Anda di halaman 1dari 11

Anatomi Fisiologi

Sistem motorik berhubungan dengan sistem neuromuskular.


System neuromuskular terdiri atas Upper motor neurons (UMN) dan
lower motor neuron (LMN). Upper motor neurons (UMN) merupakan
kumpulan saraf-saraf motorik yang menyalurkan impuls dan area
motorik di korteks motorik sampai inti-inti motorik di saraf kranial di
batang otak atau kornu anterior medula spinalis.Berdasarkan
perbedaan anatomik dan fisiologik kelompok UMN dibagi dalam
susunan piramidal dan susunan ekstrapiramidal. Susunan piramidal
terdiri dari traktus kortikospinal dan traktus kortikobulbar. Traktus
kortikobulbar fungsinya untuk geraakan-gerakan otot kepala dan
leher, sedangkan traktus kortikospinal fungsinya untuk gerakangerakan otot tubuh dan anggota gerak.
Melalui lower motor neuron (LMN), yang merupakan
kumpulan saraf-saraf motorik yang berasal dari batang otak, pesan
tersebut dari otak dilanjutkan ke berbagai otot dalam tubuh
seseorang. Kedua saraf motorik tersebut mempunyai peranan
penting di dalam sistem neuromuscular tubuh. Sistem ini yang
memungkinkan tubuh kita untuk bergerak secara terencana dan
terukur.
Tulang belakang atau vertebra adalah tulang tak beraturan
yang membentuk punggung yang mudah digerakkan. terdapat 33
tulang punggung pada manusia, 7 tulang cervical, 12 tulang thorax
(thoraks atau dada), 5 tulang lumbal, 5 tulang sacral, dan 4 tulang
membentuk tulang ekor (coccyx). Sebuah tulang punggung terdiri
atas dua bagian yakni bagian anterior yang terdiri dari badan
tulang atau corpus vertebrae, dan bagian posterior yang terdiri dari
arcus vertebrae

Ketika tulang belakang disusun, foramen ini akan membentuk


saluran sebagai tempat sumsum tulang belakang atau medulla
spinalis. Dari otak medulla spinalis turun ke bawah kira-kira
ditengah punggung dan dilindungi oleh cairan jernih yaitu cairan
serebrospinal. Medula spinalis terdiri dari berjuta-juta saraf yang
mentransmisikan informasi elektrik dari dan ke ekstremitas, badan,
organ-organ tubuh dan kembali ke otak. Otak dan medula spinalis
merupakan system saraf pusat dan yang mehubungkan saraf-saraf
medula spinalis ke tubuh adalah sistem saraf perifer.
Medula spinalis mulai dari akhir medulla oblongata di
foramenmagnum sampai konus medullaris di level Tulang Belakang
L1-L2. Medulla Spinalis berlanjut menjadi Kauda Equina (di Bokong)
yang lebih tahan terhadap cedera. Medula spinalis terdiri atas
traktus ascenden (yang membawa informasi di tubuh menuju ke
otak seperti rangsang raba, suhu, nyeri dan gerak posisi) dan
traktus descenden (yang membawa informasi dari otak ke anggota
gerak dan mengontrol fungsi tubuh).
Medula spinalis diperdarahi oleh 2 susunan arteri yang
mempunyai hubungan istemewa, yaitu arteri spinalis dan arteri
radikularis. Arteri spinalis dibagi menjadi arteri spinalis anterior dan
posterior yang berasal dari arteri vertebralis, sedangkan arteri
radikularis dibagi menjadi arteri radikularis posterior dan anterior
yang dikenal juga ramus vertebromedularis arteria interkostalis.
Medula Spinalis disuplai oleh arteri spinalis anterior dan arteri
spinalis posterior. Nervus spinalis/akar nervus yang berasal dari
medula spinalis melewati suatu lubang di vertebra yang disebut
foramen dan membawa informasi dari medula spinalis samapi ke
bagian tubuh dan dari tubuh ke otak. Ada 31 pasang nervus spinalis
dan dibagi dalam empat kelompok nervus spinalis, yaitu
Nervus servikal : (nervus di leher) yang berperan dalam
pergerakan dan perabaan pada lengan, leher, dan anggota
tubuh bagian atas

