Anda di halaman 1dari 25

BAB 1

PENDAHULUAN

Susunan neuromuskular terdiri dari Upper motor neuron (UMN) dan lower
motor neuron (LMN). Upper motor neurons (UMN) merupakan kumpulan saraf-saraf
motorik yang menyalurkan impuls dan area motorik di korteks motorik sampai inti-inti
motorik di saraf kranial di batang otak atau kornu anterior.Berdasarkan perbedaan
anatomik dan fisiologik kelompok UMN dibagi dalam susunan piramidal dan susunan
ekstrapiramidal. Susunan piramidal terdiri dari traktus kortikospinal dan traktus
kortikobulbar. Traktus kortikobulbar fungsinya untuk gerakan-gerakan otot kepala dan
leher, sedangkan traktus kortikospinal fungsinya untuk gerakan-gerakan otot tubuh
dan anggota gerak. Sedangkan lower motor neuron (LMN), yang merupakan
kumpulan saraf-saraf motorik yang berasal dari batang otak, pesan tersebut dari otak
dilanjutkan ke berbagai otot dalam tubuh seseorang.
Dari otak medula spinalis turun ke bawah kira-kira di tengah punggung dan
dilindungi oleh cairan jernih yaitu cairan serebrospinal. Medula spinalis terdiri dari
berjuta-juta saraf yang mentransmisikan informasi elektrik dari dan ke ekstremitas,
badan, oragan-organ tubuh dan kembali ke otak. Otak dan medulla spinalis
merupakan sistem saraf pusat dan yang mehubungkan saraf-saraf medulla spinalis
ke tubuh adalah sistem saraf perifer. Medula spinalis terdiri atas traktus
ascenden (yang membawa informasi di tubuh menuju ke otak seperti rangsang raba,
suhu, nyeri dan gerak posisi) dan traktus descenden (yang membawa informasi dari
otak ke anggota gerak dan mengontrol fungsi tubuh).
Kelemahan/ kelumpuhan parsial yang ringan/ tidak lengkap atau suatu kondisi
yang ditandai oleh hilangnya sebagian gerakan atau gerakan terganggu disebut
dengan parese. Kelemahan adalah hilangnya sebagian fungsi otot untuk satu atau
lebih kelompok otot yang dapat menyebabkan gangguan mobilitas bagian yang
terkena. Kelemahan/kelumpuhan yang mengenai keempat anggota gerak disebut
dengan tetraparese. Hal ini diakibatkan oleh adanya kerusakan otak,kerusakan tulang
belakang pada tingkat tertinggi (khususnya pada vertebracervikalis), kerusakan
sistem saraf perifer, kerusakan neuromuscular atau penyakitotot. Kerusakan diketahui
karena adanya lesi yang menyebabkan hilangnya fungsimotorik pada keempat
anggota gerak, yaitu lengan dan tungkai. Penyebab khas pada kerusakan ini adalah
trauma (seperti tabrakan mobil, jatuh atau sport injury) atau karena penyakit (seperti
mielitis transversal, polio, atau spina bifida).
Tetraparese berdasarkan topisnya dibagi menjadi dua, yaitu :
Tetraparesspastik yang terjadi karena kerusakan yang mengenai upper motor neuron
(UMN),sehingga menyebabkan peningkatan tonus otot atau hipertoni dan tetraparese
flaksid yang terjadi karena kerusakan yang mengenai lower motor neuron
(LMN),sehingga menyebabkan penurunan tonus atot atau hipotoni.Tetraparese dapat
disebabkan karena adanya kerusakan pada susunan neuromuskular, yaitu adanya
lesi. Ada dua tipe lesi, yaitu lesi komplit dan inkomplit. Lesi komplit dapat
menyebabkan kehilangan kontrol otot dan sensorik secara total dari bagian di bawah
lesi, sedangkan lesi inkomplit mungkin hanya terjadi kelumpuhan otot ringan (parese)
dan atau mungkin kerusakan sensorik.

