Anda di halaman 1dari 25

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN

DENGAN ENDOMETRIOSIS

Di susun oleh:

1. Ni Putu Gintan Diah Pratiwi (18.321.2854)


2. Ni Putu Lia Widya Suryani (18.321.2855)

Kelas : A12-a

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA PPNI BALI

2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat dan hidayat-Nya penulisan dan penyusunan Asuhan Keperwatan
Pasien dengan Endometriosis dapat terselesaikan.

Makalah ini merupakan salah satu tugas mata ajar perkuliahan bidang mata
ajar maternitas di STIKes Wira Madika Bali

Tak lupa juga penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang
telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini, khususnya kepada:

1. Kedua orang tua penulis yang telah memberikan dukungan baik dalam bentuk
materi dan non materi.
2. Teman-teman yang sudah bersedia membantu.

Dan semua pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu,
yang telah banyak membantu dalam pembuatan asuhan keperawatan ini.

Dengan penulisan asuhan keperawatan ini penulis berharap dapat


memberikan informasi yang berguna bagi para pembacanya.

Penulis menyadari dalam pembuatan asuhan keperawatan ini masih


banyak kekurangan di banyak bagian, untuk itu penulis sangat berterimakasih bila
ada pihak-pihak yang mengkoreksi dan memberikan kritik dan saran supaya
penulis dapat memperbaikinya.

Denpasar , 14 oktober 2020

Tim Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Endometriosis disebabkan oleh jaringan endometrium atau selaput lender rahim


bagian dalam yang setiap bulan luruh menjadi darah haid. Darah yang luruh ini
seharusnya hanya keluar lewat vagina dan sebagian kecil darah “tumpah“ melalui
saluran telur kedalam rongga abdomen atau rongga perut. Seharusnya tubuh bias
menyerap darah yang luruh ini. Namun beberapa hal seperti factor genetic dan factor
lingkungan menyebabkan turunnya kemampuan system pertahanan tubuh .Sehingga
darah tidak diserap secara maksimal.

Endometriosis selama kurang lebih 30 tahun terakhir ini menunjukkan angka


kejadian yang meningkat. Angka kejadian antara 5-15% dapat ditemukan antara
semua operasi pelvic. Endometriosis jarang didapatkan pada orang-orang Negro, dan
lebih sering didapatkan pada wanita-wanita dari golongan social-ekonomi yang
kuat.Yang menarik perhatian ialah bahwa endometriosis lebih sering ditemukan pada
wanita yang tidak kawin pada umur muda dan yang tidak mempunyai banyak anak.
Rupanya fungsi ovarium secara siklis yang terus menerus tanpa diselingi oleh
kehamilan, memengang peranan dalam terjadinya endometriosis.(Prawihardjo,
IlmuKandungan, 2010, Hal 317)
Endometriosis terjadi pada dua pertiga remaja yang mengalami nyeri yang
bermakna saat menstruasi. Remaja merupakan 8% wanita yang menderita
endometriosis.Dari remaja-remaja yang menderita endometriosis, 10% nya
mengalami obstruksi congenital aliran keluar menstruasi. Gejala-gejala yang paling
mengarahke endometriosis pada kelompok umur ini adalah peningkatan dismenorea
yang didapat, nyeri panggul kronis, perubahan usus saat menstruasi dan perdarahan
vagina abnormal.Karena itu, pemeriksaan laparoskopi untuk diagnostic harus
dipertimbangkan pada remaja yang benar-benar menunjukkan gejala. Pada kasus yang
jarang, dapat terjadi endometriosis pascamenopause yang disebabkan oleh
penggunaan estrogeneksogen yang tidak teratur. (BukuSakuObstetridanGinekologi,
2010, Hal  670)

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Diperolehnya pengalaman secara nyata dalam memberikan asuhan keperawatan
dengan masalah Endometriosis.
2. Tujuan Khusus
Diharapakan mahasiswa mampu:
a. memahami secara teoritis mengenai Endometriosis
b. Melakukan pengkajian keperawatan pada klien dengan masalah
kesehatanEndometriosis.
c. Menganalisa data untuk menentukan diagnosa keperawatan dengan masalah
kesehatanEndometriosis.
d. Merencanakan diagnosa keperawatn pada klien dengan masalah
kesehatanEndometriosis.
e. Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan masalah kesehatan
Endometriosis

C. Metode Penulisan
Dalam penyusunan makalah ilmiah ini metode yang digunakan adalah
Studi kepustakaan yaitu dengan mempelajari dan membaca buku-buku ilmiah
yanag berhubungan dengan kasus.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI

Endometrium adalah lapisan dalam dinding kavum uteri yang berfungsi sebagai bakal
tempat implantasi hasil konsepsi. Selama siklus haid, jaringan endometrium
berproliferasi, menebal dan mengadakan sekresi, kemudian jika tidak ada pembuahan/
implantasi, endometrium rontok kembali dan keluar berupa darah/ jaringan haid.

Jika ada pembuahan/ implantasi,


endometrium dipertahankan sebagai tempat konsepsi. Fisiologi endometrium juga
dipengaruhi oleh siklus hormon-hormon ovarium. Di dalam lapisan Endometrium
terdapat pembuluh darah yang berguna untuk menyalurkan zat makanan ke lapisan ini.
Saat ovum yang telah dibuahi (yang biasa disebut fertilisasi) menempel di lapisan
endometrium (implantasi), maka ovum akan terhubung dengan badan induk dengan
plasenta yang berhubung dengan tali pusat pada bayi.

Pada suatu fase dimana ovum tidak dibuahi oleh sperma, maka kurpus luteum akan
berhenti memproduksi hormon progesteron dan berubah menjadi korpus albikan yang
menghasilkan sedikit hormon diikuti meluruhnya lapisan endometrium yang telah
menebal, karena hormon estrogen dan progesteron telah berhenti diproduksi. Pada fase
ini, biasa disebut menstruasi atau peluruhan dinding rahim.

