Anda di halaman 1dari 32

Laporan Kasus

CARPAL TUNNEL SYNDROME

Disusun oleh :

Azora Khairani Kartika, S.Ked 04054821820119


Rizky Vania Oka, S.Ked 04084821820036

Pembimbing :

dr. Yenny Fitrizar

DEPARTEMEN REHABILITASI MEDIK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
2018
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus

CARPAL TUNNEL SYNDROME

Oleh:

Azora Khairani Kartika, S.Ked 04054821820119


Rizky Vania Oka, S.Ked 04084821820036

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat mengikuti ujian
kepaniteraan klinik senior di Departemen Rehabilitasi Medik RSUP dr.
Mohammad Hoesin Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
periode 12 April – 27 April 2018.

Palembang, April 2018


Pembimbing

dr. Yenny Fitrizar

2
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkah dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul
“CARPAL TUNNEL SYNDROME” untuk memenuhi tugas laporan kasus
sebagai bagian dari sistem pembelajaran dan penilaian kepaniteraan klinik senior
di Departemen Rehabilitasi Medik RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada dr.
Yenny Fitrizar, selaku pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan,
motivasi, masukan, kemudahan dan perbaikan sehingga makalah ini dapat
diselesaikan dengan baik dan tepat waktu.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan
ini disebabkan keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan di
masa yang akan datang. Semoga makalah ini dapat memberi manfaat dan
pelajaran bagi kita semua.

Palembang, April 2018

Penulis

3
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN.............................................................................ii
KATAPENGANTAR...........................................................................................iii
DAFTAR ISI........................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR............................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................1
1.1 Latar belakang................................................................................1
BAB II STATUS PENDERITA ........................................................................2
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................12
Carpal Tunnel Sydrome
3.1 Definisi.............................................................................................
3.2 Ekstrofi Buli-buli............................................................................
3.3 Ekstrofi Buli-buli............................................................................
3.4 Ekstrofi Buli-buli............................................................................
3.5 Ekstrofi Buli-buli............................................................................
3.6 Ekstrofi Buli-buli............................................................................
3.7 Ekstrofi Buli-buli............................................................................
3.8 Ekstrofi Buli-buli............................................................................
3.9 Ekstrofi Buli-buli............................................................................
3.10 Ekstrofi Buli-buli.........................................................................
3.11 Ekstrofi Buli-buli.........................................................................

BAB IV ANALISIS KASUS..............................................................................25


DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................26

4
5
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Pembagian kloaka menjadi sinus urogenital dan rectum.....................5


Gambar 2. Gambaran klinis ekstrofi buli- buli......................................................6
Gambar 3. Gambaran USG ekstrofi buli-buli........................................................9
Gambar 4. Gambaran USG sagital ekstrofi buli ...................................................10
Gambar 5. Foto polos abdomen proyeksi AP/lat ekstrofi buli..............................10
Gambar 6. Urografi IVP ekstrofi buli-buli............................................................11
Gambar 7. Perbandingan gambaran MRI normal dan CBE..................................12
Gambar 8. Gambaran MRI fetus dengan ekstrofi buli..........................................13
Gambar 9. Rekonstruksi ekstrofi buli pada laki-laki ............................................17

6
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Carpal Tunnel Syndrome (CTS) adalah sekumpulan gejala yang timbul
akibat penekanan nervus medianus dalam carpal tunnel (terowongan karpal) di
pergelangan tangan, ketika nervus medianus melewati terowongan tersebut dari
lengan bawah menuju ke tangan. CTS adalah salah satu sindroma yang dilaporkan
oleh badan-badan statistik perburuhan di negara maju sebagai sindroma yang
sering dijumpai di kalangan pekerja-pekerja industri. CTS menjadi salah satu
masalah besar dalam dunia okupasi akibat tingginya angka prevalensi yang diikuti
dengan tingginya biaya yang harus dikeluarkan oleh pekerja kalangan industri.
Beberapa faktor seringkali dikaitkan sebagai faktor-faktor risiko terjadinya CTS
pada pekerja, misalnya gerakan berulang dengan kekuatan, tekanan pada otot,
getaran, suhu, postur kerja yang tidak ergonomik, dan lain-lain.1,2
National Health Interview Study (NIHS) memperkirakan bahwa prevalensi
CTS di Amerika Serikat yang dilaporkan sendiri di antara populasi dewasa
sebesar 1.55% (2,6 juta penduduk). Kejadian CTS lebih sering mengenai wanita
daripada pria dengan kisaran usia 25–64 tahun dengan prevalensi tertinggi pada
wanita usia lebih dari 55 tahun. Sindroma tersebut bersifat unilateral pada 42%
kasus (29% kanan, 13% kiri) dan 58% bilateral. Di Indonesia, urutan prevalensi
CTS dalam masalah kerja belum diketahui akibat minimnya diagnosis penyakit
akibat kerja yang dilaporkan karena sulitnya penegakan diagnosis tersebut.
Penelitian mengenai pekerjaan dengan risiko tinggi pada pergelangan tangan dan
tangan menyatakan prevalensi CTS antara 5,6–15%.3,4,5
Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah untuk mengetahui dan
mempelajari lebih dalam mengenai kasus Carpal Tunnel Syndrome, sehingga
apabila dijumpai kasus mengenai Carpal Tunnel Syndrome maka dokter umum
mampu menegakkan diagnosis secara klinis agar dapat memberikan penatalaksaan
secara tepat dan akurat.
2

BAB II
STATUS PENDERITA

2.1 IDENTIFIKASI PASIEN


Nama : Tn. MDT
Umur : 63 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Tidak bekerja
Alamat : Kenten, Palembang
Status : Menikah
Kunjungan : 16 April 2018
No. RM : 0000614759

