Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN KASUS

ASSESMENT PRA-ANESTHESIA IN PERIOPERATIVE PERIODE

Oleh :
I Dewa Ayu Ari Ritmawati
Pavitra Loganathan

Pembimbing :
dr. I Made Subagiartha Sp.An, KAKV. SH. MH.Kes

DALAM RANGKA MENJALANI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


DI DEPARTEMEN/KSM ANESTESI DAN TERAPI INTENSIF
RSUP SANGLAH/FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2019
LAPORAN KASUS

ASSESMENT PRA-ANESTHESIA IN PERIOPERATIVE PERIODE

Oleh :
I Dewa Ayu Ari Ritmawati (1702612166)
Pavitra Loganathan (1902611029)

Pembimbing :
dr. I Made Subagiartha Sp.An, KAKV. SH. MH.Kes

DALAM RANGKA MENJALANI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


DI DEPARTEMEN/KSM ANESTESI DAN TERAPI INTENSIF
RSUP SANGLAH/FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa


karena atas karunia-Nya, laporan kasus yang berjudul “Assesment Pra-Anesthesia
In Perioperative Periode” ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Laporan
kasus ini disusun dalam rangka mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di
Departemen/KSM Anestesi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana yang dilaksanakan tanggal 15 Juli – 23 Agustus 2019 bertempat di RSUP
Sanglah Denpasar.

Dalam penyusunan laporan kasus ini, penulis banyak memperoleh


bimbingan, petunjuk serta bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Melalu
kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada yang terhormat:
1. dr. I Ketut Sinardja, SpAn, KIC selaku Ketua Departemen/KSM Anestesi
dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah
Denpasar,
2. dr. I.G.A Gede Utara Hartawan, SpAn, MARS selaku Koordinator
Pendidikan Departemen/KSM Anestesi dan Terapi Intensif Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar,
3. dr. I Made Subagiartha Sp.An, KAKV. SH. MH.Kes selaku pembimbing
dalam penyusunan laporan kasus ini.
4. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas dukungan dan
bantuan yang telah diberikan dalam penyelesaian laporan ini.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.
Semoga laporan kasus ini dapat memberikan sumbangan ilmiah dalam masalah
kesehatan dan memberi manfaat bagi masyarakat.

Denpasar, Juli 2019

Penulis

ii
ABSTRAK

Tujuan utama dari penilaian pra operasi adalah untuk mengurangi morbiditas atau
mortalitas perioperatif bedah dan anestesi pasien. Hal yang penting adalah untuk
menyadari bahwa risiko perioperatif adalah multifaktorial dan fungsi dari kondisi
medis pra operasi pasien, invasif prosedur bedah dan jenis anestesi yang
diberikan. Pemeriksaan riwayat dan fisik pasien, fokus pada faktor risiko untuk
komplikasi jantung dan paru dan penentuan kapasitas fungsional pasien, sangat
penting untuk setiap evaluasi pra operasi. Investigasi laboratorium hanya dipesan
jika ditandakan oleh status medis pasien, terapi obat, atau sifat prosedur yang
diusulkan dan tidak secara rutin. Pasien yang memiliki komorbiditas harus
diutamakan untuk prosedur ini. Konsultasi yang tepat dengan layanan medis yang
sesuai harus diperoleh untuk meningkatkan kesehatan pasien. Konsultasi ini
idealnya tidak dilakukan pada detik-detik terakhir. Persiapan praoperasi
melibatkan prosedur yang dilaksanakan berdasarkan sifat operasi yang akan
dijalankan serta temuan dari pemeriksaan diagnostik dan evaluasi pra operasi.

Kata kunci: perioperatif, praoperasi, anestesi

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL......................................................................................... i
KATA PENGANTAR........................................................................................ ii
ABSTRAK......................................................................................................... iii
DAFTAR ISI...................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL.............................................................................................. v
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................. 1
BAB II TINJUAN PUSTAKA.......................................................................... 2
2.1 Definisi................................................................................................ 2
2.2 Jenis-Jenis Operasi............................................................................... 2
2.3 Anestesi................................................................................................ 3
2.4 Penilaian Pra-Operasi.......................................................................... 4
2.5 Penilaian Intra-Operasi........................................................................ 11
2.6 Penilaian Pasca Operasi....................................................................... 14
BAB III LAPORAN KASUS............................................................................ 16
3.1 Identitas................................................................................................ 16
3.2 Anamnesis............................................................................................ 16
3.3 Pemeriksaan Fisik................................................................................ 17
3.4 Pemeriksaan Penunjang....................................................................... 17
3.5 Permasalahan dan Simpulan................................................................ 18
3.6 Persiapan Anastesi............................................................................... 18
3.7 Manajemen Operasi............................................................................. 19
BAB IV PEMBAHASAN.................................................................................. 20
BAB V SIMPULAN.......................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 1 Parameter Tanda Vital............................................................................ 7


Tabel 2 Skala Aldrate.......................................................................................... 14

v
BAB I
PENDAHULUAN

Dewasa ini anestesi dan terapi intensif telah jauh berkembang terutama
dalam pelaksanaan bedah tanpa rasa nyeri. Perkembangan yang pesat terutama
dalam zat-zat yang digunakan, alat maupun mesin anestesi bahkan teknik anestesi
mendukung dalam proses pembedahan dan penatalaksanaan nyeri.1 Saat ini,
anestesi dapat dilakukan pada siapa saja baik pada pediatri maupun pada orang
dewasa atau geriatri. Prinsip utama anestesi yaitu : kewaspadaan, keamanan,
kenyamanan, dan perhatian yang seksama baik pada anak maupun dewasa adalah

sama. Anestesi pada semua pasien yang dilakukan operasi itu  bertujuan  untuk

memudahkan operator dalam melakukan operasi dan hasil akhirnya diharapkan

tujuan operasi tercapai. Adapun target anestesi itu sendiri yaitu yang lebih dikenal