Kerusakan susunan neuromuskular baik kerusakan pada upper motor neuron


(UMN) atau kerusakan pada lower motor neuron (LMN) atau kerusakan pada
keduanya. Kerusakan pada upper motor neuron (UMN) dapat disebabkan adanya lesi
medula spinalis setinggi servikal atas. Sedangkan kerusakan pada lower motor
neuron (LMN) dapat mengenai motoneuron, radiks dan saraf perifer, maupun pada
otot itu sendiri. Jika kerusakan mengenai Upper motor neuron (UMN)dan Lower motor
neuron (LMN ) maka lesinya pada Low cervical cord.
Pada beberapa keadaan dapat kita jumpai tetraparese misalnya pada penyakit
infeksi (misalnya mielitis transversa, poliomielitis), Sindrom GuillainBarre (SGB),
Polineuropati, Miastenia Grafis, atau Amyotrophic Lateral Sclerosis(ALS).
2.1 Anatomi Fisiologi
Sistem motorik berhubungan dengan sistem neuromuskular. Sistem
neuromuskular terdiri atas Upper motor neurons (UMN) dan lower motor neuron
(LMN). Upper motor neurons (UMN) merupakan kumpulan saraf-saraf motorik yang
menyalurkan impuls dan area motorik di korteks motorik sampai inti-intimotorik di saraf
kranial di batang otak atau kornu anterior medula spinalis. Berdasarkan perbedaan
anatomik dan fisiologik kelompok UMN dibagi dalam susunan piramidal dan susunan
ekstrapiramidal. Susunan piramidal terdiri dari traktus kortikospinal dan traktus
kortikobulbar. Traktus kortikobulbar fungsinya untuk gerakan-gerakan otot kepala dan
leher, sedangkan traktus kortikospinal fungsinya untuk gerakan-gerakan otot tubuh
dan anggota gerak.
Melalui lower motor neuron (LMN), yang merupakan kumpulan saraf-saraf
motorik yang berasal dari batang otak, pesan tersebut dari otak dilanjutkan ke
berbagai otot dalam tubuh seseorang. Kedua saraf motorik tersebut mempunyai
peranan penting di dalam sistem neuromuscular tubuh. Sistem ini yang
memungkinkan tubuh kita untuk bergerak secara terencana dan terukur.
Tulang belakang atau vertebra adalah tulang tak beraturan yang membentuk
punggung yang mudah digerakkan. Terdapat 33 tulang punggung padamanusia, 7
tulang cervical, 12 tulang thorax (thoraks atau dada), 5 tulang lumbal,5 tulang sacral,
dan 4 tulang membentuk tulang ekor (coccyx). Sebuah tulang punggung terdiri atas
dua bagian yakni bagian anterior yang terdiri dari badan tulang atau corpus vertebrae,
dan bagian posterior yang terdiri dari arcus vertebrae.
Ketika tulang belakang disusun, foramen ini akan membentuk saluran sebagai
tempat sumsum tulang belakang atau medulla spinalis. Dari otak medulla spinalis
turun ke bawah kira-kira ditengah punggung dan dilindungi oleh cairan jernih yaitu
cairan serebrospinal. Medula spinalis terdiri dari berjuta-juta saraf yang
mentransmisikan informasi elektrik dari dan ke ekstremitas, badan, oragan-organ
tubuh dan kembali ke otak. Otak dan medula spinalis merupakan sistem saraf pusat
dan yang mehubungkan saraf-saraf medula spinalis ke tubuh adalah sistem saraf
perifer.
Medula spinalis mulai dari akhir medulla oblongata di foramen magnum sampai
konus medullaris di level Tulang Belakang L1-L2. Medulla Spinalis berlanjut menjadi
Kauda Equina (di Bokong) yang lebih tahan terhadap cedera.Medula spinalis terdiri
atas traktusas cenden (yang membawa informasi di tubuh menuju ke otak seperti
rangsang raba, suhu, nyeri dan gerak posisi) dan traktus descenden (yang membawa
informasi dari otak ke anggota gerak dan mengontrol fungsi tubuh).
Medula spinalis diperdarahi oleh 2 susunan arteri yang mempunyai hubungan
istemewa, yaitu arteri spinalis dan arteri radikularis. Arteri spinalis dibagi menjadi arteri
spinalis anterior dan posterior yang berasal dari arteri vertebralis, sedangkan arteri
radikularis dibagi menjadi arteri radikularis posterior dan anterior yang dikenal
juga ramus vertebromedularis arteria interkostalis.
Medula Spinalis disuplai oleh arteri spinalis anterior dan arteri spinalis
posterior. Nervus spinalis/ akar nervus yang berasal dari medula spinalis melewati
suatu lubang di vertebra yang disebut foramen dan membawa informasi dari medula
spinalis sampai ke bagian tubuh dan dari tubuh ke otak. Ada 31 pasang nervus
spinalis dan dibagi dalam empat kelompok nervus spinalis, yaitu:
a. nervus servikal : (nervus di leher) yang berperan dalam pergerakan dan perabaan
pada lengan, leher, dan anggota tubuh bagian atas
b. nervus thorak : (nervus di daerah punggung atas) yang mempersarafi tubuh dan perut
c. nervus lumbal dan nervus sakral : (nervus didaerah punggung bawah) yang
mempersarafi tungkai,kandung kencing, usus dan genitalia.