2.2 Definisi Endometriosis

Endometriosis adalah suatu keadaan dimana jaringan mirip dengan dinding rahim
(endometrium) ditemukan di tempat lain dalam tubuh (Smeltzer, 2010). Endometriosis
adalah adanya kelenjar dan stroma endometrium di luar uterus paling sering mengenai
ovarium atau perlukaan peritoneum viseralis yang mengantung (Ralph C. & Martin L.,
2013).

Endometriosis merupakan lesi jinak dengan sel-sel yang mempunyai sel-sel yang
melapisi uterus yang tumbuh secara aberans pada rogga pelvis di luar uterus (Diane C. &
JoAnn C., 2014). Meskipun jinak, endometriosis bersifat progresif, cenderung kambuh
dan dapat menginvasi secara lokal, dapat memiliki banyak fokus yang tersebar luas dan
dapat terjadi dalam nodus limfe pelvis (30%). Ovarium, ligamentum sakrouterina,
septum rektovaginal, dan peritoneum pelvis lebih sering terkena namun, endometriosis
dapat juga mempengaruhi traktus intestinalis (kolon rektosigmoid) dan traktus urinarius.

Berdasarkan data dari Ralph C. & Martin L. (2011), endometriosis menyerang 10-20%
wanita yang masih mengalami menstruasi dan ditemukan pada 30-45% wanita infertil
yang menyebabkan 20% dari seluruh operasi di bidang ginekologi serta merupakan satu-
satunya penyebab perawatan inap non kebidanan (>5%) pada waita berumur 15-44
tahun. Perbedaan utama endometriosis remaja dan dewasa adalah hubungannya dengan
kelainan kongenital pada saluran reproduksi pasien pubertas (William M., 2015).

2.3 Klasifikasi Endometriosis

Sistem klasifikasi untuk endometriosis pertama kali dibuat oleh American Fertility
Society (AFS) pada tahun 1979 yang kemudian berubah nama menjadi ASRM pada
tahun 1996. ASRM merevisi klasifikasi endometriosis pada tahun 1996, yang dikenal
dengan sistem skoring revisied AFS (r-ASF). Sistem ini membagi edometriosis kedalam
empat derajat keparahan, yaitu:

Stadium I (minimal) : 1-5


Stadium II (ringan) : 6-15
Stadium III (sedang) : 16-40
Stadium IV : >40

Sumber: Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia dalam Panduan Nasional


Pelayanan Kedokteran (PNPK): Nyeri Endometriosis
Menurut ARM, endometriosis dapat diklasifikasikan ke dalam 4 derajat keparahan
tergantung pada lokasi, luas, kedalaman implantasi dari sel endometriosis, adanya
perlangketan dan ukuran dari endometrioma ovarium.

Sumber: Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia dalam Panduan Nasional


Pelayanan Kedokteran (PNPK): Nyeri Endometriosis

2.4 Etiologi

Etiologinya tidak diketahui, tetapi ada beberapa mekanisme yang mungkin berperan
penting dalam pathogenesis. Mekanisme dari penyakit ini adalah menstruasi retrograde
(sel-sel endometrium bergerak mundur melalui tuba falopii memasuki rongga abdomen)
atau penyebaran melalui sistem limfatik atau perdarahan. Jaringan yang nyasar tersebut
biasanya ditemukan menempel pada ovarium, permukaan posterior uterus, ligamentum
uterosakral, ligamentum latum, atau pada usus. Namun, banyak teori telah diusulkan
untuk menjelaskan presentasi klinis penyakit.

1. Teori implantasi yaitu implantasi sel endometrium akibat regurgitasi transtuba pada


saat menstruasi.
2. Teori metaplasia, yaitu metaplasia sela multipotensial menjadi endometrium, namun
teori ini tidak didukung bukti klinis maupun eksperimen.
3. Teori induksi, yaitu kelanjutan teori metaplasia dimana faktor biokimia indogen
menginduksi perkembangan sel peritoneal yang tidak diperesiansi menjadi
jaringan endometrium (Mansjoer, 2011: 381).
4. Teori sistem kekebalan, kelainan sistem kekebalan menyebabkan
jaringan menstruasi tumbuh di daerah selain rahim.
5. Teori genetik, keluarga tertentu memiliki faktor tertentu yang menyebabkan kepekaan
yang tinggi terhadap endometriosis. Bahwa anak ataupun
penderita endometriosis beresiko besar mengalami endometriosis sendiri.
6. Teori Retrograde menstruation (menstruasi yang bergerak mundur) menurut teori
ini, endometriosis terjadi karena sel-sel endometrium yang dilepaskan pada
saat menstruasi mengalir kembali melalui tubake dalam rongga pelvis.

Adapun faktor risiko endometriosis meliputi:

a. obstruksi aliran menstruasi (misalnya, anomali mullerian), 


b. paparan terhadap diethylstilbestrol di dalam uterus,
c. paparan berkepanjangan dengan estrogen endogen (misalnya, karena menarche dini,
terlambat menopause, atau obesitas),
d. siklus menstruasi pendek,
e. berat badan lahir rendah
f. paparan terhadap bahan kimia yang mengganggu endokrin. 

Studi terhadap kembar dan keluarga menunjukkan adanya keterlibatan komponen


genetik. Konsumsi daging merah dan trans fats berhubungan dengan peningkatan risiko
endometriosis yang dikonfirmasi dengan laparoskopi, dan makan buah-buahan, sayuran
hijau, dan asam lemak n-3 rantai panjang  dikaitkan dengan penurunan risiko. Laktasi
lama dan kehamilan multipel bersifat protektif. Endometriosis dikaitkan dengan
peningkatan risiko penyakit autoimun, endometrioid ovarium, clear-cell karsinoma,
serta kanker lainnya, termasuk limfoma non-Hodgkin dan melanoma.

2.5 Patofisiologi

Endometriosis dipengaruhi oleh faktor genetik. Wanita yang memiliki ibu atau saudara
perempuan penderita endometriosis memiliki resiko lebih besar terkena penyakit seperti
ini, karena adanya gen abnormal yang diturunkan dalam tubuh wanita tersebut.