Nervus thorak : (nervus di daerah punggung atas) yang


mempersarafi tubuh dan perut
Nervus lumbal dan nervus sakral : (nervus didaerah
punggung bawah) yang mempersarafi tungkai, kandung
kencing, usus dan genitalia.
Ujung akhir dari medula spinalis disebut conus medularis
yang letaknya di L1 dan L2. Setelah akhir medula spinalis,
nervus spinalis selanjutnya bergabung membentuk cauda
equine

Definisi
Parese
Parese
adalah
kelemahan/kelumpuhan
parsial
yang
ringan/tidak lengkap atau suatu kondisi yang ditandai oleh
hilangnya sebagian gerakan atau gerakan terganggu. Kelemahan
adalah hilangnya sebagian fungsi otot untuk satu atau lebih
kelompok otot yang dapat menyebabkan gangguan mobilitas
bagian yang terkena. Parese pada anggota gerak dibagi mejadi 4
macam, yaitu 6:
Monoparese adalah kelemahan pada satu ekstremitas atas
atau ekstremitas bawah.
Paraparese adalah kelemahan pada kedua ekstremitas
bawah.
Hemiparese adalah kelemahan pada satu sisi tubuh yaitu
satu ekstremitas atas dan satu ekstremitas bawah pada sisi
yang sama.
Tetraparese adalah kelemahan pada keempat ekstremitas.
Tetraparese
Tetraparese juga diistilahkan juga sebagai quadriparese, yang
keduanya merupakan parese dari keempat ekstremitas.Tetra dari
bahasa yunani sedangkan quadra dari bahasa latin. Tetraparese
adalah kelumpuhan/kelemahan yang disebabkan oleh penyakit atau
trauma pada manusia yang menyebabkan hilangnya sebagian
fungsi
motorik
pada
keempat
anggota
gerak,
dengan
kelumpuhan/kelemahan lengan lebih atau sama hebatnya
dibandingkan dengan tungkai. Hal ini diakibatkan oleh adanya
kerusakan otak, kerusakan tulang belakang pada tingkat tertinggi
(khususnya pada vertebra cervikalis), kerusakan sistem saraf
perifer, kerusakan neuromuscular atau penyakit otot. Kerusakan
diketahui karena adanya lesi yang menyebabkan hilangnya fungsi
motorik pada keempat anggota gerak, yaitu lengan dan tungkai.
Penyebab khas pada kerusakan ini adalah trauma (seperti tabrakan
mobil, jatuh atau sport injury) atau karena penyakit (seperti mielitis
transversal, polio, atau spina bifida

Pada tetraparese kadang terjadi kerusakan atau kehilangan


kemampuan dalam mengontrol sistem pencernaan, fungsi seksual,
pengosongan saluran kemih dan rektum, sistem pernafasan atau
fungsi otonom. Selanjutnya, dapat terjadi penurunan/kehilangan
fungsi sensorik. adapun manifestasinya seperti kekakuan,
penurunan sensorik, dan nyeri neuropatik. Walaupun pada
tetraparese itu terjadi kelumpuhan pada keempat anggota gerak
tapi terkadang tungkai dan lengan masih dapat digunakan atau jarijari tangan yang tidak dapat memegang kuat suatu benda tapi jarijari tersebut masih bisa digerakkan, atau tidak bisa menggerakkan
tangan tapi lengannya masih bisa digerakkan. Hal ini semua
tergantung dari luas tidaknyanya kerusakan.
Etiologi Tetraparese
Penyebab umun dari tetraparesis

