Anda di halaman 1dari 39

i

RESPONSI KASUS

GASTROENTERITIS AKUT

Pembimbing:
Prof. Dr. dr. RA. Tuty Kuswardhani, Sp. PD-KGER, FINASIM, M.Kes, M.H

Mahasiswa:
Pavitra Loganathan (1902611029)
Hemalatha Thiruchelvam (1902611025)

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


DEPARTEMEN/KSM ILMU PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT (RSUP) SANGLAH DENPASAR
2020
ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas
karunia-Nya, Responsi Kasus yang berjudul “Gastroenteritis Akut” ini dapat
diselesaikan tepat pada waktunya. Responsi Kasus ini disusun dalam rangka
mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam
RSUP Sanglah Denpasar.
Dalam penyusunan Responsi kasus ini, penulis banyak memperoleh
bimbingan, petunjuk serta bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Melalui
kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada yang terhormat:
1. Prof. Dr. dr. Ketut Suega, Sp.PD-KHOM selaku Kepala Bagian/SMF Ilmu
Penyakit Dalam FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar
2. dr. I Made Susila Utama, Sp. PD-KPTI selaku Koordinator Pendidikan
sekaligus Pembimbing kami di Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam FK
UNUD/RSUP Sanglah Denpasar,
3. Prof. Dr. dr. RA. Tuty Kuswardhani, Sp. PD-KGER, FINASIM, M.Kes,
M.H selaku pembimbing responsi kami.
4. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas dukungan dan
bantuan yang telah diberikan dalam penyelesaian laporan ini.

Penulis menyadari bahwa laporan ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga laporan ini
dapat memberikan sumbangan ilmiah dalam masalah kesehatan.

Denpasar, Maret 2020

Penulis

ii
iii

iii
iv

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN SAMPUL ...........................................................................................i
KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................1


BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................2
BAB III LAPORAN KASUS ..............................................................................17
BAB IV PEMBAHASAN ....................................................................................28
BAB V KESIMPULAN ......................................................................................30

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………..31


.

iv
1

BAB I
PENDAHULUAN

Gastroenteritis merupakan keluhan yang cukup mudah di temui pada anak-anak


maupun dewasa di seluruh dunia. Gastroenteritis adalah suatu keadaan dimana
feses hasil dari buang air besar (defekasi) yang berkonsistensi cair ataupun
setengah cair dengan frekuensi minimal tiga kali dalam sehari. Gastroentritis akut
adalah diare yang berlangsung dalam waktu kurang dari 14 hari yang mana
ditandai dengan peningkatan volume, frekuensi, dan kandungan air pada feses
yang paling sering menjadi penyebabnya adalah infeksi yaitu berupa virus,
bakteri, dan parasit.
Gastroenteritis akut masih menjadi salah satu penyumbang morbiditas
tertinggi hingga saat ini di berbagai negara di dunia dan khususnya di negara
berkembang dengan tingkat sanitasi yang masih tergolong kurang seperti
Indonesia. Menurut data dari World Health Organization (WHO) tahun 2003,
terdapat 1,87 juta orang meninggal akibat gastroenteritis di seluruh dunia.
Penanganan dini yang cepat, tepat dan adekuat harus dilakukan dalam
mengatasi gastroenteritis akut agar pasien tidak jatuh ke kondisi yang lebih parah.
Mulai dari diagnosis, pemberian terapi sampai nutrisi bagi penderita harus
diberikan dengan tepat. Dalam penegakan diagnosis gastroenteritis akut bisa
dilihat langsung dari anamnesis, pemeriksaan fisik, penampakan klinis dan
penentuan diagnosis definitif bisa menggunakan pemeriksaan laboratorium.
Dalam pemberian terapi sangat penting dalam penanganan gastroenteritis akut
disamping pemberian obat spesifik terhadap agen penyebab yang bisa diketahui
dari manifestasi klinis hasil laboratorium.
Oleh karena insiden gastroenteritis akut di negara – negara berkembang
seperti di Indonesia masih tinggi, penulis tertarik untuk mengangkat topik
gastroenteritis akut dalam upaya ketepatan penegakan diagnosis hingga pemberian
terapi yang adekuat sehingga dapat dilakukan pencegahan dari komplikasi yang
dapat ditimbulkan.
2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Gastroenteritis adalah suatu keadaan dimana terdapat inflamasi pada bagian
mukosa dari saluran gastrointestinal ditandai dengan diare dan muntah.7 Diare
adalah buang air besar dengan frekuensi yang meningkat dari biasanya atau
lebih dari tiga kali sehari dengan konsistensi feses yang lebih lembek atau
cair (kandungan air pada feses lebih banyak dari biasanya yaitu lebih dari 200
gram atau 200ml/24jam).8 Berdasarkan onsetnya, gastroenteritis dibagi
menjadi 2, yaitu akut dan kronis. Gastroenteritis akut adalah diare dengan
onset mendadak dengan frekuensi lebih dari 3 kali dalam sehari disertai
dengan muntah dan berlangsung kurang dari 14 hari, sementara
gastroenteritis kronis berlangsung lebih dari 14 hari.3

2.2. Epidemiologi
Gastroenteritis akut merupakan masalah yang banyak terjadi pada negara
berkembang dibanding dengan negara maju yang tingkat higenitas dan
sanitasi lebih baik.7 Menurut data dari World Health Organization (WHO)
dan UNICEF, terdapat 1,87 juta orang meninggal akibat kasus gastroenteritis
setiap tahunnya di seluruh dunia.6 Secara global, diperkirakan terdapat
179.000.000 insiden gastroenteritis akut pada orang dewasa tiap tahunnya
dengan angka pasien yang dirawat inap sebanyak 500.000 dan lebih dari 5000
pasien mengalami kematian.3 Di amerika serikat setidaknya 8.000.000 dari
pasien gastroenteritis akut yang berobat ke dokter dan lebih dari 250.000
pasien dirawat di rumah sakit menurut data dari The American Journal of
Gastroenterology.3,9
Sedangkan menurut hasil survei di Indonesia, insiden dari gastroenteritis
akut akibat infeksi mencapai 96.278 insiden dan masih menjadi peringkat
pertama sebagai penyakit rawat inap di Indonesia, sedangkan angka kematian
pada gastroenteritis akut (Case Fatality Rate) sebesar 1,92%.5

2.3. Etiologi
3

Gastroenteritis akut bisa disebabkan oleh berbagai faktor, menurut dari World
Gastroenterology Organization, ada beberapa agen yang bisa menyebabkan
terjadinya gastroenteritis akut yaitu agen infeksi dan non-infeksi. Lebih dari
90% diare akut disebabkan karena infeksi, sedangkan sekitar 10% karena
sebab lain yaitu9:
2.3.1. Faktor Infeksi
a) Virus
Di negara berkembang dan industrial penyebab tersering dari
gastroenteritis akut adalah virus, beberapa virus penyebabnya antara lain :
1. Rotavirus
Merupakan salah satu terbanyak penyebab dari kasus rawat inap di rumah
sakit dan mengakibatkan 500.000 kematian di dunia tiap tahunnya,
biasanya diare akibat rotavirus derat keparahannya diatas rerata diare pada
umumnya dan menyebabkan dehidrasi. Pada anak-anak sering tidak
terdapat gejala dan umur 3 – 5 tahun adalah umur tersering dari infeksi
virus ini.9
2. Human Caliciviruses (HuCVs)
Termasuk famili Calciviridae, dua bentuk umumnya yaitu Norwalk-like
viruses (NLVs) dan Sapporo-like viruses (SLVs) yang sekarang disebut
Norovirus dan sapovirus. Norovirus merupakan penyebab utama terbanyak
diare pada pasien dewasa dan menyebabkan 21 juta kasus per tahun.
Norovirius merupakan penyebab tersering gastroenteritis pada orang
dewasa dan sering menimbulkan wabah dan menginfeksi semua umur.
Sapoviruses umumnya menginfeksi anak – anak dan merupakan infeksi
virus tersering kedua selain Rotavirus.9
3. Adenovirus
Umumnya menyerang anak – anak dan menyebabkan penyakit pada sistem
respiratori. adenovirus merupakan family dari Adenoviridae dan
merupakan virus DNA tanpa kapsul, diameter 70 nm, dan bentuk
icosahedral simetris. Ada 4 genus yaitu Mastadenovirus, Aviadenovirus,
Atadenovirus, dan Siadenovirus.9
4