2.2 ANAMNESIS
Keluhan Utama
Rasa kebas pada kedua tangan disertai kesemutan sejak ±5 bulan lalu.

Riwayat Perjalanan Penyakit


±5 bulan yang lalu os mengeluh ujung-ujung jari tangan terasa kebas.
Terkadang keluhan kebas pada ujung jari tangan disertai dengan kesemutan
dan nyeri di telapak tangan dan timbul terutama saat os beraktivitas. Akibat
keluhan tersebut, os mengaku sulit memegang barang karena kekakuan pada
jari-jari tangannya. Selain itu, keluhan yang dirasakan mengganggu kegiatan
harian os, seperti memegang gelas untuk minum, memakai pakaian, mandi,
dan sebagainya. Karena mengganggu aktivitas, os sering mengoleskan
balsam pada kedua telapak tangan dan jari-jari, namun tidak ada perbaikan.
±3 bulan yang lalu os mengeluh rasa kebas dan kesemutan dirasakan
semakin hebat terutama pada ibu jari, telunjuk, dan jari tengah, bahkan
tanpa dipengaruhi aktivitas yang dilakukan. Os kemudian berobat ke
Puskesmas di Kenten dan RS Bhayangkara sebelum dirujuk ke poli saraf
3

RSMH dan didiagnosis sebagai Carpal Tunnel Syndrome. Os lalu


dikonsulkan ke bagian Rehabilatasi Medik RSMH untuk dilakukan
fisioterapi. Os sudah 10x melakukan fisioterapi dan merasakan perbaikan
walaupun kekakuan pada jari-jari tangan dan kesemutan masih sering
terjadi. Nyeri pada telapak sangat jarang terjadi.
Riwayat hipetensi disangkal. Riwayat kencing manis disangkal.
Riwayat jatuh dengan tumpuan pada kedua tangan disangkal. Os adalah
seorang perokok aktif sejak ±40 tahun yang lalu, mengaku sudah mulai
mengurangi penggunaan rokok dari 2-3 bungkus per hari menjadi 1 bungkus
rokok per hari. Os sekarang tidak bekerja, dulunya bekerja ±26 tahun
sebagai petugas kebersihan di RSMH. Pekerjaan os dulu mengharuskan ia
untuk sering menyapu dan mengepel koridor dan ruangan-ruangan bangsal
serta mendorong brankar. Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga
disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat sakit serupa : disangkal
Riwayat trauma : disangkal
Riwayat sakit jantung : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal
Riwayat sakit gula : disangkal
Riwayat sesak napas : disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat darah tinggi : disangkal
Riwayat sakit jantung : disangkal
Riwayat sakit gula : disangkal
Riwayat alergi obat/makanan : disangkal
Riwayat sesak napas : disangkal
Riwayat sakit serupa : disangkal
4

Riwayat Kebiasaan dan Gizi


Riwayat merokok : sejak ±40 tahun yang lalu, sekarang 1
bungkus per hari
Riwayat minum alkohol : disangkal.
Riwayat olahraga : jarang dilakukan
Riwayat minum obat bebas : disangkal

Riwayat Pekerjaan
Pasien mengaku dulunya bekerja sebagai petugas kebersihan di
RSMH selama ±26 tahun, dengan aktivitas harian antara lain menyapu dan
mengepel koridor dan ruangan bangsal serta mendorong brankar.

Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien tinggal bersama istri dan satu orang anak. Pasien berobat di
RSMH Palembang dengan menggunakan fasilitas BPJS kesehatan.

2.3 PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan Fisik Umum
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 76 x/ menit, reguler, isi dan tegangan cukup.
Pernafasan : 21 x/ menit
Suhu : 36,5oC
Berat Badan : 55 kg
Tinggi Badan : 162 cm
IMT : 20,96
Cara Berjalan : Tidak ada kelainan
Bicara : Tidak ada kelainan

Pemeriksaan Fisik Khusus


Kulit : Warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petechie
5

(-), striae (-), hipopigmentasi (-),


hiperpigmentasi(-)
Status Psikis : Sikap kooperatif, ekspresi wajah normal, orientasi
dan perhatian baik.
Nervus kranialis I-XII : Tidak diperiksa.

Kepala : Bentuk normal, normocephali.


Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), reflek
cahaya langsung (+/+), pupil isokor
(3mm/3mm),sekret (-/-)
Hidung : Nafas cuping hidung (-), deformitas(-), darah (-/-),
sekret (-/-), simetris
Telinga : Deformitas (-/-), darah (-/-),sekret (-/-)
Mulut : Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-),
stomatitis (-), gusi berdarah (-)
Leher : Simetris, JVP tidak meningkat, KGB tidak
membesar, benjolan (-), nyeri tekan (-)
Luas Gerak Sendi : Dalam batas normal.

Pulmo
Inspeksi : statis, dinamis, simetris, retraksi (-)
Palpasi : stem fremitus kanan=kiri, pelebaran sela iga (-)
Perkusi : sonor pada kedua lapang paru.
Auskultasi : vesikular (+) normal, wheezing (-/-), ronkhi (-/-)

Cor
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat.
Palpasi : ictus cordis tidak teraba.
Perkusi : redup, batas jantung dalam batas normal.
Auskultasi : HR:76x/ menit, reguler, BJ I-II normal, murmur (-),
gallop (-)
6

Abdomen
Inspeksi : datar.
Palpasi : lemas, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-).
Perkusi : timpani, shifting dullness (-).
Auskultasi : Bising usus (+) normal.

Trunkus
Inspeksi : Simetris, tidak ada deformitas.
Palpasi : Nyeri tekan (-), spasme otot (-).

Ekstremitas superior
Inspeksi : deformitas, atrofi tenar +/-, edema, tremor: tidak ada.
Palpasi : Nyeri tekan (-).

