Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN KASUS

ORCHITIS PADA URETRITIS GONORE

HALAMAN JUDUL

Oleh :
Pavitra Loganathan
1902611029

Pembimbing :
dr. Anak Agung Ari Agung Kayika, Sp. KK

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


DEPARTEMEN/KSM ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
karunia-Nya, laporan kasus yang berjudul “Orchitis Pada Uretritis Gonore” ini
dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Laporan kasus ini disusun dalam rangka
mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di Departemen/KSM Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Udayana yang dilaksanakan tanggal
13- 18 Mei 2019 bertempat di RSUD Mangusada Badung.
Dalam penyusunan laporan kasus ini, penulis banyak memperoleh
bimbingan, petunjuk serta bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Melalui
kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
yang terhormat:
1. Prof. dr. Made Swastika Adiguna, Sp.KK (K), FINSDV, FAADV selaku Ketua
Departemen/KSM Dermatologi dan Venereologi Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar,
2. dr. IGAA Dwi Karmila, Sp. KK selaku Koordinator Pendidikan
Departemen/KSM Dermatologi dan Venereologi Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar,
3. dr. Anak Agung Ari Agung Kayika, Sp. KK, selaku Dokter Spesialis Kulit dan
Kelamin KSM/Bagian Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Daerah
Mangusada yang senantiasa membimbing dan memberikan masukan dalam
penyusunan laporan kasus ini,
4. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas dukungan dan
bantuan yang telah diberikan dalam penyelesaian laporan ini.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga
laporan kasus ini dapat memberikan sumbangan ilmiah dalam masalah kesehatan
dan memberi manfaat bagi masyarakat.

Denpasar, Mei 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul……………………………………………………………………...i
Kata Pengantar…………………………………………………………………... ii
Daftar Isi………………………………………………………………………... iii
Daftar Gambar…………………………………………………………………….iv
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………… 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………. 2
2.1 Definisi……………………………………………………………… 3
2.2 Epidemiologi………………………………………………………...3
2.3 Etiologi……………………………………………………................ 3
2.4 Pathogenesis………………………………………………………… 4
2.5 Gejala Klinis…………………………………………………........... 5
2.6 Diagnosis…………………………………………………………….6
2.7 Komplikasi………………………………………………………......6
2.8 Pengobatan…………………………………………………………..7
2.9 Edukasi…………………………………………………………........7
2.10 Prognosis……………………………………………………………8
BAB III LAPORAN KASUS……………………………………………………...9
3.1 Identitas Pasien………………………………………………………9
3.2 Anamnesis…………………………………………………………...9
3.3 Pemeriksaan Fisik…………………………………………………...9
3.4 Pemeriksaan Penunjang…………………………………………… 11
3.5 Diagnosis Banding………………………………………………… 11
3.6 Diagnosis Kerja…………………………………………………… 11
3.7 Penatalaksanaan…………………………………………………… 11
3.8 Prognosis…………………………………………………………...12
BAB IV PEMBAHASAN………………………………………………………. 13
BAB V KESIMPULAN…………………………………………………………. 15
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………… 16

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kuman Neiserria gonorrhoeae………………………………………. 4

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Orchitis adalah suatu inflamasi testis yang biasanya disebabkan oleh faktor-
faktor piogenik, virus, spiroseta, parasit, traumatis, kimia atau faktor yang tidak
diketahui.1 Sindrom klinis ini paling sering timbul dengan timbulnya nyeri akut dan
pembengkakan. Ini disebabkan oleh patogen yang ditularkan secara seksual yang
naik dari uretra atau uropatogen yang tidak menular seksual yang menyebar dari
saluran kemih. Antara infeksi menular seksual yang menyebabkan orchitis adalah
chlamydia trachomatis, neisseria gonorrhoeae dan kumon gram negative enteric.
Untuk penyebab orchitis dari infeksi menular non-seksual adalah mumps,
tuberkulosis dan kandida.2 Yang paling sering ditemukan adalah orchitis yang
disebabkan oleh penyebaran dari urethritis gonore. Gonore disebabkan oleh infeksi
Neisseria gonorrhea gram negatif. Bakteri ini dapat menginfeksi permukaan
mukosa pada uretra, endoserviks, rektum, faring, dan konjungtiva. Seringkali
infeksi ini terjadi secara lokal di area utama dan dapat berkembang ke area traktus
genitalia yang dapat menyebabkan penyakit inflamasi pada pelviks dan epididymo-
orchitis atau menyebar luas sebagai bakteriemia.3 Penyakit gonore yang tidak
ditangani dan diobati dengan tepat akan beresiko terjadi infeksi ulang, terjadi
komplikasi seperti orkitis pada pria dan salpingitis pada wanita, dan bahkan jika
terjadi ulkus akan mengarah pada HIV dengan masuknya virus HIV melalui
hubungan seksual.9

