Anda di halaman 1dari 18

REFERAT

STASE OBSTETRI GINEKOLOGI


ENDOMETRIOSIS

Pembimbing
dr. Gede S Dhyana M. A, Sp.OGn

Diajukan oleh:
Astri Andra Sari Yunita Lestari, S.Ked J 510 155 097
Muh. Akbar Arifin, S.Ked

J 510 155 101

Peni Kusumasari, S.Ked

J 510 155 107

KEPANITERAAN KLINIK ILMU OBSETRI DAN


GINEKOLOGI RSUD SUKOHARJO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2016

TUGAS STASE OBSTETRI GINEKOLOGI


REFERAT
Diajukan untuk memenuhi persyaratan Pendidikan Dokter Umum Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
ENDOMETRIOSIS

Oleh:
Astri Andra Sari Yunita Lestari, S.Ked

J 510 155 097

Muhammad Akbar Arifin, S.Ked

J 510 155 101

Peni Kusumasari, S.Ked

J 510 155 107

Telah disetujui dan disahkan oleh Tim Pembimbing Stase Ilmu Obstetri dan
Ginekologi Bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Surakarta.

Pembimbing :
dr. Gede S Dhyana M. A, Sp.OG

(..)

Dipresentasikan dihadapan :
dr. Gede S Dhyana M. A, Sp.OG

(.................................)

Disahkan Ketua Program Profesi :


dr. Donna Dewi Nirlawati

(..)

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Endometriosis adalah gangguan ginekologi jinak umum yang didefinisikan
sebagai adanya jaringan kelenjar endometrium dan stroma di luar lokasi normal.
Endometriosis paling sering ditemukan pada peritoneum panggul, tetapi dapat
juga ditemukan di ovarium, septum rektovaginal, ureter, namun jarang ditemukan
di vesika urinaria, perikardium, dan pleura.1
Pada tahun 1990-1998, endometriosis merupakan penyakit ginekologik
ketiga terbanyak pada perempuan berusia antara 15-44 tahun. Prevalensi
endometriosis pada populasi secara umum berkisar 10%. Prevalensi ini meningkat
hingga 82% pada perempuan dengan nyeri pelvik dan 21% pada perempuan
infertil.4 Di Amerika Serikat, endometriosis ditemukan 5-10% perempuan usia
produktif.5 Dan di Indonesia, ditemukan 15-25% perempuan infertil disebabkan
oleh endometriosis, sedangkan prevalensi endometriosis pada perempuan infertil
idiopatik mencapai 70-80%.2
Insidensi endometriosis sulit untuk diukur, sebagian besar wanita dengan
penyakit ini sering tidak bergejala, dan modalitas pencitraan memiliki kepekaan
rendah untuk diagnosis. Wanita dengan endometriosis mungkin asimtomatik,
subfertile, atau menderita berbagai tingkat nyeri panggul. Metode utama diagnosis
adalah laparoskopi, dengan atau tanpa biopsi untuk diagnosis histologis.3 Pada
wanita tanpa gejala, prevalensi endometriosis berkisar antara 2-22 persen,
tergantung pada populasi yang diteliti. Namun karena ada kaitan dengan
infertilitas dan nyeri panggul maka endometriosis lebih umum ditemukan pada
wanita dengan keluhan ini. Pada wanita subur, prevalensi telah dilaporkan antara
20 sampai 50 persen dan pada mereka dengan nyeri panggul, 40 sampai 50
persen.4
Endometriosis selama kurang lebih 30 tahun terakhir ini menunjukan
angka kejadian yang meningkat. Angka kejadian antara 5-15 % dapat ditemukan
diantara semua operasi pelvik. Endometriosis jarang didapatkan pada orang-orang

Negro, dan lebih sering didapatkan pada perempuan-perempuan dari golongan


sosio-ekonomi yang kuat. Yang menarik perhatian adalah bahwa endometriosis
lebih sering ditemukan ada perempuan yang tidak kawin pada umur muda, dan
yang tidak mempunyai banyak anak. Rupanya fungsi ovarium secara sikllis yang
terus menerus tanpa diselingi oleh kehamilan, memegang peranan dalam
terjadinya endometriosis.5