Neurologi
Motorik Dextra Sinistra
Gerakan Luas Luas
Abduksi lengan 5 5
Fleksi siku 5 5
Ekstensi siku 5 5
Ekstensi wrist 4 4
Fleksi jari-jari 4 4
tangan
Abduksi jari tangan 5 5
Tonus Normal Normal
Tropi Normal Normal
Refleks Fisiologis
Refleks tendon Normal Normal
biseps
Refleks tendon Normal Normal
triseps
Refleks Patologis
Hoffman Tidak ada Tidak ada
Tromner Tidak ada Tidak ada
Sensorik
Protopatik Parestesia pada pergelangan tangan yang
menjalar sampai ke ujung-ujung jari I, II, dan
7

III.
Proprioseptik Normal
Vegetatif Tidak ada Kelainan

Penilaian Fungsi Tangan


Dextra Sinistra
Anatomical Normal Normal
Grip Menurun Menurun
Spread Normal Normal
Palmar abduct Menurun Menurun
Pinch Menurun Menurun
Lumbrical Normal Normal

Luas Gerak Sendi Aktif Aktif Pasif Pasif


Dextra Sinistra Dextra Sinistra
Abduksi Bahu 0-180 0-180 0-100 0-180
Adduksi Bahu 180-0 180-0 180-0 180-0
Fleksi bahu 0-180 0-180 0-110 0-180
Extensi bahu 0-60 0-60 0-60 0-60
Endorotasi bahu (f0) 90-0 90-0 90-0 90-0
Eksorotasi bahu (f0) 0-90 0-90 0-90 0-90
Endorotasi bahu (f90) 90-0 90-0 90-0 90-0
Eksorotasi bahu (f90) 0-90 0-90 0-90 0-90
Fleksi siku 0-150 0-150 0-150 0-150
Ekstensi siku 150-0 150-0 150-0 150-0
Ekstensi pergelangan 0-70 0-70 0-70 0-70
tangan
Fleksi pergelangan 0-80 0-80 0-80 0-80
tangan
Supinasi 0-90 0-90 0-90 0-90
Pronasi 0-90 0-90 0-90 0-90

Tes Provokasi
Tinel Test : +/+
Phalen Test : +/+
Ekstremitas Inferior :
Inspeksi : deformitas (-), edema (-), tremor (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-)
Neurologi
Motorik Dextra Sinistra
8

Gerakan Luas Luas


Kekuatan
Fleksi paha 5 5
Ekstensi paha 5 5
Ekstensi lutut 5 5
Fleksi lutut 5 5
Dorsofleksi pergelangan kaki 5 5
Dorsofleksi ibu jari kaki 5 5
Tonus Normal Normal
Tropi Normal Normal
Refleks Fisiologis
Refleks tendo patella Normal Normal
Refleks tendo Achilles Normal Normal
Refleks Patologis
Babinsky Tidak ada Tidak ada
Chaddock Tidak ada Tidak ada
Sensorik
Protopatik Normal
Proprioseptik Normal
Vegetatif Tidak ada Kelainan

Luas Gerak Sendi : Tidak dilakukan


Tes Provokasi Sendi Lutut : Tidak dilakukan

EVALUASI
Level ICF Kondisi saat ini Sasaran
Struktur dan Kebas, kesemutan, dan Mengurangi kebas,
fungsi nyeri pada pergelangan kesemutan, dan nyeri pada
tubuh kedua tangan yang pergelangan tangan sampai
menjalar ke jari I, II, III. ujung-ujung jari tangan
kedua tangan.
Aktivitas Tangan pasien tidak bisa Mengurangi kekakuan
menggenggam karena tangan pasien dan membuat
kaku sehingga pasien bisa menggenggam
menghambat aktivitas sehingga dapat beraktivitas
sehari-hari. dengan normal.
Partisipasi Pasien merasa tidak Menghilangkan keluhan
nyaman apabila rasa pasien sehingga pasien bisa
9

kebas, kesemutan dan kembali beraktivitas dengan


nyeri muncul sehingga nyaman.
lebih memilih untuk tidak
melanjutkan aktivitasnya.

2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG


ENMG : dalam batas normal

2.5 DIAGNOSIS KLINIS


Carpal Tunnel Syndrome (CTS) Bilateral

2.6 PROGRAM REHABILITASI MEDIK


Terapi panas : - Dalam: US carpal tunnel dextra-sinistra
- Superfisial: Paraffin manus-wrist dextra-
sinistra
Terapi Latihan : Pasif, Aktif, Stretching, dan Grip Strengthening
Okupasi Terapi
ROM Exercise : Tidak ada
ADL Exercise : Tidak ada
Ortotik Prostetik
Ortotic : Wrist Resting Splint
Prostetik : Tidak ada
Alat bantu ambulansi : Tidak ada
Terapi Wicara
Afasia : Tidak Dilakukan
Disartria : Tidak Dilakukan
Disfagia : Tidak Dilakukan
Sosial Medik : Memberikan motivasi pada pasien untuk datang
terapi secara rutin
Edukasi :
Mengedukasi pasien saat di rumah untuk: (1) mengompres kedua
pergelangan sampai telapak dan jari-jari tangan dengan air hangat ±10
menit; (2) meminimalisir penggunaan pergelangan tangan dengan posisi
hiperfleksi dan hiperekstensi; (3) mengistirahatkan kedua tangan saat timbul
nyeri; (4) tidak mengangkat beban berat yang dapat menimbulkan nyeri;
serta (5) tidak memaksakan bekerja secara berlebihan saat tangan terasa
nyeri.
10

2.7 TERAPI MEDIKAMENTOSA


 Ibuprofen 400 mg 2 kali sehari
 Neurodex tablet 1 kali sehari

2.8 PROGNOSA
Quo ad Vitam : Bonam
Quo ad Functionam : Bonam
11

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

Carpal Tunnel Syndorme


3.1 Definisi
Carpal Tunnel Syndrome (CTS) atau sindroma terowongan karpal
merupakan suatu sindroma neuropati kompresif yang sering terjadi, didefinisikan
sebagai penekanan dan/atau tarikan pada nervus medianus dalam terowongan
karpal di pergelangan tangan. Penekanan nervus medianus dapat terjadi akibat
adanya penyempitan terowongan karpal sehingga dapat menyebabkan kelemahan,
baal (paresthesia), bahkan nyeri pada daerah distribusi nervus medianus.4,6