Uretra merupakan tempat masuknya infeksi bakteri pertama yang


menyebabkan uretritis, yaitu uretritis anterior akut dan menyebar ke area proksimal
yang menyebabkan komplikasi lokal. Biasanya dirasakan panas pada orifisium
uretra eksterna, dysuria, pengeluaran discharge dari urethra dan rasa nyeri.
Orifisium uretra eksterna juga nampak eritema, edema, ektropion dan pada
beberapa kasus terjadi pembesaran kelenjar limfa pada inguinal. Pengeluaran
discharge pada gonore biasanya berupa pus.4 Masa inkubasi penyakit sangat
singkat, pada pria umumnya bervariasi antara 2-8 hari, dengan kebanyakan infeksi
menjadi simptomatik dalam 2 minggu. Kadang-kadang masa inkubasi terjadi lebih
lama dan hal ini disebabkan karena penderita telah mengobati diri sendiri, tetapi
2

dengan dosis yang tidak cukup atau gejala sangat samar sehingga tidak diperhatikan
oleh penderita. Hanya sekitar 10% dari infeksi ini yang asimptomatik pada pria.
Masa inkubasi bakteri ini terjadi dalam waktu yang pendek (2-8 hari), biasanya
menyerang mukosa membran khususnya pada laki-laki menyerang uretra. 5,6

2
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Orchitis merupakan peradangan satu atau kedua testis, ditandai dengan
pembengkakan dan nyeri.8 Seringkali orchitis adalah penyebaran dari infeksi
urethritis gonore. Uretritis adalah peradangan uretra yang terbagi atas uretritis
gonokokus (UG) dan uretritis non-gonokokus (UNG). Uretritis tergolong infeksi
menular seksual (IMS) yang ditularkan melalui hubungan seksual dengan gejala
disuria.10

2.2 Epidemiologi
Pada tahun 2008 WHO memperkirakan 106 juta kasus gonore terjadi secara
global pada orang dewasa. Prevalensi infeksi menular seksual di Indonesia sangat
tinggi ditemukan di kota Bandung dengan prevalensi infeksi gonore sebanyak
37.4%, 19.8% di kota Surabaya, sedangkan 29.8%.7 Kejadian gonore dilaporkan
tiga kali lebih banyak pada laki-laki dibadingkan dengan perempuan. Insiden
tertinggi terjadi pada umur dewasa muda yaitu usia 15-29 tahun.3

2.3 Etiologi
2.3.1 Morfologi
Neisseria gonorrhoeae termasuk golongan diplokokus, bersifat tahan asam,
berbentuk biji kopi berukuran lebar 0,8 μm dan panjang 1,6 μm. Pada sediaan
langsung dengan pewarnaan Gram, bakteri ini bersifat Gram-negatif, tampak di luar
dan di dalam leukosit, tidak tahan lama di udara bebas, cepat mati pada keadaan
kering, tidak tahan suhu diatas 39℃ dan tidak tahan zat disinfektan.11 Masing-
masing kokus berbentuk ginjal atau biji kopi dengan sisi yang datar berhadap-
hadapan. Bakteri ini patogen pada manusia dan biasanya ditemukan bergabung atau
di dalam sel polimorfonuklear (PMN).

