DENGAN ENDOMETRIOSIS
Di susun oleh:
Kelas : A12-a
2020/2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat dan hidayat-Nya penulisan dan penyusunan Asuhan Keperwatan
Pasien dengan Endometriosis dapat terselesaikan.
Makalah ini merupakan salah satu tugas mata ajar perkuliahan bidang mata
ajar maternitas di STIKes Wira Madika Bali
Tak lupa juga penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang
telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini, khususnya kepada:
1. Kedua orang tua penulis yang telah memberikan dukungan baik dalam bentuk
materi dan non materi.
2. Teman-teman yang sudah bersedia membantu.
Dan semua pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu,
yang telah banyak membantu dalam pembuatan asuhan keperawatan ini.
Tim Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Diperolehnya pengalaman secara nyata dalam memberikan asuhan keperawatan
dengan masalah Endometriosis.
2. Tujuan Khusus
Diharapakan mahasiswa mampu:
a. memahami secara teoritis mengenai Endometriosis
b. Melakukan pengkajian keperawatan pada klien dengan masalah
kesehatanEndometriosis.
c. Menganalisa data untuk menentukan diagnosa keperawatan dengan masalah
kesehatanEndometriosis.
d. Merencanakan diagnosa keperawatn pada klien dengan masalah
kesehatanEndometriosis.
e. Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan masalah kesehatan
Endometriosis
C. Metode Penulisan
Dalam penyusunan makalah ilmiah ini metode yang digunakan adalah
Studi kepustakaan yaitu dengan mempelajari dan membaca buku-buku ilmiah
yanag berhubungan dengan kasus.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI
Endometrium adalah lapisan dalam dinding kavum uteri yang berfungsi sebagai bakal
tempat implantasi hasil konsepsi. Selama siklus haid, jaringan endometrium
berproliferasi, menebal dan mengadakan sekresi, kemudian jika tidak ada pembuahan/
implantasi, endometrium rontok kembali dan keluar berupa darah/ jaringan haid.
Pada suatu fase dimana ovum tidak dibuahi oleh sperma, maka kurpus luteum akan
berhenti memproduksi hormon progesteron dan berubah menjadi korpus albikan yang
menghasilkan sedikit hormon diikuti meluruhnya lapisan endometrium yang telah
menebal, karena hormon estrogen dan progesteron telah berhenti diproduksi. Pada fase
ini, biasa disebut menstruasi atau peluruhan dinding rahim.
Endometriosis adalah suatu keadaan dimana jaringan mirip dengan dinding rahim
(endometrium) ditemukan di tempat lain dalam tubuh (Smeltzer, 2010). Endometriosis
adalah adanya kelenjar dan stroma endometrium di luar uterus paling sering mengenai
ovarium atau perlukaan peritoneum viseralis yang mengantung (Ralph C. & Martin L.,
2013).
Endometriosis merupakan lesi jinak dengan sel-sel yang mempunyai sel-sel yang
melapisi uterus yang tumbuh secara aberans pada rogga pelvis di luar uterus (Diane C. &
JoAnn C., 2014). Meskipun jinak, endometriosis bersifat progresif, cenderung kambuh
dan dapat menginvasi secara lokal, dapat memiliki banyak fokus yang tersebar luas dan
dapat terjadi dalam nodus limfe pelvis (30%). Ovarium, ligamentum sakrouterina,
septum rektovaginal, dan peritoneum pelvis lebih sering terkena namun, endometriosis
dapat juga mempengaruhi traktus intestinalis (kolon rektosigmoid) dan traktus urinarius.
Berdasarkan data dari Ralph C. & Martin L. (2011), endometriosis menyerang 10-20%
wanita yang masih mengalami menstruasi dan ditemukan pada 30-45% wanita infertil
yang menyebabkan 20% dari seluruh operasi di bidang ginekologi serta merupakan satu-
satunya penyebab perawatan inap non kebidanan (>5%) pada waita berumur 15-44
tahun. Perbedaan utama endometriosis remaja dan dewasa adalah hubungannya dengan
kelainan kongenital pada saluran reproduksi pasien pubertas (William M., 2015).
