Anda di halaman 1dari 9

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Konsep pelayanan gawat darurat merupakan suatu sistem atau rangkaian yang
meliputi proses pra rumah sakit, intra rumah sakit, melalui suatu pengkajian,
pelaksanaan, evaluasi, dan pendokumentasian, sehingga dapat dilakukan asuhan
keperawatan yang bertujuan untuk mencegah terjadinya kematian, atau kecatatan serta
mampu menstabilkan pasien kritis untuk dilakukan rujukan.
Pelayanan kegawat-daruratan memerlukan penanganan secara terpadu dan
multi disiplin dn multi profesi termasuk pelayanan keperawatan. Pelayanan kegawat-
darutan saat ini sudah diatur dalam suatu sistem dikenal dengan Sitem
Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT) baik SPGDT sehari hari-hari
(SPGDT-S) maupun SPGDT Bencana (SPGDT-B) . (Standar Pelayanan Keperawatan
Gawat Darurat, Direktorat bina pelayanan kesehatan Kementerian kesehatan RI
2011).
Sebagai bagian integral pelayanan gawat darurat, pelayanan keperawatan
mengutamakan akses pelayanan kesehatan bagi korban dengan tujuan untuk
mencegah dan mengurangi angka kesakitan, kematian, dan kecatatan. Kemampuan
perawat sebagai pelaksana pelayanan keperawatan gawat darurat masih sangat
terbatas untuk mendukung terwujudnya pelayanan kegawata daruratan yang
berkualitas.(Direktorat Bina Pelayanan Kesehatan Kemenkes RI, 2011).
Pasien yang masuk ke IGD rumah sakit tentunya butuh pertolongan yang
cepat dan tepat untuk itu perlu adanya standar dalam memberikan pelayanan gawat
darurat sesuai dengan kompetensi dan kemampuannya sehingga dapat menjamin
suatu penanganan gawat darurat dengan response time yang cepat dan penanganan
yang tepat (Kepmenkes RI Nomor 856/Menkes/SK/IX/2009)
Berdasarkan kajian Direktorat Bina Upaya Pelayanan Kesehatan Direktorat
Keperawatan pada tahun 2006 di 6 Provinsi Pusat Regional, bantuan kesehatan
menunjukkan bahwa hanya 37,76% perawat IGD RS dan 15,49% perawat Puskesmas
sudah mengikuti pelatihan gawat darurat. (Direktorat Bina Pelayanan Kesehatan
Kemenkes RI, 2011).
Karena pelayanan Gawat Darurat harus memprioritaskan penyelamatan nyawa
dan mencegah kecacatan pasien yang masuk ke IGD rumah sakit membutuhkan
2

pertolongan yang cepat dan tepat sehingga perlu adanya standar dalam memberikan
pelayanan keperawatan gawat darurat sesuai komptensi yang diharapkan.
Pelayanan Unit Gawat Darurat (UGD) adalah salah satu ujung tombak
pelayanan kesehatan di sebuah rumah sakit. Upaya Pertolongan terhadap penderita
gawat darurat harus dipandang sebagai satu sistem yang terpadu dan tidak terpecah-
pecah.
Kamar operasi emergency adalah unit di bawah Instalasi Gawat Darurat yang
bertanggung jawab melaksanakan pelayanan operasi bagi pasien IGD yang
memerlukan tindakan operasi yang sesegera mungkin (kasus pasien darurat).
Sistem mengandung pengertian adanya komponen-komponen yang saling
berhubungan dan saling mempengaruhi, mempunyai sasaran (output) serta dampak
yang diinginkan (outcome). Sistem yang bagus juga harus dapat diukur dengan
melalui proses evaluasi atau umpan balik yang berkelanjutan.
B. Tujuan
Tujuan dari pelayanan gawat darurat ini adalah untuk memberikan
pertolongan pertama yang cepat dan tepat antara lain :
1. Mencegah kematian dan cacat (to save life and limb) pada penderita gawat gawat
darurat, hingga dapat hidup dan berfungsi kembali dalam masyarakat sebagaimana
mestinya.
2. Merujuk penderita gawat darurat melalui sistem rujukan untuk memperoleh
penaganan yang memadai.
3. Menanggulangi korban bencana. (Pedoman pelayanan gawat darurat Kemkes RI,
1995)
3

BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Kista adalah suatu jenis tumor berupa kantong abnormal yang berisi cairan
atau benda seperti bubur (Dewa, 2015).
Kista adalah suatu bentukan yang kurang lebih bulat dengan dinding tipis,
berisi cairan atau bahan setengah cair (Sjamsuhidajat, 2018).
Kista Coklat atau Endometriosis adalah keadaan ketika sel-sel
endometrium yang seharusnya terdapat hanya dalam uterus, tersebar juga ke
dalam rongga pelvis (Mary Baradero dkk, 2015).
Endometriosis adalah lesi jinak atau lesi dengan sel-sel yang serupa dengan
sel-sel lapisan uterus tumbuh secara menyimpang dalam rongga pelvis diluar
uterus. (Brunner & Suddarth, 2014).
Endometriosis adalah terdapatnya jaringan endometrium (kelenjar dan
stoma) diluar uterus ( Mansjoer, 2014).
Kista coklat atau endrometriosis ini berasal dari sel-sel selaput perut yang
disebut peritoneum. Penyebabnya karena infeksi kandungan menahun, misalnya
keputihan yang dibiarkan. Sehingga kuman-kuman masuk ke selaput perut melalui
saluran indung telur. Infeksi tersebut melemahkan daya tahan selaput perut,
sehingga mudah terserang penyakit. Ketika haid tidak semua darah haid keluar
mealui lubang vagina, tetapi ada yang memercik ke rongga perut. Kondisi ini
merangsang sel-sel rusak yang ada di selaput perut, sehingga bisa menimbulkan
penyakit baru yang dinamakan endometriosis. Endometriosis sering disebut tumor
jinak, karena penyusupannya yang perlahan. Endometriosis tumbuh di lapangan
perut dan pelan-pelan menyebar ke hamper semua organ. Seperti usus, paru, hati,
otot rahim, mata dan otak. Tetapi tempat bersarang yang paling sering adalah pada
diding rahim. Tak heran kalau penderita endometriosis mengalami sakit yang
sangat ketika haid, karena indung telur membengkak ketika haid.

2. Etiologi
Menurut Nugroho (2017), kista ovarium disebabkan oleh gangguan
pembentukan hormone pada hipotalamaus, hipofisis dan ovarium. Penyebab lain
timbulnya kista adalah ovarium adalah adanya penyumbatan pada saluran yang
4

berisi cairan karena adanya bakteri dan virus, adanya zat dioksin dan asap pabrik
dan pembakaran gas bermotor yang dapat menurunkan daya tahan tubuh manusia
yang akan membantu tumbuhnya kista, faktor makan makanan yang berlemak
yang mengakibatkan zat-zat lemak tidak dapat dipecah dalam proses metabolisme
sehingga akan meningkatkan resiko timbulnya kista (Mumpuni dan Andang,
2013).
Arif,dkk (2016) mengatakan faktor resiko pembentukan kista ovarium
terdiri
dari:
a. Usia
Umumnya, kista ovarium jinak (tidak bersifat kanker) pada wanita kelompok
usia reproduktif. Kista ovarium bersifat ganas sangat jarang,akan tetapi wanita
yang memasuki masa menopause (usia 50-70 tahun) lebih beresiko memiliki
kista ovarium ganas.
b. Status menopause
Ketika wanita telah memasuki masa menopause, ovarium dapat menjadi tidak
aktif dan dapat menghasilkan kista akibat tingkat aktifitas wanita menopause
yang rendah.
c. Pengobatan infertilitas
Pengobatan infertilitas dengan konsumsi obat kesuburan dilakukan dengan
induksi ovulasi dengan gonadotropin (konsumsi obat kesuburan).
Gonadotropin yang terdiri dari FSH dan LH dapat menyebabkan kista
berkembang.
d. Kehamilan
Pada wanita hamil, kista ovarium dapat terbentuk pada trimester kedua pada
puncak kadar hCG (human chorionic gonadotrpin).
e. Hipotiroid
Hipotiroid merupakan kondisi menurunnya sekresi hormone tiroid yang dapat
menyebabkan kelenjar pituitary memproduksi TSH (Thyroid Stimulating
Hormone) lebih banyak sehingga kadar TSH meningkat. TSH merupakan
faktor yang memfasilitasi perkembangan kista ovarium folikel.
5

f. Merokok
Kebiasaan merokok juga merupakan faktor resiko untuk pertumbuhan kista
ovarium fungsional. Semakin meningkat resiko kista ovarium dan semakin
menurun indeks massa tubuh (BMI) jika seseorang merokok.
g. Ukuran massa
Kista ovarium fungsional pada umumnya berukuran kurang dari 5 cm dan
akan menghilang dalam waktu 4-6 minggu. Sedangkan pada wanita
pascamenopause, kista ovarium lebih dari 5 cm memiliki kemungkinan besar
bersifat ganas.
h. Kadar serum petanda tumor CA-125
Kadar CA 125 yang meningkat menunjukkan bahwa kista ovarium tersebut
bersifat ganas. Kadar abnormal CA125 pada wanita pada usia reproduktif dan
premenopause adalah lebih dari 200 U/mL, sedangkan pada wanita menopause
adalah 35 U/mL atau lebih.
i. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga menderita kanker ovarium, endometrium, payudara, dan
kolon menjadi perhatian khusus. Semakin banyak jumlah keluarga yang
memiliki riwayat kanker tersebut, dan semakin dekat tingkat hubungan
keluarga, maka semakin besar resiko seorang wanita terkena kista ovarium.
j. Konsumsi alcohol
Konsumsi alkohol dapat meningkatkan resiko terbentuknya kista ovarium,
karena alkohol dapat meningkatkan kadar estrogen. Kadar estrogen yang
meningkat ini dapat mempengaruhi pertumbuhan folikel.
k. Obesitas
Wanita obesitas (BMI besar sama 30kg/m2) lebih beresiko terkena kista
ovarium baik jinak maupun ganas. Jaringan lemak memproduksi banyak jenis
zat kimia, salah satunya adalah hormone estrogen, yang dapat mempengaruhi
tubuh. Hormone estrogen merupakan faktor utama dalam terbentuknya kista
ovarium.
6