Epidemiologi
Tetraparese salah satunya disebabkan karena adanya cedera
pada medulla spinalis. menurut Pusat Data Nasional Cedera Medula
Spinalis (The National
Spinal Cord Injury Data Research Centre) memperkirakan ada
10.000 kasus baru cedera medula spinalis setiap tahunnya di
Amerika Serikat. Angka insidensi paralisis komplet akibat
kecelakaan diperkirakan 20 per 100.000 penduduk, dengan angka

tetraparese 200.000 per tahunnya. Kecelakaan kendaraan bermotor


merupakan penyebab utama cedera medula spinalis.
Cedera medula spinalis dapat dibagi menjadi komplet dan
tidak komplet berdasarkan ada/tidaknya fungsi yang dipertahankan
di bawah lesi. Pembagian ini penting untuk meramalkan prognosis
dan penanganan selanjutnya.. Data di Amerika Serikat
menunjukkan urutan frekuensi disabilitas neurologis karena cedera
medula spinalis traumatika sbb : (1) tetraparese inkomplet (29,5%),
(2) paraparese komplet (27,3%), (3) paraparese inkomplet (21,3%),
dan (4) tetraparese komplet (18,5%).
Klasifikasi Tetraparese
Pembagian tetraparese berdasarkan kerusakan topisnya
Tetrapares spastik
Tetraparese spastik terjadi karena kerusakan yang mengenai
upper motor neuron (UMN), sehingga menyebabkan peningkatan
tonus otot atau hipertoni.
Tetraparese flaksid
Tetraparese flaksid terjadi karena kerusakan yang mengenai
lower motor neuron (LMN), sehingga menyebabkan penurunan
tonus atot atau hipotoni
Patofisiologi Tetraparese
Tetraparese dapat disebabkan karena kerusakan Upper Motor
Neuron (UMN) atau kerusakan Lower Motor Neuron (LMN).
Kelumpuhan/kelemahan yang terjadi pada kerusakan Upper Motor
Neuron (UMN) disebabkan karena adanya lesi di medula spinalis.
Kerusakannya bisa dalam bentuk jaringan scar, atau kerusakan
karena tekanan dari vertebra atau diskus intervetebralis. Hal ini
berbeda dengan lesi pada LMN yang berpengaruh pada serabut
saraf yang berjalan dari horn anterior medula spinalis sampai ke
otot. Pada columna vertebralis terdapat nervus spinalis, yaitu
nervus servikal, thorakal, lumbal, dan sakral. Kelumpuhan
berpengaruh pada nervus spinalis dari servikal dan lumbosakral
dapat menyebabkan kelemahan/kelumpuhan pada keempat
anggota gerak. Wilayah ini penting, jika terjadi kerusakan pada
daerah ini maka akan berpengaruh pada otot, organ, dan sensorik
yang dipersarafinya.
Ada dua tipe lesi, yaitu lesi komplit dan inkomplit. Lesi komplit
dapat menyebabkan kehilangan kontrol otot dan sensorik secara
total dari bagian dibawah lesi, sedangkan lesi inkomplit mungkin
hanya terjadi kelumpuhan otot ringan (parese) dan atau mungkin

