Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN KASUS

MANAJEMEN PERIOPERATIF PASIEN OPERASI ELEKTIF


DENGAN GENERAL ANESTESI (LMA)

Oleh:

Priyangka Ramiah (2002612146)


Ni Putu Kamala Dewi (2002612159)
Irene Amelia (2002612160)

Pembimbing:
dr. Pontisomaya Parami, Sp.An., MARS

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA

DEPARTEMEN ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA/ RSUP SANGLAH

2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat-Nya maka laporan kasus dengan topik “Manajemen Perioperatif
Pasien Operasi Elektif dengan General Anestesi (LMA)” ini dapat selesai pada
waktunya.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-
pihak yang telah membantu dalam penyelesaian laporan kasus ini dalam rangka
mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di bagian Departemen Anestesiologi dan
Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar.
Untuk itu, ucapan terima kasih penulis tujukan kepada:
1. Dr. IMG Widnyana, Sp.An, KAR selaku Kepala Bagian/SMF dan dr. I
Gusti Agung Gede Utara Hartawan, Sp.An, MARS, SH selaku
Koordinator Pendidikan di departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar
yang telah memberikan saya kesempatan untuk belajar di bagian ini.
2. dr. Pontisomaya Parami, Sp.An., MARS selaku pembimbing yang telah
memberikan bimbingan, kritik, dan saran dalam pembuatan laporan
kasus ini.
3. Dokter-dokter residen yang juga turut membimbing dalam pembelajaran
mengenai laporan kasus ini.
4. Seluruh pihak yang membantu penulis dalam penyusunan laporan kasus
ini. Penulis menyadari laporan ini masih jauh dari sempurna dan banyak
kekurangan, sehingga saran dan kritik pembaca yang bersifat
membangun sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan tinjauan
pustaka ini. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Denpasar, 25 September 2021

Penulis
i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
KATA PENGANTAR.............................................................................................. ii
DAFTAR ISI............................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................ 1
BAB II KASUS......................................................................................................... 3
2.1 Identitas Pasien.............................................................................................. 3
2.2 Anamnesis....................................................................................................... 3
2.3 Pemeriksaan Fisik.......................................................................................... 4
2.4 Pemeriksaan Penunjang................................................................................ 4
2.5 Permasalahan dan Kesimpulan.................................................................... 5
BAB III PEMBAHASAN.........................................................................................7
3.1 Pengertian GA-LMA......................................................................................7
3.2 Sejarah GA-LMA...........................................................................................8
3.3 Jenis GA-LMA…........................................................................................... 8
3.4 Indikasi dan Kontraindikasi GA-LMA......................................................11
3.5 Teknik GA-LMA………………..................................................................11
3.6 Kelebihan dan Kekurangan Penggunaan GA-LMA…………………….13
BAB IV KESIMPULAN........................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 16

i
BAB I

PENDAHULUAN

Manajemen perioperatif adalah perawatan medis yang bersifat multidisiplin.


Manajemen perioperatif berpusat pada pasien dan dimulai dari pengambilan
keputusan melakukan tindakan operasi sampai saat pasien mendapat pemulihan total.
Terdapat lima komponen utama pada manajemen perioperatif, yaitu pengambilan
keputusan yang kolaboratif, modifikasi gaya hidup pra operasi, standarisasi
manajemen perioperatif, penggunaan data untuk perbaikan kualitas, dan target
pemulihan total pasca operasi.1
Pengambilan keputusan yang kolaboratif berarti keputusan dipusatkan pada
pasien sebagai penentu untuk melakukan operasi. Pasien terlebih dahulu harus
dijelaskan mengenai gambaran, bahaya, manfaat, dan prosedur operasi yang akan
dilakukan dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh pasien. Apabila pasien tidak
sadar, pengambilan keputusan dapat dilakukan oleh keluarga pasien. Komponen
kedua dari manajemen perioperatif adalah modifikasi gaya hidup pra operasi.
Modifikasi gaya hidup dapat dilakukan dengan olahraga, berhenti merokok, berhenti
minum minuman beralkohol. Yang ketiga, melakukan standarisasi manajemen
perioperatif, tujuannya untuk mengurangi variabilitas. Penggunaan data untuk
perbaikan kualitas merupakan hal yang penting dilakukan untuk perkembangan dalam
manajemen perioperatif yang berkualitas tinggi. Komponen kelima yaitu target
pemulihan total pada pasien pasca operasi, yang dapat ditingkatkan dengan
rehabilitasi fisik dan olahraga, identifikasi dan pengobatan dalam kondisi kecelakaan,
melakukan peninjauan yang sistematis, serta optimalisasi manajemen jangka
panjang.2
Diperlukan suatu tim multidisiplin dalam pelaksanaan manajemen perioperatif,
tujuannya untuk membantu memenuhi hal-hal yang tidak terpenuhi, contohnya adalah
meningkatkan keselamatan pasien dan mengurangi bahaya. Hal ini dimulai dari pra
operasi dengan modifikasi gaya hidup pasien, standarisasi penilaian, dan pemeriksaan
pada pasien. Komponen intraoperatif yaitu dengan menjaga pasien tetap normotermia