Gambar 1. Kompresi pada nervus medianus

Penderita CTS seringkali mengalami parestesia pada permukaan palmar ibu


jari, telunjuk dan jari tengah, dan separuh radial jari manis. Nyeri dapat terasa di
lengan bawah dan pada beberapa kasus hingga ke bahu dan leher. Kesemutan pada
jari sering timbul pada malam hari dan akan berkurang apabila penderita
menggoyang atau menggerak-gerakkan tangan. Kelemahan dan atrofi otot tenar
biasanya timbul belakangan dan dapat timbul tanpa gangguan sensorik yang
bermakna. Kelemahan otot tenar bermanifestasi sebagai penurunan kekuatan
abduksi, oposisi dan fleksi jempol.6,7
3.2 Anatomi
12

Canalis carpi atau terowongan karpal secara anatomis terdapat di bagian


dalam dasar dari pergelangan tangan, dibentuk oleh tulang-tulang karpal dan
sebuah pita membranosa yang kuat. Terdapat delapan buah tulang karpal yang
tersusun atas dua baris. Baris proksimal terdiri atas (dari lateral ke medial)
scaphoideum, lunatum, triqutrum, dan pisiforme. Baris distal terdiri atas (dari
lateral ke medial) trapezium, trapezoideum, capitatum, dan hamatum. Secara
bersama-sama, tulang-tulang karpal pada permukaan anteriornya membentuk
cekungan yang akan menjadi dasar dan sisi-sisi terowongan yang keras dan kaku.
Sedangkan atapnya dibentuk oleh sebuah pita membranosa yang kuat disebut
flexor retinaculum. Terowongan karpal berukuran hampir sebesar ruas jari jempol
dan terletak di bagian distal lekukan dalam pergelangan tangan dan berlanjut ke
bagian lengan bawah di regio cubiti sekitar 3 cm.6,8

Gambar 2. Anatomi Carpal Tunnel

Carpal tunnel menjadi tempat lewatnya nervus medianus dan sembilan ruas
tendon flexor jari. Nervus dan tendon memberikan fungsi, sensibilitas dan
pergerakan pada jari-jari tangan. Jari tangan dan otot-otot fleksor pada
pergelangan tangan beserta tendon-tendonnya berorigo pada epicondilus medial
13

pada regio cubiti dan berinsersi pada tulang-tulang metaphalangeal,


interphalangeal proksimal dan interphalangeal distal yang membentuk jari tangan
dan jempol. Pada carpal tunnel, nervus medianus bercabang menjadi komponen
radial dan ulnar. Komponen radial dar nervus medianus akan menjadi cabang
sensorik pada permukaan palmar jari-jari pertama dan kedua dan cabang motorik
m. abductor pollicis brevis, m. opponens pollicis, dan bagian atas dari m. flexor
pollicis brevis. Komponen ulnaris dari nervus medianus memberikan cabang
sensorik ke permukaan jari kedua, ketiga, dan sisi radial jari keempat. Saraf
median dapat mempersarafi permukaan dorsal jari kedua, ketiga, dan keempat
bagian distal sendi interphalangeal proksimal.6,8
Setiap perubahan yang mempersempit terowongan ini akan menyebabkan
tekanan pada struktur yang paling rentan didalamnya yaitu nervus medianus.
Penekanan terhadap nervus medianus menyebabkan nervus tersebut semakin
masuk ke dalam ligamentum carpi transversum sehingga terjadi atrofi eminensia
thenar, kelemahan pada otot fleksor pollicis brevis, otot opponens pollicis dan otot
abductor pollicis brevis yang diikuti dengan hilangnya kemampuan sensorik
ligametum carpi transversum yang dipersarafi oleh bagian distal nervus
medianus.6,7

3.3 Epidemiologi
National Health Interview Study (NIHS) memperkirakan bahwa prevalensi
CTS di Amerika Serikat yang dilaporkan sendiri di antara populasi dewasa
sebesar 1.55% (2,6 juta penduduk). Kejadian CTS lebih sering mengenai wanita
daripada pria dengan kisaran usia 25–64 tahun dengan prevalensi tertinggi pada
wanita usia lebih dari 55 tahun. Sindroma tersebut bersifat unilateral pada 42%
kasus (29% kanan, 13% kiri) dan 58% bilateral. Di Indonesia, urutan prevalensi
CTS dalam masalah kerja belum diketahui akibat minimnya diagnosis penyakit
akibat kerja yang dilaporkan karena sulitnya penegakan diagnosis tersebut.
Penelitian mengenai pekerjaan dengan risiko tinggi pada pergelangan tangan dan
tangan menyatakan prevalensi CTS antara 5,6–15%.3,4,5
3.4 Etiologi
14

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan dan mempengaruhi oleh berbagai


faktor, antara lain:7
 Kelainan anatomi : kelainan tekanan muskulus fleksor, kista ganglionik,
lipoma, congenitally small carpal canal, trombosis arteri
 Infeksi : lyme disease, infeksi mikrobakterial dan septic arthritis
 Inflamasi : penyakit jaringan penyangga, gout atau pseudogout, tenosinovitis
fleksor non spesifik, rheumatoid arthritis, osteoarthritis
 Kelainan metabolik : akromegali, amiloidosis, diabetes mellitus,
hipertiroidisme, hipotiroidisme
 Peningkatan volume kanal : gagal jantung kongestif, edema, obesitas,
kehamilan
 Trauma : fraktur tulang pergelangan tangan (tersering akibat fraktur Colle),
dislokasi salah satu tulang karpal, tekanan yang kuat misalnya melindungi diri
dari benda berat dengan menggunakan pergelangan tangan, hematom akibat
pendarahan interna pada pergelangan tangan, deformitas akibat penyembuhan
fraktur lama yang tidak sempurna.
 Kebiasaan/aktivitas : mengetik komputer, main video atau alat musik,
mengendarai mobil atau motor atau aktivitas yang terus-menerus dan rutin
seperti ahli bedah dan dokter gigi.