Sistem klasifikasi untuk endometriosis pertama kali dibuat oleh American Fertility
Society (AFS) pada tahun 1979 yang kemudian berubah nama menjadi ASRM pada
tahun 1996. ASRM merevisi klasifikasi endometriosis pada tahun 1996, yang dikenal
dengan sistem skoring revisied AFS (r-ASF). Sistem ini membagi edometriosis kedalam
empat derajat keparahan, yaitu:
2.4 Etiologi
Etiologinya tidak diketahui, tetapi ada beberapa mekanisme yang mungkin berperan
penting dalam pathogenesis. Mekanisme dari penyakit ini adalah menstruasi retrograde
(sel-sel endometrium bergerak mundur melalui tuba falopii memasuki rongga abdomen)
atau penyebaran melalui sistem limfatik atau perdarahan. Jaringan yang nyasar tersebut
biasanya ditemukan menempel pada ovarium, permukaan posterior uterus, ligamentum
uterosakral, ligamentum latum, atau pada usus. Namun, banyak teori telah diusulkan
untuk menjelaskan presentasi klinis penyakit.
2.5 Patofisiologi
Endometriosis dipengaruhi oleh faktor genetik. Wanita yang memiliki ibu atau saudara
perempuan penderita endometriosis memiliki resiko lebih besar terkena penyakit seperti
ini, karena adanya gen abnormal yang diturunkan dalam tubuh wanita tersebut.
Sel endometrial seperti ini dapat memasuki peredaran darah dan limpa, sehingga sel
endometrial seperti ini memiliki kesempatan buat mengikuti aliran regional tubuh dan
menuju ke bagian tubuh lainnya.
Dimanapun lokasi terdapatnya, endometrial ekstra uterin seperti ini dapat dipengaruhi
oleh siklus endokrin normal. Karena dipengaruhi oleh siklus endokrin, maka pada saat
estrogen dan progresteron meningkat, jaringan endometrial seperti ini juga mengalami
perkembangbiakan. Pada saat terjadi perubahan, kadar estrogen dan progresteron lebih
rendah atau berkurang. Jaringan endometrial seperti ini akan menjadi nekrosis dan
terjadi perdarahan di daerah pelvic.
Perdarahan di daerah pelvic seperti ini disebabkan karena iritasi peritoneum dan
menyebabkan nyeri saat menstruasi (dysmenorea). Setelah perdarahan, penggumpalan
darah di pelvis akan menyebabkan adhesi atau perlekatan di dinding dan permukaan
pelvis. Hal seperti ini akan menyebabkan nyeri, tidak hanya di pelvis tapi juga nyeri
pada daerah permukaan terkait, nyeri saat latihan, defekasi, BAK dan saat melakukan
hubungan seks.
Adhesi juga dapat terjadi di sekitar uterus dan tuba falopii. Adhesi di uterus
menyebabkan uterus mengalami retroversi, sedangkan adhesi di tuba falopii
menyebabkan gerakan spontan ujung-ujung fimbriae buat membawa ovum ke uterus
menjadi terhambat. Hal-hal inilah yang menyebabkan terjadinya infertilisasi pada
endometriosis.
Pada intinya, endometriosis berespon seperti endometrium normal, jadi ikut menebal,
melepaskan diri, dan sebagainya seperti selama siklus haid biasa, termasuk perdarahan.
Pada ovarium, beruba endometrium (kista yang dilapisi endometrium yang berfungsi).
Bila berdarah ke dalam, isi kista tampak berwarna coklat disebut kista coklat. Bila
perdarahan ke luar akan timbul perlengketan-perlengketan dalam rongga peritoneum.
Penyebab kondisi ini belum jelas, namun ada 2 teori yaitu menstruasi retrograd dan
metaplasia. Teori menstruasi retrograd mengatakan bahwa selama menstruasi ada
endometrium yang memasuki tuba uterine dan akhirnya masuk ke rongga pelvis. Teori
metaplasia mengatakan bahwa terdapat sisa epitel ambrional yang belum berdiferensiasi
sampai menarke. Jaringan inilah yang berespon terhadap estrogen dan progresteron
sebagaimana endometrium.
2.6WOC
Tanda umum adanya endometriosis adalah nyeri pelvis yang parah. Dapat muncul
sesekali atau konstan, dan biasa berkaitan dengan siklus menstruasi si penderita. (Andi
Priyatna, 2012)
Gejala paling umum yang menjadi ciri khas kasus endometriosis adalah : (VitaHealth,
2017)
a. Nyeri yang sangat hebat di bagian perut dan sekitar panggul yang terjadi sebelum atau
awal dari siklus haid (75% kasus), sehingga membuat pasien tidak berdaya (pingsan),
tetapi tidak sampai mengancam nyawa. Lokasi nyeri di daerah panggul sering
berhubungan dengan lokasi dari lesi endometriosis. Bila endometriosis telah menyerang
indung telur, rasa nyeri tersebut mungkin berlanjut hingga akhir siklus haid, dan
semakin parah sakitnya berhubungan dengan perkembangan penyakitnya.
b. Nyeri sendi kalau ditekan (fibromyalgia), yang disertai dengan kelelahan sehingga
membuat tidak nyaman.
c. Sakit sewaktu melakukan hubungan intim atau biasa disebut disperunia (32% kasus).