dengan trias anestesia yang meliputi tiga target hipnotik, anelgesia, relaksasi. 2
Perioperatif adalah fase dimulai ketika keputusan untuk menjalani operasi
atau pembedahan dibuat dan berakhir ketika pasien dipindahkan ke meja operasi
Perioperatif merupakan tahapan yang terdiri dari pre-operatif, intraoperatif, dan
post operatif.3Pemantauan dan penilaian anestesi pada ketiga periode tersebut
merupakan hal yang perlu di perhatikan guna mencapai keberhasilan dari tindakan
anestesi. Beberapa tahapan anestesi seperti tahapan evaluasi, persiapan pra bedah,
dan tahapan premedikasi-induksi merupakan tahapan yang paling menentukan
keberhasilan dari tindakan anestesia yang akan kita lakukan. Berjalannya setiap
tahap dengan baik akan menentukan untuk tahap selanjutnya. 4
Oleh karena itu maka perlu adanya sebuah pembahasan mengenai penilaian
pra-anestesi pada periode perioperatif dan contoh kasusnya. Kami berharap
dengan adanya laporan kasus ini dapat membantu penulis serta pembaca untuk
lebih mengerti mengenai anestesi. Usulan dan masukan sangat diperlukan dalam
menyempurnakan laporan kasus ini.

1
BAB II
TINJUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Pembedahan atau operasi adalah semua tindakan pengobatan yang
menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh. 1
Pada umumnya dilakukan dengan membuat sayatan, pada bagian tubuh yang akan
ditangani, lalu dilakukan tindakan perbaikan dan diakhiri dengan penutupan dan
penjahitan luka.2 Perioperatif adalah fase dimulai ketika keputusan untuk
menjalani operasi atau pembedahan dibuat dan berakhir ketika pasien dipindahkan
ke meja operasi.3
2.2 Jenis-jenis Operasi1,3
a. Jenis-Jenis Pembedahan Berdasarkan Lokasi
Berdasarkan lokasinya, pembedahan dapat dibagi menjadi bedah toraks
kardiovaskuler, bedah neurologi, bedah ortopedi, bedah urologi, bedah
kepala leher, bedah digestif, dan lain-lain.
b. Jenis-jenis pembedahan berdasarkan tujuannya, dapat dibagi menjadi :
1. Pembedahan diagnosis: dilakukan untuk menentukan sebab
terjadinya gejala penyakit seperti biopsy, eksplorasi, dan laparotomi.
2. Pembedahan kuratif: dilakukan untuk mengambil bagian dari
penyakit. Misalnya pembendahan apendektomi.
3. Pembedahan restorative: dilakukan untuk memperbaiki deformitas,
menyambung daerah yang terpisah.
4. Pembedahan paliatif: dilakukan untuk mengurangi gejala tanpa
menyembuhkan penyakit.
5. Pembedahan kosmetik: dilakukan untuk memperbaiki bentuk dalam
tubuh seperti rhinoplasti.

c. Berdasarkan urgensinya, pembedahan dapat dibagi menjadi:


1. Kedaruratan: pasien membutuhkan perhatian dengan segera, gangguan
yang diakibatkannya diperkirakan dapat mengancam jiwa

2
2. Urgen: pasien membutuhkan perhatian segera, dilaksanakan dalam 24 –
30 jam.
3. Diperlukan: pasien harus menjalani pembedahan, direncanakan dalam
beberapa minggu atau bulan.
4. Elektif: Pasien harus dioperasi ketika diperlukan, tidak terlalu
membahayakan jika tidak dilakukan.

2.3 Anestesi
Anestesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang berprofesi
menghilangkan nyeri dan dan terapi pasien sebelum, selama dan sesudah operasi. 5
Dalam hal ini, selain hilangnya rasa nyeri, kesadaran juga hilang. Adapun dr. Gde
Mangku, Sp.An.KIC dalam buku ajar ilmu anestesia dan reanimasi mengatakan
ilmu anestesi dan reanimasi adalah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari
tatalaksana untuk me”matikan” rasa, baik rasa nyeri, takut dan rasa tidak nyaman
dan ilmu yang mempelajari tatalaksana untuk menjaga/ mempertahankan hidup
dan kehidupan pasien selama mengalami “kematian” akibat obat anestesi. 5 Obat
anestesi umum terdiri atas golongan senyawa kimia yang heterogen, yang
mendepresi SSP secara reversibel dengan spektrum yang hampir sama dan dapat
dikontrol. Obat anastesi umum dapat diberikan secara inhalasi dan secara
intravena. Obat anastesi umum yang diberikan secara inhalasi yang terpenting di
antaranya adalah N2O, halotan, enfluran, metoksifluran, dan isofluran. Obat
anastesi umum yang digunakan secara intravena, yaitu tiobarbiturat, narkotik-
analgesik, senyawa alkaloid lain dan molekul sejenis, dan beberapa obat khusus
seperti ketamin.6

2.4 Penilaian Pra-Operasi


Pra operasi/anestesi merupakan masa sebelum dilakukannya tindakan
pembedahan, dimulai sejak persiapan pembedahan dan berakhir sampai pasien di
meja bedah. Hal-hal yang perlu dikaji dalam tahap pra operasi adalah pengetahuan
tentang persiapan pembedahan, dan kesiapan psikologis. 7 Prioritas pada prosedur
pembedahan yang utama adalah informed consent yaitu pernyataan persetujuan
pasien dan keluarga tentang tindakan yang akan dilakukan yang berguna untuk