Gangguan menstruasi seperti hipermenorea dan menoragia dapat mempengaruhi sistem


hormonal tubuh. Tubuh akan memberikan respon berupa gangguan seksresi estrogen
dan progresteron menyebabkan gangguan pertumbuhan sel endometrium. Sama halnya
dengan pertumbuhan sel endometrium biasa, sel-sel endometriosis seperti ini akan
tumbuh seiring dengan peningkatan kadar estrogen dan progresteron dalam tubuh.
Faktor penyebab lain berupa toksik dari sampah-sampah perkotaan menyebabkan
microorganism masuk ke dalam tubuh. Mikroorganisme tersebut akan menghasilkan
makrofag dan menyebabkan respon imun tubuh menurun, dan menyebabkan faktor
pertumbuhan sel-sel abnormal meningkat seiring dengan peningkatan perkembangan
sel abnormal. Jaringan endometrium tumbuh di luar uterus, terdiri dari fragmen
endometrial. Fragmen endometrial tersebut dilemparkan dari infundibulum tuba falopii
menuju ke ovarium yang akan menjadi tempat tumbuhnya. Oleh karena itu, ovarium
adalah bagian pertama dalam rongga pelvis yang dikenal dalam endometriosis.

Sel endometrial seperti ini dapat memasuki peredaran darah dan limpa, sehingga sel
endometrial seperti ini memiliki kesempatan buat mengikuti aliran regional tubuh dan
menuju ke bagian tubuh lainnya.

Dimanapun lokasi terdapatnya, endometrial ekstra uterin seperti ini dapat dipengaruhi
oleh siklus endokrin normal. Karena dipengaruhi oleh siklus endokrin, maka pada saat
estrogen dan progresteron meningkat, jaringan endometrial seperti ini juga mengalami
perkembangbiakan. Pada saat terjadi perubahan, kadar estrogen dan progresteron lebih
rendah atau berkurang. Jaringan endometrial seperti ini akan menjadi nekrosis dan
terjadi perdarahan di daerah pelvic.

Perdarahan di daerah pelvic seperti ini disebabkan karena iritasi peritoneum dan
menyebabkan nyeri saat menstruasi (dysmenorea). Setelah perdarahan, penggumpalan
darah di pelvis akan menyebabkan adhesi atau perlekatan di dinding dan permukaan
pelvis. Hal seperti ini akan menyebabkan nyeri, tidak hanya di pelvis tapi juga nyeri
pada daerah permukaan terkait, nyeri saat latihan, defekasi, BAK dan saat melakukan
hubungan seks.

Adhesi juga dapat terjadi di sekitar uterus dan tuba falopii. Adhesi di uterus
menyebabkan uterus mengalami retroversi, sedangkan adhesi di tuba falopii
menyebabkan gerakan spontan ujung-ujung fimbriae buat membawa ovum ke uterus
menjadi terhambat. Hal-hal inilah yang menyebabkan terjadinya infertilisasi pada
endometriosis.

Pada intinya, endometriosis berespon seperti endometrium normal, jadi ikut menebal,
melepaskan diri, dan sebagainya seperti selama siklus haid biasa, termasuk perdarahan.
Pada ovarium, beruba endometrium (kista yang dilapisi endometrium yang berfungsi).
Bila berdarah ke dalam, isi kista tampak berwarna coklat disebut kista coklat. Bila
perdarahan ke luar akan timbul perlengketan-perlengketan dalam rongga peritoneum.

Penyebab kondisi ini belum jelas, namun ada 2 teori yaitu menstruasi retrograd dan
metaplasia. Teori menstruasi retrograd mengatakan bahwa selama menstruasi ada
endometrium yang memasuki tuba uterine dan akhirnya masuk ke rongga pelvis. Teori
metaplasia mengatakan bahwa terdapat sisa epitel ambrional yang belum berdiferensiasi
sampai menarke. Jaringan inilah yang berespon terhadap estrogen dan progresteron
sebagaimana endometrium.
2.6WOC

2.7 Manifestasi klinis

Tanda umum adanya endometriosis adalah nyeri pelvis yang parah. Dapat muncul
sesekali atau konstan, dan biasa berkaitan dengan siklus menstruasi si penderita. (Andi
Priyatna, 2012)
Gejala paling umum yang menjadi ciri khas kasus endometriosis adalah : (VitaHealth,
2017)

a. Nyeri yang sangat hebat di bagian perut dan sekitar panggul yang terjadi sebelum atau
awal dari siklus haid (75% kasus), sehingga membuat pasien tidak berdaya (pingsan),
tetapi tidak sampai mengancam nyawa. Lokasi nyeri di daerah panggul sering
berhubungan dengan lokasi dari lesi endometriosis. Bila endometriosis telah menyerang
indung telur, rasa nyeri tersebut mungkin berlanjut hingga akhir siklus haid, dan
semakin parah sakitnya berhubungan dengan perkembangan penyakitnya.
b. Nyeri sendi kalau ditekan (fibromyalgia), yang disertai dengan kelelahan sehingga
membuat tidak nyaman.
c. Sakit sewaktu melakukan hubungan intim atau biasa disebut disperunia (32% kasus).
Sangat umum terjadi pada penderita dengan sebaran endometriosis berlokasi pada
jaringan di belakang rahim dan dinding panggul, serta permukaan dasar panggul dan
ligamen pada daerah tersebut (ligamen uterosakral). Semakin dalam penetrasi pada saat
hubungan seksual, rasa sakit pun akan semakin berat.
d. Perdarahan dari anus sewaktu buang air besar, yang mungkin terasa sangat sakit,
disebabkan tumbuhnya implan endometrium pada usus besar (colon), atau pada saluran
kencing bila kasus endometriosisnya sudah parah.
e. Gangguan pra-haid dan perdarahan pada rahim. Gangguan siklus haid berupa bercak-
bercak menjelang haid dan perdarahan rahim yang tidak seharusnya terjadi. Kurangnya
frekuensi ovulasi, tidak teratur, atau jumlahnya tidak cukup adalah gejala umum yang
juga mungkin dialami penderita endometriosis. Namun, gangguan-gangguan tersebut
kurang spesifik, karena pada penderita yang parah pun sering kali fungsi sel telurnya
masih normal.
f. Terjadi rasa sakit pada waktu buang air kecil, yang kadang-kadang disertai darah di
dalam urin. Hal ini terjadi karena implan tersebut menekan organ tubuh yang membawa
kotoran ke luar (kandung kemih, usus, dan anus)
g. Masalah infertilitas (kemandulan) akibat penyempitan dan tersumbatnya saluran
indung telur, sehingga menghalangi sel telur sampai di rahim. Dalam hal ini terindikasi
bahwa prevalensi endometriosis 3x lebih tinggi pada wanita yang tidak subur
dibandingkan dengan wanita yang subur pada umumnya. Namun, berbagai pendapat
menyatakan ada begitu banyak faktor penyebab infertilitas, dan bahkan banyak pasien
endometriosis yang kemudian masih tetap bisa mengalami kehamilan.
h. Sebagai tambahan, wanita penderita endometriosis bisa mengalami gejala yang
menyerupai gangguan saluran pencernaan (gastrointestinal) dan kelelahan kronis
(chronic fatigue syndrome) yang dialami lebih dari 20% penderita endometriosis di
Amerika Serikat.
i. Gangguan fase luteal (luteinized unruptured fillice syndrome), pasien mampu
berovulasi, tetapi bisa keluar dari ovarium. Hal ini pada beberapa kasus menjadi
penyebab terjadinya kemandulan.