1
dan normovolemia. Pasca operatif dilakukan penanganan terhadap komplikasi secara
tepat waktu dan efektif.2
General anestesi merupakan suatu keadaan yang membuat tidak sadar yang
reversibel (dapat kembali seperti semula), disebabkan oleh obat-obat anestesi dan
disertai dengan hilangnya rasa nyeri di seluruh tubuh. Tahapan dari general anestesi
dibagi menjadi empat, yaitu analgesia, eksitasi, surgical anestesi, dan paralisis
medular. Analgesia dimulai dari anestesi diberikan sampai hilangnya kesadaran.
Penderita masih sadar dan tidak ada pola tertentu dari pernapasan maupun gerak bola
mata. Pada tahap ini reflek faring negatif. Tahapan eksitasi ditandai dengan nafas
tidak teratur, bola mata masih bergerak, pupil lebar, reflek jalan napas meningkat
(hipersalivasi, batuk, muntah, laringospasmus), dan reflek laring negatif. Tahap ketiga
ditandai dengan pupil melebar, otot menjadi relaksasi, napas menjadi teratur (gerak
dan suara seperti orang tidur nyenyak), dan reflek kornea negatif. Paralisis medular
memiliki tanda peringatan berupa napas yang hanya semata-mata napas perut, pasien
mengalami gasping, pupil melebar hampir maksimum, reflek cahaya negatif, tensi
rendah, dan kulit menjadi pucat, dingin, dan basah berkeringat.3
Beberapa teknik general anestesi yang dapat dilakukan adalah dengan
endotrakeal tube (ETT) dan Laringeal Mask Airway (LMA). LMA yang merupakan
suatu perangkat jalan napas supraglotis yang bersifat sekali pakai atau dapat
digunakan kembali yang berperan sebagai metode sementara untuk mempertahankan
jalan napas terbuka selama pemberian anestesi atau sebagai tindakan penyelamatan
segera pada jalan napas yang sulit atau gagal napas. LMA memiliki tiga kelebihan
bila dibandingkan dengan endotrakeal tube (ETT), yaitu kejadian batuk, sakit
tenggorokan pasca operasi, dan kejadian muntah pasca operasi yang lebih rendah.4

2
BAB II

KASUS

2.1 Identitas Pasien

Nama : Ni Ketut Suwerthi


No. RM : 21045451
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 57 tahun
Agama : Hindu
Status perkawinan : Sudah menikah
Alamat : Jalan Gatot Kaca no.12, Denpasar
Diagnosis : Tumor Mammae S T3N2M0
Tindakan : Open Biopsy
MRS : 20 September 2021 pukul 14.58 WITA

2.2 Anamnesis

Keluhan utama: Benjolan pada payudara kiri

● Pasien datang dengan keluhan terdapat benjolan pada payudara kiri yang
dirasakan sejak 6 bulan yang lalu. Benjolan dikatakan sebesar kelereng. Tidak
ada keluhan nyeri, kemerahan dan luka maupun nanah di sekitar benjolan.
Keluhan demam, batuk, pilek dalam 2 minggu terakhir tidak ada. Makan dan
minum dikatakan baik. BAB dan BAK dikatakan normal.
● Riwayat alergi terhadap makanan dan obat-obatan disangkal
● Riwayat hipertensi, diabetes mellitus, jantung, ataupun asma disangkal
● Riwayat operasi sebelumnya tidak ada
● Kebiasaan minum alkohol dan merokok tidak ada
● Pasien sebelumnya adalah seorang pedagang yang masih dapat melakukan
aktivitas sehari-hari tanpa keluhan nyeri dada ataupun sesak nafas.