3. Tanda dan Gejela


Tanda dan gejala endometriosis antara lain :
a. Dismenorea
Dismenorea adalah nyeri perut bawah yang progresif dan dekat paha yang
terjadi pada dan selama haid. Dismonorea pada endometriosis biasanya
merupakan rasa nyeri waktu haid yang semakin lama semakin menghebat.
Sebab dari dismenorea ini tidak diketahui, tetapi mungkin adanya hubungan
dengan vaskularisasi dan perdarahan dalam sarang endometriosis pada waktu
sebelum dan semasa haid. Nyeri tidak selalu didapatkan pada endometriosis
walaupun kelainan sudah luas, sabaliknya kelainan ringan dapat menimbulkan
gejala nyeri yang keras. (Prawihardjo 2010).
b. Dispareunia
Dispareunia adalah nyeri ketika melakukan hubungan seksual. Dispareunia
yang merupakan gejala yang sering dijumpai, disebabkan oleh karean adanya
endometriosis di kavum Douglasi. (Prawihardjo, Ilmu Kandungan, 2010)
c. Nyeri waktu defekasi, khusunya pada waktu haid
Defekais yang sukar dan sakit terutama pada waktu haid, disebabkan oleh
karena adanya endometriosis pada dinding rektosigmoid. Kadang-kadang bisa
terjadi stenosis dari lumen usus besar tersebut. Endometriosis kandung
kencing jarang terdapat, gejala-gejalanya ialah gangguan miksi dan hematuria
pada waktu haid. (Prawihardjo, Ilmu Kandungan, 2010)
d. Polimenorea dan hioermenorea
Polimenorea adalah panjang siklus haid yang memendek dari panjang siklus
haid yang klasik, yaitu kurang dari 21 hari per siklusnya, sementara volume
pendarahannya kurang lebih sama atau lebih banyak dari volume pendarahan
haid biasa.(H. Hendrik, 2006).
Hipermenorea adalah perdarahan haid yang banyak dan lebih lama dari
normal, yaitu 6-7 hari dan ganti pembalut 5-6 kali perhari. Gangguan haid dan
siklusnya dapat terjadi pada endometriosis apabila kelainan pada ovarium
demikian luasnya sehingga fungsi ovulasi terganggu. (Prawihardjo, 2018).
e. Infertilitas
Infertilitas adalah keadaan di mana seseorang tidak dapat hamil secara alami
atau tidak dapat menjalani kehamilannya secara utuh. Tiga puluh sampai
empat puluh persen wanita dengan endometriosis menderita infertilitas.
7