3
4

Gambar 2.1 Kuman Neiserria gonorrhoeae

2.4 Patogenesis
Infeksi gonore umunnya terbatas pada permukaan mukosa superfisialis yang
berlapis epitel silindris dan kubis. Epitel skuamosa dimana terdapat pada vagina
dewasa, tidak rentan terhadap infeksi Neisseria gonorrhoeae. Bakteri melekat pada
sel epitel kolumnar, melakukan penetrasi dan bermultiplikasi di membran bawah
(basement membrane). Perlekatan ini di perantarai melalui fimbriae dan protein opa
(P II). Bakteri melekat hanya pada microvili dari sel epitel kolumnar. Perlekatan
pada sel epitel yang bersilia tidak terjadi. Setelah itu bakteri dikelilingi oleh
microvili yang akan menariknya ke permukaan sel mukosa. Bakteri masuk ke sel
epitel melalui proses parasite-directed endocytosis.12 Selama endositosis, membran
sel mukosa menarik dan mengambil sebuah vakuola yang berisi bakteri. Vakuola
ini ditransportasikan ke dasar sel dimana bakteri akan dilepaskan melalui
eksositosis ke dalam jaringan subepitelial. Neisseria gonorrhoeae tidak dirusak
dalam vakuol endositik ini, tetapi tidak jelas apakah bakteri-bakteri ini bereplikasi
dalam vakuola sebagai parasit intra seluler. Protein porin yang utama, P1 (Por) yang
terdapat pada membran luar merupakan protein yang memperantarai penetrasi pada
sel hospes. Masing-masing strain dari Neisseria gonorrhoeae hanya

4
5

mengekspresikan safu tipe por. Neisserio gonorrhoeae dapat memproduksi satu


atau beberapa protein lapisan membran luar yang dinamakan Opa (P II).13,14
Selama infeksi gonokokus akan menghasilkan berbagai produk
ekstraseluler seperti fosfolipase, peptidase yang dapat meyebabkan kerusakan sel.
Peptidoglikan dan lipooligosakarida bakteri akan mengaktivasi jalur alternatif
komplemen hospes, sementara lipo oligo sakharida (LOS) juga menstimulasi
produksi tumor necrosis factor (TNF) yang menyebabkan kerusakan sel. Neutrofil
segera datang ke tempat tersebut dan mencerna bakteri. Dengan alasan yang belum
diketahui, beberapa bakteri Neisseria gonorrhoeae mampu bertahan hidup dalam
fagositosis, sampai neutrofil mati dan melepaskan bakteri yang dicerna. Setelah itu
infiltrasi sejumlah leukosit dan respon neutrofil menyebabkan terbentuknya pus dan
munculnya gejala subjektif.13,15

2.5 Gejala Klinis


Gejala klinis infeksi gonokokus ini terdiri dari gejala klinis yang
asimptomatik (terjadi infeksi pada uretra, endoserviks, rektum dan faring tanpa
memberi gejala klinis), gejala yang simtomatik tanpa komplikasi, gejala yang
simtomatik dengan komplikasi dan Disseminated Gonococcal Infection (DGI).
Untuk gejala klinis yang simtomatik tanpa komplikasi, terutama terjadi pada laki-
laki. Yang paling sering terjadi adalah uretritis akut anterior dengan gejala
keluarnya duh tubuh uretra yang mukoid atau mukopurulen, diikuti kemudian
dengan disuria, frekuensi miksi yang meningkat dan keluarnya tetes darah diakhir
miksi. Meatus uretra eksterna sering mengalami edema dan tampak eritematus.
Sedangkan pada wanita sering kali gejala tidak tampak. Hal ini disebabkan karena
pendeknya uretra wanita dan gonokokus lebih banyak menyerang servik dengan
keluhan yang paling sering adalah adanya duh tubuh servik yang mukopurulen,
disuria, intermenstrual uterine bleeding, dan menoragia.16,17,18,19,20