B. Tujuan
Referat ini disusun sebagai salah satu tugas persyaratan mengikuti ujian akhir
dari serangkaian kegiatan kepaniteraan klinik Bagian Ilmu Obstetri dan
Ginekologi.
C. Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari penyusunan referat ini, yaitu:
1. Bagi Institusi Pendidikan:
Sebagai bahan masukan bagi institusi pendidikan untuk menjadi
kepustakaan untuk penyusunan karya ilmiah lainnya.
2. Bagi mahasiswa:
a)
Mahasiswa mampu mengaplikasikan semua ilmu yang telah
diperoleh selama proses penyusunan referat ini.
b)
Menambah wawasan mahasiswa dalam memahami ilmu yang
diperoleh selama proses penyusunan referat ini.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Endometriosis merupakan suatu keadaan dimana jaringan endometrium
yang masih berfungsi terdapat baik diluar endometrium kavum uteri maupun di
miometrium (otot rahim).4 Bila jaringan endometrium tersebut berimplantasi di
dalam miometrium disebut endometriosis interna atau adenomiosis, sedangkan
jaringan endometrium yang berimplantasi di luar kavum uteri disebut
endometriosis eksterna atau endometriosis sejati.1-3 Pembagian ini sekarang sudah
tidak dianut lagi karena baik secara patologik, klinik ataupun etiologik
adenomiosis dan endometriosis berbeda.5
B. Etologi
Terdapat beberapa teori yang dianggap menjadi etiologi endometriosis, yaitu :
1 Metaplasia coelom. Dibawah stimulus yang tidak diketahui sel mesotelial
2

berubah secara metaplastik menjadi sel endometrium.6


Transplantasi sel endometrium yang terlepas. Melalui rute limfatik,
hematogenik, atau iatrogenic dapat timbul endometriosis. Rute yang

tersering adalah secara transtubal.6


Menstruasi retrograde (teori Sampson). Adanya aliran retrograde jaringan
endometrium dari tuba falopi menuju rongga peritoneal. Mungkin timbul
akibat dari sambungan uterotubal hipotonik pada wanita dengan

endometriosis sehingga terjadi peningkatan regurgitasi menstrual.6


Defek Immunogenetik. Antibody humoral terhadap jaringan endometrium
telah ditemukani pada wanita dengan endometriosis. 6

C. Epidemiologi
Endometriosis selama kurang lebih 30 tahun terakhir ini menunjukkan
angka kejadian yang meningkat. Angka kejadian antara 5 15% dapat ditemukan
di antara semua operasi pelvic. Yang menarik adalah bahwa endometriosis lebih
sering ditemukan pada wanita yang tidak menikah pada umur muda, dan tidak
mempunyai banyak anak.7
Di Amerika Serikat, endometriosis timbul pada 7 10% populasi,
biasanya berefek pada wanita usis produktif. Prevalensi endometriosis pada
wanita infertile adalah sebesar 20 50% dan 80% pada wanita dengan nyeri
pelvis. Terdapat keterkaitan keluarga, dimana resiko meningkat 10 kali lipat pada
wanita dengan keluarga derajat pertama yang mengidap penyakit ini.6
D. Lokasi Endometrosis

Berdasarkan urutan tersering endometrium ditemukan ditempat-tempat


sebagai berikut :
1) Ovarium;
2) Peritoneum dan ligamentum sakrouterinum, kavum Douglasi, dinding
belakang uterus, tuba Fallopi, plika vesiko uterina, ligamentum rotundum,
3)
4)
5)
6)
7)

dan sigmoid.
Septum rektovaginal;
Kanalis inguinalis;
Apendiks;
Umbilikus;
Serviks uteri, vagina, kandung

kencing, vulva, perineum;