Gejala-gejela biasanya berupa nyeri pelvis, infertilitas, dan perdarahan abnormal :


(Ralph Benson, 2008)

a. Nyeri Pelvis

Nyeri panggul merupakan tanda utama endometriosis, dengan ciri khas nyeri
bersifat kronis dan berulang, timbul sebagai dismenore didapat atau sekunder.
Nyeri biasanya terjadi 24-48 jam sebelum menstruasi dan mereda beberapa saat
setelah timbul menstruasi. Namun rasa tidak nyaman dapat terjadi selama seluruh
interval menstruasi. Nyeri ditandai dengan nyeri konstan,, biasanya pada pelvis
atau punggung bawah (sakrum). Namun nyeri mungkin unilateral atau bilateral
dan dapat menyebar ke tungkai bawah atau selangkang. Jika dibandingkan dengan
dismenore primer, nyeri pelvis lebih konstan dan jarang timbul di bagian garis
tengah tubuh. Gejala-gejala pelvis lainnya adalah kejang yang berat, rasa berat
pada panggul dan tekanan pada pelvis.
Dapat terjadi gejala-gejala saluran cerna, tanpa diketahui apakah disertai
keterlibatan usus besar atau tidak, misalnya nyeri perut siklik, konstipasi
intermiten, diare, nyeri saat defekasi, dan adanya darah dalam feses. Gejala-gejala
saluran kemih meliputi gangguan frekuensi miksi, disuri, hematuri perimenstruasi
atau hidronefrosis. Penetrasi dalam saat hubungan seks dapat menimbulkan nyeri
hebat (dispareunia) yang dapat berlangsung selama 1-2 jam. Gejala-gejala yang
tidak lazim pada saat menstruasi pernah dilaporkan : kejang (implantasi di sistem
saraf pusat) dan hemotoraks atau hematemesis (implantasi di paru)

b. Infertilitas

Endometriosis didiagnosis hampir 2x lebih sering pada wanita infertil dibanding


wanita ferrtil. Karena itu endometriosis harus dicurigai pada setiap kasus
infertilitas.

c. Perdarahan Abnormal

Perdarahan abnormal, tidak berhubungan dengan anovulasi, terjadi pada 15-20%


wanita dengan endometriosis. Gambaran yang khas adalah perdarahan berupa
bercak pramenstruasi atau menoragi atau keduanya.

Trias gejala klinis endometriosis : (Ida Bagus, 2001)

a. Dismenore
b. Dispareunia
c. Infertilitas

2.8 Pemeriksaan Diagnostik

1. Diagnosa klinis

Anamnesa
Keluhan utama dari endometriosis adalah nyeri. Nyeri pelvik kronis yang disertai
dengan infertilitas juga merupakan masalah klinis utama pada endometriosis.
Emdometrium pada organ tertentu dapat menimbulkan efek yang sesuai dengan fungsi
organ tersebut, sehingga lokasi penyakit dapat diduga.
Riwayat pada keluarga sangat penting untuk diketahui karena penyakit endometriosis
bersifat diwariskan. Keturunan pertama memiliki resiko tujuh kali lebih besar untuk
mengalami hal serupa. Endometriosis juga lebih mungkin berkembang pada saudara
perempuan monozigot daripada dizigot. Rambut dan nevus displastik telah
diperlihatkan berhubungan dengan endometriosis.

2. Pemeriksaan fisik umum

Jarang dilakukan kecuali penderita menunjukkan adanya gejala fokal siklik pada daerah
organ non ginekologi. Pemeriksaan dilakukan guna mencari penyebab nyeri yang
letaknya kurang tegas dan dalam. Endometrioma pada parut pembedahan bisa berupa
pembengkakan yang nyeri dan lunak fokal dapat menyerupai lesi lain seperti
granuloma, abses dan hematom.

3. Pemeriksaan fisik ginekologik

Pada genitalia eksterna dan permukaan vagina biasanya tidak didapatkan kelainan. Lesi
pada endometriosis terlihat hanya 14,4% pada pemeriksaan inspekulo, sementara pada
pemeriksaan manual lesi ini teraba pada 43,1% penderita. Ada kaitan antara stenosis
pelvik dan endometriosis pada penderita nyeri pelvik kronik. Paling umum, tanda
positif ditemukan pada pemeriksaan bimanual dan rektovaginal.
Hasil pemeriksaan fisik yang nnormal tidak menyingkirkan diagnosis endometriosis,
pemeriksaan pelvik sebagai pendekatan non bedah untuk diagnosis endometriosis dapat
dipakai pada endometrioma ovarium.gejala, tanda fisis dan pemeriksaan bimanual dapat
digunakan.