b) Bakteri
Infeksi bakteri juga menjadi penyebab dari kasus gastroenteritis akut
bakteri yang sering menjadi penyebabnya adalah Diarrheagenic
Escherichia coli, Shigella species, Vibrio cholera, Salmonella. Beberapa
bakteri yang dapat menyebabkan gastroenteritis akut adalah9:
1. Diarrheagenic Escherichia- coli
Penyebarannya berbeda – beda di setiap negara dan paling sering terdapat
di negara yang masih berkembang. Umumnya bakteri jenis ini tidak
menimbulkan bahaya jenis dari bakterinya adalah9:
- Enterotoxigenic E. coli (ETEC)
- Enteropathogenic E. coli (EPEC)
- Enteroinvasive E. coli (EIEC)
- Enterohemorrhagic E. coli (EHEC)
2. Campylobacter
Bakteri jenis ini umumnya banyak pada orang yang sering berhubungan
dengan perternakan selain itu bisa menginfeksi akibat masakan yang tidak
matang dan dapat menimbulkan gejala diare yang sangat cair dan
menimbulkan disentri.9
3. Shigella species
Gejala dari infeksi bakteri Shigella dapat berupa hipoglikemia dan tingkat
kematiannya sangatlah tinggi. Beberapa tipenya adalah9:
- S. sonnei
- S. flexneri
- S. dysenteriae
4. Vibrio cholera
Memiliki lebih dari 2000 serotipe dan semuanya bisa menjadi pathogen
pada manusia. Hanya serogrup cholera O1 dan O139 yang dapat
menyebabkan wabah besar dan epidemic. Gejalanya yang paling sering
adalah muntah tidak dengan panas dan feses yang konsistensinya sangat
berair. Bila pasien tidak terhidrasi dengan baik bisa menyebabkan syok
hipovolemik dalam 12 – 18 jam dari timbulnya gejala awal.9
5

5. Salmonella
Salmonella menyebabkan diare melalui beberapa mekanisme. Beberapa
toksin telah diidentifikasi dan prostaglandin yang menstimulasi sekresi
aktif cairan dan elektrolit mungkin dihasilkan. Pada onset akut gejalanya
dapat berupa mual, muntah dan diare berair dan terkadang disentri pada
beberapa kasus.9
c) Agen Parasit
Cryptosporidium parvum, Giardia L, Entamoeba histolytica, dan
Cyclospora cayetanensis merupakan beberapa jenis protozoa penyebab
diare dimana sangatlah jarang terjadi, namun sering dihubungkan dengan
traveler dan gejalanya sering tak tampak.
Dalam beberapa kasus juga dinyatakan infeksi dari cacing seperti
Stongiloide stecoralis, Angiostrongylus C., Schisotoma Mansoni, S.
Japonicum juga bisa menyebabkan gastroenteritis akut.9

2.3.2. Non –Infeksi


a) Malabsorpsi/maldigesti
Kurangnya penyerapan seperti3:
1. Karbohidrat : Monosakrida (glukosa), disakarida (sakarosa)
2. Lemak : Rantai panjang trigliserida
3. Asam amino
4. Protein
5. Vitamin dan mineral
b) Imunodefisiensi
Kondisi seseorang dengan imunodefisiensi yaitu hipogamaglobulinemia,
panhipogamaglobulinemia (Bruton), penyakit granulomatose kronik,
defisiensi IgA dan imunodefisiensi IgA heavycombination.3
c) Terapi Obat
Orang yang mengonsumsi obat-obatan antibiotik, antasida, dan masih
kemoterapi juga bisa menyebabkan gastroenteritis akut.3

d) Lain-lain
6

Tindakan gastrektomi, terapi radiasi dosis tinggi, sindrom Zollinger-


Ellison, neuropati diabetes sampai kondisi psikis juga dapat menimbulkan
gastroenteritis akut.3

2.4. Patogenesis
Diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih patomekanisme sebagai berikut :
1) Osmolaritas intraluminal meningkat (diare osmotik); 2) Sekresi cairan dan
elektrolit meninggi (diare sekretorik); 3) Malabsorbsi asam empedu dan
lemak; 4) Defek sistem pertukaran anion/transport elektrolit aktif di enterosit;
5) Motilitas dan waktu transit usus abnormal; 6) Gangguan permeabilitas
usus; 7) Inflamasi dinding usus (diare inflamatorik). Dari beberapa
patomekanisme tersebut, ada 3 patomekanisme yang paling banyak dibahas,
yaitu diare osmotik, diare sekretorik, dan diare inflamatorik.
Diare osmotik merupakan diare yang terjadi akibat tekanan osmotik
intralumen usus halus yang meningkat disebabkan oleh obat-obat/zat kimia
yang hiperosmotik seperti MgSO4, Mg(OH)2, malabsoprsi atau adanya defek
pada absorpsi mukosa usus misal pada defisiensi disakaridase, malabsorpsi
glukosa atau galaktosa. Zat-zat yang bersifat hiperosmotik akan menarik
cairan menuju intralumen usus halus sehingga feses akan lebih encer.
Diare tipe sekretorik merupakan diare yang disebabkan oleh meningkatnya
sekresi air dan elektrolit dari usus serta menurunya absorpsi. Diare jenis ini
ditandai dengan konsistensi berair dengan volume yang banyak. Diare ini
akan tetap berlangsung walaupun dilakukan puasa makan/minum. Bakteri
yang memproduksi enterotoksin ini tidak merusak mukosa (non-invasif)
seperti V.cholerae Eltor, Eterotoxicgenic E. coli (ETEC), dan C. Perfringens.
V.cholerae Eltor mengeluarkan toksin yang terkait pada mukosa usus halus
15 – 30 menit sesudah diproduksi vibrio. Enterotoksin ini menyebabkan
kegiatan berlebihan nikotinamid adenin di nukleotid pada dinding sel usus,
sehingga meningkatkan kadar adenosin 3’-5’-siklik monofosfat (cAMP)
dalam sel yang menyebabkan sekresi aktif anion klorida ke dalam lumen usus
yang diikuti oleh air, ion bikarbonat, kation, natrium, dan kalium.3
7