8) Parut laparotomi;
9) Kelenjar limfe; dan
10) Walaupun
sangat
jarang,
endometriosis dapat ditemukan
di lengan, paha, pleura, dan
perikardium.
E. Klasifikasi
Klasifikasi endometriosis menurut Acosta (1973)8 :
1. Ringan
a. Endometriosis menyebar tanpa perlekatan pada anterior atau posterior
kavum Douglasi atau permukaan ovarium atau peritoneum pelvis.
2. Sedang
a. Endometriosis pada satu atau kedua ovarium disertai parut dan
retraksi atau endometrioma kecil.
b. Perlekatan minimal juga di sekitar ovarium yang mengalami
endometriosis.
c. Endometriosis pada anterior atau posterior kavum Douglasi dengan
parut dan retraksi atau perlekatan, tanpa implantasi di kolon sigmoid.
3. Berat
a. Endometriosis pada satu atau dua ovarium, ukuran lebih dari 2 x 2
cm2.
b. Perlekatan satu atau dua ovarium atau tuba atau kavum Douglasi
karena endometriosis.
c. Implantasi atau perlekatan usus dan/ atau traktus urinarius yang nyata.

Klasifikasi endometriosis menurut Revisi American Fertility Society (1985)9 :


ENDOMETRIOSIS
Peritonium

Ovarium

< 1 cm

1- 3 cm

> 3 cm

Dangkal
Dalam
Dangkal Kanan
Dalam
Dangkal Kiri
Dalam

1
2
1
4
1
4

2
4
2
16
2
16

4
6
4
20
3
20

POSTERIOR
CULDESAC
OBLITERASI

Sebagian
4

PERLEKATAN
Tuba

Ovarium

< 1/3 penutupan

Kanan Berselaput
Rapat
Kiri Berselaput
Rapat
Kanan berselaput
Rapat
Kiri Berselaput
Rapat

Stadium 1
Stadium 2
Stadium 3
Stadium 4

: 1 5 ( Minimal )
: 6 15 ( Ringan )
: 16 40 ( Sedang )
: > 40 ( Berat )

1
4
1
4
1
4
1
4

Lengkap
40
1/3 - 2/3
penutupan
2
8
2
8
2
8
2
8

>2/3 penutupan
4
16
4
16
4
16
4
16

Klasifikasi Endometriosis menurut ASRM


F. Patogenesis
Sampai saat ini belum ada yang dapat menerangkan secara pasti penyebab
terjadinya endometriosis. Namun demikian beberapa ahli mencoba menerangkan
kejadian endometriosis, antara lain :
1

Teori implantasi dan regurgitasi (John A. Sampson)


Endometriosis

terjadi

karena darah

haid mengalir

kembali

(regurgitasi) melalui tuba ke dalam rongga pelvis. 1,3 Sudah dibuktikan


bahwa dalam darah haid ditemukan sel-sel endometrium yang masih hidup.
Sel-sel yang masih hidup ini kemudian dapat mengadakan implantasi di

pelvis.3 Teori ini paling banyak penganutnya, tetapi teori ini belum dapat
menerangkan kasus endometriosis di luar pelvis.
2

Teori metaplasia (Rober Meyer)


Endometriosis terjadi karena rangsangan pada sel-sel epitel yang
berasal dari selom yang dapat mempertahankan hidupnya di dalam pelvis.
Rangsangan ini akan menyebabkan metaplasi dari sel-sel epitel itu, sehingga
terbentuk

jaringan

endometrium.3

Secara

endokrinologis,

epitel

germinativum dari ovarium, endometrium dan peritoneum berasal dari epitel


selom yang sama.1 Teori Robert Meyer akhir-akhir ini semakin banyak
ditentang.

Disamping

itu

masih

terbuka

kemungkinan

timbulnya

endometroisis dengan jalan penyebaran melalui darah atau limfe, dan


dengan implantasi langsung dari endometrium saat operasi.3
3

Teori penyebaran secara limfogen (Halban)


Teori ini dikemukakan atas dasar jaringan endometrium menyebar
melalui saluran limfatik yang mendrainase rahim, dan kemudian diangkut
ke berbagai tempat pelvis dimana jaringan tersebut tumbuh secara ektopik.
Jaringan endometrium ditemukan dalam limfatik pelvis pada sampai 20%
dari penderita endometriosis.6
4