Kemungkinan
Kelompok Gabungan gejala
endometriosis (%)
-nyeri haid
1 -tumor >2x2 atau nodul 89,09
-Infertilitas
-nyeri haid
2 65,45
-tumor >2x2 atau nodul
-nyeri haid
3 60,00
-infertilitas
-tumor >2x2 atau nodul
4 52,73
-infertilitas

4. Dignosa pencitraan

Pencitraan berguna untuk memeriksa penderita endometriosis terutama jika dijumpai


massa pelvis atau adxena seperti endometrioma. Ultrasonografi pelvis secara
transabdominal (USG-TA), transvaginal (USG –TV) atau secara transrektal (TR), CT
Scan dan pencitraan resonansi magnetik telah digunakan secara nir-infasif untuk
mengenali implan endometriosis yang besar dan endometrioma. Tetapi hal ini tak dapat
menilai luasnya endometriosis. Bagaimanapun, cara-cara tersebut masih penting untuk
menetapkan sisi lesi atau menilai dimensinya yang mungkin bermanfaat untuk
menentukan pilihan teknik pembedahan yang akan dilakukan.

5. Diagnosa laparoskopi

Dengan pemeriksaan visualisasi langsung ke rongga abdomen, yang pada banyak kasus
sering dijumpai jaringan endometriosis tanpa adanya gejala klinis.
Penampakan klasik dapat berupa jelaga biru-hitam dengan keragaman derajat
pigmentasi dan fibrosis di sekelilingnya. Warna hitam disebabkan oleh timbunan
hemosiderin dari serpih haid yang terperangkap, kebanykan invasi ke peritoneum
berupa lesi-lesi atpikal tak berpigmen berwarna merah atau putih.
Diagnosa endometriosis secara visual pada laparoskopi tak selalu sesuai dengan
pemastian histopatologi meski penderitanya mengalami nyeri pelvik kronik.
Endometriosis yang didapat dari laparoskopi sebesar 36%, ternyata secara histopatologi
hanya terbukti 18% dari pemeriksaan histopatologi.
Warna lesi Aktivitas biologis Makna klinis
Sangat tervaskularisasi dan
proliferatif; aktivitas
Merah produksi prostaglandin F 2 Stadium dini endometriosis
alpha sama dengan lesi
hitam.
Sedikit sekali Lesi yang sembuh atau laten
Putih tervaskularisasi, metabolik kurangnyeri dibandingkan
tidak aktif, jaringan fibrosa. lesi hitam atau merah.
Stadium lanjut
Aktivitas produksi
endometriosis (76-93%
Hitam prostaglandin F 2 alpha
terpastikan secara
sama dengan lesi merah.
histopatologis)
Dua hal yang harus diperhatikan pada saat dilakukan laparoskopi adalah:

a. Pemeriksaan USG terhadap ovarium pralaparoskopi, misal hanya bagian permukaan


ovarium yang terlihat dengan laparoskokpi, sehingga keberadaan endometrioma
ovarium sering luput.
b. Seluruh permukaan ovarium harus terlihat dengan ara memutar ovarium, agar fossa
ovarika dan bagian yang tersembunyi dapat terlihat.

6. Biopsi

Pada pemeriksaan histopatologis dapat dijumpai endometriosis yang menyebuk dalam


makrofag yang termuati hemosiderin dapat dikenal pada 77% bahan biopsi
endometriosis. Seara histopatologis, endometriosis ada beberapa bentuk (distrofik,
glanduler, stroma, ataupun diferensiasi progresif. Diagnosa pasti endometriosis dapat
dibuat hanya dengan laparoskopi dan pemeriksaan histopatologis, yang menampilkan
nkelenjar-kelenjar endometrium dan stroma.

7. Stadium endometriosis

Penentuan stadium endometriosis sangat penting dilakukan terutama untuk menerapkan


cara pengobatan yang tepat dan untuk evaluasi hasil pengobatan. Namun stadium ini
tidak memiliki kolerasi dengan derajat nyeri, keluhan pasien, maupun prediksi respon
terapi terhadap nyeri atau infertilitas. Hal ini dapat dipahami karena endometriosis
dapat dijumpai pada pasien yang asimptomatik.

Klasifikasi endometriosis yang digunakan saat ini adalah menurut American Society
For Reproductive Medicine yang telah di revisi pada tahun 1996 yang berbasi pada tipe,
lokasi, tampilan, kedalaman invasi lesi, penyebaran penyakit dan perlengketan.

Penentuan stadium atau keterlibatan endometriosis didasarkan pada system nilai bobot
(weighted point system). Sebaran nilai-nilai tersebut telah ditetapkan secara sembarang.
Untuk menjamin penilaian yang sempurna, inspeksi pelvis hendaknya dilakukan searah
jarum jam atau berlawanan. Catat jumlah, ukuran, dan letak susunan endometriosis,
bengkak (plak), endometrioma, dan atau perlekatan. Pada stadium 1 (minimal), bobot :
1 – 5 ; stadium 2 (ringan), bobot : 6-15 ; stadium 3 (Sedang), bobot 16-40 ; stadium 4
(berat), bobot > 40.

8. CA125

CA 125 merupakan suatu glycoprotein dengan berat molekul tinggi yaitu 200.000
Dalton yang biasa digunakan untuk marker tumor pilihan pada tumor epithel ovarium.
Antigen CA 125 dihasilkan oleh epitel yang berasal dari epitel coelom (sel mesothelial
pleura, pericardium dan peritoneum) dan epitel saluran muller (tuba, endometrium, dan
endoserviks). Permukaan epitel ovarium fetus dan dewasa tidak menghasilkan CA 125
kecuali kista inklusi, permukaan epitel ovarium yang mengalami metaplasia dan yang
mengalami pertumbuhan papiler.

Pada kelainan ginekologi yang jinak, peningkatan kadar CA 125 ditemukan pada
endometriosis, penyakit radang panggul, myoma uteri, abses tubo ovarial dan TB
multiviseral. Pada awal kehamilan juga dapat dijumpai peningkatan CA 125.