Sangat umum terjadi pada penderita dengan sebaran endometriosis berlokasi pada
jaringan di belakang rahim dan dinding panggul, serta permukaan dasar panggul dan
ligamen pada daerah tersebut (ligamen uterosakral). Semakin dalam penetrasi pada saat
hubungan seksual, rasa sakit pun akan semakin berat.
d. Perdarahan dari anus sewaktu buang air besar, yang mungkin terasa sangat sakit,
disebabkan tumbuhnya implan endometrium pada usus besar (colon), atau pada saluran
kencing bila kasus endometriosisnya sudah parah.
e. Gangguan pra-haid dan perdarahan pada rahim. Gangguan siklus haid berupa bercak-
bercak menjelang haid dan perdarahan rahim yang tidak seharusnya terjadi. Kurangnya
frekuensi ovulasi, tidak teratur, atau jumlahnya tidak cukup adalah gejala umum yang
juga mungkin dialami penderita endometriosis. Namun, gangguan-gangguan tersebut
kurang spesifik, karena pada penderita yang parah pun sering kali fungsi sel telurnya
masih normal.
f. Terjadi rasa sakit pada waktu buang air kecil, yang kadang-kadang disertai darah di
dalam urin. Hal ini terjadi karena implan tersebut menekan organ tubuh yang membawa
kotoran ke luar (kandung kemih, usus, dan anus)
g. Masalah infertilitas (kemandulan) akibat penyempitan dan tersumbatnya saluran
indung telur, sehingga menghalangi sel telur sampai di rahim. Dalam hal ini terindikasi
bahwa prevalensi endometriosis 3x lebih tinggi pada wanita yang tidak subur
dibandingkan dengan wanita yang subur pada umumnya. Namun, berbagai pendapat
menyatakan ada begitu banyak faktor penyebab infertilitas, dan bahkan banyak pasien
endometriosis yang kemudian masih tetap bisa mengalami kehamilan.
h. Sebagai tambahan, wanita penderita endometriosis bisa mengalami gejala yang
menyerupai gangguan saluran pencernaan (gastrointestinal) dan kelelahan kronis
(chronic fatigue syndrome) yang dialami lebih dari 20% penderita endometriosis di
Amerika Serikat.
i. Gangguan fase luteal (luteinized unruptured fillice syndrome), pasien mampu
berovulasi, tetapi bisa keluar dari ovarium. Hal ini pada beberapa kasus menjadi
penyebab terjadinya kemandulan.
a. Nyeri Pelvis
Nyeri panggul merupakan tanda utama endometriosis, dengan ciri khas nyeri
bersifat kronis dan berulang, timbul sebagai dismenore didapat atau sekunder.
Nyeri biasanya terjadi 24-48 jam sebelum menstruasi dan mereda beberapa saat
setelah timbul menstruasi. Namun rasa tidak nyaman dapat terjadi selama seluruh
interval menstruasi. Nyeri ditandai dengan nyeri konstan,, biasanya pada pelvis
atau punggung bawah (sakrum). Namun nyeri mungkin unilateral atau bilateral
dan dapat menyebar ke tungkai bawah atau selangkang. Jika dibandingkan dengan
dismenore primer, nyeri pelvis lebih konstan dan jarang timbul di bagian garis
tengah tubuh. Gejala-gejala pelvis lainnya adalah kejang yang berat, rasa berat
pada panggul dan tekanan pada pelvis.
Dapat terjadi gejala-gejala saluran cerna, tanpa diketahui apakah disertai
keterlibatan usus besar atau tidak, misalnya nyeri perut siklik, konstipasi
intermiten, diare, nyeri saat defekasi, dan adanya darah dalam feses. Gejala-gejala
saluran kemih meliputi gangguan frekuensi miksi, disuri, hematuri perimenstruasi
atau hidronefrosis. Penetrasi dalam saat hubungan seks dapat menimbulkan nyeri
hebat (dispareunia) yang dapat berlangsung selama 1-2 jam. Gejala-gejala yang
tidak lazim pada saat menstruasi pernah dilaporkan : kejang (implantasi di sistem
saraf pusat) dan hemotoraks atau hematemesis (implantasi di paru)
b. Infertilitas
c. Perdarahan Abnormal
a. Dismenore
b. Dispareunia
c. Infertilitas
1. Diagnosa klinis
Anamnesa
Keluhan utama dari endometriosis adalah nyeri. Nyeri pelvik kronis yang disertai
dengan infertilitas juga merupakan masalah klinis utama pada endometriosis.