Teori imunologik
Banyak peneliti berpendapat bahwa endometriosis adalah suatu
penyakit autoimun karena memiliki kriteria cenderung lebih banyak pada
perempuan, bersifat familiar, menimbulkan gejala klinik, melibatkan
multiorgan, dan menunjukkan aktivitas sel B-poliklonal. Di samping itu
telah dikemukakan bahwa danazol yang semula dipakai untuk pengobatan
endometriosis yang disangka bekerja secara hormonal, sekarang ternyata
telah dipakai untuk mengobati penyakit autoimun atas dasar bahwa
danazol menurunkan tempat ikatan IgG pada monosit, sehingga
mempengaruhi aktivitas fagositik.1

G. Manifestasi Klinis

Salah satu keluhan umum para wanita yang menderita gejala


endometriosis adalah nyeri pelvik. Gejala-gejala mencakup dismenore, nyeri
intermenstruasi, dan dyspareunia. Dismenore merupakan gejala yang paling
umum dilaporkan, tetapi bukan alat prediksi endometriosis yang terpercaya.
Dismenore yang berkaitan dengan endometriosis seringkali dimulai sebelum
aliran menstruasi muncul dan biasanya bertahan selama menstruasi
berlangsung, bahkan terkadang lebih lama dari itu. Nyeri biasanya menyebar,
berada dalam pelvik, dan dapat menjalar ke punggung, paha, atau
berhubungan dengan tekanan usus, kegelisahan, dan diare episodik.
Dyspareunia terkait endometriosis biasanya terjadi sebelum menstruasi, lalu
terasa semakin nyeri tepat di awal menstruasi. Nyeri ini seringkali
berhubungan dengan penyakit yang melibatkan cul-de-sac dan sekat
rektovagina.10
Hubungan paradoks antara luas dan tingkat keparahan nyeri, serta
tahap dan area endometriosis telah diketahui dengan baik. Para wanita dengan
penyakit

yang

lebih

parah

mungkin

hanya

merasakan

sedikit

ketidaknyamanan, sedangkan para wanita dengan penyakit yang lebih ringan


justru merasakan nyeri tak tertahankan. Keparahan penyakit pada para wanita
penderita endometriosis berkorelasi dengan kedalaman dan volume infiltrasi.
Dyspareunia lebih umum pada para wanita dengan penyakit yang melibatkan
sekat rektovagina. Sementara itu, endometriosis ekstrapelvik dapat berkaitan
dengan bermacam-macam gejala siklik yang merefleksikan organ-organ
terkait: parut (goresan bekas luka) abdominal, saluran gastrointestinal dan
urinaria, diafragma, pleura, dan saraf perifer.10
Gejala-gejala yang dapat ditemukan pada penyakit endomeriosis
berupa :
Dismenorea adalah nyeri haid siklik merupakan gejala yang sering

1)

dijumpai. Terjadi 1-3 hari sebelum haid dan dengan makin banyaknya
darah haid yang keluar keluhan dismenorea pun akan mereda. 1 penyebab
dari dismenorea ini belum diketahui, tetapi diduga berhubungan dengan
adanya vaskularisasi dan perdarahan dalam sarang endometriosis pada
waktu sebelum dan semasa haid.5

2)

3)

4)

5)

Dispareunia merupakan gejala tersering dijumpai setelah dismenorea,


keluhan ini disebabkan adanya endometriosis di dalam kavum Douglasi.5
Diskezia atau nyeri waktu defekasi terutama pada waktu haid, disebabkan
adanya endometriosis pada dinding rektosigmoid.5
Gangguan miksi dan hematuria bila terdapat endometriosis di kandung
kencing, tetapi gejala ini jarang terjadi.5
Gangguan haid dan siklusnya dapat terjadi pada endometriosis apabila
kelainan pada ovarium demikian luasnya sehingga fungsi ovarium

6)

terganggu.5
Infertilitas juga merupakan suatu gejala endometriosis yang masih sulit
dimengerti. Tetapi faktor penting yang menyebabkan infertilitas pada
endometriosis ialah mobilitas tuba terganggu karena fibrosis dan
perlekatan jaringan disekitarnya.5