Hubungan antara endometriosis dengan peningkatan kadar CA 125 sudah dikemukakan


sejak tahun 1980-an, dimana peningkatan ini terjadi karena konsentrasi yang lebih
tinggi dari ektopik endometrium. CA 125 dihasilkan juga oleh ektopik endometrium
dibanding eutopik endometrium. CA 125 dihasilkan juga oleh ektopik endometrium.
Selama siklus haid normal, ektopik endometrium adalah sumber utama dari produksi
dan sekresi CA 125 ke dalam rongga kelenjar dan pembuluh darah sehingga pada
beberapa wanita dapat dijumpai peningkatan CA 125 selama menstruasi berlangsung,
baik yang mengalami endometriosis maupun yang tidak. Hal ini mungkin disebabkan
oleh refluks endometrium menstrual ke rongga peritoneum.

CA 125 meningkat pada endometriosis lanjut, sehingga lebih baik sebagai penapisan
bagi diagnosis endometriosis sedang hingga berat (stadium 3 san 4). Kegunaannya
terbatas untuk menasah endometriosis minimal ringan, karena kepekaan teranya rendah.

2. Penatalaksanaan

Penanganan endometriosis bersifat simtomatis yaitu tergantung pada keluhan dan gejala
klinisnya. Tujuan penanganan endometriosis adalah mengontrol nyeri, mengontrol
perkembangan penyakit endometriosis dan mempertahankan fertilitasnya. Terdapat
tiga  bentuk cara penanganan endometriosis, yaitu secara bedah, medikamentosa dan
kombinasi bedah dengan medikamentosa. Nyeri biasanya ditangani dengan terapi
hormon dan terapi bedah, sedangkan infertilitas ditangani dengan terapi bedah dan
terapi spesifik untuk infertilitas, misalnya inseminasi atau fertilisasi in vitro.

1. Terapi Bedah

Terapi bedah pada endometriosis bisa dilakukan dengan cara laparotomi dan
laparoskopi, namun menurut Sinaii sebagian besar (69,1%) dilakukan dengan
laparoskopi. Hampir sebagian besar dimulai dengan tindakan laparoskopi
diagnostik, walaupun sebenarnya pengenalan dan konfirmasi terhadap lesi
endometriosis tidaklah mudah. Terdapat tiga tampilan lesi endometriosis, yaitu
lesi peritoneum, lesi vagina dan lesi supra vagina. Lesi peritonium bisa dalam
bentuk lesi tipikal, misalnya : Pukerer black, powder burm dan lain-lain, bisa juga
dalm bentuk red flame- lik,   white opacification, glandular excrescences. Saat
laparoskopi diagnostik ditentukan gradasi endometriosis dengan menggunakan
sistem klasifikasi menurut ASRM. Berdasarkan panduan ESHRE disebutkan
bahwa  inspeksi visual dengan laparoskopi merupakan standar emas untuk
diagnosis definitif endometriosis.

Saat terapi bedah dilakukan dua hal, yaitu mempertahankan kesuburan dengan
memperbaiki distorsi anatomi adneksa dengan cara melakukan pembebasan
perlekatan, mengambil jaringan/ implan endometriosis yang dilakukan dengan
cara ablasi atau eksisi. Beberapa hal penting yang harus diperhatikan saat
melakukan tindakan bedah adalah: usia penderita, gradasi penyakit endometriosis,
berat ringannya keluhan dan kebutuhan untuk fertilitasnya.

2. Terapi Obat

Obat Efek samping


Pil KB Pembengkakan perut, nyeri payudara, peningkatan nafsu makan,
kombinasi pembengkakan pergelangan kaki, mual, perdarahan diantara 2 siklus
estrogen- menstruasi, trombosis vena.
progestin
Progestin Perdarahan diantara 2 siklus menstruasi, perubahan suasana hati,
depresi, vaginitis atrofika.
Danazole Penambahan berat badan, suara lebih berat, pertumbuhan rambut, hot
flashes, vagina kering, pembengkakan pergelangan kaki, kram otot,
perdarahan diantara 2 siklus, payudara mengecil, perubahan suasana
hati, kelainan fungsi hati, sindroma terowongan karpal.
Agonis GnRH Hot flashes, vagina kering, pengeroposan tulang, perubahan suasana
hati

3. Radiasi

Pengobatan ini bertujuan untuk menghentikan fungsi ovarium, terapi cara ini
tidak dilakukan lagi, kecuali jika ada kontra indikasi terhadap pembedahan.

4. Radioterapi

Dilakukan pada penderita yang diagnosanya sudah jelas dan keadaan umumnya
kurang baik.

2. Komplikasi
Komplikasi dari endometriosis meliputi:

a. Internal jaringan parut


b. Adhesi
c. Panggul kista
d. Kista coklat ovarys
e. Ruptur kista
f. Diblokir usus/ usus obstruksi

Infertilitas dapat terkait dengan pembentukan parut dan distorsi anatomi karena
endometriosis, namun endometriosis juga dapat mengganggu dengan cara yang lebih
halus: sitokin dan bahan kimia lain mungkin akan dirilis yang mengganggu reproduksi.
Komplikasi dari endometriosis termasuk usus dan obstruksi saluran kemih akibat
perlengketan pelvis. Juga, peritonitis dari perforasi usus dapat terjadi.

2. Prognosis

Endometriosis ditemukan dapat menghilang secara spontan pada 1/3 wanita yang tidak
ditatalaksana secara aktif. Manajemen medis (supresi ovulasi) untuk mengurangi nyeri
pelvis tapi tidak untuk pengobatan endometriosis yang berkaitan dengan infertilitas.
Namun, tetap ada potensi untuk konsepsi. Kombinasi estrogen progestin meredakan
nyeri pelvis. Setelah 6 bulan terapi danazol, sebesar 90% pasien dengan endometiosis
sedang mengalami penurunan nyeri pelvis. Total abdominal hysterectomy and bilateral
salpingo-oophoretomy dilapokan hingga 90% dalam meredakan nyeri. Kehamilan
masih mungkin begantung pada keparahan penyakit. Tanda dan gejala secara umum
menurun dengan adanya onset menopause dan selama kehamilan.