3
mencegah ketidaktahuan pasien tentang prosedur yang akan dilaksanakan dan
juga menjaga rumah sakit serta petugas kesehatan dari pasien dan keluarganya
mengenai tindakan tersebut.5
Pengkajian secara integral dari fungsi pasien meliputi fungsi fisik biologis
dan psikologis sangat diperlukan untuk keberhasilan dan kesuksesan suatu
operasi. Pembedahan aman dan efisien dan praktik anestesi membutuhkan pasien
yang optimal.5 Beberapa studi epidemiologi menunjukkan bahwa persiapan pra
operasi pada pasien yang tidak memadai mungkin merupakan faktor kontribusi
utama untuk penyebab utama kematian perioperative. Tujuan utama evaluasi pra
operasi dan persiapan adalah seperti berikut:5,6,7
a. Dokumentasi kondisi pasien untuk menentukan operasi jenis apa yang
dibutuhkan.
b. Penilaian status kesehatan keseluruhan pasien.
c. Mengetahui kondisi pasien yang dapat menyebabkan komplikasi selama
dan setelah operasi.
d. Penentuan risiko perioperatif
e. Mengoptimalkan kondisi medis pasien untuk mengurangi morbiditas atau
mortalitas pembedahan dan perioperatif.
f. Merencanakan perawatan perioperatif yang tepat
g. Mendidik pasien tentang pembedahan, anestesi, perawatan intraoperatif
dan perawatan nyeri pasca operasi dengan harapan untuk mengurangi
kecemasan dan fasilitasi pemulihan.
h. Mengurangkan biaya, mempersingkat masa tinggal di rumah sakit,
pengurangan dan meningkatkan kepuasan pasien.

2.4.1 Penilaian Umum


a. Anamnesis
Anamnesis adalah komponen terpenting dari evaluasi pra operasi.
Anamnesis harus mencakup riwayat medis masa lalu dan saat ini, riwayat
bedah, riwayat medis keluarga, riwayat sosial seperti penggunaan
tembakau, alcohol dan obat-obatan terlarang, riwayat alergi dan terapi
obat baru-baru ini, reaksi atau respons yang tidak biasa terhadap obat-
obatan dan masalah atau komplikasi yang terkait dengan anestesi
sebelumnya. Riwayat keluarga yang terkait dengan reaksi terhadap
anestesi juga harus didapatkan. Pada anak-anak, anamnesis juga harus

4
mencakup riwayat kelahiran, fokus pada faktor risiko seperti prematuritas
saat lahir, komplikasi perinatal dan bawaan malformasi kromosom atau
anatomi dan riwayat infeksi baru-baru ini, terutama infeksi saluran
pernapasan atas atau bawah. 8Anamnesis harus mencakup tinjauan
lengkap seluruh system tubuh untuk mencari penyakit yang tidak
terdiagnosis atau penyakit kronis yang tidak terkontrol. Penyakit
kardiovaskular dan sistem pernapasan adalah yang paling penting dalam
penentuan anestesi dan operasi. Pada anamnesis perlu juga ditanyakan
untuk riwayat makan/minim terakhir.9
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik harus berdasarkan informasi yang dikumpul
daripada anamnesis pasien. Pemeriksaan dilakukan mulai dari inspeksi,
palpasi, perkusi dan auskultasi paru-paru dan jantung, dengan
dokumentasi tanda-tanda vital. Pemeriksaan fisik praanesthesia terfokus
meliputi suatu penilaian gigi geligi, tindakan buka, serta lidah yang relaif
besar untuk menilai apakah hal tersebut akan menyulitkan intubasi
laringoskoopi. Temuan abnormal yang tidak terduga pada pemeriksaan
fisik harus diperiksa sebelum operasi elektif.5,9
ASA (American Society of Anesthesiologists) membuat klasifikasi
berdasarkan status fisik pasien pra anestesi yang membagi pasien
kedalam 5 kelompok atau kategori sebagai berikut: 10
ASA 1, yaitu pasien dalam keadaan sehat yang memerlukan operasi.
ASA 2, yaitu pasien dengan kelainan sistemik ringan sampai sedang baik
karena penyakit bedah maupun penyakit lainnya. Contohnya pasien batu
ureter dengan hipertensi sedang terkontrol, atau pasien apendisitis akut
dengan lekositosis dan febris.
ASA 3, yaitu pasien dengan gangguan atau penyakit sistemik berat yang
diakitbatkan karena berbagai penyebab. Contohnya pasien apendisitis
perforasi dengan septi semia, atau pasien ileus obstruksi dengan iskemia
miokardium.
ASA 4, yaitu pasien dengan kelainan sistemik berat yang secara langsung
mengancam kehiduannya.

5
ASA 5, yaitu pasien tidak diharapkan hidup setelah 24 jam walaupun
dioperasi atau tidak. Contohnya pasien tua dengan perdarahan basis krani
dan syok hemoragik karena ruptura hepatik.
Klasifikasi ASA juga dipakai pada pembedahan darurat dengan
mencantumkan tanda darurat (E = emergency), misalnya ASA 1 E atau III
E.8 Menurut Kee et al, Anastesi seimbang, suatu kombinasi obat-obatan,
sering dipakai dalam anastesi umum. Anestesi seimbang terdiri dari:8
1. Hipnotik diberikan semalam sebelumnya
2. Premedikasi, seperti analgesik narkotik atau benzodiazepin (misalnya,
midazolam dan antikolinergik (contoh, atropin) untuk mengurangi
sekresi diberikan kira-kira 1 jam sebelum pembedahan
3. Barbiturat dengan masa kerja singkat, seperti natrium tiopental
(Pentothal)
4. Gas inhalan, seperti nitrous oksida dan oksigen
5. Pelemas otot jika diperlukan6
c. Pemeriksaan Penunjang
Secara umum difahami bahwa riwayat klinis dan pemeriksaan fisik
merupakan metode penyaringan terbaik untuk mengetahui ada tidaknya
sesuatu penyakit pada pasien. Tes laboratorium rutin pada pasien yang
tampaknya sehat pada pemeriksaan klinis dan riwayatnya tidak
menguntungkan. 11Seorang dokter harus mempertimbangkan rasio risiko-
manfaat dari setiap tes lab yang dipesan. Ketika mempelajari populasi
yang sehat, 5% pasien akan memiliki hasil yang berada di luar kisaran
normal. Tes laboratorium harus dipesan berdasarkan informasi yang
diperoleh dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, usia pasien dan kerumitan
prosedur pembedahan