3
2.3 Pemeriksaan Fisik

o
Berat 65 kg; Tinggi 160 cm; BMI 25.4 kg/m2; Suhu axilla 36,2 C; NRS diam 0/10,
NRS bergerak 0/10, APFEL 2/4
● Susunan saraf pusat : Compos mentis, GCS E4V5M6, RP/RC +/+ isokor
3mm/3mm
● Respirasi : Frekuensi nafas 14 kali per menit, Vesikular pada kedua lapang
paru, rhonki dan wheezing tidak ada, saturasi oksigen perifer 99% room air
● Kardiovaskular : Tekanan darah 120/70 mmHg; Nadi 72 kali permenit, Bunyi
jantung 1 dan 2 tunggal, reguler, murmur tidak ada.
● Abdomen : Bising usus positif normal, distensi tidak ada
● Urogenital : Buang air kecil spontan
● Muskuloskeletal : fleksi defleksi leher baik, Mallampati II, gigi palsu (-), gigi
geligi tidak utuh.

2.4 Pemeriksaan Penunjang

Darah lengkap (15/09/2021): WBC 8.31 x 103/µL (4.1-11); HGB 12.20 g/dL
(12-16); HCT 37.20% (36-46); PLT 265.00 x103µL (140-440)
Faal Hemostasis (15/09/2021): PT 10.6 detik (10.8-14.4); aPTT 27.8 detik
(24-36); INR 0.92 (0.9-1.1)
Kimia Klinik (15/09/2021): SGOT 12.7 U/L (5-34); SGPT 12.30 U/L (11.00-
34.00); BUN 5.30 mg/dl (8-23); SC 0.7 (0.57-1.11); e-LFG 115.45
Swab OP dan NP COVID-19 (20/09/2021): Negatif
Mammografi Dextra Sinistra Proyeksi CC/MLO (09/09/2021): Breast
composition mammae dextra et sinistra sesuai tipe C; Lesi equal density berbentuk
oval, tepi sebagian obscured, pada kuadran inferocentral mammae dextra disertai
amoprhus calcification di dalamnya, sesuai BIRADS 4b; Lesi high density, berbentuk
oval, tepi circumscribed, pada kuadran superolateral mammae sinistra disertai
amorphous calcification di dalamnya, sesuai BIRADS 4b; Lesi high density berbentuk

4
bulat, tepi indistrict, pada kuadran superomedial mammae sinistra sesuai BIRADS 4c;
Diffuse amorphous kalsifikasi pada parenkim mammae dextra; Fine pleomorphic
calcification dengan distribusi group pada parenkim mammae sinistra, sesuai
BIRADS
4b; Lymphadenopathy axilla dextra
Foto Thorax PA (15/09/2021): Cor dan pulmo tak tampak kelainan, CTR
43%; Saat ini tak tampak proses metastase pada pulmo dan tulang yang tervisualisasi
USG Liver (15/09/2021): Tak tampak nodul metastase pada hepar dan
paraaorta, GB tak tampak kelainan.

2.5 Permasalahan dan Kesimpulan

Permasalahan aktual:
-
Permasalahan potensial:
-
Pembedahan:
- Lokasi : Mammae Sinistra
- Posisi : Supine
- Durasi : 30 menit
- Manipulasi :-
Kesimpulan: Status Fisik ASA I
Persiapan Pra Anestesi:
Informed consent, SIO, puasa pre operatif, STATICS, obat anestesi dan emergency,
infus warmer, alat-alat emergency, pasang IV line.
Rencana Anestesi: GA-LMA
Premedikasi : Dexamethasone 10 mg IV, Ondansetron 4 mg IV
Analgetik : Fentanyl 100 mcg IV
Induksi : Propofol titrasi sampai pasien terhipnosis
Pemeliharaan : Compressed air : O2; Isoflurane 1.6-1.8
Medikasi lain : -
Pasca Operasi

