesehatan selama 1 kali pertemuan diharapkan
lansia dapat:
a. Mampu menjelaskan pengertian penyakit rematik
b. Mampu menjelaskan penyebab penyakit rematik

Anda mungkin juga menyukai