3.5 Patogenesis
Terdapat beberapa hipotesis mengenai patogenesis CTS. Pada umumnya
meliputi faktor mekanik dan faktor vaskular dalam timbulnya CTS. Sebagian
besar CTS terjadi secara perlahan-lahan (kronis) akibat gerakan pada pergelangan
tangan yang terus menerus sehingga terjadi penebalan atau tenosinovitits pada
fleksor retinakulum. Hal ini merupakan penyebab tersering dari CTS. Pada
keadaan kronis terdapat penebalan fleksor retinakulum yang menekan nervus
medianus. Tekanan yang berulang-ulang dan lama pada nervus medianus akan
menyebabkan tekanan intrafasikuler meninggi. Keadaan ini menyebabkan
perlambatan aliran vena intrafasikuler. Bendungan atau kongesti ini lama-
kelamaan akan mengganggu nutrisi intrafasikuler, selanjutnya terjadi anoksia
15

yang akan merusak endotel dan menimbulkan kebocoran protein sehingga terjadi
edema epineural. Hipotesis ini dapat menerangkan keluhan yang sering terjadi
pada CTS berupa rasa nyeri dan bengkak terutama pada malam atau pagi hari
yang akan menghilang atau berkurang setelah tangan yang bersangkutan digerak-
gerakkan atau diurut, mungkin karena terjadi perbaikan dari gangguan vaskuler
yang terjadi. Bila keadaan ini berlanjut, akan terjadi fibrosis epineural dan
merusak serabut saraf. Lama-kelamaan saraf menjadi atrofi dan digantikan
jaringan ikat sehingga fungsi nervus medianus terganggu.4,7
Pada CTS akut, biasanya terjadi kompresi yang melebihi tekanan perfusi
kapiler sehingga terjadi gangguan mikrosirkulasi saraf dan saraf menjadi iskemik,
selain itu juga terjadi peninggian tekanan fasikuler yang akan memperberat
keadaan iskemik ini. Pelebaran pembuluh darah akan menyebabkan edema dan
menimbulkan gangguan aliran darah pada saraf dan merusak saraf tersebut (sama
seperti kondisi kronis). Pengaruh mekanik atau tekanan langsung pada saraf tepi
dapat pula menimbulkan invaginasi nodus Ranvier dan demielinisasi setempat
sehingga konduksi saraf terganggu.4,7

3.6 Klasifikasi
Berdasarkan gejala yang terjadi, CTS diklasifikasikan menjadi:
 Grade 1A : subclinical median nerve irritability
- Tes phalen atau tinel positif
- Tidak ada deficit motorik atau deficit sensorik
- Perlu modifikasi aktivitas yang melibatkan tangan untuk pencegahan
penyakit yang memberat
 Grade 1B : mild carpal tunnel syndrome
- Mati rasa singkat
- Kesemutan
- Nyeri pergelangan tangan di malam hari atau dengan nyeri yang berulang
- Tidak ada deficit motorik atau deficit sensorik
- Gejala menghilang dengan pengobatan atau aktivitas yang diperingan
- Terapi bisa memberikan manfaat
 Grade 1C : moderate carpal tunnel syndrome
- Gejala sering timbul
- Tanda-tanda iritabilitas nervus medianus
- Ada kelemahan saraf sensorik dan motorik
 Grade 2 : moderate-severe carpal tunnel syndrome
16

- Gejala lebih sering timbul


- Ada tanda deficit motorik dan deficit sensorik
- Bebat (splint) biasanya mengurangi gejala
- Bisa membaik dengan dekompresi bedah
 Grade 3 : severe carpal tunnel syndrome
- Gejala berkelanjutan
- Ada deficit motorik dan deficit sensorik
- Denervasi pada EMG
- Bebat (splint) biasanya mengurangi gejala
- Dengan terapi bedah, pemulihan lama dan tidak bisa kembali seperti semula

3.7 Gejala Klinis


Pada tahap awal gejala umumnya berupa gangguan sensorik saja. Gangguan
motorik hanya terjadi pada keadaan yang berat. Gejala awal biasanya berupa
parestesia, baal (numbness) atau rasa seperti terkena aliran listrik (tingling) pada
jari dan setengah sisi radial jari sesuai dengan distribusi sensorik nervus
medianus, walaupun kadang-kadang dirasakan pada seluruh jari-jari.9,10
Keluhan parestesia biasanya lebih menonjol di malam hari. Gejala lainnya
adalah nyeri di tangan yang juga dirasakan lebih berat pada malam hari sehingga
sering membangunkan penderita dari tidurnya. Rasa nyeri ini umumnya agak
berkurang bila penderita memijat atau menggerak-gerakkan tangannya atau
dengan meletakkan tangannya pada posisi yang lebih tinggi. Nyeri juga akan
berkurang bila penderita lebih banyak mengistirahatkan tangannya.10,11
Apabila tidak segera ditagani dengan baik maka jari-jari menjadi kurang
terampil misalnya saat memungut benda-benda kecil. Kelemahan pada tangan
juga sering dinyatakan dengan keluhan adanya kesulitan yang dirasakan penderita
sewaktu menggenggam. Pada tahap lanjut dapat dijumpai atrofi otot-otot thenar
(oppones pollicis dan abductor pollicis brevis) dan otot-otot lainya yang diinervasi
oleh nervus medianus.10

3.8 Penegakan Diagnosis


Pada pemeriksaan fisik, gejala parestesia atau nyeri pada jari dapat
dicetuskan dengan perkusi di permukaan voler pergelangan tangan (tanda Tinel)
atau dengan fleksi penuh pergelangan tangan selama 1 menit (tes Phalen). Tes
diagnostik yang lebih peka dan spesifik untuk menimbulkan gejala sindroma
17

saluran karpal adalah dengan menekan saluran karpal dengan sfignomanometer


modifikasi yang diatur pada 150 mmHg selama 60 detik. Pada distribusi saraf
medianus mungkin dapat dibuktikan adanya penurunan rasa sentuh atau hiperpatia
terhadap tusukan jarum dan pelebaran diskriminasi 2 titik. Penelitian tentang
hantaran nervus medianus memperlihatkan perlambatan latensi melintasi
pergelangan tangan yang memastikan diagnosis.