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 KASUS

Ny.T berusia 28 tahun dan sudah menikah. Ny T mengeluh mengalami periode


menstruasi yang berat disertai nyeri abdomen kuadran kiri dan nyeri pelvis berat. Nyeri
yang dirasakan semakin bertahap dan memburuk. Nyeri saat awal menstruasi dirasakan
klien sejak berusia 18 tahun. Menstruasinya biasanya banyak dari hari pertama sampai
hari keempat dan menstruasi berlangsung hingga 8 hari, setiap hari klien ganti pembalut
lebih dari lima kali. Klien tidak merokok dan tidak mengkonsumsi alkohol. Ny T.
Mengatakan merasa nyeri saat bersenggama (dispareunia). Ia dan suaminya ingi memiliki
anak, tetapi ia tidak pernah bisa mengandung walau ia telah menikah selama tiga tahun.
Ny. T mengatakan bahwa ia merasa lemah dan lelah. Suatu diagnosis sementara
endometriosis telah ditetapkan. Dan tindakan laparoskopi untuk mengkonfirmasi
diagnosis tersebut dijadwalkan.

3.2 Pengkajian

a. Identitas

Nama: Ny. T
Umur: 28 tahun
Jenis kelamin: P
Alamat: Surabaya
Pekerjaan: Ibu rumah tangga

b. Keluhan Utama

Ny T mengeluh mengalami nyeri abdomen kuadran kiri dan nyeri pelvis berat dan nyeri
saat bersenggama.

c. Riwayat penyakit sekarang

Klien mengatakan nyeri saat menstruasi dan bersenggama. Menstruasi biasanya


banyak dari hari pertama sampai hari keempat dan menstruasi berlangsung hingga 8
hari, setiap hari klien ganti pembalut lebih dari lima kali.

d. Riwayat kehamilan dan kelahiran :  -

e. Riwayat penyakit lalu

Nyeri saat awal menstruasi dirasakan klien sejak berusia 18 tahun.

f. Head To Toe

Kepala, mata, kuping, hidung dan tenggorokan :

1. Kepala:

Bentuk                  : Normal, tidak ada pembengkakan


Keluhan                 : Tidak ada keluhan
2. Mata:

Kelopak mata        : Kulit kelopak mata normal


Gerakan mata        : Deviasi normal dan mistagmus
Konjungtiva          : Normal
Sklera                    : Normal
Pupil                      : Reflek cahaya normal

3. Hidung:

Reaksi alergi          : Tidak ada alergi


Sinus                     : Tidak ada nyeri tekan sinus

4. Mulut dan Tenggorokan:

Gigi geligi             : Normal


Kesulitan menelan : Tidak ada

5. Dada dan Axilla

Mammae               : Membesar (      ) ya               (   √   ) tidak


Areolla mammae   : Normal
Papila mammae     : Normal
Colostrum             : -

6. Pernafasan

Jalan nafas             : Normal


Suara nafas            : Normal
Menggunakan otot-otot bantu pernafasan: -

7. Sirkulasi jantung

Kecepatan denyut apical: Takikardi


Irama                     : normal teratur
Kelainan bunyi jantung: -

8. Abdomen

Mengecil               : -
Linea & Striae       : -
Luka bekas operasi: -
Kontraksi              : -
Lainnya sebutkan  : Nyeri pada abdomen

9. Genitourinary

Perineum               : Normal
Vesika urinaria      : Oliguri
10. Ekstremitas (Integumen/Muskuloskletal)

Turgor kulit           : Normal


Warna kulit           : Normal
Kontraktur pada persendian ekstremitas: Tidak ada
Kesulitan dalam pergerakan: Tidak ada kesulitan

3.3 Analisa Data


No. Data Etiologi Masalah Keperawatan
DS:
Endometriosis
Klien mengeluh sakit pada perut

bagian kiri bawah pada saat
Peningkatan respon thd FH dan
menstruasi dan nyeri pelvis
LSH
1. berat Nyeri

DO:
Menstruasi
Klien memegangi perut bagian

kiri bawahnya sambil
Kontraksi otot-otot rahim
menunjukan ekspresi kesakitan
DS:
Menstruasi yang dialami klien
Endometriosis
biasanya banyak dari hari

pertama sampai hari keempat
Pendarahan per vagina masif saat
2. dan berlangsung lebih dari 8 Syok hipovolemik
menstruasi
hari
DO:
Setiap hari klien ganti pembalut
lebih dari 4 kali

DS: Klien mengaku nyeri saat


Endometriosis
berhubungan seksual dengan
3. ↓ Gangguan pola seksual
suaminya.
Nyeri pada pelvis
DO: Skala nyeri 4

Endometriosis

Adhesi di tuba fallopii
DS : Klien mengaku rendah diri ↓
karena tidak bisa hamil. Gerakan spontan ujung-ujung
DO: Klien merasa lelah dan fimbriae
4. lemah dan lebih memilih ↓ Gangguan citra tubuh
bekerja sepanjang hari. Gerakan ovum ke uterus lambat

Ovum tertahan di saluran ekstra
uterine

Infertil
3.4 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul:

1. Nyeri akut berhubungan dengan peluruhan endometrium dan endometriosis saat


menstruasi.
2. Syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan massif pervaginam saat
menstruasi.
3. Gangguan pola seksual berhubungan dengan rasa nyeri saat melakukan hubungan
seksual
4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan infertile

3.5 Intervensi

1. Nyeri akut berhubungan dengan peluruhan endometrium dan endometriosis saat


menstruasi.
Tujuan: setelah diberikan asuhan keperawatan nyeri klien akan berkurang.
Kriteria evaluasi:
a. Klien mengatakan nyeri berkurang
b. Klien tidak memegang punggung, kepala atau daerah lainnya yang sakit,
keringat berkurang.

Intervensi Rasional
1. Bantu pasien menemukan
posisi nyaman. Memodifikasi reaksi fisik dan psikis
terhadap nyeri.

b. Bantu untuk melakukan


Meningkatkan relaksasi, membantu
tindakan relaksasi, distraksi,
untuk memfokuskan perhatian, dan
massage.
dapat meningkatkan kemampuan
koping.
3. Pantau/ catat karakteristik
nyeri ( respon verbal, non verbal, Untuk mendapatkan indicator nyeri.
dan respon hemodinamik) klien.