kerusakan sensorik. Lesi pada UMN dapat menyebabkan parese


spastic sedangkan lesi pada LMN menyebabkan parese flaccid.
Lesi di Mid- or upper cervical cord
Tiap lesi di medula spinalis yang merusak daerah jaras
kortikospinal lateral menimbulkan kelumpuhan Upper Motor Neuron
(UMN) pada otot-otot bagian tubuh yang terletak di bawah tingkat
lesi. Lesi transversal medula spinalis pada tingkat servikal, misalnya
C5 mengakibatkan kelumpuhan Upper Motor Neuron (UMN) pada
otot-otot tubuh yang berada dibawah C5, yaitu sebagian otot-otot
kedua lengan yang berasal yang berasal dari miotom C6 sampai
miotom C8, lalu otot-otot thoraks dan abdomen serta segenap otot
kedua tungkai yang mengakibatkan kelumpuhan parsial dan defisit
neurologi yang tidak masif di seluruh tubuh. Lesi yang terletak di
medula
spinalis
tersebut
maka
akan
menyebabkan
kelemahan/kelumpuhan keempat anggota gerak yang disebut
tetraparese spastic.
Lesi di Low cervical cord
Lesi transversal yang merusak segmen C5 ke bawah itu tidak
saja memutuskan jaras kortikospinal lateral, melainkan ikut
memotong segenap lintasan asendens dan desendens lain.
Disamping itu kelompok motoneuron yang berada didalam segmen
C5 kebawah ikut rusak. Ini berarti bahwa pada tingkat lesi
kelumpuhan itu bersifat Lower Motor Neuron (LMN) dan dibawah
tingkat lesi bersifat Upper Motor Neuron (UMN). Dibawah ini
kelumpuhan Lower Motor Neuron (LMN) akan diuraikan menurut
komponen-komponen Lower Motor Neuron (LMN).
Motoneuron-motoneuron berkelompok di kornu anterius dan
dapat mengalami gangguan secara selektif atau terlibat dalam satu
lesi bersama dengan bangunan disekitarnya, sehingga di dalam
klinik dikenal sindrom lesi di kornu anterius, sindrom lesi yang
selektif merusak motoneuron dan jaras kortikospinal, sindrom lesi
yang merusak motoneuron dan funikulus anterolateralis dan
sindrom lesi di substantia grisea sentralis . Lesi ini biasanya
disebabkan karena adanya infeksi, misalnya poliomielitis. Pada
umumnya
motoneuron-motoneuron
yang
rusak
didaerah
intumesensia servikal dan lumbalis sehingga kelumpuhan LMN
adalah anggota gerak. Kerusakan pada radiks ventralis (dan
dorsalis) yang reversibel dan menyeluruh dapat terjadi. Kerusakan
itu merupakan perwujudan reaksi imunopatologik. walaupun
segenap radiks (ventralis/dorsalis) terkena, namun yang berada di
intumesensia servikalis dan lumbosakralis paling berat mengalami
kerusakan. Karena daerah ini yang mengurus anggota gerak atas

dan bawah. Pada umumnya bermula dibagian distal tungkai


kemudian bergerak ke bagian proksimalnya. Kelumpuhannya
meluas ke bagian tubuh atas, terutama otot-otot kedua lengan.
Kelainan fungsional sistem saraf tepi dapat disebabkan kelainan
pada saraf di sumsum tulang belakang atau kelainan sepanjang
saraf tepi sendiri. Salah satu penyakit dengan lesi utama pada
neuron saraf perifer adalah polineuropati.
Lesi di otot dapat berupa kerusakan struktural pada serabut
otot
atau
selnya
yang
disebabkan
infeksi,
intoksikasi
eksogen/endogen, dan degenerasi herediter. Karena serabut otot
rusak, kontraktilitasnya hilang dan otot tidak dapat melakukan
tugasnya. Penyakit di otot bisa berupa miopati dan distrofi, dapat
menyebabkan kelemahan di keempat anggota gerak biasanya
bagian proksimal lebih lemah dibanding distalnya. Pada penderita
distrofia musculorum enzim kreatinin fosfokinase dalam jumlah
yang besar, sebelum terdapat manifestasi dini kadar enzim ini di
dalam serum sudah jelas meningkat. akan tetapi mengapa enzim ini
dapat beredar didalam darah tepi masih belum diketahui.
Di samping kelainan pada sistem enzim, secara klinis juga
dapat ditentukan kelaian morfologik pda otot. jauh sebelum tenaga
otot berkurang sudah terlihat banyak sel lemak (liposit) menyusup
diantara sel-sel serabut otot. Ketika kelemahan otot menjadi nyata,
terdapat pembengkakan dan nekrosis-nekrosis serabut otot.
Seluruh endoplasma serabut otot ternyata menjadi lemak. Otot-otot
yang terkena ada yang membesar dan sebagian mengecil.
Pembesaran tersebut bukan karena bertambahnya jumlah serabut
otot melainkan karena degenerasi lemak.
Kelemahan otot (atrofi otot) dapat kita jumpai pada beberapa
penyakit. kelemahan otot dapat kita kelompokkan dalam regio
anggota gerak sebagai berikut:

Central cord syndrome (CCS) biasanya terjadi setelah trauma


hiperekstensi. Sering terjadi pada individu di usia pertengahan
dengan spondilosis cervicalis. Predileksi lesi yang paling sering
adalah medula spinalis segmen servikal, terutama pada vertebra
C4-C6. Sebagian kasus tidak ditandai oleh adanya kerusakan
tulang. Mekanisme terjadinya cedera adalah akibat penjepitan
medula spinalis oleh ligamentum flavum di posterior dan kompresi
osteofit atau material diskus dari anterior. Bagian medula spinalis
yang paling rentan adalah bagian dengan vaskularisasi yang paling
banyak yaitu bagian sentral. Pada Central Cord Syndrome, bagian
yang paling menderita gaya trauma dapat mengalami nekrosis
traumatika yang permanen. Edema yang ditimbulkan dapat meluas
sampai 1-2 segmen di bawah dan di atas titik pusat cedera.
Gambaran khas Central Cord Syndrome adalah kelemahan
yang lebih prominen pada ekstremitas atas (tipe LMN) dibanding
ektremitas bawah (tipe UMN). Pemulihan fungsi ekstremitas bawah
biasanya lebih cepat, sementara pada ekstremitas atas (terutama
tangan dan jari) sangat sering dijumpai disabilitas neurologik
permanen. Hal ini terutama disebabkan karena pusat cedera paling
sering adalah setinggi VC4-VC5 dengan kerusakan paling hebat di
medulla spinalis C6 dengan ciri LMN. Gambaran klinik dapat

bervariasi, pada beberapa kasus dilaporkan disabilitas permanen


yang unilateral neurologis lokalis pada pasien cedera medula
spinalis mengacu pada panduan dari American Spinal Cord Injury
Association/ AISA.
Tetraparese dengan Hemiparese bilateral
Tetraparese dengan hemiparese bilateral (bihemiparese)
mempunyai arti yang sama yaitu kelemahan pada keempat anggota
gerak. Namun, pada bihemiparese kelemahan/kelumpuhannya tidak
terjadi langsung pada keempat anggota gerak. Bihemiparese
bersifat kerusakan pada upper motor neuron, yaitu adanya infark di
hemispere serebral bilateral dapat disebabkan karena dua lesi
iskemik didaerah kedua arteri serebri (anterior/media) atau di kedua
kapsula interna. Lesi pada arteri basilaris dapat menyebabkan
infark pada daerah mesensefalon. Lesi ini dapat disebabkan oleh
adanya arterosklerosis, emboli, aneurisma, dan inflamasi.
Pada awal stroke terjadi hemiparese unilateral karena infark di
hemisfer serebral unilateral yang disebabkan adanya lesi pada
arteri serebri (anterior/media) atau di kapsula interna unilateral.
Lama kelamaan lesi ini juga dapat ditemukan pada arteri serebri
(anterior/media) atau kapsula interna yang lain, sehingga terjadi
infark pada hemisfer serebral bilateral. Oklusi pada arteri basilaris
juga dapat menyebabkan hemiparese bilateral.
DAFTAR PUSTAKA
Adams RD, Victor M, Ropper AH. Principles of Neurology. 6 th ed. New York: McGraw Hill Co ; 1997. p.1089-1094.
Martin JE, Swash M. The Pathology of Motor Neuron Disease. In : Leigh PN ,
Swash M. editors. Motor Neuron Disease Biology and Management.
London: Springer-Verlag ;1995.p.163-188.
Swash M, Schwartz MS. Motor Neuron Disease: The Clinical Syndrome. In : Leigh
PN., Swash M.editors. Motor Neuron Disease Biology and Management.
London: Springer-Verlag ; 1995.p.1-17.
Greenhall R. Motor Neurone Disease: A description. In: Cochrane GM editor. The
Management of Motor Neurone Disease. Edinburgh: Churchill
Livingstone ;1987.p.1-13.
Chou SM. Pathology of Motor System Disorder. In : Leigh PN , Swash M.editors.
Motor Neuron Disease Biology and Management. London: SpringerVerlag ; 1995.p.53-92.
Handisurya I, Utarna Y. Gambaran Klinis Motor Neuron Disease. Neurona. 1995;
12 : 21-26.
Martin JE, Swash M. The Pathology Of Motor Neuron Disease. In : Leigh PN ,
Swash M.editors. Motor Neuron Disease Biology and Management.
London: Springer-Verlag ;1995.p.93-118.