5
Analgesik : Paracetamol 500 mg tiap 6 jam PO ; Ibuprofen 400mg tiap 8 jam PO
Perawatan : Ruangan

6
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Pengertian GA-LMA

General anesthesia atau anestesi umum adalah hilangnya kesadaran akibat


obat, dimana pasien tidak akan bangun meskipun diberikan rangsangan yang
menyakitkan. Anestesi umum ini diberikan melalui injeksi jalur intravena atau
melalui masker pernapasan, perangkat saluran napas atau tabung, maupun kombinasi
dari semuanya.5
Salah satu teknik anestesi umum dapat dilakukan dengan menggunakan
Laryngeal Mask Airway atau LMA yang merupakan suatu perangkat jalan napas
supraglotis yang bersifat sekali pakai atau dapat digunakan kembali yang berperan
sebagai metode sementara untuk mempertahankan jalan napas terbuka selama
pemberian anestesi atau sebagai tindakan penyelamatan segera pada jalan napas yang
sulit atau gagal napas. LMA ini dianggap lebih efektif daripada pemberian bantuan
hidup dasar dengan bag-valve-mask dan dapat digunakan sebagai alternatif intubasi
oleh penyedia bantuan hidup tingkat lanjut.6
Laryngeal mask airway terdiri dari tabung lubang besar yang bagian ujung
proksimalnya terhubung ke sirkuit pernapasan dengan konektor berukuran standarnya
15 mm dan pada bagian ujung distalnya melekat dengan manset elips yang dapat
dipompa melalui tabung pilot. Manset yang kempes dilumasi dan dimasukkan ke
dalam hipofaring sehingga, setelah mengembang, manset membentuk segel tekanan
rendah di sekitar pangkal tenggorokan. Posisi manset yang ideal dibatasi oleh pangkal
lidah superior, sinus piriformis lateral, dan sfingter esofagus bagian atas secara
inferior.11
Berbagai macam variasi anatomi pada beberapa pasien dapat menyebabkan
LMA tidak berfungsi secara adekuat dan apabila hal tersebut terjadi, dapat dilakukan
upaya untuk meningkatkan penyesuaian LMA yang gagal dengan mencoba LMA lain
dengan ukuran yang lebih besar atau lebih kecil. LMA melindungi sebagian laring
dari sekresi faring (tetapi bukan regurgitasi lambung) dan LMA harus tetap
ditempatkan
7
sampai pasien mampu mendapatkan kembali refleks jalan napasnya yang biasanya
ditandai dengan batuk dan membuka mulut sesuai perintah.11 LMA juga dianggap
lebih efektif daripada pemberian bantuan hidup dasar dengan bag-valve-mask dan
dapat digunakan sebagai alternatif intubasi oleh penyedia bantuan hidup tingkat
lanjut.6

3.2 Sejarah GA-LMA

Laryngeal mask airway atau LMA adalah perangkat saluran napas supraglotis
yang dikembangkan oleh Archie Brain, seorang dokter konsultan anestesi di Rumah
Sakit Royal Berkshire, Reading, Inggris, yang kemudian diperkenalkan ke dalam
praktik klinis pada tahun 1988. Dalam jurnal pertama yang diterbitkan dalam British
Journal of Anesthesia pada tahun 1983, Brain menggambarkan perangkat tersebut
sebagai “alternatif dari pipa endotrakeal atau masker wajah dengan ventilasi tekanan
spontan atau positif”.7
Dua puluh tahun dan lebih dari 150 juta penggunaan yang dinyatakan aman,
kemudian LMA secara signifikan telah terbukti mampu meningkatkan kenyamanan
dan keamanan manajemen jalan napas di seluruh dunia. Banyak ahli anestesi
menganggap LMA sebagai perkembangan terpenting dalam manajemen jalan napas
dalam 50 tahun terakhir.7
Ketika Brain bereksperimen dengan berbagai bentuk dan bahan ketika
mengembangkan LMA, ia menyadari pentingnya mempelajari, memahami, dan
memasukkan prinsip-prinsip anatomi dan fisiologis yang mengatur kompleks oro-
faring-laring ke dalam desain LMA. Upaya ini kemudian menghasilkan perangkat
jalan napas yang tidak hanya sangat efektif tetapi juga meminimalisir rasa tidak
nyaman.7
Menyadari bahwa satu model LMA tidak dapat memenuhi semua kebutuhan
klinis, Brain memperkenalkan tiga model tambahan dari 1993 hingga 2003, yaitu;
LMA-Flexible, LMA-Fastrach intubasi, dan LMA-Proseal.7