Diare yang diakibatkan bakteri enterovasif disebut sebagai diare


inflamatorik. Bakteri yang merusak (invasif) antara lain Enteroinvasive E.
coli (EIEC), Salmonella, Shigella, Yersinia, C. perfringens tipe C. Diare tipe
ini disebabkan oleh kerusakan dinding usus berupa nekrosis dan ulserasi.
Sifat diarenya sekretorik eksudatif. Cairan diare dapat tercampur lendir dan
darah. Kuman salmonella yang sering menyebabkan diare yaitu S. paratyphi
B, Styphimurium, S.enterriditis, S.choleraesuis. Penyebab parasit yang sering
yaitu E.histolitika dan G.lamblia.3
Diare inflamatorik ditandai dengan kerusakan dan kematian enterosit,
dengan peradangan minimal sampai berat, disertai gangguan absorbsi dan
sekresi. Setelah kolonisasi awal, kemudian terjadi perlekatan bakteri ke sel
epitel dan selanjutnya terjadi invasi bakteri kedalam sel epitel. Tahap
berikutnya terjadi pelepasan sitokin antara lain interleukin 1 (IL-l), TNF-α,
dan kemokin seperti interleukin-8 (IL-8) dari epitel dan subepitel
miofibroblas. IL-8 adalah molekul kemostatik yang akan mengaktifkan sistim
fagositosis setempat dan merangsang sel-sel fagositosis lainnya ke lamina
propia. Apabila substansi kemotaktik (IL-8) dilepas oleh sel epitel, atau oleh
mikroorganisme lumen usus (kemotaktik peptida) dalam konsentrasi yang
cukup kedalam lumen usus, maka neutrofil akan bergerak menembus epitel
dan membentuk abses kripta, dan melepaskan berbagai mediator seperti
prostaglandin, leukotrin, platelet activating factor, dan hidrogen peroksida
dari sel fagosit akan merangsang sekresi usus oleh enterosit, dan aktivitas
saraf usus.3

2.5. Manifestasi Klinis


Diare karena infeksi dapat disertai gejala muntah-muntah, demam, tenesmus,
hematochezia, nyeri perut, atau kejang perut. Diare yang berlangsung
beberapa waktu tanpa pengulangan medis yang adekuat dapat menyebabkan
kematian karena kekurangan cairan pada tubuh yang mengakibatkan ranjatan
hipovolemik atau karena gangguan kimiawi berupa asidosis metabolik yang
lanjut. Kehilangan cairan dapat menyebakan haus, berat badan menurun, mata
menjadi cekung, lidah kering, tulang pipi menonjol, turgor kulit menurun,
8

serta suara menjadi serak (vox cholerica). Keluhan dan gejala ini disebabkan
deplesi air yang isotonik. Kehilangan bikarbonas, perbandingan bikarbonas
berkurang, yang mengakibatkan penurunan pH darah. Penurunan ini akan
merangsang pusat pernapasan sehingga frekuensi nafas lebih cepat dan lebih
dalam. Reaksi ini adalah usaha tubuh untuk mengeluarkan asam karbonas
agar pH dapat naik kembali normal. Pada keadaan asidosis metabolik yang
tidak dikompensasi, bikarbonat standar juga rendah, pCO2 normal dan base
excess sangat negatif.
Tanda-tanda awal dari penyakit diare adalah suhu tubuh biasanya
meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare.
Tinja akan menjadi cair dan mungkin disertai dengan lendir ataupun darah.
Warna tinja bisa lama-kelamaan berubah menjadi kehijau-hijauan karena
tercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya lecet karena
seringnya defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat
banyaknya asam laktat yang berasal darl laktosa yang tidak dapat diabsorbsi
oleh usus selama diare. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah
diare dan dapat disebabkan oleh lambung yang turut meradang atau akibat
gangguan keseimbangan asam-basa dan elektrolit. Bila penderita telah
kehilangan banyak cairan dan elektrolit, maka gejala dehidrasi mulai tampak.
Berat badan turun, turgor kulit berkurang, mata dan ubun-ubun besar menjadi
cekung, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering.
Berdasarkan banyaknya kehilangan cairan dan elektrolit dari tubuh, diare
dapat dibagi menjadi:
 Dehidrasi ringan (hilang cairan 2 – 5% BB): Gambaran klinisnya berupa
turgor kurang, suara serak (vox cholerica), pasien belum jatuh dalam
kondisi presyok.
 Dehidrasi sedang (hilang cairan 5 – 10% BB): Gambaran klinisnya
berupa turgor buruk, suara serak, pasien jatuh dalam kondisi presyok atau
syok, nadi cepat, napas cepat dan dalam.
 Dehidrasi berat (hilang cairan lebih dari 10% BB): Gambaran klinisnya
berupa tanda dehidrasi sedang ditambah kesadaran yang menurun (apatis
hingga koma), otot-otot kaku, serta sianosis.
9

2.6. Diagnosis
Diagnosis gastroenteritis akut dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.3
2.6.1. Anamnesis
Onset, durasi, tingkat keparahan, dan frekuensi diare harus dicatat, dengan
perhatian khusus pada karakteristik feses (misalnya, berair, berdarah,
berlendir, purulen). Pasien harus dievaluasi untuk tanda-tanda mengetahui
dehidrasi, termasuk kencing berkurang, rasa haus, pusing, dan perubahan
status mental. Muntah lebih sugestif penyakit virus atau penyakit yang
disebabkan oleh ingesti racun bakteri. Gejala lebih menunjukkan invasif
bakteri (inflamasi) diare adalah demam, tenesmus, dan feses berdarah.2
Makanan dan riwayat perjalanan sangat membantu untuk
mengevaluasi potensi paparan agent. Anak-anak di tempat penitipan,
penghuni panti jompo, penyicip makanan, dan pasien yang baru dirawat di
rumah sakit berada pada risiko tinggi penyakit diare menular. Wanita
hamil memiliki 12 kali lipat peningkatan risiko listeriosis, terutama yang
mengkonsumsi olahan daging beku, keju lunak, dan susu mentah. Riwayat
sakit terdahulu dan penggunaan antibiotik dan obat lain harus dicatat pada
pasien dengan diare akut.2
2.6.2. Pemeriksaan Fisik
Tujuan utama dari pemeriksaan fisik adalah untuk menilai tingkat
dehidrasi pasien. Umumnya penampilan sakit, membran mukosa kering,
waktu pengisian kapiler yang tertunda, peningkatan denyut jantung dan
tanda-tanda vital lain yang abnormal seperti penurunan tekanan darah dan
peningkatan laju nafas dapat membantu dalam mengidentifikasi dehidrasi.
Demam lebih mengarah pada diare dengan adanya proses inflamasi.
Pemeriksaan perut penting untuk menilai nyeri dan proses perut akut.
Pemeriksaan rektal dapat membantu dalam menilai adanya darah, nyeri
dubur, dan konsistensi feses.2
10

Tabel 2.1. Klasifikasi Diare Berdasarkan tabel Derajat Dehidrasi15


Gejala/ derajat Diare tanpa Diare dehidrasi Diare dehidrasi
dehidrasi dehidrasi Ringan/ Sedang Berat
Bila terdapat dua Bila terdapat dua Bila terdapat dua
tanda atau lebih tanda atau lebih tanda atau lebih
Keadaan umum Baik, sadar Gelisah Lusu, Lunglai/
tidak sadar
Mata Tidak Cekung Cekung Cekung
Keinginan untuk Normal, tidak ada Ingin minum terus, Malas minum
Minum rasa haus ada rasa
haus
Turgor Segera kembali Kembali lambat Kembali sangat
lambat

2.6.3. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang diperlukan dalam penatalaksanaan diare akut
karena infeksi, karena dengan tata cara pemeriksaan yang terarah akan
sampai pada terapi definitif3. Adapun pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan adalah :
Darah:
- Darah perifer lengkap
- Serum elektrolit: Na+, K+, Cl-
- Analisa gas darah apabila didapatkan tanda-tanda gangguan
keseimbangan asam basa (pernapasan Kusmaull)
- Immunoassay: toksin bakteri (C. difficile), antigen virus (rotavirus),
antigen protozoa (Giardia, E. histolytica).
Feses:
- Feses lengkap (mikroskopis: peningkatan jumlah leukosit di feses
pada inflamatory diarrhea; parasit: amoeba bentuk tropozoit, hifa
pada jamur)
- Biakan dan resistensi feses (colok dubur)

