“ENDOMETRIOSIS"
Diajukan untuk memenuhi Tugas Akhir Kepaniteraan Klinik Madya di SMF Obstetri
dan Gynekologi RSUD Dok II Jayapura
Oleh:
Tandimin Tabuni
0120840263
Pembimbing:
2.1 Definisi
Endometriosis adalah jaringan ektopik (tidak pada permukaan dalam uterus) yang
memiliki susunan kelenjar atau stroma endometrium atau kedua-duanya dengan atau
tanpa makrofag yang berisi hemosiderin dan fungsinya mirip dengan endometrium
karena berhubungan dengan haid dan bersifat jinak, tetapi dapat menyebar ke organ-
organ dan susunan lainnya. Endometriosis merupakan suatu keadaan dimana
jaringan endometrium yang masih berfungsi terdapat baik diluar endometrium
kavum uteri maupun di miometrium (otot rahim). Bila jaringan endometrium
tersebut berimplantasi di dalam miometrium disebut endometriosis interna atau
adenomiosis, sedangkan jaringan endometrium yang berimplantasi di luar kavum
uteri disebut endometriosis eksterna atau endometriosis sejati. Pembagian ini
sekarang sudah tidak dianut lagi karena baik secara patologik, klinik ataupun
etiologik adenomiosis dan endometriosis berbeda.
2.3 Patogenesis
Sampai saat ini belum ada yang dapat menerangkan secara pasti penyebab
terjadinya endometriosis. Namun demikian beberapan ahli mencoba menerangkan
kejadian endometriosis, antara lain:
2.3.1 Teori implantasi dan regurgitasi (John A. Sampson)
Endometriosis terjadi karena darah haid mengalir kembali (regurgitasi) melalui
tuba ke dalam rongga pelvis.1,2 Sudah dibuktikan bahwa dalam darah haid
ditemukan sel-sel endometrium yang masih hidup. Sel-sel yang masih hidup ini
kemudian dapat mengadakan implantasi di pelvis.2 Teori ini paling banyak
penganutnya, tetapi teori ini belum dapat menerangkan kasus endometriosis di luar
pelvis.
2.3.2 Teori metaplasia (Rober Meyer)
Endometriosis terjadi karena rangsangan pada sel-sel epitel yang berasal dari
selom yang dapat mempertahankan hidupnya di dalam pelvis. Rangsangan ini akan
menyebabkan metaplasi dari sel-sel epitel itu, sehingga terbentuk jaringan
endometrium. Secara endokrinologis, epitel germinativum dari ovarium,
endometrium dan peritoneum berasal dari epitel selom yang sama. Teori Robert
Meyer akhir-akhir ini semakin banyak ditentang. Disamping itu masih terbuka
kemungkinan timbulnya endometroisis dengan jalan penyebaran melalui darah atau
limfe, dan dengan implantasi langsung dari endometrium saat operasi.
2.3.3 Teori penyebaran secara limfogen (halban)
Teori ini dikemukakan atas dasar jaringan endometrium menyebar melalui
saluran limfatik yang mendrainase rahim, dan kemudian diangkut ke berbagai tempat
pelvis dimana jaringan tersebut tumbuh secara ektopik. Jaringan endometrium
ditemukan dalam limfatik pelvis pada sampai 20% dari penderita endometriosis.
2.3.4 Teori imunologik
Banyak peneliti berpendapat bahwa endometriosis adalah suatu penyakit
autoimun karena memiliki kriteria cenderung lebih banyak pada perempuan, bersifat
familiar, menimbulkan gejala klinik, melibatkan multiorgan, dan menunjukkan
aktivitas sel B-poliklonal. Di samping itu telah dikemukakan bahwa danazol yang
semula dipakai untuk pengobatan endometriosis yang disangka bekerja secara
hormonal, sekarang ternyata telah dipakai untuk mengobati penyakit autoimun atas
dasar bahwa danazol menurunkan tempat ikatan IgG pada monosit, sehingga
mempengaruhi aktivitas fagositik.
2.4 Patologi
Lokasi yang sering terdapat endometriosis ialah pada ovarium, dan biasanya di
dapati pada kedua ovarium. Pada ovarium tampak kista-kista biru kecil sampai kista
besar berisi darah tua menyerupai coklat (disebut kista coklat atau endometrioma).