5
6

2.6 Diagnosis
Diagnosis urethritis gonore ditegakkan dengan anamnesis (antara lain
adanya riwayat keluarnya duh tubuh uretra atau vagina, nyeri waktu buang air kecil,
berhubungan seksual risiko tinggi), pemeriksaan klinis (pada laki-laki dapat
dijumpai muara saluran kencing bengkak, merah dan keluarnya nanah kuning
kehijauan. Sementara pada wanita, karena tidak khas maka biasanya gejala klinis
berupa vaginal discharge atau vaginal bleeding), dan pemeriksaan laboratorium
sebagai penunjang.17,21 Pemeriksaan penunjang yang memegang peranan penting
dan sering dilakukan adalah pemeriksaan sediaan langsung dengan membuat
hapusan sekret uretra atau serviks, dan biakan kuman. Dari pemeriksaan sediaan
langsung yang dicat dengan gram, akan tampak kuman diplokokus yang gram
negatif, berbentuk seperti ginjal pada intra selular atau ekstraselular. Sedangkan
biakan kuman dengan menggunakan media Thayer-Martin memiliki sensitivitas
dan spesifisitas yang tinggi.16-18,20,21

2.7 Komplikasi
Penyulit uretritis bisa terjadi apabila tidak secepatnya
mendapat pengobatan atau telah mendapatkan yang kurang adekuat. Penyulit yang
terjad idapat bersifat lokal, ekstra genital dan disseminated.22
 Penyulit lokal:
Pada laki-laki: orchitis, tysonitis, cystitis, vesiculitis, parauretritis,
cowperitis, deferenitis, littritis, prostatitis, epidydimitis dan infertilitas
Pada wanita: skenitis, bartholinitis, cystitis, salpingitis, proctitis, PID,
infertilitas.
 Penyulit ekstra genital:
Orofaringitis dan konjungtivitis
 Penyulit disseminated: arthritis, myocarditis, endocarditis, pericarditis, dan
meningitis.

6
7

2.8 Pengobatan

Sebagian besar gonokokus yang berhasil diisolasi pada saat ini telah resisten
terhadap penisilin, tetrasiklin dan anti mikroba terdahulu lainnya, sehingga obat-
obat ini tidak bisa digunakan lagi untuk pengobatan gonore. Di Indonesia,
kanamisin dan tiamfenikol telah menunjukkan keampuhannya kembali setelah lama
ditinggalkan. Secara umum dianjurkan pada semua pasien GO untuk diberikan
pengobatan bersamaan dengan obat anti klamidiosis, oleh karena infeksi campuran
antara klamidiosis dan gonore sering dijumpai.23
Pengobatan oral untuk infeksi tanpa komplikasi dapat diobati dengan
tiamfenikol 3,5 gram dosis tunggal, atau ofloksasin 400 mg dosis tunggal, atau
siprofloksasin 500 mg dosis tunggal atau sefiksim 400 mg dosis tunggal. Sementara
untuk obat yang diberikan perinjeksi, yang dapat dipilih adalah kanamisin 2 g
intramuskuler dosis tunggal, atau spektinomisin 2 g intramuskuler dosis tunggal,
atau seftriakson 250 mg intramuskuler dosis tunggal.23
Pada kasus GO dengan komplikasi, pilihan pengobatan yang dapat
diberikan adalah pengobatan oral selama 5 hari sedangkan obat injeksi diberikan
selama 3 hari. Pilihan pengobatan oral tersebut antara lain: tiamfenikol 3,5 gram
sekali sehari, atau ofloksasin 400 mg sekali sehari, atau siprofloksasin 500 mg
sekali sehari, atau sefiksim 400 mg peroral sekali sehari. Sedangkan untuk obat
injeksi, preparat yang dapat dipilih adalah kanamisin 2 g intramuskuler sekali
sehari, atau spektinomisin 2 g intramuskuler sekali sehari, atau seftriakson 1 gr
intramuskuler sekali sehari.23

2.9 Edukasi

Penjelasan pada pasien dengan baik dan benar sangat berpengaruh pada
keberhasilan pengobatan dan pencegahan karena gonore dapat menular kembali dan
dapat terjadi komplikasi apabila tidak diobati secara tuntas. Tidak ada cara
pencegahan terbaik kecuali menghindari kontak seksual dengan pasangan yang
beresiko. Penggunaan kondom masih dianggap yang terbaik. Sebaiknya, pasangan
seksualnya juga dianjurkan untuk mendapatkan pengobatan gonore.9

7
8

2.10 Prognosis
Prognosis urethritis gonore umumnya baik jika pemilihan dan cara pemakaian obat
dan menghilangkan faktor pencetus, salah satunya kontak seksual yang berisiko.