Emdometrium pada organ tertentu dapat menimbulkan efek yang sesuai dengan fungsi
organ tersebut, sehingga lokasi penyakit dapat diduga.
Riwayat pada keluarga sangat penting untuk diketahui karena penyakit endometriosis
bersifat diwariskan. Keturunan pertama memiliki resiko tujuh kali lebih besar untuk
mengalami hal serupa. Endometriosis juga lebih mungkin berkembang pada saudara
perempuan monozigot daripada dizigot. Rambut dan nevus displastik telah
diperlihatkan berhubungan dengan endometriosis.
Jarang dilakukan kecuali penderita menunjukkan adanya gejala fokal siklik pada daerah
organ non ginekologi. Pemeriksaan dilakukan guna mencari penyebab nyeri yang
letaknya kurang tegas dan dalam. Endometrioma pada parut pembedahan bisa berupa
pembengkakan yang nyeri dan lunak fokal dapat menyerupai lesi lain seperti
granuloma, abses dan hematom.
Pada genitalia eksterna dan permukaan vagina biasanya tidak didapatkan kelainan. Lesi
pada endometriosis terlihat hanya 14,4% pada pemeriksaan inspekulo, sementara pada
pemeriksaan manual lesi ini teraba pada 43,1% penderita. Ada kaitan antara stenosis
pelvik dan endometriosis pada penderita nyeri pelvik kronik. Paling umum, tanda
positif ditemukan pada pemeriksaan bimanual dan rektovaginal.
Hasil pemeriksaan fisik yang nnormal tidak menyingkirkan diagnosis endometriosis,
pemeriksaan pelvik sebagai pendekatan non bedah untuk diagnosis endometriosis dapat
dipakai pada endometrioma ovarium.gejala, tanda fisis dan pemeriksaan bimanual dapat
digunakan.
Kemungkinan
Kelompok Gabungan gejala
endometriosis (%)
-nyeri haid
1 -tumor >2x2 atau nodul 89,09
-Infertilitas
-nyeri haid
2 65,45
-tumor >2x2 atau nodul
-nyeri haid
3 60,00
-infertilitas
-tumor >2x2 atau nodul
4 52,73
-infertilitas
4. Dignosa pencitraan
5. Diagnosa laparoskopi
Dengan pemeriksaan visualisasi langsung ke rongga abdomen, yang pada banyak kasus
sering dijumpai jaringan endometriosis tanpa adanya gejala klinis.
Penampakan klasik dapat berupa jelaga biru-hitam dengan keragaman derajat
pigmentasi dan fibrosis di sekelilingnya. Warna hitam disebabkan oleh timbunan
hemosiderin dari serpih haid yang terperangkap, kebanykan invasi ke peritoneum
berupa lesi-lesi atpikal tak berpigmen berwarna merah atau putih.
Diagnosa endometriosis secara visual pada laparoskopi tak selalu sesuai dengan
pemastian histopatologi meski penderitanya mengalami nyeri pelvik kronik.
Endometriosis yang didapat dari laparoskopi sebesar 36%, ternyata secara histopatologi
hanya terbukti 18% dari pemeriksaan histopatologi.
Warna lesi Aktivitas biologis Makna klinis
Sangat tervaskularisasi dan
proliferatif; aktivitas
Merah produksi prostaglandin F 2 Stadium dini endometriosis
alpha sama dengan lesi
hitam.
Sedikit sekali Lesi yang sembuh atau laten
Putih tervaskularisasi, metabolik kurangnyeri dibandingkan
tidak aktif, jaringan fibrosa. lesi hitam atau merah.
Stadium lanjut
Aktivitas produksi
endometriosis (76-93%
Hitam prostaglandin F 2 alpha
terpastikan secara
sama dengan lesi merah.
histopatologis)
Dua hal yang harus diperhatikan pada saat dilakukan laparoskopi adalah:
6. Biopsi
7. Stadium endometriosis
Klasifikasi endometriosis yang digunakan saat ini adalah menurut American Society
For Reproductive Medicine yang telah di revisi pada tahun 1996 yang berbasi pada tipe,
lokasi, tampilan, kedalaman invasi lesi, penyebaran penyakit dan perlengketan.