Tabel 1 Indikasi untuk pemeriksaan penunjang pra operasi9

6
d. Riwayat Obat
Riwayat penggunaan obat harus diperoleh dari semua pasien. Terutama
pada pasien geriatri yang mengkonsumsi lebih banyak obat sistemik
daripada kelompok lain. Banyak sekali interaksi dan komplikasi obat
timbul dalam pasien geriatri dan perhatian khusus harus diberikan kepada
mereka. Umumnya, pemberian sebagian besar obat harus terus berlanjut
hingga dan termasuk pagi hari operasi, meskipun beberapa penyesuaian
dalam dosis mungkin diperlukan misalnya antihipertensi, insulin.
Beberapa obat harus dihentikan sebelum operasi. Inhibitor monoamine
oksidase harus ditarik 2-3 minggu sebelum operasi karena risiko
8,9
berinteraksi dengan obat-obatan yang digunakan selama anestesi.
Kontrasepsi oral pil harus dihentikan setidaknya 6 minggu sebelum
operasi elektif karena peningkatan risiko trombosis vena. Aspirin harus
dihentikan 7-10 hari sebelum operasi untuk menghindari perdarahan
berlebih dan thienopyridines, seperti clopidogrel selama 2 minggu
sebelumnya operasi. Inhibitor selektif siklooksigenase-2 (COX-2) jarang
menyebabkan perdarahan dan dapat dilanjutkan sampai operasi.

7
Antikoagulan oral harus dihentikan 4-5 hari sebelum prosedur invasif,
memungkinkan INR untuk mencapai 1,5 sebelum operasi.7
2.4.2 Persiapan Pra Operasi
Persiapan pasien sebelum pembedahan meliputi :8,9,11
1. Pramedikasi
Pramedikasi adalah obat yang diberikan sebelum operasi dilakukan,
sebagai persiapan atau bagian dari anestesi. Pramedikasi dapat
diresepkan dalam berbagai bentuk sesuai kebutuhan, misalnya muscle
relaxant, antiemetik, analgesik dan lain-lain.
2. Perawatan kandung kemih dan usus
Konstipasi dapat terjadi sebagai masalah pasca bedah setelah puasa
dan imobilisasi, oleh karena itu lebih baik bila dilakukan pengosongan
usus sebelum operasi. Kateter residu atau indweling dapat tetap
dipasang untuk mencegah terjadinya trauma pada kandung kemih
selama operasi.
3. Mengidentifikasi dan melepas prostesis
Semua prostesis seperti lensa kontak, gigi palsu, kaki palsu, perhiasan
dll harus dilepas sebelum pembedahan. Selubung gigi juga harus
dilepas seandainya akan diberikan anestesi umum, karena adanya
resiko terlepas dan tertelan.
4. Persiapan Fisik
Persiapan fisik pre operasi yang dialami oleh pasien dibagi dalam 2
tahapan, yaitu persiapan di unit perawatan dan persiapan di ruang
operasi. Berbagai persiapan fisik yang harus dilakukan terhadap
pasien sebelum operasi antara lain :
a. Status kesehatan fisik secara umum
Pemeriksaan status kesehatan secara umum meliputi identitas
klien, riwayat penyakit, riwayat kesehatan keluarga, pemeriksaan
fisik lengkap; antara lain status hemodinamika, status
kardiovaskuler, status pernafasan, fungsi ginjal dan hepatik, fungsi
endokrin dan fungsi imunologi. Selain itu pasien harus istirahat
yang cukup karena pasien tidak akan mengalami stres fisik dan
tubuh lebih rileks sehingga bagi pasien yang memiliki riwayat
hipertensi, tekanan darah pasien dapat stabil serta bagi pasien
wanita tidak akan memicu terjadinya haid lebih awal.
b. Status Nutrisi

8
Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan dan
berat badan, lipat kulit trisep, lingkar lengan atas, kadar protein
darah (albumin dan globulin) dan keseimbangan nitrogen. Segala
bentuk defisiensi nutrisi harus dikoreksi sebelum pembedahan
untuk memberikan protein yang cukup bagi perbaikan jaringan.
Protein sangat penting untuk mengganti massa otot tubuh selama
fase katabolik setelah pembedahan, memulihkan volume darah dan
protein plasma yang hilang, dan untuk memenuhi kebutuhan yang
meningkat untuk perbaikan jaringan dan daya tahan terhadap
infeksi. Kondisi gizi buruk dapat mengakibatkan pasien
mengalami berbagai komplikasi pasca operasi dan mengakibatkan
pasien menjadi lebih lama dirawat di rumah sakit. Komplikasi
yang paling sering terjadi adalah infeksi pasca operasi, dehisiensi,
di mana terlepasnya jahitan sehingga luka tidak bisa menyatu,
demam dan penyembuhan luka yang lama. Pada kondisi yang
serius pasien dapat mengalami sepsis yang bisa mengakibatkan
kematian.
c. Keseimbangan cairan dan elektrolit
Keseimbangan cairan dan elektrolit perlu diperhatikan dalam
kaitannya dengan input dan output cairan. Demikian juga kadar
elektrolit serum harus berada dalam rentang normal. Kadar
elektrolit yang biasanya diperiksa adalah kadar natrium serum
(normal : 135 – 145 mmol/l), kadar kalium serum (normal : 3,5 – 5
mmol/l) dan kadar kreatinin serum (0,70 – 1,50 mg/dl).
Keseimbangan cairan dan elektrolit berkaitan erat dengan fungsi
ginjal. Ginjal berfungsi mengatur mekanisme asam basa dan
ekskresi metabolit obat-obatan anastesi. Jika fungsi ginjal baik
maka operasi dapat dilakukan dengan baik. Namun jika ginjal
mengalami gangguan seperti oliguri atau anuria, insufisiensi renal
akut, nefritis akut maka operasi harus ditunda menunggu
perbaikan fungsi ginjal, kecuali pada kasus-kasus yang
mengancam jiwa.
d. Kebersihan Lambung dan Kolon