8
9

BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : Ahmad Satan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 53 tahun
Alamat : Petang, Badung
Pendidikan Terakhir : SD
Pekerjaan : Supir
Bangsa : Indonesia
Agama : Islam
Status Pernikahan : Sudah Menikah
Tanggal Pemeriksaan : 13 Mei 2019

3.2 Anamnesis
1) Keluhan Utama
Sakit pada skrotum sebelah kanan
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Mangusada Badung pada
tanggal 13 Mei 2019 dengan keluhan sakit pada skrotum sebelah kanan. Dari
anamnesis didapatkan pasien mengeluh pernah keluar nanah dari kelamin 5 hari
yang lalu tetapi tidak lagi keluar pada saat ini. Keluhan nyeri dirasakan disertai
dengan rasa perih dan panas. Pasien juga mengeluhkan bahawa ada
pembengkakan pada telur kanan dan pembengkakan tetap terjadi saat tidur dan
beraktivitas. Riwayat kontak seksual dengan pasangan seksual beberapa hari
yang lalu. Keluhan yang sama pada pasangan seksual tidak diketahui oleh
pasien. Riwayat berhubungan seksual dengan PSK (Pekerja Seks Komersial)
disangkal. Pada saat melakukan hubungan seksual pasien mengaku tidak
menggunakan pengaman (kondom) dan pasien juga belum pernah sebelumnya
mengalami keluhan ini.

9
10

3) Riwayat Pengobatan dan Penyakit Dahulu


Pasien sudah pernah berobat di Puskesmas untuk nyeri BAK dan diberi
antibiotika. Riwayat penyakit sistemik lainnya, seperti diabetes melitus,
hipertensi, penyakit ginjal, dan penyakit jantung disangkal oleh pasien. Riwayat
trauma disangkal.

4) Riwayat Alergi
Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat alergi baik terhadap obat maupun
makanan. Pasien juga dikatakan tidak memiliki riwayat asma, batuk dan pilek
pagi hari, dan alergi kulit.

5) Riwayat Keluarga
Riwayat keluhan yang sama pada keluarga pasien disangkal. Riwayat penyakit
sistemik pada keluarga pasien seperti hipertensi, diabetes melitus, penyakit
ginjal, jantung, asma maupun riwayat alergi juga disangkal.

6) Riwayat Sosial
Pasien tidak mengkonsumsi alcohol, merokok dan tidak pernah jajan di luar.

3.3 Pemeriksaan Fisik


Status Present:
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis (GCS E4V5M6)
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Respirasi : 16 x/menit
Temperatur aksila : 36,6oC

10
11

Status Dermatologi
Lokasi : Testis dextra
Efloresensi : macula erythema batas tidak tegas, ukuran 4x3cm,
kulit sekitar tampak normal, testis teraba panas,
nyeri tekan

Gambar 3.1 Pembengkakan pada testis kanan

3.4 Pemeriksaan Penunjang


Usulan pemeriksaan darah lengkap dan urine lengkap

3.5 Diagnosis Banding


1. Torsio testis
2. Hernia Scrotalis dextra
3.6 Diagnosis Kerja
Orchitis dextra et causa urethritis gonorhea
3.7 Penatalaksanaan
1) Medikamentosa
- Cefixime 1x 400 selama 3 hari
- Asam mefenamat 3x500mg
2) Non-medikamentosa
- Tirah baring dengan posisi scrotum lebih tinggi
- Anjurkan pemakaian kondom