Ujung akhir dari medula spinalis disebut conus medularis yang letaknya di L1 danL2.
Setelah akhir medula spinalis, nervus spinalis selanjutnya bergabungmembentuk
cauda equina3,4.
Gambar 2. Hubungan nervus spinalis dengan vertebra
2.2 Definisi
2.2.1 Parese
Parese adalah kelemahan/kelumpuhan parsial yang ringan/tidak lengkap atau
suatu kondisi yang ditandai oleh hilangnya sebagian gerakan atau gerakan terganggu.
Kelemahan adalah hilangnya sebagian fungsi otot untuk satu atau lebih
kelompok otot yang dapat menyebabkan gangguan mobilitas bagian yang terkena.
Parese pada anggota gerak dibagi mejadi 4 macam, yaitu:
 Monoparese adalah kelemahan pada satu ekstremitas atas atau ekstremitas
bawah.
 Paraparese adalah kelemahan pada kedua ekstremitas bawah.
 Hemiparese adalah kelemahan pada satu sisi tubuh yaitu satu ekstremitas atas dan
satu ekstremitas bawah pada sisi yang sama.
 Tetraparese adalah kelemahan pada keempat ekstremitas.
2.2.2 Tetraparese
Tetraparese juga diistilahkan juga sebagai quadriparese, yang keduanya
merupakan parese dari keempat ekstremitas.”Tetra” dari bahasa yunani
sedangkan“quadra” dari bahasa latin. Tetraparese adalah kelumpuhan/kelemahan
yang disebabkan oleh penyakit atau trauma pada manusia yang menyebabkan
hilangnya sebagianfungsi motorik pada keempat anggota gerak, dengan
kelumpuhan/kelemahan lengan lebih atau sama hebatnya dibandingkan dengan
tungkai. Hal ini diakibatkan oleh adanya kerusakan otak, kerusakan tulang belakang
pada tingkat tertinggi (khususnya pada vertebra cervikalis), kerusakan sistem saraf
perifer, kerusakan neuromuscular atau penyakit otot. Kerusakan diketahui karena
adanya lesi yang menyebabkan hilangnya fungsi motorik pada keempat anggota
gerak, yaitu lengan dan tungkai. Penyebab khas pada kerusakan ini adalah trauma
(seperti tabrakan mobil, jatuh atau sport injury) atau karena penyakit (seperti mielitis
transversal, polio, atau spina bifida).