4. Kaji lokasi nyeri dengan


memantau lokasi yang ditunjuk oleh Untuk mendapatkan sumber nyeri.
klien.

Nyeri merupakan pengalaman


5. Kaji intensitas nyeri dengan
subyektif klien dan metode skala
menggunakan skala 0-10.
merupakan metodeh yang mudah serta
terpercaya untuk menentukan
intensitas nyeri.
6. Kolaborasi pemberian Analgetik tersebut bekerja
analgetik ( ibuprofen, naproksen,
menghambat sintesa prostaglandin dan
ponstan) dan Midol.
midol sebagai relaksan uterus.

7. Tunjukan sikap penerimaan


Ketidakpercayaan orang lain membuat
respon nyeri klien dan akui nyeri
klien tidak toleransi terhadap nyeri
yang klien rasakan.
sehingga klien merasakan nyeri
semakin meningkat.

2. Syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan massif per vaginam saat


menstruasi

Tujuan: Perdarahan tidak menyebabkan syok hipovolemik


Kriteria hasil:

a. Menunjukan perfusi yang adekuat


b. Sesuai dengan bukti tanda vital stabil
c. Pengisian kapiler baik
d. Hb: 12-16 gr/dl.

Intervensi Rasional
1. Menghemat pengguaan oksigen dan
1. Anjurkan pada klien untuk bedrest
energi

2. Agar aliran darah di daerah


ekstremitas bisa mengalir ke arah
2. Tinggikan kaki pasien (posisi shyok)
jantung

3. Membantu mengidentifikasi indikasi


3. Pantau tanda vital, palpasi nadi perifer
awal shock

4. Kolaborasi: 4. Kolaborasi:

a. Kolaborasi dengan dokter untuk a. Mengembalikan cairan elektrolit.


pemberian cairan IV : RL, ringer
acetat, normosal.
b. Kolaborasi untuk penambahan darah

b. Mengembalikan volume plasma dan


tekanan osmotik.
c. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk c. Memenuhi kebutuhan nutrisi yang
pemenuhan nutrisi terhambat karena kekurangan sel
darah merah.
d. Pemeriksaan laboratorium dapat
d. Awasi pemeriksaan laboratorium, membantu menentukan rencana
misalnya Hb/Ht dan jumlah SDM, intervensi dalam penentuan
GDA pengobatan yang diperlukan klien.

3. Gangguan pola seksual berhubungan dengan nyeri saat berhubungan seksual

Tujuan : Klien dapat melakukan hubungan seksual dengan nyeri terantisipasi


Kriteria hasil: penurunan skala nyeri kurang dari 5 dari rentang 1-10

Intervensi Rasional
1. Kaji riwayat seksual dalam kehidupan 1. Mengkaji riwayat seksual klien
pasien dan periksa hubungan dengan digunakan untuk menetukan tindakan
pasangan seksualnya keperawatan.

2. Berikan informasi terhadap


2. Dengan memberikan informasi pasien
berubahnya pola seksualitas akibat
dapat mengetahui penyakitnya.
penyakit yang diderita.

3. Perawat berkolaborasi dengan terapis


dengan perencanaan modifikasi 3. Terapis dapat membantu memulihkan
perilaku untuk membantu pasien yang kebiasaan klien serta melatihnya untuk
berhasrat  menurunkan perilaku kembali normal.
seksual yang berbeda.

4. Health education pada klien dan 4. Memposiskan klien dan keluarga


pasangannya sebagai support system

4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan infertil

Tujuan: setelah diberikan asuhan keperawatan citra diri klien akan meningkat.
Kriteria evaluasi:

a. Klien mengatakan tidak malu, merasa berguna, penampilan klien rapi,


b. Klien menunjukkan sikap menerima apa yang sedang terjadi.

Intervensi Rasional
1. Klien dengan mudah
1. Bina hubungan saling percaya dengan
mengungkapkan masalahnya hanya
klien.
kepada orang yang dipercayainya.

2. Dorong klien untuk mengekspresikan 2. Meningkatkan kewaspadaan diri


perasaan, pikiran, dan pandangan tentang klien dan membantu perawat dalam
dirinya. membuat penyelesaian.

3. Diskusikan dengan system pendukung 3. Penyampaian arti dan nilai klien


klien tentang perlunya menyampaikan dari system pendukung membuat
nilai dan arti klien bagi mereka. klien merasa diterima.

4. mengidentifikasi kekuatan klien


4. Gali kekuatan dan sumber-sumber yang
dapat membantu klien berfokus
ada pada klien dan dukung kekuatan
pada karakteristik positif yang
tersebut sebagai aspek positif.
mendukung keseluruhan konsep
diri.

5. Jujur dan terbuka dapat mengontrol


5.    Informasikan dan diskusikan dengan perasaan klien dan informasi yang
jujur dan terbuka tentang pilihan diberikan dapat membuat klien
penanganan gangguan menstruasi seperti ke mencari penanganan terhadap
klinik kewanitaan, dokter ahli kebidanan. masalah yang dihadapinya.
DAFTAR PUSTAKA

Bedaiwy Mohamed A, Liu James. 2010. Pathophysiology, diagnosis, and surgical


management of endometriosis: A chronic disease. SRM e-journal Vol. 8, No. 3 ,
18 september 2014.

Benson, Ralph C. dan Martin L. Pernoll. 2013. Buku Saku Obstetri & Giekologi
Edisi 9. Jakarta: EGC.

Dr. Salma. 14 Oktober 2010. http://majalahkesehatan.com/5-jenis-gangguan-


menstruasi-haid/ diakses pada rabu, 14 oktober 2020 pukul 16.17 WIB

Manuaba, Ida B.G. 2009. Penuntun Kepaniteraan Klinik Obstetri & Ginekologi
Edisi 2. Jakarta: EGC.

Price & Sylvia A. 2015. Patofisiologi vol. 2. Jakarta: EGC

Tambayong, Jan. 2012. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta : EGC

Werner, David, Carol Thuman, Jane Maxwell. 2010. Apa yang Anda kerjakan
bila tidak ada Dokter. Yogyakarta : Andi halaman 332

Anda mungkin juga menyukai