9
Lambung dan kolon harus dibersihkan terlebih dahulu. Intervensi
keperawatan yang bisa diberikan diantaranya adalah pasien
dipuasakan dan dilakukan tindakan pengosongan lambung dan
kolon dengan tindakan enema atau lavement. Lamanya puasa
berkisar antara 7 – 8 jam. Tujuan pengosongan lambung dan kolon
adalah untuk menghindari aspirasi (masuknya cairan lambung ke
paru-paru) dan menghindari kontaminasi feses ke area
pembedahan sehingga menghindarkan terjadi infeksi pasca
pembedahan. Khusus pada pasien yang menbutuhkan operasi
CITO (segera) seperti pada pasien kecelakaan lalu lintas,
pengosongan lambung dapat dilakukan dengan cara pemasangan
NGT (naso gastric tube).8,9,10

2.5 Penilaian Intra Operatif/ Durante Operasi


Penilaian selama operasi adalah tingkat kedalaman anestesi, efektivitas
kardiovaskuler dan efisiensi perfusi jaringan serta perubahan respirasi. Secara
praktis perlu diperhatikan tekanan darah, nadi, respirasi, suhu warna kulit,
keringat, cairan serta kesadaran pasien.12 Tingkat kedalaman anestesi pasien sesuai
dengan tingkat depresi terhadap susunan saraf pusat yang antara lain dapat dilihat
pada perubahan tekanan darah, nadi, respirasi, pupil, pergerakan bola mata, reflek-
reflek dan kesadaran. Depresi terhadap sistem saraf pusat dapat dilihat dengan
perubahan-perubahan sebagai berikut :
a. Menurunnya respon kulit/mukosa terhadap alat/obat anestesi yang berbau
tajam.
b. Menurunnya rangsangan susunan saraf simpatis, seperti tidak keluarnya
air mata, tidak terjadi vasokonstriksi dan kulit menjadi hangat.

c. Berkurangnya rangsangan terhadap pernafasan, seperti tidak terjadinya


takipneu dan nafas menjadi teratur.

d. Berkurangnya rangsangan terhadap kardiovaskuler, misalnya tidak terjadi


takikardi dan hipertensi.

10
e. Bila anestesi kurang dalam, nafas akan bertambah dalam dan cepat, atau
sebagian anggota badan bergerak.

Monitoring dan evaluasi yang dilakukan meliputi :

1. Kardiovaskuler
Fungsi jantung dapat diperkirakan dari observasi nadi, bunyi jantung,
pemeriksaan EKG, tekanan darah dan produksi urin. 13

a. Nadi
Monitoring frekuensi dan ritme nadi dapat dilakukan dengan meraba
arteri temporalis, arteri radialis, arteri femoralis dan arteri karotis.
Anestesi yang terlalu dalam dapat bermanifestasi dengan nadi yang
bertambah lambat dan melemahkan denyut jantung. Pemeriksan juga
dapat dilakukan dengan monitor nadi yang bermanfaat pada kasus-
kasus anak dan bayi dimana pulsasi nadi lemah, observasi ritme ektopik
selama anestesi, indeks penurunan tekanan darah selama anestesi
halotan, dan selama pernafasan kontrol dimana monitoring nafas tidak
dapat dikerjakan. Monitoring nadi akan berfungsi baik bila pembuluh
darah dalam keadaan vasodilatasi dan tidak efektif pada keadaan
vasokonstriksi. 13,14
b. EKG selama anestesi dilakukan untuk memonitor perubahan frekuensi
ritme jantung serta sistim konduksi jantung.
Indikasi monitoring EKG selama anestesi : 13,14
- Mendiagnosa adanya cardiac arrest.
- Mencari adanya aritmia.
- Diagnosis iskemik miokard.
- Memberi gambaran perubahan elektrolit.
- Observasi fungsi pacemaker.
c. Tekanan Darah.

11
Dapat diukur secara langsung maupun tak langsung. Cara tak langsung
bisa dengan palpasi, auskultasi,oscilotonometri, Doppler Ultrasound.
Cara langsung atau invasif : pada cara ini kanul dimasukkan kedalam
arteri, misalnya arteri radialis atau brachialis kemudian dihubungkan
dengan manometer melalui transduser. Dengan cara ini kita dapat
mengukur tekanan darah secara langsung dan terus menerus.
Pengukuran tekanan darah merupakan suatu hal yang mutlak
dilaksanakan pada setiap pasien selama anestesi. Selama operasi,
peningkatan tekanan darah bisa disebabkan karena overload cairan atau
anestesi yang kurang dalam, sebaliknya tekanan darah dapat turun bila
terjadi perdarahan atau anestesi yang kurang dalam.15,16
d. Produksi Urin.
Dalam anestesi, urin dipengaruhi oleh obat anestesi, tekanan darah,
volume darah, dan faal ginjal. Jumlah urin normal kira-kira 0,5-1
ml/KgBB/jam. Bila urin ditampung dengan kateter perlu dijaga
sterilitas agar tidak terinfeksi. 9,14
e. Perdarahan selama pembedahan.
Jumlah perdarahan harus dihitung dari botol penghisap. Perdarahan
akut dapat diatasi dengan kristaloid, koloid, plasma ekspander, atau
darah. Selain jumlah perdarahan, perlu diawasi juga warna perdarahan
merah tua atau merah muda.