2.7. Penatalaksanaan
11

Penatalaksanaan diare akut karena infeksi pada orang dewasa terdiri atas:
rehidrasi sebagai prioritas utama pengobatan, memberikan terapi
simptomatik, dan memberikan terapi definitif.3

2.7.1. Terapi Rehidrasi


Langkah pertama dalam terapi diare adalah dengan rehidrasi, dimana lebih
disarankan dengan rehidrasi oral. Akumulasi kehilangan cairan (dengan
penghitungan secara kasar dengan perhitungan berat badan normal pasien
dan berat badan saat pasien diare) harus ditangani pertama. Selanjutnya,
tangani kehilangan cairan dan cairan untuk pemeliharaan. Hal yang
penting diperhatikan agar dapat memberikan rehidrasi yang cepat dan
akurat, yaitu:2,3
a) Jenis cairan
Pada saat ini cairan Ringer Laktat merupakan cairan pilihan karena
tersedia cukup banyak di pasaran, meskipun jumlah kaliumnya lebih
rendah bila dibandingkan dengan kadar Kalium cairan tinja. Apabila tidak
tersedia cairan ini, boleh diberikan cairan NaCl isotonik. Sebaiknya
ditambahkan satu ampul Na bikarbonat 7,5% 50 ml pada setiap satu liter
infus NaCl isotonik. Asidosis akan dapat diatasi dalam 1-4 jam. Pada
keadaan diare akut awal yang ringan, tersedia di pasaran cairan/bubuk
oralit, yang dapat diminum sebagai usaha awal agar tidak terjadi dehidrasi
dengan berbagai akibatnya. Rehidrasi oral (oralit) harus mengandung
garam dan glukosa yang dikombinasikan dengan air.2,3
Oralit diberikan untuk mengganti cairan elektrolit yang banyak
dibuang dalam tubuh yang terbuang pada saat diare. Meskipun air sangat
penting untuk mencegah dehidrasi, air minum tidak mengandung garam
elektrolit yang diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan elektrolit
dalam tubuh sehingga lebih diutamakan oralit. Campuran glukosa dan
garam yang terkandung dalam oralit dapat diserap dengan baik oleh usus
penderita diare.

Tabel 2.2. Komposisi Oralit hipotonik yang direkomendasikan WHO


12

Komponen Osmolaritas (mmol/L)


Sodium 75
Klorida 65
Glukosa anhidrat 75
Potasium 20
Sitrat 10
Total Osmolaritas 245
Terapi rehidrasi oral terdiri dari rehidrasi yaitu mengganti kehilangan
air dan elektrolit; terapi cairan rumatan yaitu menjaga kehilangan cairan
yang sedang berlangsung. Bahkan pada kondisi diare berat, air dan garam
diserap terus menerus melaui absorbsi aktif natrium yang ditingkatkan
oleh glukosa dalam usus halus. Larutan-larutan pengganti oral akan efektif
jika mengandung natrium, kalium, glukosa, dan air dalam jumlah yang
seimbang, glukosa diperlukan untuk meningkatkan absorbsi elektrolit.

b) Jumlah Cairan
Pada prinsipnya jumlah cairan yang hendak diberikan sesuai dengan
jumlah cairan yang keluar dari badan. Kehilangan cairan dari badan dapat
dihitung dengan memakai Metode Skor Daldiyono berdasarkan keadaan
klinis dengan skor. Rehidrasi cairan dapat diberikan dalam 2 jam untuk
mencapai kondisi rehidrasi3,11. Adapun perhitungan defisit cairan
menggunakan rumus berikut :

skor
Kebutuhan Cairan = x 10% x kgBB x 1 liter
15

Keterangan :
Skor : total skor akumulatif yang dihitung dari temuan klinis pasien
menurut tabel 2.3.

Tabel 2.3. Skor Daldiyono11


Rasa haus/muntah 1
Tekanan darah sistolik 60-90 mmHg 1
Tekanan darah sistolik < 60 mmHg 2
Frekuensi nadi > 120 x/menit 1
Kesadaran apatis 1
Kesadaran somnolen, sopor, atau koma 2
Frekuensi napas > 30 x/menit 1
Facies cholerica 2
13

Vox cholerica 2
Turgor kulit menurun 1
Washer’s woman’s hand 1
Sianosis 2
Umur 50-60 tahun -1
Umur > 60 tahun -2
Pemberian cairan dehidrasi terbagi atas :
1. Dua jam pertama (tahap rehidrasi inisial) : jumlah total kebutuhan cairan
menurut rumus skor daldiyono, diberikan langsung dalam 2 jam ini agar
tercapai rehidrasi optimal secepat mungkin.
2. Satu jam berikut/jam ke-3 (tahap kedua) pemberian diberikan berdasarkan
kehilangan cairan selama 2 jam pemberian cairan rehidrasi inisial
sebelumnya. Bila tidak ada syok atau skor daldiyono < 3, maka dapat
diganti cairan per oral.
3. Jam berikutnya, pemberian cairan diberikan berdasarkan kehilangan cairan
melalui tinja, urin, dan insensible water loss (IWL).

c) Jalur Pemberian Cairan


Rute pemberian cairan pada orang dewasa terbatas pada oral dan
intravena. Untuk pemberian per oral diberikan larutan oralit yang
komposisinya berkisar antara 29g glukosa, 3,5g NaCl, 2,5g Na bikarbonat
dan 1,5g KCI setiap liternya. Cairan per oral juga digunakan untuk
memperlahankan hidrasi setelah rehidrasi inisial.3 Bila pada skor daldiyono
didapatkan skor ≥ 3 atau pasien dalam kondisi syok, maka metode
pemberian cairan harus dengan intravena. Diluar kondisi tersebut,
pemberian cairan dapat diberikan peroral.

2.7.2. Terapi Simtomatik


Pemberian terapi simtomatik haruslah berhati-hati dan setelah benar-benar
dipertimbangkan karena lebih banyak kerugian daripada keuntungannya.
Hal yang harus sangat diperhatikan pada pemberian antiemetik, karena
Metoklopropamid misalnya dapat memberikan kejang pada anak dan
remaja akibat rangsangan ekstrapiramidal. Pada diare akut yang ringan
kecuali rehidrasi peroral, bila tak ada kontraindikasi dapat
14

dipertimbangkan pemberian Bismuth subsalisilat maupun loperamid dalam


waktu singkat. Pada diare yang berat obat-obat tersebut dapat
dipertimbang dalam waktu pemberian yang singkat dikombinasi dengan
pemberian obat antimikrobial.3

2.7.3. Terapi Antibiotik


Pemberian antibiotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare akut
infeksi, karena 40% kasus diare sembuh kurang dari 3 hari tanpa
pemberian antibiotik.11 Antibiotik diindikasikan pada pasien dengan gejala
dan tanda diare infeksi, seperti demam, feses berdarah, leukosit pada feses,
mengurangi ekskresi dan kontaminasi lingkungan, persisten atau
penyelamatan jiwa pada diare infeksi, diare pada pelancong dan pasien
immunocompromised. Pemberian antibiotik dapat secara empiris, tetapi
antibiotic definitif diberikan berdasarkan kultur dan resistensi kuman.11