Kondo K .Epidemiology of Motor Neuron Disease. In : Leigh PN, Swash M.editors.


Motor Neuron Disease Biology and Management London: SpringerVerlag;1995.p. 17-33.
LloydCM, LeighPN. Motor Neuron Disease. Med.Int 1996; 10(34): 100-102.
de Belleroche J, Leigh PN, Rose FC. Familial Motor Neuron Disease. In : Leigh
PN , Swash M.editors. Motor Neuron Disease Biology And
Management. London:Springer Verlag ;1995.p.35-91.
Donaghy M. Motor Neuron Disease of Adults. In : Kennard C.editor. Recent
Advances In Clinical Neurology. Edinburgh: Churchill-Livingstone;
1995.p.73-85.Johnson RT, Griffin JW. Current Therapy In Neurologic
Disease. 5th ed. St.Louis: Mosby; 1997.p. 307-311.
Appel SH, Engelhardt JL, Smith RG, Stefani E. Theories of Causation. In : Leigh
PN ,Swash M.editors. Motor Neuron Disease Biology and Management.
London: Springer-Verlag; 1995.p.219-227.
Bensimon G. Lacomblez L, Meininger V and The ALS/Riluzole Study Group. A
Controlled Trial of Riluzole In Amyotrophic Lateral Sclerosis. New
Eng.J.of Med. 1994; 330(9): 585-591.
Leigh PN. Amyotrophic Lateral Sclerosis Differential Diagnosis and Management.
Neurosciences. 1997; 2(3): 120-123.
Elliot JL. A Clearer View of Upper Motor Neuron Dysfunction in Amyotrophic
Lateral Sclerosis. Arch.Neurol. 1998; 55 : 910-912.
Block W, Karitzky J, Traber F et.al. Proton Magnetic Resonance Spectroscopy of
the Primary Cortex in Patients with Motor Neuron Disease. ArchNeurol.
1998 ; 55 : 931-936.
Bromberg MB. Inclusionary Diagnosis of Amyotrophic Lateral Sclerosis. World
Neurology. 1997; 12(2): 11-13.
Leigh PN. Pharmacological Management of Amyotrophic Lateral Sclerosis
Neurosciences. 1997; 2(3): 116-117.
GuilofI RJ. Clinical Pharmacology of Motor Neurons. In : Leigh PN, Swash
M.editors. Motor Neuron Disease Biology and Management London:
Springer- Verlag; 1995.p.17-33.
Enderby P, Hewer RL. Communication and Swallowing: Problems and aids. In
Cochrane GM editor. The Management of Motor Neurone Disease.
Edinburgh : Churchill Livingstone; 1987: 22-47.

Anda mungkin juga menyukai