Gambar 3. Tes Tinnel (kiri) dan Tes Phalen (kanan)

Diagnosis bisa ditegakkan melalui pemeriksaan fisik yang meliputi


pemeriksaan motorik. Pemeriksaan ini dilakukan dengan memeriksa otot-otot
yang diinervasi nervus medianus sisi distal dari carpal tunnel, misalnya
m.abduktor polisis brevis, m.fleksor polisis brevis, dan m.lumbrikalis kesatu dan
kedua, serta m.oponens polisis. Selain pemeriksaan motorik, dapat juga dilakukan
pemeriksaan sensorik, karena pada CTS hampir selalu terdapat paresthesia.
Pemeriksaan sensorik meliputi pemeriksan hipoestesia, pemeriksaan dengan
membedakan 2 titik, pemeriksaan hiperestesia, dan pemeriksaan persepsi vibrasi.
Pemeriksaan fungsi ototnom dapat dilakukan dengan melihat apakah terdapat
perbedaan keringat, kulit kering dan licin yang berbatas tegas pada distribusi saraf
medianus.
Dalam penegakan diagnosis CTS, dapat pula dilakukan pemeriksaan
penunjang, misalnya ENMG dan pemeriksaan laboratorium (meliputi
pemeriksaan kadar gula darah, kadar hormon tiroid, dan pemeriksaan darah
18

lengkap). Pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan adalah foto polos,


tomografi komputer, resonansi magnetik, dan ultrasonografi (USG).

3.9 Diagnosis Banding


Diagnosis banding dari CTS antara lain:
1. Cervical radiculopaty

Biasanya keluhannya akan berkurang bila leher diistirahatkan dan


bertambah berat bila leher bergerak. Distribusi gangguan sensorik sesuai
dermatomnya.
2. Thoracic outlet syndrome

Dijumpi atrofi otot-otot tangan lainnya selain otot-otot thenar. Gangguan


sensorik dijumpai pada sisi ulnaris dari tangan dan lengan bawah.
3. Pronator teres syndrome

Keluhannya lebih menonjol pada rasa nyeri di telapak tangan daripada


CTS karena cabang nervus medianus ke kulit telapak tangan tidak
melalui terowongan karpal.
4. De Quervain’s syndrome

Tenosinovitis dari tendon muskulus abduktor pollicis longus dan


ekstensor pollicis brevis, biasanya akibat gerakan tangan yang repetitif.
Gejalanya adalah rasa nyeri dan nyeri tekan pada pergelangan tangan di
dekat ibu jari. Dilakukan Finkelstein’s test dengan mempalpasi otot
abduktor ibu jari pada saat abduksi pasif ibu jari, positif bila nyeri
bertambah.
3.10 Tatalaksana
Penatalaksanaan carpal tunnel syndrome tergantung pada etiologi, durasi
gejala, dan intensitas kompresi saraf. Kasus ringan bisa diobati dengan obat anti
inflamasi non steroid (OAINS) dan menggunakan penjepit pergelangan tangan
yang mempertahankan tangan dalam posisi netral selama minimal 2 bulan,
terutama pada malam hari atau selama gerakan berulang. Kasus lebih lanjut dapat
19

diterapi dengan injeksi steroid lokal yang mengurangi peradangan. Jika tidak
efektif, dan gejala yang cukup mengganggu, operasi sering dianjurkan untuk
meringankan kompresi. Oleh karena itu sebaiknya terapi CTS dibagi atas 2
kelompok, yaitu:12
1. Terapi langsung terhadap CTS

a. Terapi konservatif

- Istirahatkan pergelangan tangan.

- Obat anti inflamasi non steroid.

NSAID dapat mengurangi inflamasi dan membantu menghilangkan


nyeri. Pada umumnya digunakan untuk menghilangkan nyeri ringan
sampai sedang. Obat pilihan untuk terapi awal biasanya adalah ibuprofen.
Untuk pilihan lainnya ada ketoprofen dan naproxen.

- Pemasangan bidai pada posisi netral pergelangan tangan.

Bidai dapat dipasang terus-menerus atau hanya pada malam hari selama
2-3 minggu.

- Injeksi steroid.

Deksametason 1-4 mg 1 atau hidrokortison 10-25 mg atau


metilprednisolon 20 mg atau 40 mg diinjeksikan ke dalam terowongan
karpal dengan menggunakan jarum no.23 atau 25 pada lokasi 1 cm ke
arah proksimal lipat pergelangan tangan di sebelah medial tendon
musculus palmaris longus. Sementara suntikan dapat diulang dalam 7
sampai 10 hari untuk total tiga atau empat suntikan. Tindakan operasi
dapat dipertimbangkan bila hasil terapi belum memuaskan setelah diberi
3 kali suntikan. Suntikan harus digunakan dengan hati-hati untuk pasien
di bawah usia 30 tahun.
20

- Vitamin B6 (piridoksin).

Beberapa penulis berpendapat bahwa salah satu penyebab CTS adalah


defisiensi piridoksin sehingga mereka menganjurkan pemberian
piridoksin 100-300 mg/hari selama 3 bulan. Tetapi beberapa pendapat
menyebutkan bahwa pemberian piridoksin tidak bermanfaat bahkan
dapat menimbulkan neuropati bila diberikan dalam dosis besar. Namun
pemberian dapat berfungsi untuk mengurangi rasa nyeri.

- Fisioterapi.