Tabel 2.4. Terapi Antibiotik Empiris11


Organisme Antibiotik Pilihan Antibiotik Pilihan Kedua
Pertama
Campylobacter Ciprofloxacin 500mg 2 kali Azithromycin 500mg oral 2
sehari, 3-5 hari kali sehari
Erytromycin 500mg oral 2
kali sehari, 5 hari
Shigella atau Ciprofloxacin 500mg 2 kali Ceftriaxone 1gram IM/IV
Salmonela spp. sehari, 3-5 hari sehari
TMP-SMX DS oral 2 kali
sehari, 3 hari
Vibrio Cholera Tetracycline 500mg oral 4 Resisten tetracycline
kali sehari, 3 hari Ciprofloxacin 1gram oral 1
Doxycycline 300mg oral, kali
dosis tunggal Erythromycin 250mg oral 4
kali sehari, 3 hari
Traveler’s Ciprofloxacin 500mg 2 kali TMP-SMX DS oral 2 kali
diarrhea sehari sehari, 3 hari
Clostridium Metronidazole 250-500mg Vancomycin 125mg 4 kali
difficile 4 kali sehari, 7-14 hari, oral sehari, 7-14 hari
atau IV

Tabel 2.5. Pemberian Antibiotik pada Diare Akut11


Indikasi Pemberian Antibiotik Pilihan Antibiotik
15

Demam (suhu oral > 38,5oC), feses Quinolone 3-5 hari, cotrimoksazole 3-5
disertai darah, leukosit, laktoferin, hari
hemoccult, sindrom disentri
Traveler’s diarrhea Quinolone 1-5 hari
Diare persisten (kemungkinan Metronidazole 3 x 500 mg selama 7 hari
Giardiasis)
Shigellosis Cotrimoksazole selama 3 hari
Quinolone selama 3 hari
Intestinal Salmonellosis Chloramphenicol/cotrimoksazole/quinolon
e selama 7 hari
Campylobacteriosis Erythromycin selama 5 hari
EPEC Terapi sebagai febrile disentry
ETEC Terapi sebagai traveler’s diarrhea
EIEC Terapi sebagai shigellosis
EHEC Peranan antibiotik belum jelas
Vibrio non-kolera Terapi sebagai febrile disentry
Aeromonas diarrhea Terapi sebagai febrile disentry
Yersiniosis Umumnya dapat diterapi sebagai febrile
disentry.
Pada kasus berat: Ceftriaxone IV 1 gram/6
jam selama 5 hari.
Intestinal Amebiasis Metronidazole 3 x 750 mg 5 – 10 hari +
pengobatan kista untuk mencegah relaps.
Diiodohydroxyquin 3 x 650 mg 10 hari
atau paromomycin 3 x 500 mg 10 hari atau
diloxanide furoate 3 x 500 mg 10 hari
Cryptosporidiosis Untuk kasus berat atau
immunocompromised: Paromomycin 3 x
500 mg selama 7 hari
Isosporisosis Cotrimoksazole 2 x 160/800 selama 7 hari

2.7.4. Terapi Anti-diare


Anti–Diare diberikan untuk mengurangi peristaltik, spasme usus, menahan
iritasi, absorbsi racun, dan sering dikombinasi dengan antimikroba. Obat
antidiare yang dapat digunakan sebagai pertolongan saat terjadi diare :
- Adsorben dan obat pembentuk massa
Adsorben seperti kaolin, tidak dianjurkan untuk diare akut. Obat-obat
pembentuk masa seperti metil selulosa, isphagula, dan strerkulia
bermanfaat dalam mengendalikan konsistensi tinja pada ileostomi, serta
dalam mengendalikan diare akibat penyakit divertikular. Contoh obat yang
termaksud dalam golongan antara lain kaolin, pectin, dan attalpugit.
- Antimotilitas
16

Pada diare akut obat-obat anti motilitas peranya sangat terbatas sebagai
tambahan pada terapi pengganti cairan dan elektrolit. Yang termaksut
dalam golongan ini adalah codein fosfat, co-fenotrop, loperamid HCL, dan
morfin.

2.8. Komplikasi
Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi utama,
terutama pada lanjut usia dan anak-anak. Pada diare akut karena kolera,
kehilangan cairan terjadi secara mendadak sehingga cepat terjadi syok
hipovolemik. Kehilangan elektrolit melalui feses dapat mengarah terjadinya
hipokalemia dan asidosis metabolik.11
Pada kasus-kasus yang terlambat mendapat pertolongan medis, syok
hipovolemik sudah tidak dapat diatasi lagi, dapat timbul nekrosis tubular akut
ginjal dan selanjutnya terjadi gagal multi organ. Komplikasi ini dapat juga
terjadi bila penanganan pemberian cairan tidak adekuat, sehingga rehidrasi
optimal tidak tercapai.11
Haemolytic Uremic Syndrome (HUS) adalah komplikasi terutama oleh
EHEC. Pasien HUS menderita gagal ginjal, anemia hemolisis, dan
trombositopeni 12-14 hari setelah diare. Risiko HUS meningkat setelah
infeksi EHEC dengan penggunaan obat anti-diare, tetapi hubungannya
dengan penggunaan antibiotik masih kontroversial.11
Sindrom Guillain–Barre, suatu polineuropati demielinisasi akut,
merupakan komplikasi potensial lain, khususnya setelah infeksi C. jejuni; 20-
40% pasien Guillain–Barre menderita infeksi C.jejuni beberapa minggu
sebelumnya. Pasien menderita kelemahan motorik dan mungkin memerlukan
ventilasi mekanis. Mekanisme penyebab sindrom Guillain–Barre belum
diketahui. Artritis pasca-infeksi dapat terjadi beberapa minggu setelah
penyakit diare karena Campylobacter, Shigella, Salmonella, atau Yersinia
spp.11

2.9. Prognosis
17

Dengan penggantian cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan


terapi antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare infeksius sangat baik
dengan morbiditas dan mortalitas minimal. Seperti kebanyakan penyakit,
morbiditas dan mortalitas terutama pada anak-anak dan pada lanjut usia. Di
Amerika Serikat, mortalitas berhubungan dengan diare infeksius < 1,0%.
Pengecualiannya pada infeksi EHEC dengan mortalitas 1,2% yang
berhubungan dengan sindrom uremik hemolitik.11
18

BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama Pasien : DRP
No Rekam Medik : 20004315
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 65 tahun
Agama : Hindu
Alamat : Br Geriya Bali, Gianyar,
Tampaksiring
Suku Bangsa : Bali
Status Perkawinan : Menikah
Care Giver : Anak
Tanggal MRS : 06 Februari 2020
Tanggal Pemeriksaan : 10 Februari 2020

3.2 Anamnesis
Keluhan utama : Diare
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang sadar dengan keluhan utama diare. Diare dikeluhkan muncul
pertama kali sejak 2 hari SMRS (4 Februari 2020). Diare dikatakan sudah lebih
dari 5 kali dalam satu hari. Diare dikatakan dengan tinja konsistensi cair, warna
kekuningan, dengan sedikit ampas makanan, tanpa disertai darah dan lendir, dan
bau seperti tinja biasanya. Setiap kali berak, tinja yang keluar sebanyak ± 1/4
gelas aqua (± 60 cc). Diare muncul secara mendadak, pasien hanya minum larutan
air gula dan garam untuk meringankan diare yang dialami pasien. Keluhan diare
tanpa disertai mual dan muntah, nyeri perut, dan demam.
Pasien juga mengeluh nyeri perut sejak 1 hari SMRS. Nyeri dirasakan pada perut
kanan dan kiri bagian bawah terasa seperti melilit (dipelintir). Nyeri dirasakan
setiap kali pasien merasa ingin buang air besar.
Pasien juga mengeluh demam. Demam dirasakan sejak 1 hari SMRS. Demam
dikatakan mulai muncul setelah pasien mengalami diare dan muncul secara
19

mendadak tinggi. Demam dikatakan tidak sempat diukur menggunakan


termometer. Pasien sempat mengkonsumsi obat penurun panas untuk
menghilangkan keluhan demamnya kemudian demam meningkat lagi.
Pasien mengaku bibir dan lidahnya terasa kering setelah mengalami diare. Nafsu
makan pasien dikatakan menurun karena pasien sering merasakan mual dan
muntah setiap makan. Aktivitas BAK diakui pasien buang air kecil dikatakan
normal dengan frekuensi BAK 4-5x /hari.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien sebelumnya tidak pernah mengalami keluhan diare yang sama seperti yang
dikeluhkan saat sakit pada saat itu. Riwayat diare lama juga disangkal oleh pasien.
Pasien mempunyai riwayat Diabetes Mellitus sejak tahun 2005. Lika di kaki
kanan pasien terdapat sejak sekian lama. Pasien riwayat amputasi tungkai kiri
setinggi lutut tahun 2017. Pasien sudah pernah melalui amputasi di jari manis di
kaki kanan. Saat ini, telunjuk kaki kanan kehitaman. Riwayat hipertensi, penyakit
jantung dan batuk lama disangkal oleh pasien.