H. Penegakkan Diagnosis
1. Anamneses
Diagnosis dimulai dari anamneses, dimana keluhan atau gejala yang sering
ditemukan adalah :
a) Nyeri perut bawah yang progresif dan dekat paha yang terjadi pada
dan selama haid (dismenorea)5
b) Dispareuni, dapat meluas menjadi nyeri punggung5
c) Nyeri saat defekasi, terutama saat haid5
d) Nyeri Kronik dan terdapat eksaserbasi akut5
e) Poli dan hipermenorea5
f) Infertilitas5
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan pelvis ditemukan nyeri tekan yang sangat mudah
dideteksi saat menstrusi. Ligament uterosakral dan kul-de-sac yang bernodul
dapat ditemukan. Uterus terfiksasi secara retroversi akibat dari perlengketan.
Nodul kebiruan dapat ditemukan pada vaginan akibat infiltrasi dari dinding
posterior vaginal.11
3. Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium pada endometriosis tidak memberi
tanda yang khas, hanya apabila ada darah pada tinja atau urin pada
waktu haid menunjukkan tentang adanya endometriosis pada
rekstosigmoid atau kandung kemih.5
b) Pemeriksaan Radiologi

Pembuatan foto roentgen dengan memasukkan barium dalam


kolon dapat memberikan gambaran dengan filling defect pada
rektosigmoid dengan batas yang jelas dan mukosa yang utuh.5
Transvaginal

sonografi

adalah

metode

yang

berguna

untuk

mengidentifikasi kista coklat klasik dari ovarium. Tampilan tipikal


adalah kista yang berisis echo homogeny internal drajat rendah yang
konsisten

dengan

darah

lama.10

Gambaran

sonografi

dari

endometrioma bervariasi dari kisa sederhana hingga kista kompleks


dengan echo internal hingga massa solid, tanpa vakular. MRI berguna
untuk melihat keterlibatan rectum dan menunjukkan secara akurat
endometriosis rektovaginal dan kul-de-sac.12
c) Pemeriksaan Laparoskopi dan Biopsi
Laparoskopi dengan biopsy adalah satu satunya cara defenitif
untuk

endometriosis.

Merupakan

prosedur

invasive

dengan

sensitivitas 97% dan spesifisitas 77%. Temuannya adalah lesi biruhitam dan classic powder burn.11 Gambaran mikroskopik pada
ovarium tampak kista biru kecil sampai besar berisi darah tua
menyerupai coklat. Kista ini dapat keluar dan menyebabkan
perlekatan dan bahkan penyakit abdomen akut. Pada permukaan
rectum dan sigmoid sering dijumpai bejolan kebiruan tersebut. Pada
pemeriksaan mikroskopik ditemukan ciri ciri khas endometrium.
Disekitarnya tampak sel radang dan jaringan ikat.
I. Pencegahan
Kehamilan adalah cara pencegahan yang paling baik untuk endometriosis.
Gejala-gejala endometriosis memang berkurang atau hilang pada waktu dan
sesudah

kehamilan

karena

regresi

endometrium

dalam

sarang-sarang

endometriosis. Oleh sebab itu hendaknya perkawinan jangan ditunda terlalu lama,
dan sesudah perkawinan hendaknya diusahakan supaya mendapat anak-anak yang
diinginkan dalam waktu yang tidak terlalu lama. Sikap demikian itu tidak hanya
merupaka profilaksis yang baik terhadap endometriosis, melainkan menghindari
terjadinya infertilitas sesudah endometriosis timbul. Selain itu jangan melakukan

pemeriksaan yang kasar atau melakukan kerokan pada waktu haid, karena dapat
menyebabkan mengalirnya darah haid dari uterus ke tuba dan ke rongga panggul.5
J. Terapi Medis
Standar terapi medis pada pasien endometriosis meliputi : analgesik
(NSAID atau acetaminophen), pil kontrasepsi oral, agen androgenik (danazol
[Danocrine ]), agen progestogen (medroksiprogesteron asetat [Provera ]),
hormon pelepas-gonadotropin (GnRH) misalnya leuprolid [Lupron ], goserelin
[Zoladex ],

triptorelin

[Trelstar

Depot ],

nafarelin

[Synarel ]),

and

antiprogestogen (gestrinone).13

Dasar pengobatan hormonal endometriosis ialah bahwa pertumbuhan dan


fungsi jaringan endometriosis sama seperti jaringan endometrium yang normal,
dimana jaringan endometriosis juga dikontrol oleh hormon-hormon steroid. Data
laboratorium menunjukkan bahwa jaringan endometriosis mengandung reseptor
estrogen, progesteron dan androgen, yakni estrogen merangsang pertumbuhan
jaringan endometriosis, androgen menyebabkan atrofi, sedang progesteron masih
diperdebatkan, namun progesteron sintetik yang mengandung efek androgenik
tampaknya menghambat pertumbuhan endometriosis.5