11
12

3.9 Prognosis
Ad Vitam : Bonam
Ad Functionam : Bonam
Ad Sanationam : Bonam

12
13

BAB IV
PEMBAHASAN

Laporan kasus ini membahas pasien laki-laki dengan usia 53 tahun yang
didiagnosis dengan orchitis dextra et causa urethritis gonorhea. Diagnosis orchitis
et causa urethritis gonorhea ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis diperoleh informasi berupa keluhan
utama nyeri pada testis kanan. Keluhan disertai dengan adanya rasa perih dan panas
telah dirasakan sejak 2 hari lalu. Pasien juga mengeluhkan bahawa nyeri BAK sejak
15 hari yang lalu. Pasien mengatakan bahawa ada keluar nanah dari kelamin 5 hari
yang lalu tetapi saat ini tidak keluar nanah lagi. Tidak memiliki riwayat alergi.
Tidak pernah mengalami hal serupa. Pasien tinggal bersama isteri dikatakan
anggota keluarga lain tidak meliliki keluhan serupa, tetapi pernah berkontak seksual
bersama pasangan yang lain.
Hal ini sesuai dengan teori orchitis yang disebabkan oleh urethritis gonore,
yaitu adanya dysuria dan keluar duh tubuh. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
status present dan status general dalam batas normal. Pada pemeriksaan status
dermatologi didapatkan adanya macula erithema batas tidak tegas pada testis yang
berukuran 4x3cm. Testis teraba panas dan nyeri tekan. Hal ini sesuai dengan
komplikasi urethritis yaitu orchitis yang merupakan inflamasi testis. Pada laki-laki
berumur kurang dari 35 tahun, pembengkakan skrotum lebih sering disebabkan oleh
organisme menular seksual dibandingkan dengan laki-laki berusia lebih dari 35
tahun. Testis yang terletak berdekatan sering menunjukkan radang. Pada laki-laki
yang berhubungan seksual dengan laki-laki (LSL) secara anogenital insertif dapat
terinfeksi organisme enterik.
Pemeriksaan penunjang yang dapat diusulkan pada kasus ini untuk
meningkatkan keyakinan diagnosis adalah pemeriksaan darah lengkap dan urine
lengkap. Diagnosis banding pada kasus ini adalah torsio testis dan hernia scrotalis
dextra.

13
14

Penatalaksanaan orchitis pada pasien ini dibagi menjadi medikamentosa dan


non-medikamentosa. Untuk penatalaksanaan medikamentosa, obat yang diberikan
adalah Cefixime 1x 400 selama 3 hari dan Asam mefenamat 3x500mg. Untuk non-
medikamentosa, pasien disuruh untuk tirah baring dengan posisi scrotum lebih
tinggi.

14
15

BAB V
KESIMPULAN

Uretritis gonore ( gonorrheae ) merupakan penyakit hubungan seksual yang


disebabkan oleh kuman Neiserria gonorrheae yang menyerang uretra pada laki-laki
dan endocervix pada wanita, paling sering ditemukan dan mempunyai insiden yang
cukup tinggi. WHO memperkirakan bahwa tidak kurang dari 25 juta kasus baru
ditemukan setiap tahun di seluruh dunia. Neiserria gonorrheae merupakan kuman
kokus gram negatif, berukuran 0,6-1,5 μm, berbentuk diplokokus seperti bijikopi
dengan sisi yang datar berhadap-hadapan. Umumnya penyulit seperti orchitis akan
timbul jika uretritis tidak cepat diobati atau mendapat pengobatan yang kurang
adekuat. Di samping penyulit, uretritis gonore pada umumnya bersifat lokal
sehingga penjalarannya sangat erat dengan susunan anatomi dan faal alat kelamin.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan


laboratorium. Diagnosis pada laki-laki jauh lebih mudah daripada wanita, baik
secara klinis mahupun laboratorium, karena pada wanita seringkali asimtomatis.
Pada dasarnya pengobatan uretritis baru diberikan setelah diagnosis ditegakkan.
Antibiotik canggih dan mahal tanpa didasari diagnosis, dosis dan
cara pemakaian yang tepat tidak akan menjamin kesembuhan dan bahkan dapat
memberi dampak berbahaya dalam penggunaannya, misalnya resistensi kuman
penyebab. Pengobatan yang benar meliputi : pemilihan obat yang tepat serta dosis
yang adekuat untuk menghindari resistensi kuman. Melakukan tindakan lanjut
secara teratur sampai penyakitnya dinyatakan sembuh. Sebelum penyakitnya
benar- benar sembuh dianjurkan untuk tidak melakukan hubungan seksual.
Pasangan seksual harus diperiksa dan diobati agar tidak terjadi fenomena ping
pong.