Ditujukan pada perbaikan vaskularisasi pergelangan tangan.

b. Terapi operatif

Operasi hanya dilakukan pada kasus yang tidak mengalami perbaikan


dengan terapi konservatif atau bila terjadi gangguan sensorik yang berat
atau adanya atrofi otot-otot thenar. Pada CTS bilateral biasanya operasi
pertama dilakukan pada tangan yang paling nyeri walaupun dapat sekaligus
dilakukan operasi bilateral. Pendapat lain menyatakan bahwa tindakan
operasi mutlak dilakukan bila terapi konservatif gagal atau bila ada atrofi
otot-otot thenar, sedangkan indikasi relatif tindakan operasi adalah
hilangnya sensibilitas yang persisten.14 Biasanya tindakan operasi CTS
dilakukan secara terbuka dengan anestesi lokal, tetapi sekarang telah
dikembangkan teknik operasi secara endoskopik. Operasi endoskopik
memungkinkan mobilisasi penderita secara dini dengan jaringan parut yang
minimal, tetapi karena terbatasnya lapangan operasi tindakan ini lebih
sering menimbulkan komplikasi operasi seperti cedera pada saraf. Beberapa
penyebab CTS seperti adanya massa atau anomaly maupun tenosinovitis
pada terowongan karpal lebih baik dioperasi secara terbuka.12
2. Terapi terhadap keadaan atau penyakit yang mendasari CTS

Keadaan atau penyakit yang mendasari terjadinya CTS harus ditanggulangi,


sebab bila tidak dapat menimbulkan kekambuhan CTS kembali. Pada keadaan di
21

mana CTS terjadi akibat gerakan tangan yang repetitif harus dilakukan
penyesuaian ataupun pencegahan. Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk
mencegah terjadinya CTS atau mencegah kekambuhannya antara lain: (a)
mengurangi posisi kaku pada pergelangan tangan, gerakan repetitif, getaran
peralatan tangan pada saat bekerja; (b) desain peralatan kerja supaya tangan dalam
posisi natural saat kerja; (c) modifikasi tata ruang kerja untuk memudahkan
variasi gerakan; (d) mengubah metode kerja untuk sesekali istirahat pendek serta
mengupayakan rotasi kerja; serta (e) meningkatkan pengetahuan pekerja tentang
gejala-gejala dini CTS sehingga pekerja dapat mengenali gejala-gejala CTS lebih
dini.12
Di samping itu perlu pula diperhatikan beberapa penyakit yang sering
mendasari terjadinya CTS seperti : trauma akut maupun kronik pada pergelangan
tangan dan daerah sekitarnya, gagal ginjal, penderita yang sering dihemodialisa,
myxedema akibat hipotiroid, akromegali akibat tumor hipofise, kehamilan atau
penggunaan pil kontrasepsi, penyakit kolagen vaskular, artritis, tenosinovitis,
infeksi pergelangan tangan, obesitas dan penyakit lain yang dapat menyebabkan
retensi cairan atau menyebabkan bertambahnya isi terowongan karpal.12

3.11 Rehabilitasi Medik pada CTS


Untuk mengatasi nyeri, banyak teknologi fisioterapi dengan modalitas yang
tersedia seperti Micro Wave Diathermy (MWD), Short Wave Diathermy (SWD),
Ultra Sound (US), Infra Red (IR), Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation
(TENS) dan Terapi Latihan (TL). Pada penderita CTS, terapi modalitas yang
sering digunakan, antara lain:
1. Micro Wave Diathermy (MWD)

Penggunaan terapi MWD cocok untuk jaringan superficial dan struktur


artikular yang dekat dengan permukaan kulit. MWD ditujukan untuk
memanaskan jaringan otot sehingga terjadi peningkatan aliran darah
intramuskuler. Hal ini terjadi karena adanya peningkatan temperatur yang
signifikan sehingga akan menimbulkan relaksasi otot dan mengurangi nyeri.
22

2. Ultra Sound (US)

Penggunaan US pada kasus CTS adalah untuk meningkatkan sirkulasi darah


akibat efek micro massage yang ditimbulkan dan menyebabkan efek thermal
sehingga menyebabkan relaksasi otot.

3. Infra Red (IR)

Penggunaan IR pada kasus CTS ditujukan untuk menaikan temperatur pada


jaringan sehingga menimbulkan vasodilatasi pembuluh darah. Pemanasan yang
ringan pada otot akan menimbulkan pengaruh sedatif terhadap ujung-ujung
saraf sensoris.
4. Terapi latihan

Terdapat beberapa jenis terapi latihan yang digunakan pada kasus CTS, antara
lain:
a. Active exercise

Gerakan yang dilakukan karena adanya kekuatan otot dan anggota tubuh
sendiri tanpa bantuan, gerakan yang dihasilkan oleh kontraksi dengan
melawan gravitasi.

b. Passive exercise

Gerakan yang dilakukan oleh bantuan dari luar dan bukan merupakan
kontraksi otot yang disadari. Gerakan passive exercise menyebabkan efek
penurunan nyeri akibat aliran darah lancar serta membuat daerah sekitar
sendi menjadi rileks sehingga bisa menambah luas gerak sendi dan menjaga
elastisitas otot.

c. Resisted active exercise

Latihan untuk meningkatkan kekuatan otot, karena jika suatu tahanan


diberikan pada otot yang berkontraksi, maka otot tersebut akan beradaptasi
23

dengan meningkatkan kekuatan otot akibat hasil adaptasi saraf dan


peningkatan serat otot.

5. Ortose Protesa

Ortose yang dipakai untuk penderita CTS adalah splint atau bidai. Splint atau
bidai pada pergelangan tangan membantu mengurangi rasa kebas dengan
mengurangi fleksi pergelangan tangan. Bidai digunakan pada malam hari
selama 2-6 minggu untuk mereposisi tangan, mencegah fleksi atau ekstensi
tangan saat tidur yang bisa meningkatkan tekanan. Pemakaian bidai ini efektif
jika dilakukan dalam jangka tiga bulan sejak timbul keluhan.