2. Respirasi
Respirasi harus dimonitor dengan teliti, mulai dengan cara-cara sederhana
sampai monitor yang menggunakan alat-alat. Pernafasan dinilai dari jenis
nafasnya, apakah thorakal atau abdominal, apakah ada nafas paradoksal
retraksi intercostal atau supraclavicula. Pemantauan terhadap tekanan jalan
nafas, tekanan naik bila pipa endotrakhea tertekuk, sekresi berlebihan,
pneumothorak, bronkospasme, dan obat-obat relaksan habis.13Pemantauan
terhadap “Oxygen Delivery” dan end tidal CO2. Oxygen Delivery, pada
mesin anetesi sebaiknya dilengkapi dengan suatu alat pemantau (oxygen
analyzer) sehingga oksigen yang diberikan ke pasien dapat dipantau
dengan baik. Bila ada kebocoran pada sirkuit maka alarm akan berbunyi,
sedangkan untuk oksigen jaringan dapat dipantau dengan alat

12
transkutaneus PO2, pemantauan non invasif dan kontinyu. Pada bayi
korelasi antara PO2 dan PCO2 cukup baik. End tidal CO2, korelasi antara
Pa O2 dan Pa CO2 cukup baik pada pasien dengan paru normal. Alat
pemantaunya adalah kapnometer yang biasa digunakan untuk memantau
emboli udara pada paru, malignan hiperthermi, pasien manula, operasi
arteri karotis. Stetoskop esofagus, merupakan alat sederhana, murah, non
invasif, dan cukup aman. Dapat secara rutin digunakan untuk memantau
suara nafas dan bunyi jantung. 13,15,16
3. Suhu
Obat anestesi dapat memprediksi pusat pengatur suhu (SSP) sehingga
mudah dipengaruhi oleh suhu lingkungan dan tehnik anestesi. Monitoring
suhu jarang dilakukan, kecuali pada bayi/anak-anak, pasien demam, dan
tehnik anestesi dengan hipothermi buatan. Pemantauan suhu tubuh
terutama suhu pusat, dan usaha untuk mengurangi penurunan suhu dengan
cara mengatur suhu ruang operasi, meletakkan bantal pemanas,
menghangatkan cairan yang akan diberikan, menghangatkan dan
melembabkan gas-gas anestetika. 8,11

2.6 Penilaian Pasca Operasi


Setelah selesai anestesia dan keadaan umum baik, pasien dipindahkan ke
ruang pemulihan. Pasien kemudian diawasi seperti di kamar bedah, walaupun
kurang intensif dibandingkan dengan pengawasan sebelumnya. Hal yang perlu
diawasi adalah kesadaran, pernafasan yang spontan dan adekuat serta bebas dari
pengaruh efek sisa obat pelumpuh otot, denyut nadi dan tekanan darah, warna
kulit, dan suhu tubuh. Pasien dapat dipindahkan ke ruangan jika skor Aldretenya
mencapai 10 dan tidak ada penyulit.12

Tabel 2. Skala Aldrete12


Yang Dinilai Nilai
GERAKAN
Menggerakkan 4 ekstremitas sendiri atau dengan 2
perintah
Menggerakkan 2 ekstremitas sendiri atau dengan 1

13
perintah
Tidak dapat menggerakkan ekstremitas 0
PERNAFASAN
Bernafas dalam dan kuat serta batuk 2
Bernafas berat atau dispneu 1
Apneu atau perlu dibantu 0
TEKANAN DARAH
Sama dengan nilai awal + 20% 2
Berbeda lebih dari 20-50% dari nilai awal 1
Berbeda lebih dari 50% dari nilai awal 0
WARNA KULIT
Merah 2
Pucat, Ikterus, dan lain-lain 1
Sianosis 0
KESADARAN
Sadar penuh 2
Tidak sadar, ada reaksi terhadap rangsangan 1
Tidak ada reaksi 0

14
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas
Nama : NA
No RM : 19032362
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 33 tahun
Agama : Hindu
Status : Belum Menikah
Alamat : Br. Dinas Lebah Siung Panji Anom Sukasada Singaraja
Diagnosis : Amputatum Digiti III Manus Dextra
Tanggal MRS : 27/07/2019
Tanggal Operasi : 29/07/2019

3.2 Anamnesis
Keluhan utama : Nyeri pada telunjuk kanan
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan nyeri pada telunjuk tangan kanan sejak 2 tahun
yang lalu. Keluhan nyeri dikatakan hilang – timbul, dan nyeri memberat
terutama saat dingin. Bengkak dikatakan tidak ada. Pasien dengan riwayat jari
telunjuk tangan kanan terputus saat sedang mencuci motor. Saat ini keluhan
demam, sesak, batuk – pilek dikatakan tidak ada. MOI : pasien sedang
mencuci motor dalam keadaan menyala, jari tangan kanan tertarik ke dalam
rantai sepeda motor Riwayat diabetes mellitus, hipertensi, alergi, ataupun
asma tidak ada
Riwayat penyakit sistemik : tidak ada
Riwayat alergi obat dan makanan : tidak ada
Riwayat penyakit dahulu : tidak ada

15
Riwayat penyakit sistemik seperti hipertensi, diabetes mellitus dalam keluarga
disangkal, jantung, ginjal dan asma disangkal disangkal
Riwayat operasi : riwayat operasi apendisitis akut pada
tahun 2005 dengan RA tanpa komplikasi di RSUD Singaraja
Pasien merupakan seorang polisi yang semenjak keluhannya muncul
mengalami kesulitan dalam aktivitasnya. Keluhan sesak dan nyeri dada saat
beraktivitas disangkal
3.3 Pemeriksaan Fisik
BB 75 kg, TB 176 cm, BMI 24,21 kg/m2, Suhu aksila : 36,6oC, NRS diam
1/10, NRS bergerak 1/10, APFEL Score : 1
SSP : Kesadaran Compos mentis, GCS E4V5M6, pupil isokor 3 mm/3
mm
Respirasi : Frekuensi 16x/menit, tipe vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing
(-/-), SpO2 98% room air
KV : Tekanan Darah 120/70 mmHg, HR 72x/menit, bunyi jatung S1-
S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop (-)
GIT : Supel, bising usus (+) normal, ascites (-)
UG : BAK (+) spontan
MS : Akral hangat, edema (-), CRT < 2 detik, Mallampati III, gigi
geligi utuh