Penentuan stadium atau keterlibatan endometriosis didasarkan pada system nilai bobot
(weighted point system). Sebaran nilai-nilai tersebut telah ditetapkan secara sembarang.
Untuk menjamin penilaian yang sempurna, inspeksi pelvis hendaknya dilakukan searah
jarum jam atau berlawanan. Catat jumlah, ukuran, dan letak susunan endometriosis,
bengkak (plak), endometrioma, dan atau perlekatan. Pada stadium 1 (minimal), bobot :
1 – 5 ; stadium 2 (ringan), bobot : 6-15 ; stadium 3 (Sedang), bobot 16-40 ; stadium 4
(berat), bobot > 40.
8. CA125
CA 125 merupakan suatu glycoprotein dengan berat molekul tinggi yaitu 200.000
Dalton yang biasa digunakan untuk marker tumor pilihan pada tumor epithel ovarium.
Antigen CA 125 dihasilkan oleh epitel yang berasal dari epitel coelom (sel mesothelial
pleura, pericardium dan peritoneum) dan epitel saluran muller (tuba, endometrium, dan
endoserviks). Permukaan epitel ovarium fetus dan dewasa tidak menghasilkan CA 125
kecuali kista inklusi, permukaan epitel ovarium yang mengalami metaplasia dan yang
mengalami pertumbuhan papiler.
Pada kelainan ginekologi yang jinak, peningkatan kadar CA 125 ditemukan pada
endometriosis, penyakit radang panggul, myoma uteri, abses tubo ovarial dan TB
multiviseral. Pada awal kehamilan juga dapat dijumpai peningkatan CA 125.
CA 125 meningkat pada endometriosis lanjut, sehingga lebih baik sebagai penapisan
bagi diagnosis endometriosis sedang hingga berat (stadium 3 san 4). Kegunaannya
terbatas untuk menasah endometriosis minimal ringan, karena kepekaan teranya rendah.
2. Penatalaksanaan
Penanganan endometriosis bersifat simtomatis yaitu tergantung pada keluhan dan gejala
klinisnya. Tujuan penanganan endometriosis adalah mengontrol nyeri, mengontrol
perkembangan penyakit endometriosis dan mempertahankan fertilitasnya. Terdapat
tiga bentuk cara penanganan endometriosis, yaitu secara bedah, medikamentosa dan
kombinasi bedah dengan medikamentosa. Nyeri biasanya ditangani dengan terapi
hormon dan terapi bedah, sedangkan infertilitas ditangani dengan terapi bedah dan
terapi spesifik untuk infertilitas, misalnya inseminasi atau fertilisasi in vitro.
1. Terapi Bedah
Terapi bedah pada endometriosis bisa dilakukan dengan cara laparotomi dan
laparoskopi, namun menurut Sinaii sebagian besar (69,1%) dilakukan dengan
laparoskopi. Hampir sebagian besar dimulai dengan tindakan laparoskopi
diagnostik, walaupun sebenarnya pengenalan dan konfirmasi terhadap lesi
endometriosis tidaklah mudah. Terdapat tiga tampilan lesi endometriosis, yaitu
lesi peritoneum, lesi vagina dan lesi supra vagina. Lesi peritonium bisa dalam
bentuk lesi tipikal, misalnya : Pukerer black, powder burm dan lain-lain, bisa juga
dalm bentuk red flame- lik, white opacification, glandular excrescences. Saat
laparoskopi diagnostik ditentukan gradasi endometriosis dengan menggunakan
sistem klasifikasi menurut ASRM. Berdasarkan panduan ESHRE disebutkan
bahwa inspeksi visual dengan laparoskopi merupakan standar emas untuk
diagnosis definitif endometriosis.
Saat terapi bedah dilakukan dua hal, yaitu mempertahankan kesuburan dengan
memperbaiki distorsi anatomi adneksa dengan cara melakukan pembebasan
perlekatan, mengambil jaringan/ implan endometriosis yang dilakukan dengan
cara ablasi atau eksisi. Beberapa hal penting yang harus diperhatikan saat
melakukan tindakan bedah adalah: usia penderita, gradasi penyakit endometriosis,
berat ringannya keluhan dan kebutuhan untuk fertilitasnya.