Riwayat pengobatan
Pasien meminum 1 gelas larutan air gula dan garam, namun keluhan diare yang
dialami pasien tidak dapat membaik. Pasien mengambil pengobatan Diabetes
Mellitus dengan Novorapid 3x12 unit dan Lantus 1x12 unit.

Riwayat penyakit dalam keluarga


Tidak ada anggota keluarga yang pernah mengalami keluhan diare yang sama
seperti pasien. Riwayat hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung, penyakit
ginjal dalam keluarga disangkal oleh pasien.

Riwayat pribadi dan sosial


Pasien saat ini tidak bekerja. Pasien tinggal bersama anak, menantu dan cucunya.
Pasien sehari-hari mengkonsumsi makanan yang dimasak di rumah, namun
kadang pasien juga mengkonsumsi makanan yang dibelinya di pasar. Kebiasaan
merokok dan minum minuman beralkohol disangkal oleh pasien.
20

3.3 PEMERIKSAAN FISIK

Tanda-Tanda Vital (12/02/2020):

- Kondisi umum : Sakit sedang


- Kesadaran : Compos Mentis
- GCS : E4 V5 M6
- Tekanan darah : 90/60 mmHg
- Nadi : 92 kali/menit
- Respirasi : 22 kali/menit
- Suhu aksila : 37,6 o C
- VAS : 0/10
- Estimasi berat badan : 51 kg
- Tinggi Badan : 150 cm
- BMI : 22,7kg/m2 (Kurus)
Pemeriksaan Umum (21/01/2020)
Kepala : Normocephali
Mata : Konjungtiva anemis -/- , sklera ikterus -/-, reflek pupil +/+
3mm.3mm isokor, edema palpebral -/-
THT :
- Telinga : Daun telinga N/N, sekret tidak ada, pendengaran normal
- Hidung : Bentuk normal, sekret tidak ada
- Mulut : Pendarahan Gusi (-), Fetor Hepatikum (-)
- Tenggorokan : Tonsil T1/T1 hiperemis (-), faring hiperemis (-)
- Lidah : Ulkus (-), papil lidah atrofi (-)
- Bibir : Kering (-), sianosis (-), stomatitis (-)
Leher : JVP PR + 0 cm H 2O, Pembesaran kelenjar getah bening (-)
Pembesaran Kelenjar Tiroid (-)
Thoraks : Simetris (+)
Cor :
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba, kuat angkat (-), thrill (-)
Perkusi :
21

 batas atas jantung ICS 2 sinistra


 batas kanan jantung pada PSL dekstra
 batas kiri jantung pada MCL ICS 5 sinistra
Auskultasi : S1 tunggal, S2 tunggal, regular, murmur (-)
Pulmo :
Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis, retraksi (-)
Palpasi : Vokal fremitus N/N, pergerakan simetris
Perkusi : Sonor Sonor
Sonor Sonor
Sonor Sonor

Auskultasi : Vesikuler + + Ronchi - - Wheezing - -

+ + - - - -

+ + - - - -

Abdomen :
Inspeksi : Distensi (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani (-), ascites (-), shifting dullness (-)
Palpasi : hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)
Ekstremitas : Akral hangat + + Edema (Pitting) - -
+ + - -
22

3.4 Pemeriksaan Penunjang


Darah Lengkap (6/02/2020)
PARAMETER HASIL UNIT NORMAL KETERANGAN

WBC 14.02 103/µL 4.10-11.00 H


% NEUT 77.06 % 47.00-80.00 H
% LYMPH 15.54 % 13.00-40.00 L
% MONO 6.38 % 2.00-11.00
% EOS 0.02 % 0.00-5.00
% BASO 0.90 % 0.00-2.00
#NEUT 10.80 103/µL 2.50-7.50 H
#LYMPH 2.18 103/µL 1.00-4.00 L
#MONO 0.98 103/µL 0.10-1.20 H
#EOS 0.00 103/µL 0.00-0.50
#BASO 0.06 103/µL 0.00-0.10 H
RBC 103/µL 4.00 – 5.20
4.16
Hemoglobin g/dL 12.0-16.0
8.51
Hematokrit % 36.0-46.00
27.51
Platelet 454.80 103/µL 140-440
MCV 88.05 fL 80.0-100.0
MCH 27.23 Pg 26.0-34.0
MCHC 32.13 g/dL 31-36
RDW % 11.60-14.80
12.24

Darah Lengkap (11/02/2020)


23

PARAMETER HASIL UNIT NORMAL KETERANGAN

WBC 11.51 103/µL 4.10-11.00 H


% NEUT 77.12 % 47.00-80.00
% LYMPH 13.14 % 13.00-40.00
% MONO 9.24 % 2.00-11.00
% EOS 0.07 % 0.00-5.00
% BASO 0.43 % 0.00-2.00
#NEUT 8.88 103/µL 2.50-7.50 H
#LYMPH 1.51 103/µL 1.00-4.00
#MONO 1.06 103/µL 0.10-1.20
#EOS 0.01 103/µL 0.00-0.50
#BASO 0.05 103/µL 0.00-0.10
RBC 103/µL 4.00 – 5.20
4.20
Hemoglobin g/dL 12.0-16.0
10.92
Hematokrit % 36.0-46.00
34.21
Platelet 348.80 103/µL 140-440
MCV 81.41 fL 80.0-100.0
MCH 25.98 Pg 26.0-34.0
MCHC 31.91 g/dL 31-36
RDW % 11.60-14.80
15.03

Kimia Klinik (06/02/2020)


PARAMETER HASIL UNIT NILAI KETERANGAN
RUJUKAN
BUN 27.20 mg/dL 8-23
Creatinin 0.62 mg/dl 0.50-0.90
Random Blood 125 mg/dL 70.00-
Glucose 140.00

SGOT 17.0 U/L 11-27


24

SGPT 20.7 U/L 11-34

Kimia Klinik (11/02/2020)

PARAMETER HASIL UNIT NILAI KETERANGAN


RUJUKAN
BUN 13.90 mg/dL 8-23
Creatinin 0.94 mg/dl 0.50-0.90
Random Blood 130 mg/dL 70.00-
Glucose 140.00

SGOT 17.2 U/L 11-27


SGPT 21.0 U/L 11-34

Elektrolit (06/02/2020)
PARAMETER HASIL UNIT NILAI KETERANGAN
RUJUKAN
Natrium (Na) 136 mmol/L 136 – 145
Kalium (K) 3.19 mmol/L 3.50 – 5.10

Elektrolit (12/02/2020)
PARAMETER HASIL UNIT NILAI KETERANGAN
RUJUKAN
Natrium (Na) 140 mmol/L 136 – 145
Kalium (K) 2.47 mmol/L 3.50 – 5.10 L