Dari dasar tersebut, prinsip pertama


pengobatan hormonal endometriosis adalah
menciptakan lingkungan hormon rendah
estrogen dan asiklik, sehingga diharapkan
kadar estrogen yang rendah menyebabkan
atrofi jaringan endometriosis dan keadaan
yang asiklik mencegah terjadinya haid yang
berarti tidak terjadinya pelepasan jaringan
endometrium yang normal maupun jaringan
endometriosis. Kemudian prinsip kedua
adalah menciptakan lingkungan hormon
tinggi androgen atau tinggi progestogen
yang secara langsung menyebabkan atrofi
jaringan endometriosis. Di samping itu,
prinsip

tinggi

androgen

atau

tinggi

progestogen juga menyebabkan keadaan


rendah

estrogen

yang

asiklik

karena

gangguan pada pertumbuhan folikel.5


K. Terapi Pembedahan
Endometriosis yang cukup berat (stadium III atau IV) dapat menyebabkan
kelainan anatomis pelvis, dimana hal tersebut sangat memungkinkan merusak
fertilitas (kesuburan) dengan cara mengganggu jangkauan oosit dan transportasi
sepanjang tuba fallopi. Keadaan ini umumnya diterapi dengan cara pembedahan.14
Pada umumnya terapi pembedahan pada endometriosis bersifat bedah
konservatif

yakni

mengangkat

saranng-sarang

endometriosis

dengan

mempertahankan fungsi reproduksi dengan cara meninggalkan uterus dan jaringan


ovarium yang masih sehat, dan perlekatan sedapat mungkin dilepaskan. 1,5
pembedahan konservatif dapat dilakukan dengan dua cara pendekatan yakni
laparotomi atau laparoskopi operatif.5 Pembedahan konservatif pada pasien usia
duapuluhan akhir dan awal empatpuluhan terutama bila fertilitas di masa depan

dikehendaki, maka endometriosis yang cukup luas diterapi dengan 1) reseksi


endometriomata; 2) melepaskan perlekatan tuba dengan atau tanpa neurektomi
presakral (untuk mengurangi dismenorea); 3) suspensi uterus (melepaskan fiksasi
retroversi fundus uteri dari kavum Douglasi akibat perlekatan endometriotik); 4)
menghilangkan apendiks dikarenakan tidak jarang sarang-sarang endometriosis
terdapat pada serosa apendiks.5,9
Pembedahan radikal dilakukan pasien usia 40 tahun dengan menderita
endometriosis yang luas disertai banyak keluhan. Pilihan pembedahan radikal
histerektomi total, salpingo-ooforektomi bilateral dan pengangkatan sarang-sarang
endometriosis yang ditemukan.5,9,15
Komplikasi tersering pembedahan adalah pecahnya kista, tidak dapat
terangkatnya seluruh dinding kista secara baik dan sempurna. Hal ini
mengakibatkan tingginya perlekatan pasca-pembedahan. Untuk mencegah
pecahnya kista, dianjurkan pengobatan terapi hormonal praoperatif selama
beberapa bulan. Cara lain untuk mencegah pecahnya kista dengan pungsi kista
per-laparaskopi yang kemudian dilanjutkan terapi hormonal selama 6 bulan, tetapi
cara ini masih belum banyak dilakukan dan masih diperdebatkan.1

L. Prognosis
Endometriosis ditemukan dapat menghilang secara spontan pada 1/3
wanita yang tidak ditatalaksana secara aktif. 2 Manajemen medis (supresi ovulasi)
efektif untuk mengurangi nyeri pelvis tapi tidak efektif untuk pengobatan
endometriosis yang berkaitan dengan infertilitas. Namun, tetap ada potensi untuk
konsepsi. Kombinasi estrogen progestin meredakan nyeri hingga 80-85% dari
pasien dengan endometriosis yang berkaitan dengan nyeri pelvis. Setelah 6 bulan
terapi danazol, sebesar 90% pasien dengan endoimetriosis sedang mengalami
penurunan nyeri pelvis. Total abdominal hysterectomy and bilateral salpingooophorectomy dilaporkan efektif hingga 90% dalam meredakan nyeri. Kehamilan
masih mungkin bergantung pada keparahan penyakit. Tanda dan gejala secara
umum menurun dengan adanya onset menopause dan selama kehamilan.5