3.4 Pemeriksaan Penunjang


 Darah Lengkap (16/07/19)
WBC 6.30 (4.1-11.0) x 103/µL; HGB 14.62 (14.5-17.5) g/dL; HCT 49.05
(41-53) %; PLT 312 (150-440) x 103/µL
 Kimia Klinik (16/07/19)
SGOT 20.6 U/L (11-27); SGPT 19.70 U/L (11-34); BUN 8.50 mg/dL (8-
23) ; SC 1.06 mg/dL (0,7-1,2) ; Na 142 mmol/L (136-145); K 5.23
mmol/L (3,5-5,1) ; BS Acak 98 mg/dL (70-140)
 Faal Hemostasis (16/07/19)
PT 12.1 detik (10,8-14,4); aPTT 30.2 detik (24-36); INR 0.95 (0.9-1.1)
 Thorax PA (09/04/2019)

16
Cor dan pulmo tak tampak kelainan
 Manus D AP/Oblique
Osteotomy setinggi tip os phalanx distal digiti manus II Dextra
3.5 Permasalahan dan Kesimpulan
Permasalahan Aktual : -
Permasalahan Potensial : -
Kesimpulan : Status Fisik ASA I

3.6 Persiapan Anestesi


Persiapan di Ruang Rawat Burn Unit
 Evaluasi identitas penderita
 Persiapan psikis
 Anamnesis anggota keluarga pasien
 Memberikan penjelasan keluarga tentang rencana anestesi yang akan
dilakukan mulai di ruang penerimaan, ruang operasi sampai di ruang
pemulihan
 Persiapan fisik
 Puasa makanan 6 jam sebelum operasi, puasa air 3 jam sebelum
operasi
 Melepaskan perhiasan sebelum ke kamar operasi
 Ganti pakaian khusus sebelum ke ruang operasi
 Memeriksa status present, status fisik dan hasil pemeriksaan
penunjang
 Memeriksa surat persetujuan operasi
 Memasang iv line, cairan pengganti puasa dengan D5 1/4 NS dengan
tetesan 8 tetes per menit
Persiapan di Ruang Persiapan IBS
 Periksa kembali catatan medik penderita, identitas, persetujuan operasi
 Tanyakan kembali persiapan yang dilakukan di ruang perawatan
 Evaluasi ulang status present dan status fisik
 Penjelasan ulang kepada penderita tentang rencana anestesi
Persiapan di Kamar Operasi
 Menyiapkan mesin anestesi dan aliran gas
 Menyiapkan monitor dan kartu anestesi
 Mempersiapkan obat dan alat anestesi
 Menyiapkan obat dan alat resusitasi

17
 Evaluasi ulang status present penderita

3.7 Manajemen Operasi (29/07/2019)


 Teknik Anestesi GA-OTT
Pre medikasi : -
Analgetik : Fentanyl 150 mcg
Fasilitas intubasi : Atracurium 40 mg IV, (Lidocaine intratracheal 120
mg)
Induksi : Propofol hingga pasien terhipnosis
Maintenance : O2:Air : 1:1 lpm Sevoflurane, Fentanyl Intermitten
Medikasi lain : Ondansetron 4 mg, Ketorolac 30 mg
 Durante operasi
Hemodinamik : Nadi 65-85x/menit, RR 12-16x/menit, SpO2 98-100%
Cairan masuk : 1500 cairan RL
Cairan keluar : Urin 400 mL
Lama operasi : 239 menit
Post Operasi
Perawatan : Analgetik : Fentanyl 300 mcg dalam 50mL NaCl 0,9%
kecepatan 2.1cc/jam ; paracetamol 500 mg tiap 6 jam PO
- Rawat ruangan
- Observasi tanda vital dan perdarahan berulang
- Manajemen nyeri pasca operasi

18
BAB IV
PEMBAHASAN

Periode perioperatif merupakan periode yang terdiri dari pre-operatif,


intraoperatif dan post operatif. Dimana penilaian dari anastesi dimulai dari proses
evaluasi pre-anestesi/pre operatif yang terdiri dari anamnesis, pemerikaan fisik
serta pemeriksaan penunjang seperti lab dan radiologi. Berdasarkan teori,
anamnesis dari pasien meliputi riwayat medis masa lalu dan saat ini, riwayat
bedah, riwayat medis keluarga, riwayat sosial seperti penggunaan tembakau,
alcohol dan obat-obatan terlarang, riwayat alergi dan terapi obat baru-baru ini,
reaksi atau respons yang tidak biasa terhadap obat-obatan dan masalah atau
komplikasi yang terkait dengan anestesi sebelumnya. Pada kasus dimana pasien
laki-laki 33 tahun dengan diagnosis Amputatum Digiti III Manus Dextra, yang
dilakukan operasi pada tanggal 29 Juli 2019 tidak memiliki riwayat penyakit
sistemik baik pada keluarga, riwayat pembedahan dan alergi sebelumnya. Pada
pemeriksaan fisik yang meliputi sistem saraf pusat, sistem respirasi, sistem
kardiovaskular, sistem gastrointestinal, urogenital serta muskuloskeletasl
ditemukan dalam batas normal. Pada pemeriksaan penunjang juga ditemukan
dalam batas yang normal.
Pada pasien akan disimpulkan terlebih dahulu status ASA (American
Society of Anesthesiologists) membuat klasifikasi berdasarkan status fisik pasien
pra anestesi yang membagi pasien kedalam 5 kelompok atau kategori sebagai
berikut:
ASA 1, yaitu pasien dalam keadaan sehat yang memerlukan operasi.
ASA 2, yaitu pasien dengan kelainan sistemik ringan sampai sedang baik
karena penyakit bedah maupun penyakit lainnya. Contohnya pasien batu
ureter dengan hipertensi sedang terkontrol, atau pasien apendisitis akut
dengan lekositosis dan febris.
ASA 3, yaitu pasien dengan gangguan atau penyakit sistemik berat yang
diaktibatkan karena berbagai penyebab. Contohnya pasien apendisitis
perforasi dengan septi semia, atau pasien ileus obstruksi dengan iskemia
miokardium.