Menurut Rubin kemungkinan untuk hamil pada wanita dengan endometriosis


ialah kurang lebih separuh wanita biasa. Faktor penting yang menyebabkan
infertilitas pada endometriosis ialah apabila mobilitas tuba terganggu karena
fibrosis dan perlekatan jaringan di sekitarnya. (Prawihardjo, 2018)
4. Patofisiologi
Perkembangan ovarium setelah lahir didapatkan kurang lebih sebanyak
1.000.000 sel germinal yang akan menjadi folikel, dan sampai pada umur satu
tahun ovarium berisi folikel kistikdalam berbagai ukuran yang dirasngsang oleh
peningkatan gonadotropin secara mendadak, bersamaan dengan lepasnya steroid
fetoplasental yang merupakan umpan balik negative pada hipotalamus-pituitari
neonatal. Pada awal pubertas sel germinal berkurang menjadi 300.000 sampai
500.000 unit dari selama 35-40 tahun dalam masa kehidupan reproduksi, 400-500
mengalamai proses ovulasi, folikel primer akan menipis sehingga pada saat
menopause tinggal beberapa ratus sel germinal.pada rentang 10-15 tahun sebelum
menopause terjadi peningkatan hilangnya folikel berhubungan dengan
peningkatan FSH. Peningkatan hilangnya folikel kemungkinan disebabkan
peningkatan stimulasi FSH. Pada masa reproduksi akan terjadi maturasi folikel
yang khas termasuk ovulasi dan pembentukan korpus luteum. Proses ini terjadi
akibat interaksi hipotalamus-hipofisis-gonad di mana melibatkan folikel dan
korpus luteum, hormone steroid, gonadotropin hipofisis dan faktor autokrin atau
parakrin bersatu untuk menimbulkan ovulasi.
Kista coklat yang berasal dari proses ovulasi normal disebut kista fungsional
jinak. Kista dapat berupa folikular dan luteal. Kista ini terjadi karena kegagalan
ovulasi (LH surge) dan kemudian cairan intrafolikel tidak diabsorpsi kembali.
Pada beberapa keadaan, kegagalan ovulasi juga dapat terjadi secara artificial
dimana gonatropin diberikan secara berlebihan untuk menginduksi ovulasi.
Hipotalamus menghasilkan gonadotrophin releasing hormone (GnRH), yang
disekresi secara pulpasi dalam rentang kritis. Kemudian GnRH memacu hipofisis
untuk menghasilkan gonadotropin (FSH dan LH) yang disekresi secara pulpasi
juga. Segera setelah menopause tidak ada folikel ovarium yang tersisa. Terjadi
peningkatan FSH 10-20 kali lipat dan peningkatan LH sekitar 3 kali lipat dan
kadar maksimal dicapai 1-3 tahun pasca menopause, selanjutnya terjadi penurunan
yang bertahap walaupun sedikit pada kedua gonadotropin tersebut.
8

Peningkatan kadar FSH dan LH pada saat kehidupan merupakan bukti pasti
terjadi kegagalan ovarium (Prawirohardjo,2011). Ukuran kista ovarium bervariasi,
misalnya kista korpus luteum yang berukuran sekitar 2 cm-6 cm, dalam keadaan
normal lambat laun akan mengecil dan menjadi korpus albikans. Kadang-kadang
korpus luteum akan mempertahankan diri, perdarahan yang sering terjadi di
dalamnya
menyebabkan terjadinya kista, berisi cairan bewarna merah coklat tua karena
darah tua. Korpus luteum dapat menimbulkan gangguan haid, berupa amnorea
diikuti perdarahan tidak teratur. Adanya kista dapat pula menyebabkan rasa berat
di perut bagian bawah dan perdarahan berulang dalam kista dapat menyebabkan
ruptur (Wiknjosastro, 2017)
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Laparaskopi
Pemeriksaan ini sangat berguna untuk mengetahui apakah sebuah tumor
berasar dari ovarium atau tidak dan untuk mengetahui sifat sifat tumor
tersebut.
b. USG
Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan dan batas tumor apakah tumor
berasal dari uterus, ovarium atau kandung kencing, apakah tumor kistik atau
solid dan dapat dibedakan pula cairan dalam rongga perut yang bebas dan
yang tidak
c. Ultrasound / scan CT : membantu mengindentifikasi ukuran / lokasi massa.
d. Hitung darah lengkap : penurunan Hb dapat menununjukan anemia kronis
sementara penurunan Ht menduga kehilangan darah aktif, peningkatan SDP
dapat mengindikasikan proses inflamasi / infeksi. ( Doenges. 2000).
e. Foto Rontgen
Pemeriksaan ini berguna untuk menentukan adanya hidrotoraks. Selanjutnya,
pada kista dermoid kadang-kadang dapat dilihat gigi dalam tumor.
Penggunaan foto rontgen pada pictogram intravena dan pemasukan bubur
barium dalam colon disebut di atas.
6. Penatalaksanaan
a. Pengangkatan kista ovarium yang besar biasanya adalah melalui tindakan
bedah, misal laparatomi, kistektomi atau laparatomi salpingooforektomi.
9

b. Kontrasepsi oral dapat digunakan untuk menekan aktivitas ovarium dan


menghilangkan kista.
c. Perawatan pasca operasi setelah pembedahan untuk mengangkat kista ovarium
adalah serupa dengan perawatan setelah pembedahan abdomen dengan satu
pengecualian penurunan tekanan intra abdomen yang diakibatkan oleh
pengangkatan kista yang besar biasanya mengarah pada distensi abdomen
yang berat. Hal ini dapat dicegah dengan memberikan gurita abdomen sebagai
penyangga.
d. Tindakan keperawatan berikut pada pendidikan kepada klien tentang pilihan
pengobatan dan manajemen nyeri dengan analgetik / tindakan kenyamanan
seperti kompres hangat pada abdomen atau teknik relaksasi napas dalam,
informasikan tentang perubahan yang akan terjadi seperti tanda – tanda
infeksi, perawatan insisi luka operasi. ( Lowdermilk.dkk. 2015).

Anda mungkin juga menyukai