BAB III
KESIMPULAN
Endometriosis adalah terdapatnya kelenjar seperti endometrium dan
stroma diluar uterus. Menurut urutan yang tersering endometriosis ditemukan
adalah di ovarium. Endometriosis selama kurang lebih 30 tahun terakhir ini
menunjukkan angka kejadian yang meningkat. Terdapat beberapa teori yang
dianggap menjadi etiologi endometriosis yaitu Metaplasia coelom, Transplantasi
sel endometrium yang terlepas, Menstruasi retrograde, Defek Immunogenetik.
Diagnose ditegakkan dari anamneses, pemeriksaan fisik, dan laparoskopi biopsy.
Penanganan endometriosis terdiri dari terapi hormonal, pembedahan. Prinsip
pertama pengobatan hormonal adalah menciptakan lingkungan hormone rendah
estrogen dan asiklik.

DAFTAR PUSTAKA

1. Comiter C., 2002. Endometriosis of the urinary tract. Urol Clin North Am.
pp : 29(625).
2. Baziad A, Jacoeb TZ, Basalamah A, Rachman IA. Endometriosis.
Dalam : Baziad A, Jacoeb TZ, Surjana EJ, Alkaff Z, editor. Endokrinologi
Ginekologi. Kelompok Studi Endokrinologi Reproduksi Indonesia
(KSERI), Edisi Ke-1, Jakarta 1993; 107-23.
3. Marchino G., Gennarelli G., Enria R., et al., 2005. Laparoscopic
visualization with histologic confirmation represents the best available
option to date in the diagnosis of endometriosis. Fertil Steril.;84:38,.
4. Moen M.H., Schei B., 1997. Epidemiology of endometriosis in a
Norwegian county. Acta obstetricia et gynecologica Scandinavica.
1997;76(6):559-62.
5. Prabowo, Raden P. Endometriosis. Dalam : Wiknjosastro H, Saifuddin
AB, Rachimhadhi T, editor. Ilmu Kandungan. Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo, Edisi Ke-2, Jakarta 2005; 314-27.
6. Rosevear, Sylvia K. 2002. Endometriosis and Chronic Pelvic Pain dalam
Handbook of Gynaecology Management. Oxford : Blackwell Science Ltd.
7. Wiknjosastro H., 2007. Endometriosis. Ilmu Kandungan edisi ke-2.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
8. Manuaba I.B.G., 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan
Keluarga Berencana. Jakarta : EGC.

9. Moore J.G., 2001. Endometriosis dan Adenomiosis. Dalam : Christina Y,


editor. Esensial Obstetri dan Ginekologi. Penerbit Buku Hipokrates, Edisi
Ke-2, Jakarta; 401-9.
10. Djuwanontono T., 2008. Diagnosis endometriosis dalam praktik :
Subbagian Fertilitas Endokrinologi Reproduksi. Bandung : Fakultas
Kedokteran Universitas Padjajaran.
11. Kapoor, D. 2009. Endometriosis. Jurnal artikel : Diagnosis and Treatment
of Endometriosis
12. Saol, T. Endometriosis. 2010. Jurnal artikel : Endometriosis.
13. Mounsey A, Wilgus A, Slawson DC. Diagnosis and Management of
Endometriosis. Dalam : American Academy of Family Physician 2006,
Vol. 74, No. 4; 594-602.
14. Olive DL, Pritts EA. Treatment Endometriosis. Dalam : Wood AJ, editor.
The New England Journal of Medicine 2001, Vol. 345, No. 4; 266-75.
15. Taber B. Endometriosis. Dalam : Melfiawati, editor. Kapita Selekta
Obstetri dan Ginekologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta 1994;
200-5.

Anda mungkin juga menyukai