Feses Lengkap (06/02/2020)


Parameter HASIL Unit
Makroskopis

Warna Kuning Kuning -


Coklat
Darah Negatif Negatif
Konsistensi Lembek Lunak
Lendir Negatif Negatif
25

Mikroskopis

Eritrosit Negatif 0-1


Leukosit 2-4 0-2
Amoeba - -
Vegetatif Negatif -

Kista Negatif -

Telur cacing Negatif Negatif

Feses Lengkap (12/02/2020)


Parameter HASIL Unit
Makroskopis

Warna Coklat Kuning -


Coklat
Darah Negatif Negatif
Konsistensi Lembek Lunak
Lendir Positif Negatif
Mikroskopis

Eritrosit 6-8 0-1


Leukosit 16 - 18 0-2
Amoeba - Negatif
Vegetatif Negatif -

Kista Negatif -

Telur cacing Negatif Negatif

Urine Lengkap (13/02/2020)

Parameter Hasil Satuan Nilai Rujukan Keterangan


Berat Jenis 1,021 1,003 – 1,035
Nitrit Negatif mg/dL Negatif
Protein (1+) 50 mg/dL Negatif
26

Keton Negatif mg/dL Negatif


Glukosa (1+) 100 mg/dL Normal
Urobilinogen Normal mg/dL Normal
Leukosit Negatif Leuco/uL Negatif
Bilirubin (1+) 1.0 mg/dL Negatif
Darah Negatif ery/uL Negatif
Ph 6.00 4.5-8
Kekeruhan Jernih

Foto Thorax AP (06/02/2020)


• Cor : Besar dan bentuk normal, CTR 50%, kalsifikasi arotic
knob (+)
• Pulmo : Tak tampak konsolidasi/nodul
Bronkovaskuler normal
• Diafragma kanan kiri normal
• Tulang-tulang tampak multiple osteophyte pada CV thoracalis
• Kesan:
- Aortoslerosis
- Pulmo tak tampak kelainan
- Spondylosis thoracalis
27

3.6 Diagnosis
Disease:
• DM Tipe 2
- Gastropati Diabetikum
- DMDF Wagner IV Pedis Dextra
- Post amputatum below knee dextra
• ACKD ec prerenal on CKD ec susp DKD

Disability
• Total Dependency
Handicap
• Positive
28

3.7 Penatalaksanaan
• IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
• Diet lunak 1900 kkal/hari
• Novorapid 10 unit tiap 6 jam
• Lantus 14 unit tiap 24 jam
• Parasetamol 500mg tiap 8 jam intra oral
• Cefoperazone 1gr tiap 12 jam Intra vena
• Levofloxacin 750mg tiap 24 jam IV
• Domperidone 10mg tiap 8 jam
• Parasetamol 500mg tiap 8 jam IO

3.8 Planning Diagnosis


• Pemeriksaan feses lengkap dan darah lengkap
3.9 Monitoring
• Vital sign  Nadi, tekanan darah, laju pernafasan,
• Keluhan  diare, Mual dan Muntah, Demam, Batuk

3.10 KIE
- Memberikan informasi tentang penyakit dan gejala perburukan
pasien pada pasien dan keluarganya secara lengkap.
- Memberikan edukasi tentang obat yang diminum kepada pasien dan
keluarga pasien.
- Mengedukasi keluarga pasien untuk menjaga higienitas pasien dan
lingkungan rumah.

- Mengedukasi keluarga pasien untuk menjaga asupan nutrisi yang


bergizi baik dan seimbang.
29

BAB IV
PEMBAHASAN

Pasien ini didiagnosis dengan diare akut e.c. infeksi bakteri serta komorbid berupa
Diabetes Mellitus tipe 2 dan Chronic Kidney (CKD). Hal yang terpenting dalam
penatalaksanaan kasus ini adalah manajemen etiologi sehingga dapat menghindari
dehidrasi akibat kehilangan cairan yang banyak dari tubuh pasien.
Berdasarkan anamnesis, didapatkan pasien dengan diare dengan konsistensi
cair dan frekuensi 4-5, warna kekuningan disertai ampas, tidak berdarah, mual
muntah dan demam. Dari anamnesis, kita dapat menentukan diare yang dialami
pasien merupakan diare tipe inflamatorik karena didapatkan adanya lendir pada
feses pasien akibat invasi patogen ke dinding usus. Meskipun begitu, sulit
membedakan antara diare akut karena infeksi bakteri ataupun parasit amoeba
karena manifestasi klinisnya yang mirip seperti yang diungkapkan pada Gambar
4.1, belum ada batasan tegas antara diare infeksi akibat bakteri ataupun parasit
bila berdasarkan anamensis. Diagnosis banding diare akut disertai demam yaitu:
1) Cyclospora cayetanensis 2) Cryptosporidium parvum 3) Clostridium Difficile
4) Vibrio spp. 5) E.histolytica.7 Oleh karena itu, pemeriksaan feses lengkap
penting untuk dilakukan untuk menentukan patogen etiologi dari diare sehingga
dapat diberikan antibiotik yang tepat.

Gambar 4.1. Korelasi Gambaran Klinis dan Penyebab Diare Infeks

Pasien didiagnosis diare akut karena infeksi bakteri, terlihat dari bukti hasil
feses lengkap ditemukan adanya leukosit dan lendir. Daripada hasil feses lengkap,
30

tidak ditemukan amoeba dalam bentuk kista. Evaluasi laboratorium pasien


tersangka diare infeksi dimulai dari pemeriksaan feses adanya leukosit. Kotoran
biasanya tidak mengandung leukosit, jika ada itu dianggap sebagai penanda
inflamasi kolon baik infeksi maupun non infeksi. Sensitifitas lekosit feses
terhadap inflamasi patogen (Salmonella, Shigella dan Campylobacter) yang
dideteksi dengan kultur feses bervariasi dari 45% - 95% tergantung dari jenis
patogennya.24

Setelah mengetahui pasien mengalami diare, wajib untuk menentukan derajat


dehidrasi pasien. Berdasarkan anamnesis, pasien dalam keadaan lemas, namun
masih bisa berkomunikasi dengan pemeriksa, serta napsu makan dan minum
pasien menurun. Berdasarkan pemeriksaan fisik, didapatkan tekanan darah pasien
saat datang 90/60 mmHg, nadi 92x/menit regular dan kuat angkat, kesadaran
kompos mentis dan GCS 15, mata cowong, turgor kulit menurun, dan CRT > 2
detik. Kondisi tersebut sudah tergolong dalam kategori dehidrasi sedang dengan
manifestasi syok hipovolemik. Bila pasien sudah dalam manifestasi syok, segera
diberikan penanganan resusitasi cairan berupa cairan kristaloid, dimana pada
kasus ini diberikan ringer laktat. Untuk jumlah cairan yang diberikan berdasarkan
defisit cairan pada pasien, dapat digunakan rumus berdasarkan skor daldiyono.
Bila dilihat pada kriteria daldiyono, skor daldiyono pasien yaitu 4, didapat dari
tekanan darah sistolik diantara 60 – 90, turgor kulit menurun, umur diatas 60 dan
rasa haus/muntah. Bila dihitung, maka kebutuhan cairan defisit pasien dengan
berat badan pasien 51 kg, yaitu 4/15 x 10% x 51 x 1 Liter = 1,36 liter atau 1360
ml.