3.3 Jenis GA-LMA

Terdapat beberapa jenis Laryngeal mask airway (LMA), diantaranya adalah:


a. LMA Klasik

8
LMA ini merupakan alat bantu jalan napas supraglotis yang paling sering
digunakan sebagai alternatif pilihan dari intubasi endotrakea. Jenis klasik ini
mempunyai kemampuan menjaga jalan napas secara adekuat serta menyebabkan
angka
kejadian komplikasi dan morbiditas faringolaringeal yang rendah.9

Gambar 1. LMA Klasik


b. LMA Fastrach
LMA ini dirancang sebagai saluran untuk intubasi dan memiliki fitur khusus
yang meningkatkan tingkat sukses intubasi dan tidak membatasi ukuran tabung
endotrakeal.8

Gambar 2. LMA Fastrach


c. LMA Proseal
LMA ini dengan akses lambung dan dapat mendekompresi lambung seketika
LMA dipasang. LMA proseal lebih sesuai secara anatomis untuk jalan nafas dan
lebih cocok untuk ventilasi tekanan positif.8
9
Gambar 3. LMA Proseal

Ukuran Berat Badan (Kg) Volume Balon (mL)

1 <5 4

1,5 5 - 10 7

2 10 – 20 10

2½ 20 – 30 14

3 30 - 50 20

4 50 - 70 30

5 > 70 40

Tabel 1. Ukuran LMA8

1
3.4 Indikasi dan Kontraindikasi GA-LMA

LMA dapat digunakan pada semua pasien yang dilakukan anestesi dengan
face mask dapat dilakukan dengan aman kecuali pada penderita yang memiliki
kelainan orofaring. LMA telah digunakan secara rutin pada prosedur-prosedur
minor ginekologi, orthopedi, bronkoskopi dan endoskopi. Prosedur lain yang dapat
menggunakan LMA antara lain ekstraksi gigi, adenotonsillectomy, repair celah
langitan, myringotomy, prosedur memasukkan pipa timpanostomi, dan operasi mata.
Akhir-akhir ini penggunaan LMA untuk penanganan jalan nafas sulit juga
meningkat.8
Indikasi penggunaan LMA adalah alternatif face mask dan intubasi
endotrakeal untuk penanganan jalan nafas. Penanganan airway selama anestesi umum
pada rutin atau darurat, radioterapi seperti CT-Scan / MRI, resusitasi luka bakar,
adenotonsillectomy, bronkoskopi dengan fiber optik fleksibel dan resusitasi neonatal.
Selain itu jika situasi jalan nafas sulit merupakan indikasi penggunaan LMA sebagai
penyelamatan jalan nafas dan membantu intubasi endotrakeal.8
Terdapat beberapa kontraindikasi untuk penggunaan LMA. Pada pasien yang
mempunyai peningkatan risiko aspirasi lambung. Pasien dengan riwayat obesitas,
hernia hiatus, gastroparesis, atau trauma. Penerapan tekanan krikoid sering digunakan
saat mendapatkan kontrol jalan napas pada pasien yang berisiko ini. Tekanan krikoid
yang diberikan setelah pemasangan LMA efektif dan tidak mengganggu ventilasi
LMA. Bronkospasme, edema paru, atau obesitas morbid menyebabkan resistensi jalan
napas yang tinggi. Penempatan LMA tergantung pada pembukaan mulut dan jika
melewati jalan napas sepanjang dinding posterior faring. Ketidakmampuan untuk
membuka mulut atau infeksi atau kelainan patologis di dalam rongga mulut atau
faring, dapat mengganggu penggunaan LMA.10

3.5 Teknik GA-LMA

Teknik masukkan LMA yang dikembangkan oleh teknik standar telah


menunjukkan posisi terbaik yang dapat dicapai. Banyak teknik insersi lainnya yang
menyebabkan penempatan LMA yang teralalu tinggi dari jalan nafas atas dan
pengembangan balon terlalu besar untuk mencegah kebocoran gas anastesi di