3.12 Pencegahan
Pencegahan untuk CTS bisa dilakukan dengan berbagai cara, antara lain: (1)
usahakan agar pergelangan tangan selalu dalam posisis netral; (2) perbaiki cara
memegang atau menggenggam alat benda. Gunakanlah seluruh tangan dan jari-
jari untuk menggenggam sebuah benda, jangan hanya menggunakan ibu jari dan
telunjuk; (3) batasi gerakan tangan yang repetitive; (4) istirahatkan tangan secara
periodic; (5) kurangi kecepatan dan kekuatan tangan agar pergelangan tangan
memiliki waktu untuk beristirahat; dan (6) latih otot-otot tangan dan lengan
bawah dengan melakukan peregangan secara teratur.9

3.13 Komplikasi
Komplikasi yang dapat dijumpai adalah kelemahan dan hilangnya
sensibilitas yang persisten di daerah distribusi nervus medianus. Komplikasi yang
berat adalah reflek sympathetic dystrophy yang ditandai dengan nyeri hebat,
hiperalgesia, disestesia, dan gangguan trofik.11

3.14 Prognosa
Prognosis dari terapi yang diberikan pada CTS ringan umumnya baik.
Perbaikan yang paling cepat dirasakan adalah hilangnya rasa nyeri yang kemudian
diikuti perbaikan sensorik. Biasanya perbaikan motorik dan otot-otot yang
24

mengalami atrofi baru diperoleh kemudian. Keseluruhan proses perbaikan CTS


setelah operasi ada yang sampai memakan waktu 18 bulan.11
25

BAB IV
ANALISIS KASUS

Tn. MDT, 63 tahun, laki-laki, mengeluh sejak 5 bulan yang lalu sering
merasa kebas pada ujung-ujung jari kedua tangan. Terkadang keluhan kebas pada
ujung jari tangan disertai dengan kesemutan dan nyeri di telapak tangan dan
timbul terutama saat pasien beraktivitas. Akibat keluhan tersebut, pasien mengaku
sulit memegang barang karena kekakuan pada jari-jari tangannya. Keluhan yang
dirasakan mengganggu kegiatan harian pasien, seperti memegang gelas untuk
minum, memakai pakaian, mandi, dan sebagainya. Sejak 3 bulan yang lalu, pasien
mengeluh rasa kebas dan kesemutan dirasakan semakin hebat terutama pada ibu
jari, telunjuk, dan jari tengah, bahkan tanpa dipengaruhi aktivitas yang dilakukan.
Pasien kemudian berobat ke Puskesmas di Kenten dan RS Bhayangkara sebelum
dirujuk ke poli saraf RSMH dan didiagnosis sebagai Carpal Tunnel Syndrome.
Pasien lalu dikonsulkan ke bagian Rehabilatasi Medik RSMH untuk dilakukan
fisioterapi. Pasien sudah 10x melakukan fisioterapi dan merasakan perbaikan
walaupun kekakuan pada jari-jari tangan dan kesemutan masih sering terjadi.
Nyeri pada telapak sudah jarang terjadi. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tes
Phallen postif dan tes Tinnel positif.
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan test provokasi yang
telah dilakukan, diagnosis Bilateral Carpal Tunnel Syndrome dapat ditegakkan.
Pada kasus ini rasa kebas dan kesemutan yang dirasakan pasien cukup khas yaitu
pada distribusi nervus medianus setinggi pergelangan tangan. Terapi
medikamentosa yang diberikan untuk mengatasi keluhan nyeri adalah ibuprofen
yang diberikan dua kali sehari dan diberikan juga neurodex untuk vitamin
neurotropik yang diminum satu kali sehari. Pada pasien dilakukan terapi ultra
sound dan parafin di bagian Rehabilitasi Medik RSMH Palembang. Pasien juga
diberikan motivasi untuk datang terapi secara rutin dan diedukasi untuk bisa
mengatasi atau mengurangi keluhan kebas dan kesemutan di rumah dengan
mengistirahatkan tangan dan tidak menggunakan tangan untuk kegiatan yang
berlebihan seperti mengangkat beban berat dan lain-lain.
26

DAFTAR PUSTAKA

1. Jagga V., Lehri A., et al. Occupation and Its Association with Carpal Tunnel
Syndrome: A Review. Journal of Exercise Science and Physiotherapy. 2011.
Vol. 7, No. 2: p.68-78.
2. Kurniawan, Bina, et al. Faktor Risiko Kejadian Carpal Tunnel Syndrome
(CTS) pada Wanita Pemetik Melati di Desa Karangcengis, Purbalingga.
Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia. 2008. Vol. 3, No. 1.
3. American Academy of Orthopaedic Surgeons. Clinical Practice Guideline on
the Treatment of Carpal Tunnel Syndrome. Journal of Orthopaedic Surgeons.
2008.
4. Gorsché, R. Carpal Tunnel Syndrome. The Canadian Journal of CME. 2001,
p.101-117.
5. Tana, Lusianawaty, et al. Carpal Tunnel Syndrome pada Pekerja Garmen di
Jakarta. Buletin Peneliti Kesehatan. 2004. vol. 32, no. 2: p.73-82.
6. Chammas, M.,J. Boretto, L.M. Burmann, R.M. Ramos, F.C.D.S. Neto, and
J.B.Silva. 2014. Carpal Tunnel Syndrome – Part I (Anatomy, Physiology,
Etiology, and Diagnosis). Rev Bras Ortop. 49(5). p.429-436.
7. Bachrudin, M. 2011. Carpal Tunnel Syndrome. Jurnal saintika medika. 7(14).
Hal 78-87.
8. Snell, Richard S.2007. Clinical Anatomy by Systems. USA: Lippincott
Williams & Wilkins.
9. Barnardo, Jonathan.2004. Carpal tunnel syndrome in hand on practical
advise on management of rheumatic disease. Juni (3): p.1-3.
10. Davis, Larry E, Molly K. King, Jessica L. Schultz. 2005. Carpal tunnel
syndrome in fundamentals of neurologic disease. New York: Demos Medical
Publishing: p.61-63.
11. Aroori, S., Spence, R.A.J. 2008. Carpal tunnel syndrome. Ulster Med J,
77(1): p.6-17.
12. Huldani. 2013. Carpal Tunnel Syndrome. Fakultas Kedokteran Universitas
Lambung Mangkurat. (http://eprints.unlam.ac.id/205/1/HULDANI%20-
%20CARPAL%20TUNNEL%20SYNDROM.pdf, diakses 17 April 2018).

Anda mungkin juga menyukai