19
ASA 4, yaitu pasien dengan kelainan sistemik berat yang secara langsung
mengancam kehiduannya.
ASA 5, yaitu pasien tidak diharapkan hidup setelah 24 jam walaupun
dioperasi atau tidak. Contohnya pasien tua dengan perdarahan basis krani
dan syok hemoragik karena ruptura hepatik.
Pasien ini berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan
penunjang pasien dalam batas normal jadi pasien disimpulkan dalam status fisik
ASA I. Sebelum pasien dipindahkan ke dalam ruang operasi, pasien diberikan
premedikasi. Berdasarkan teori, premedikasi disini dapat diberikan muscle
relaxant, antiemetik, antisedatif dan analgesik. Pada pasien ini diberi analgetik
berupa Fentanyl 150 mcg yang diberikan secara intravena. Selain persiapan
sebelum memasuki kamar operasi, kamar operasi sendiri harus disesuaikan
dimana pegaturan suhu, ketersediaan selimut hangat maupun lampu penghangat
harus diperhatikan. Peralatan anestesi dalam kamar operasi juga harus memenuhi
syarat.
Selama operasi berlangsung, hal yang harus diperhatikan/dimonitoring
yaitu nadi, tekanan darah, produksi urine, perdarahan selama pembedahan, serta
frekuensi respirasi. Dimana pada pasien saat durante operasi dengan hemodinamik
nadi 65-85x/menit, RR 12-16x/menit, SpO2 98-100%. Untuk cairan keluar yaitu
urin 400 mL. Berdasarkan teori, setelah pembedahan selesai, pemulihan anestesi
dilakukan dengan penghentian uap obat anestesi, dilanjutkan dengan pemberian
oksigen 100% selama 5-15 menit, dan pada pasien yang menggunakan pelumpuh
otot dipulihkan dengan pemberian sulfas atropine dan neostigmin, kemudian
dilakukan pemantauan terhadap pernapasan pasien dan setelahnya dapat dilakukan
ekstubasi. Pada pasien, didapatkan pasien bernapas dengan spontan setelah
pembedahan selesai, sehingga setelahnya langsung dilakukan ekstubasi.
Setelah pasien selesai dilakukan pembedahan dan sudah sadar, pasien
dipindahkan ke ruang pemulihan, dimana tanda-tanda vital pasien harus
diperhatikan. Pasien dapat dipindahkan ke ruang rawat jika skor Aldrete mampu
mencapai nilai 10 dan tidak ada penyulit.

20
BAB V
KESIMPULAN

Perioperatif adalah fase dimulai ketika keputusan untuk menjalani operasi


atau pembedahan dibuat dan berakhir ketika pasien dipindahkan ke meja operasi
Perioperatif merupakan tahapan yang terdiri dari pre-operatif, intraoperatif, dan
post operatif.3 Pemantauan dan penilaian anestesi pada ketiga periode tersebut
merupakan hal yang perlu diperhatikan untuk mencapai keberhasilan dari tindakan
anestesi. Beberapa tahapan anestesi seperti tahapan evaluasi, persiapan pra bedah,
dan tahapan premedikasi-induksi merupakan tahapan yang paling menentukan
keberhasilan dari tindakan anestesia yang akan kita lakukan. Berjalannya setiap
tahap dengan baik akan menentukan untuk tahap selanjutnya. Pada kasus ini,
pasien laki-laki 33 tahun dengan keluhan nyeri pada telunjuk kanan dengan
anestesi umum (GA) dengan pemasangan tabung orotrakeal (OTT) dan
penggunaan premedikasi berupa obat penenang dan penghilang rasa nyeri serta
bantuan intubasi menggunakan relaksasi otot. Selama operasi terjadi fluktuasi
hemodinamik dengan perubahan tekanan darah, nadi, laju nafas dan saturasi
oksigen. Operasi pada pasien ini berlangsung selama 239 menit.

21
DAFTAR PUSTAKA
1) Lemone P, Burke K.(2004). Medical Surgical Nursing : clinical thinking in
client care. ed-3 . New Jersey – Pearson
2) Sjamsuhidajat. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi II. Jakarta : EGC
3) Smeltzer, S.C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Vol. 2.
Jakarta : EGC
4) Gde Mangku, Tjokorda Gde Agung Senapthi. Buku Ajar Ilmu Anestesia dan
Reanimasi. Indeks; 2010. 6-7; 149-59
5) Latif Said, Dkk, Anestesiologi, Fakultas Kedokteran Indonesia, Bagian
Anestesiologi Dan Terapi intensif, Jakarta, 2002.
6) Munaf, S., 2008. Kumpulan Kuliah Farmakologi. Palembang: EGC.
7) Nainggolan, I.B., 2011. Peran Perawat dalam Upaya Pencegahan Komplikasi
Anestesi di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Tesis Akhir
Penelitian. Medan.
8) Kee, J.L., Hayes, E.R., 1996. Pendekatan Proses Keperawatan. EGC.
9) Zambouri A. (2007). Preoperative evaluation and preparation for anesthesia
and surgery. Hippokratia, 11(1), 13–21.
10) Fleisher LA. Risk of anesthesia. In Anesthesia. 5th Edition. Miller RD (ed)
Philadelphia, Churchill-Livingstone, 2000, p. 795-823
11) Maryunani, Anik. 2011. Ketrampilan Dasar Praktik Klinik Kebidanan
(KDPK). Jakarta: CV Trans Info Media
12) Soenarto RF, Chandra S. Buku Ajar anestesiologi . Departemen Anestesiologi
dan Intensive Care Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia / RS Cipto
Mangankusumo 2012 : Jakarta
13) Uliyah, Musrifatul, Alimul Hidayat Azis. 2011. Buku Ajar Ketrampilan Dasar
Praktik Klinik Kebidanan (KDPK). Surabaya: Health Book Publishing.
14) Morgan GE, Mikhil MS, J.Murry M, Clinical Anestesiologi 4th Edition, Mc
Graw Hill. New York,2006.
15) Sjamsulhidayat, R. Dan Wim de jong. Buku Ajar ilmu bedah, edisi revisi, EGC.
Jakarta 1998.
16) Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah dari
Brunner & Suddarth, Edisi 8. EGC : Jakarta.

22

Anda mungkin juga menyukai