1
sekeliling LMA. Tekanan balon LMA yang terlalu tinggi dapat menyebabkan
pembengkakan struktur faringeal dan menyebabkan pengurangan toleransi terhadap
LMA pada kasus-kasus emergensi. LMA dimasukkan dengan cara yang mirip balon
LMA yang belum terkembang dilekatkan menyusuri langit-langit dengan jari telunjuk
menekan LMA menyusuri sepanjang langit-langit keras dan langit-langit lunak terus
sampai ke hipofaring. Teknik ini sesuai untuk penderita dewasa ataupun anak-anak
dan sesuai untuk semua model LMA.8
Sebelum masukkan LMA perlu disisapkan dahulu. Balon harus dalam keadaan
kempes dan rim membelakangi lubang LMA dan tidak boleh ada lipatan pada ujung
LMA. Insersi awal LMA dengan melihat langsung, ujung masker ditekan terhadap
palatum durum. Jari tengah dapat digunakan untuk menekan dagu kebawah. Masker
ditekan kearah depan terus menuju ke dalam faring untuk memastikan bahwa
ujungnya tetap datar dan menolak lidah. Dagu tidak perlu dijaga agar tetap terbuka
bila masker telah masuk kedalam mulut. Dengan menarik jari sebelahnya dan dengan
sedikit pronasi dari lengan bawah, biasanya mudah untuk mendorong masker. Posisi
leher tetap fleksi dan kepala tetap ekstensi. LMA ditahan dengan tangan sebelah dan
jari telunjuk kemudian diangkat. Tangan menekan LMA ke bawah dengan lembut
sampai terasa tahanan.8
Keberhasilan insersi LMA tergantung dari hal-hal detail sebagai berikut:8
1. Pilih ukuran yang sesuai dengan pasien dan teliti apakah ada kebocoran pada
balon LMA.
2. Pinggir depan dari balon LMA harus bebas dari kerutan dan menghadap
keluar berlawanan arah dengan lubang LMA.
3. Lubrikasi hanya pada sisi belakang dari balon LMA.
4. Pastikan anastesi telah adekuat (baik general ataupun blok saraf regional)
sebelum mencoba untuk insersi. Propofol dan opiat lebih memberikan kondisi
yang lebih baik daripada thiopental.
5. Posisikan kepala pasien dengan posisi sniffing.

1
6. Gunakan jari telunjuk untuk menuntun balon LMA sepanjang palatum durum
terus turun sampai ke hipofaring sampai terasa tahanan yang meningkat. Garis
hitam longitudinal seharusnya selalu menghadap ke bibir atas pasien.
7. Kembangkan balon dengan jumlah udara yang sesuai.
8. Pastikan pasien dalam anastesi yang dalam selama memposisikan pasien.
9. Obstruksi jalan nafas setelah insersi biasanya disebabkan oleh epiglotis yang
terlipat kebawah atau laringospame sementara.
10. Hindari suction faringeal, mengempeskan balon, atau mencabut LMA sampai
penderita betul-betul bangun misalnya membuka mulut sesuai perintah.

Gambar 4. Teknik Pemasangan LMA

3.6 Kelebihan dan Kekurangan Penggunaan GA-LMA

LMA memiliki kelebihan apabila dibandingkan dengan penggunaan face


mask, diantaranya yaitu lebih baik dalam seal pada pasien yang memiliki jenggot,
penggunaannya lebih mudah karena hands free, lebih mudah dalam menjaga airway,
lebih sedikit kemungkinan trauma nervus fasialis dan trauma mata. Sementara itu,
LMA juga memiliki kekurangan dibanding face mask, antara lain lebih invasif, lebih

1
berisiko terjadi trauma airway, membutuhkan anestesia yang lebih dalam, memiliki
lebih banyak kontraindikasi, dan membutuhkan mobilitias temporomandibular joint.11
Penggunaan LMA lebih dipilih dibandingkan intubasi trakeal karena beberapa
keuntungan seperti lebih tidak invasif, sangat berguna pada intubasi yang sulit, lebih
sedikit kemungkinan trauma gigi dan laring, lebih sedikit kemungkinan
laringospasme dan bronkospasme, tidak membutuhkan pelumpuh otot, tidak
membutuhkan mobilitas leher, dan tidak ada risiko intubasi esofageal dan
endobronkial. Sementara itu, LMA juga memiliki beberapa kerugian dibandingkan
intubasi trakeal, seperti meningkatnya risiko aspirasi gastrointestinal, dapat
menyebabkan distensi gaster, dan membatasi PPV maksimal.11