2. Terapi Obat
3. Radiasi
Pengobatan ini bertujuan untuk menghentikan fungsi ovarium, terapi cara ini
tidak dilakukan lagi, kecuali jika ada kontra indikasi terhadap pembedahan.
4. Radioterapi
Dilakukan pada penderita yang diagnosanya sudah jelas dan keadaan umumnya
kurang baik.
2. Komplikasi
Komplikasi dari endometriosis meliputi:
Infertilitas dapat terkait dengan pembentukan parut dan distorsi anatomi karena
endometriosis, namun endometriosis juga dapat mengganggu dengan cara yang lebih
halus: sitokin dan bahan kimia lain mungkin akan dirilis yang mengganggu reproduksi.
Komplikasi dari endometriosis termasuk usus dan obstruksi saluran kemih akibat
perlengketan pelvis. Juga, peritonitis dari perforasi usus dapat terjadi.
2. Prognosis
Endometriosis ditemukan dapat menghilang secara spontan pada 1/3 wanita yang tidak
ditatalaksana secara aktif. Manajemen medis (supresi ovulasi) untuk mengurangi nyeri
pelvis tapi tidak untuk pengobatan endometriosis yang berkaitan dengan infertilitas.
Namun, tetap ada potensi untuk konsepsi. Kombinasi estrogen progestin meredakan
nyeri pelvis. Setelah 6 bulan terapi danazol, sebesar 90% pasien dengan endometiosis
sedang mengalami penurunan nyeri pelvis. Total abdominal hysterectomy and bilateral
salpingo-oophoretomy dilapokan hingga 90% dalam meredakan nyeri. Kehamilan
masih mungkin begantung pada keparahan penyakit. Tanda dan gejala secara umum
menurun dengan adanya onset menopause dan selama kehamilan.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 KASUS
3.2 Pengkajian
a. Identitas
Nama: Ny. T
Umur: 28 tahun
Jenis kelamin: P
Alamat: Surabaya
Pekerjaan: Ibu rumah tangga
b. Keluhan Utama
Ny T mengeluh mengalami nyeri abdomen kuadran kiri dan nyeri pelvis berat dan nyeri
saat bersenggama.
f. Head To Toe
1. Kepala:
3. Hidung:
6. Pernafasan
7. Sirkulasi jantung
8. Abdomen
Mengecil : -
Linea & Striae : -
Luka bekas operasi: -
Kontraksi : -
Lainnya sebutkan : Nyeri pada abdomen
9. Genitourinary
Perineum : Normal
Vesika urinaria : Oliguri
10. Ekstremitas (Integumen/Muskuloskletal)
Endometriosis
↓
Adhesi di tuba fallopii
DS : Klien mengaku rendah diri ↓
karena tidak bisa hamil. Gerakan spontan ujung-ujung
DO: Klien merasa lelah dan fimbriae
4. lemah dan lebih memilih ↓ Gangguan citra tubuh
bekerja sepanjang hari. Gerakan ovum ke uterus lambat
↓
Ovum tertahan di saluran ekstra
uterine
↓
Infertil
3.4 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul:
3.5 Intervensi
Intervensi Rasional
1. Bantu pasien menemukan
posisi nyaman. Memodifikasi reaksi fisik dan psikis
terhadap nyeri.
Intervensi Rasional
1. Menghemat pengguaan oksigen dan
1. Anjurkan pada klien untuk bedrest
energi
4. Kolaborasi: 4. Kolaborasi:
Intervensi Rasional
1. Kaji riwayat seksual dalam kehidupan 1. Mengkaji riwayat seksual klien
pasien dan periksa hubungan dengan digunakan untuk menetukan tindakan
pasangan seksualnya keperawatan.
Tujuan: setelah diberikan asuhan keperawatan citra diri klien akan meningkat.
Kriteria evaluasi:
Intervensi Rasional
1. Klien dengan mudah
1. Bina hubungan saling percaya dengan
mengungkapkan masalahnya hanya
klien.
kepada orang yang dipercayainya.
Benson, Ralph C. dan Martin L. Pernoll. 2013. Buku Saku Obstetri & Giekologi
Edisi 9. Jakarta: EGC.
Manuaba, Ida B.G. 2009. Penuntun Kepaniteraan Klinik Obstetri & Ginekologi
Edisi 2. Jakarta: EGC.
Werner, David, Carol Thuman, Jane Maxwell. 2010. Apa yang Anda kerjakan
bila tidak ada Dokter. Yogyakarta : Andi halaman 332