Pada pasien ini, diterapi dengan obat cefoperazine, levofloxazin, domperidon,


serta oralit bila diare. Pemberian antibotik secara empiris jarang diindikasikan
pada diare akut infeksi, karena 40% kasus diare infeksi sembuh kurang dari 3 hari
tanpa pemberian anti biotik. Pemberian antibiotik di indikasikan pada pasien
dengan gejala dan tanda diare infeksi seperti demam, feses berdarah, leukosit pada
feses, mengurangi ekskresi dan kontaminasi lingkungan, persisten atau
31

penyelamatan jiwa pada diare infeksi, diare pada pelancong, dan pasien
immunocompromised.25,26,27,28
32

BAB V
KESIMPULAN

Gastroenteritis akut atau diare masih menjadi salah satu penyumbang morbiditas
tertinggi hingga saat ini di berbagai negara di dunia dan khususnya di negara
berkembang dengan tingkat sanitasi yang masih tergolong kurang seperti
Indonesia. Penanganan dini yang cepat, tepat dan adekuat harus dilakukan dalam
mengatasi gastroenteritis akut agar pasien tidak jatuh ke kondisi yang lebih parah.
Mulai dari diagnosis, pemberian terapi sampai nutrisi bagi penderita harus
diberikan dengan tepat. Dalam penegakan diagnosis gastroenteritis akut bisa
dilihat langsung dari anamnesis, pemeriksaan fisik, penampakan klinis dan
penentuan diagnosis definitif bisa menggunakan pemeriksaan laboratorium.
Dalam pemberian terapi sangat penting dalam penanganan gastroenteritis akut
disamping pemberian obat spesifik terhadap agen penyebab yang bisa diketahui
dari manifestasi klinis hasil laboratorium.
Tujuan penatalaksanaan pada pasien diare akut pada pasien ini adalah untuk
mengatasi syok pada pasien, mengeradikasi penyebab diare, serta mengatasi
dehidrasi akibat diare. Selain itu, pasien juga perlu diingatkan untuk selalu
menjaga higienitas terutama kedua tangan baik saat makan ataupun beraktivitas.
33

DAFTAR PUSTAKA

1. RI DK. Lima Langkah Tuntaskan Diare. Jakarta: Direktorat Jenderal


Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan; 2014.
2. World Health Organization. Diarrhoeal Disease [Internet]. Who International.
2017. Available from: https://www.who.int/news-room/fact-
sheets/detail/diarrhoeal-disease
3. Kementerian Kesehatan RI. Situasi Diare di Indonesia. Jakarta; 2011.
4. Zein U, Khalid H, Josia G. Diare Akut Infeksius pada Dewasa. Fak Kedokt Div
Penyakit Trop dan Infeksi Bagian Ilmu Penyakit Dalam Univ Sumatera Utara.
2004;
5. Barr W, Smith A. Acute Diarrhea in Adults. Am Fam Physician. 2014;
6. Wiffen P, Marc M, Snelling M, Stoner N. Farmasi Klinis OXFORD. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2014. 330–331 p.
7. Amin Z, Lukman. Tatalaksana Diare Akut. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo; 2015.
8. Riddle MS, Dupont HL, Connor BA. ACG Clinical Guideline: Diagnosis,
Treatment, and Prevention of Acute Diarrheal Infections in Adults. 2016;
(November 2015):1–21. Available from:
http://dx.doi.org/10.1038/ajg.2016.126
9. Mansjoer S, Wardhani I, Setiowulan W. Kapita Selekta Kedokteran. 3rd ed.
Jakarta: Penerbit Eucaliptus; 2009.
10. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II eidsi V. Jakarta: Interna Publishing; 2009
11. Al-Thani, A., Baris, M., Al-Lawati, N. and Al-Dhahry, S. (2013).
Characterising the aetiology of severe acute gastroenteritis among patients
visiting a hospital in Qatar using real-time polymerase chain reaction. BMC
Infectious Diseases, 13(1).
12. Anon, (2017). A manual for physicians and other senior health workers
[online] Dapat diakses pada :http://www.who.int/child-adolescent-
health/Emergencies/Diarrhoea_guidelines.pdf. Diakses tanggal 23 Nov 2019.
34

13. How, C. (2010). Acute gastroenteritis: from guidelines to real life. Clinical and
Experimental Gastroenterology, p.97.
14. Dennis L., Anthony S., Stephen H., Dan L., Larry J., Joseph L. 2016.
Harrison's Gastroenterology and Hepatology. 3rd Edition. Philadelphia:
McGraw Hill.
15. Worldgastroenterology.org. (2017). English | World Gastroenterology
Organisation. Dapat diakses pada http://www.worldgastroenterology.org
/guidelines/global-guidelines/acute-diarrhea/acute-diarrhea-english. Diakses
tanggal 24 Nov 2019
16. Bresee, J., Bulens, S., Beard, R., Dauphin, L., Slutsker, L., Bopp, C., Eberhard,
M., Hall, A., Vinje, J., Monroe, S. and Glass, R. (2012). The Etiology of
Severe
17. Acute Gastroenteritis Among Adults Visiting Emergency Departments in the
United States. Journal of Infectious Diseases, 205(9), pp.1374-1381.
18. Amin L. Tatalaksana Diare Akut. Continuing Medical Education.
2015;42(7):504-8.
19. CDC. 2015. Entamoeba Histolytica Infection. Causal Agent. Dapat diakses
pada : https://www.cdc.gov/parasites/amebiasis/pathogen.html. Diakses tanggal
24 November 2019
20. American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG). 2017. Methods
for Estimating the Due Date. Dapat diakses pada :
https://www.acog.org/Clinical-Guidance-and-Publications/Committee-
Opinions/Committee-on-Obstetric-Practice/Methods-for-Estimating-the-Due-
Date?IsMobileSet=false. Diakses tanggal 24 November 2019

21. Ronald A.B dan Ashley H., Over the Counter Medications in Pregnancy. Am
Fam Physician. 2003 Jun 15;67(12):2517-24.
22. Koss AC dkk. 2012. Investigation of Metronidazole Use during Pregnancy and
Adverse Birth Outcomes. Journal of Antimicrobial Agent and Chemotherapy.
2012;56(9):4800-5
23. Mahadevan, U., & Kane, S. (2006). American Gastroenterological Association
Institute Technical Review on the Use of Gastrointestinal Medications in
Pregnancy. Gastroenterology, 131(1), 283–311.
35

24. Lung E, Acute Diarrheal Disease. In: Friedman SL, McQuaid KR, Grendell JH,
editors. Current Diagnosis and Treatment in Gastroenterology. 2nd edition.
New York: Lange Medical Books, 2003. 131 - 50.
25. Ciesla WP, Guerrant RL. Infectious Diarrhea. In: Wilson WR, Drew WL, Henry
NK, et al editors. Current Diagnosis and Treatment in Infectious Disease. New
York: Lange Medical Books, 2003. 225 - 68.
26. Manatsathit S, Dupont HL, Farthing MJG, et al. Guideline for the Management
of acute diarrhea in adults. Journal of Gastroenterology and Hepatology
2002;17: S54-S71.
27. Soewondo ES. Penatalaksanaan diare akut akibat infeksi (Infectious
Diarrhoea). Dalam : Suharto, Hadi U, Nasronudin, editor. Seri Penyakit Tropik
Infeksi Perkembangan Terkini Dalam Pengelolaan Beberapa penyakit Tropik
Infeksi. Surabaya : Airlangga University Press, 2002. 34 – 40.
28. Procop GW, Cockerill F. Enteritis Caused by Escherichia coli & Shigella &
Salmonella Species. In: Wilson WR, Drew WL, Henry NK,et al, Editors.
Current Diagnosis and Treatment in Infectious Disease, New York: Lange
Medical Books, 2003. 584 - 66.

Anda mungkin juga menyukai