1
BAB IV

KESIMPULAN

Manajemen perioperatif berpusat pada pasien dan dimulai dari pengambilan


keputusan melakukan tindakan operasi sampai saat pasien mendapat pemulihan total.
Terdapat lima komponen utama pada manajemen perioperatif, yaitu pengambilan
keputusan yang kolaboratif, modifikasi gaya hidup pra operasi, standarisasi
manajemen perioperatif, penggunaan data untuk perbaikan kualitas, dan target
pemulihan total pasca operasi. Pengambilan keputusan yang kolaboratif berarti
keputusan dipusatkan pada pasien sebagai penentu untuk melakukan operasi.
Komponen kedua dari manajemen perioperatif adalah modifikasi gaya hidup pra
operasi. Diperlukan suatu tim multidisiplin dalam pelaksanaan manajemen
perioperatif, untuk membantu memenuhi hal-hal yang tidak terpenuhi, contohnya
adalah meningkatkan keselamatan pasien dan mengurangi bahaya. General
anestesi merupakan suatu keadaan yang membuat tidak sadar yang reversibel
(dapat kembali seperti semula), disebabkan oleh obat-obat anestesi dan disertai
dengan hilangnya rasa nyeri di seluruh tubuh. LMA yang merupakan suatu perangkat
jalan napas supraglotis yang bersifat sekali pakai atau dapat digunakan kembali yang
berperan sebagai metode sementara untuk mempertahankan jalan napas terbuka
selama pemberian anestesi atau sebagai tindakan penyelamatan segera pada jalan
napas yang sulit atau gagal napas.

1
DAFTAR PUSTAKA

1. Moris K. E. dan Hilal A. M. Perioperative medicine: a new concept for


anesthetic care’. Ain-Shams Journal of Anaesthesiology. 2017;10(1):1-2.
2. Grocott M. P. W. dan Mythen M. G. Perioperative Medicine: The Value
Proposition for Anesthesia?. Anesthesiology Clinics. 2015;33(4):617-628.
3. Forman S, Chin V. General Anesthetics and Molecular Mechanisms of
Unconsciousness. International Anesthesiology Clinics. 2018;46(3):43-53.

4. Strametz R, Bergold M, Weberschock T. Laryngeal mask airway versus


endotacheal tube for percutaneous dilatational tracheostomy in critically ill
adults. Cochrane Database of Systematic Reviews. 2018;2018(11).

5. ASA. Continuum of Depth of Sedation: Definition of General Anesthesia and


Levels of Sedation/Analgesia. Committee of Origin: Quality Management and
Departmental Administration (Approved by the ASA House of Delegates).
Asa Stand Guidel. 2019;1–2.

6. Simon L V., Torp KD. Laryngeal Mask Airway. StatPearls [Internet]. 2021 Jul
31 [cited 2021 Sep 30]; Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK482184/

7. Verghese C, Mena G, Ferson DZ, Brain AIJ. Laryngeal Mask Airway.


Benumof Hagberg’s Airw Manag Third Ed. 2013 Jan 1;443-465.e4.

8. Morgan GE, Mikhail MS: Airway Management. Clinical Anesthesiology 3nd


ed, Lange Medical Books, New York, 2002.

9. Harahap, Yustisa Sofirina, et al. “Perbandingan Angka Keberhasilan


Pemasangan Laryngeal Mask Airway (LMA) Jenis Klasik Pada Usaha
Pertama Antara Teknik Balon Dikempiskan Dan Dikembangkan Sebagian
Pada Pasien Dewasa.” Jurnal Anestesi Perioperatif, vol. 4, no. 1, 2016

1
10. Bennett, Jeffrey, et al. “Use of the Laryngeal Mask Airway in Oral and
Maxillofacial Surgery.” Journal of Oral and Maxillofacial Surgery, vol. 54, no.
11, Nov. 2016, pp. 1346–1351.

11. Butterwoth, John F; Mackey, David C; Wasnick JD. Morgan & Mikhail’s
Clinical Anesthesiology. 6th ed. McGraw-Hill Education; 2018.

Anda mungkin juga menyukai