15
16

DAFTAR PUSTAKA

1) Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Volume 2.


Jakarta: EGC
2) Street EJ et al. 2012. European guideline on the management of epididymo-
orchitis volume 1 1.8.2012
3) Bignell C, Unemo M, Jensen JS. 2012 European Guideline on the Diagnosis
and Treatment of Gonorrhoea in Adults. Department of Microbiological
Surveilance and Research, Staten Serum Institut, Copenhagen, Denmark.
2012
4) Hatta TH, Amiruddin MD, Adam AM. Urethritis Gonorrhea in
Homosexual. Department of Dermatovenereology Medical Faculty of
Hasanuddin University/ Wahidin Sudirohusodo Hospital. Makassar. 2012.
5) Daili, S.F. & Nilasari, H. 2016, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi
Ketujuh. Jakarta: Badan Penerbit FKUI, p.443-449, 495
6) Garcia, A.L. et all. 2008. Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine
Seventh Edition. New York: McGraw Hill, p. 1993 – 97
7) Napitupulu DP. Makalah Mata Kuliah Dasar-Dasar Patologi Umum
Tentang Penyakit Gonore. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Diponegoro. Semarang. 2012.
8) Hartanto, Huriawati. 2008. Kamus Saku Mosby: Kedokteran, Keperawatan
& Kesehatan. Edisi 4. Jakarta: EGC
9) Kementerian Kesehatan RI, 2011b , Pedoman Nasional Penanganan Infeksi
Menular Seksual, Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta.
10) Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin (6th ed).
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010; p. 369-75
11) Daili, S.F. 2014. Infeksi Menular Seksual. Edisi Keempat. Jakarta : Badan
penerbit FKUI, p.65-76

16
17

12) Hook EW, Hansdfield HH. Gonococcal infection in the adult. Dalam
Holmes KK, Sparling PF, Stamm WE, Piot P, editor. Sexually tansmitted
disease. Edisi ke-4. New York; McGraw-H ill, 2008 :627 43
13) Stary A. Sexually nansmitted disease. Dalam; Bolognia IL, Jorizzo JL,
Rapini RP. Eds. Dermatology. 1$ ed. London ; Elsevier Limited, 2003: l27l-
94.
14) Nasution MA. Gonorrhea. Cermin dunia kedokteran, edisi ke-80, Jakarta,
group PT Kalbe Farma, 1992:124-5
15) Larry IL. Gonococcal infection. Available from URL:
http//www.emedicine.com.
16) Malik SR, Amin S, Anwar AI. Gonore. Dalam: Amiruddin MD, editor.
Penyakit Menular Seksual. Makassar: Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan
Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin; 2004. p. 65–85.
17) Daili SF. Gonore. Dalam: Daili SF, Makes WIB, Zubier F, Judanarso J,
editor. Penyakit menular Seksual. Edisi kedua. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2001. p. 44–51
18) Martodihardjo S. Kencing Nanah. BIPKK 1990; 2(1): 14–21.
19) Hook EW, Hansfield HH. Gonococcal Infection in The Adult. In: Holmes
KK, editors. Sexually Transmitted Disease. 3rd ed. New York: McGraw-
Hill; 1999. p. 451–66.
20) Feingold DS, Mansur CP. Gonorrhea. In: Freedberg IM, In: Freedberg IM,
Eisen AZ, Wolf K, editors. Fitzpatrick’s Dermatology in Fitzpatrick’s
Dermatology in General Medicine. 6th ed. Philadelphia: WB Saunders Co;
2003. p. 2205–8
21) Bennet NJ. Gonorrhea. Available from URL: http://
www.emedicine.com/derm/topic
22) Daili, S.F.2011, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Kedua. Jakarta:
Badan Penerbit FKUI, p.369-370

23) Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan


Lingkungan. Infeksi Gonokokus. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia; 2004.

17
18

18

Anda mungkin juga menyukai