Darah tua dapat keluar sedikit-sedikit karena luka pada dinding kista, dan dapat
menyebabkan perlekatan antara permukaan ovarium dengan uterus, sigmoid dan
dinding pelvis. Kista coklat kadang-kadang dapat mengalir dalam jumlah banyak ke
dalam rongga peritoneum karena robekan dinding kista, dan menyebabkan acute
abdomen. Tuba pada endometriosis biasanya normal. Pada salah satu atau kedua
ligamentum sakrouterinum, kavum Douglasi, dan permukaan uterus sebelah
belakang dapat ditemukan satu atau beberapa bintik sampai benjolan kecil yang
berwarna kebiru-biruan. Juga pada permukaan sigmoid atau rektum seringkali
ditemukan benjolan yang berwarna kebiru-biruan ini. Sebagai akibat dari timbulnya
perdarahan pada waktu haid dari jaringan endometriosis, mudah sekali timbul
perlekatan antara alat-alat di sekitar kavum Douglasi.
2.9 Terapi
Standar terapi medis pada pasien endometriosis meliputi: analgesik (NSAID atau
acetaminophen), pil kontrasepsi oral, agen androgenik (danazol [Danocrineâ]), agen
progestogen (medroksiprogesteron asetat [Proveraâ]), hormon pelepas gonadotropin
(GnRH) misalnya leuprolid [Lupronâ], goserelin [Zoladexâ], triptorelin [Trelstar
Depotâ], nafarelin [Synarelâ]), and antiprogestogen (gestrinone).
Dasar pengobatan hormonal endometriosis ialah bahwa pertumbuhan dan fungsi
jaringan endometriosis sama seperti jaringan endometrium yang normal, dimana
jaringan endometriosis juga dikontrol oleh hormon-hormon steroid. Data
laboratorium menunjukkan bahwa jaringan endometriosis mengandung reseptor
estrogen, progesteron dan androgen, yakni estrogen merangsang pertumbuhan
jaringan endometriosis, androgen menyebabkan atrofi, sedang progesteron masih
diperdebatkan, namun progesteron sintetik yang mengandung efek androgenik
tampaknya menghambat pertumbuhan endometriosis.
Dari dasar tersebut, prinsip pertama pengobatan hormonal endometriosis adalah
menciptakan lingkungan hormon rendah estrogen dan asiklik, sehingga diharapkan
kadar estrogen yang rendah menyebabkan atrofi jaringan endometriosis dan keadaan
yang asiklik mencegah terjadinya haid yang berarti tidak terjadinya pelepasan
jaringan endometrium yang normal maupun jaringan endometriosis. Kemudian
prinsip kedua adalah menciptakan lingkungan hormon tinggi androgen atau tinggi
progestogen yang secara langsung menyebabkan atrofi jaringan endometriosis. Di
samping itu, prinsip tinggi androgen atau tinggi progestogen juga menyebabkan
keadaan rendah estrogen yang asiklik karena gangguan pada pertumbuhan folikel.
2.11 Komplikasi
Komplikasi tersering pembedahan adalah pecahnya kista, tidak dapat
terangkatnya seluruh dinding kista secara baik dan sempurna. Hal ini mengakibatkan
tingginya perlekatan pasca-pembedahan. Untuk mencegah pecahnya kista,
dianjurkan pengobatan terapi hormonal praoperatif selama beberapa bulan. Cara lain
untuk mencegahmpecahnya kista dengan pungsi kista per-laparaskopi yang
kemudian dilanjutkan terapi hormonal selama 6 bulan, tetapi cara ini masih belum
banyak dilakukan dan masih diperdebatkan.
2.12 Pencegahan
Kehamilan adalah cara pencegahan yang paling baik untuk endometriosis. Gejala-
gejala endometriosis memang berkurang atau hilang pada waktu dan sesudah
kehamilan karena regresi endometrium dalam sarang-sarang endometriosis. Oleh
sebab itu hendaknya perkawinan jangan ditunda terlalu lama, dan sesudah
perkawinan hendaknya diusahakan supaya mendapat anak-anak yang diinginkan
dalam waktu yang tidak terlalu lama. Sikap demikian itu tidak hanya merupaka
profilaksis yang baik terhadap endometriosis, melainkan menghindari terjadinya
infertilitas sesudah endometriosis timbul. Selain itu jangan melakukan pemeriksaan
yang kasar atau melakukan kerokan pada waktu haid, karena dapat menyebabkan
mengalirnya darah haid dari uterus ke tuba dan ke rongga panggul.
DAFTAR PUSTAKA