Pada tetraparese kadang terjadi kerusakan atau kehilangan


kemampuandalam mengontrol sistem pencernaan, fungsi seksual, pengosongan
saluran kemih dan rektum, sistem pernafasan atau fungsi otonom. Selanjutnya, dapat
terjadi penurunan/ kehilangan fungsi sensorik. adapun manifestasinya seperti
kekakuan, penurunan sensorik, dan nyeri neuropatik. Walaupun pada tetraparese itu
terjadi kelumpuhan pada keempat anggota gerak tapi terkadang tungkai dan lengan
masih dapat digunakan atau jari-jari tangan yang tidak dapat memegang kuat suatu
benda tapi jari-jari tersebut masih bisa digerakkan, atau tidak bisa menggerakkan
tangan tapi lengannya masih bisa digerakkan. Hal ini semua tergantung dari luas
tidaknya kerusakan.
2.3 Etiologi Tetraparese
 Complete/incomplete transection of cord with fracture
 Prolapsed disc Cord contusion-central cord syndrome, anterior cord syndrome
 Guillain-Barre Syndrome (post infective polyneuropathy)
Transverse myelitis Acute myelitis
Anterior spinal artery occlusion
Spinal cord compression
Haemorrhage into syringomyelic cavaty
Poliomyelitis
2.4 Epidemiologi
Tetraparese salah satunya disebabkan karena adanya cedera pada medulla spinalis.
menurut Pusat Data Nasional Cedera Medula Spinalis (The National Spinal Cord
Injury Data Research Centre) memperkirakan ada 10.000 kasus baru cedera medula
spinalis setiap tahunnya di Amerika Serikat. Angka insidensi paralisis komplet akibat
kecelakaan diperkirakan 20 per 100.000 penduduk,dengan angka tetraparese
200.000 per tahunnya. Kecelakaan kendaraan bermotor merupakan penyebab utama
cedera medula spinalis.
Cedera medula spinalis dapat dibagi menjadi komplet dan tidak komplet
berdasarkan ada/tidaknya fungsi yang dipertahankan di bawah lesi. Pembagian ini
penting untuk meramalkan prognosis dan penanganan selanjutnya.. Data diAmerika
Serikat menunjukkan urutan frekuensi disabilitas neurologis karena cedera medula
spinalis traumatika sbb : (1) tetraparese inkomplet (29,5%), (2) paraparese komplet
(27,3%), (3) paraparese inkomplet (21,3%), dan (4)tetraparese komplet (18,5%).
2.5 Klasifikasi Tetraparese
Pembagian tetraparese berdasarkan kerusakan topisnya:
a. Tetrapares spastic
Tetraparese spastik terjadi karena kerusakan yang mengenai upper motor neuron
(UMN), sehingga menyebabkan peningkatan tonus otot atau hipertoni.
b. Tetraparese flaksid
Tetraparese flaksid terjadi karena kerusakan yang mengenai lower motor neuron
(LMN), sehingga menyebabkan penurunan tonus atot atau hipotoni.
2.6 Patofisiologi Tetraparese
Tetraparese dapat disebabkan karena kerusakan Upper Motor Neuron(UMN)
atau kerusakan Lower Motor Neuron (LMN). Kelumpuhan/ kelemahanyang terjadi
pada kerusakan Upper Motor Neuron (UMN) disebabkan karena adanya lesi di
medula spinalis. Kerusakannya bisa dalam bentuk jaringan scar,atau kerusakan
karena tekanan dari vertebra atau diskus intervetebralis. Hal ini berbeda dengan lesi
pada LMN yang berpengaruh pada serabut saraf yang berjalan dari horn anterior
medula spinalis sampai ke otot.
Pada columna vertebralis terdapat nervus spinalis, yaitu nervus
servikal,thorakal, lumbal, dan sakral. Kelumpuhan berpengaruh pada nervus spinalis
dari servikal dan lumbosakral dapat menyebabkan kelemahan/kelumpuhan pada
keempat anggota gerak. Wilayah ini penting, jika terjadi kerusakan pada daerahini
maka akan berpengaruh pada otot, organ, dan sensorik yang dipersarafinya.
Ada dua tipe lesi, yaitu lesi komplit dan inkomplit. Lesi komplit
dapatmenyebabkan kehilangan kontrol otot dan sensorik secara total dari
bagiandibawah lesi, sedangkan lesi inkomplit mungkin hanya terjadi kelumpuhan
ototringan (parese) dan atau mungkin kerusakan sensorik. Lesi pada UMN dapat
menyebabkan paresespastic sedangkan lesi pada LMN menyebabkan parese flacsid

Gambar 3. Lesi pada Lower motor neuron (LMN).

2.6.1 Lesi di Mid- or upper cervical cord


Tiap lesi di medula spinalis yang merusak daerah jaras kortikospinallateral
menimbulkan kelumpuhan Upper Motor Neuron (UMN) pada otot-otot bagian tubuh
yang terletak di bawah tingkat lesi. Lesi transversal medula spinalis pada tingkat
servikal, misalnya C5 mengakibatkan kelumpuhan Upper Motor Neuron (UMN) pada
otot-otot tubuh yang berada dibawah C5, yaitu sebagian otot-otot kedua lengan yang
berasal yang berasal dari miotom C6 sampai miotom C8, lalu otot-otot thoraks dan
abdomen serta segenap otot kedua tungkai yang mengakibatkan kelumpuhan parsial
dan defisit neurologi yang tidak masif diseluruh tubuh. Lesi yang terletak di medula
spinalis tersebut maka akan menyebabkan kelemahan/kelumpuhan keempat anggota
gerak yang disebut traparese spastik.

2.6.2 Lesi di Low cervical cord


Lesi transversal yang merusak segmen C5 ke bawah itu tidak saja
memutuskan jaras kortikospinal lateral, melainkan ikut memotong segenap lintasan
asendens dan desendens lain. Disamping itu kelompok motoneuron yangberada
didalam segmen C5 kebawah ikut rusak. Ini berarti bahwa pada tingkat
lesikelumpuhan itu bersifat Lower Motor Neuron (LMN) dan dibawah tingkat
lesibersifat Upper Motor Neuron (UMN). Dibawah ini kelumpuhan Lower Motor
Neuron (LMN) akan diuraikan menurut komponen-komponen Lower Motor
Neuron(LM N ).
Motoneuron-motoneuron berkelompok di kornu anterius dan dapatmengalami
gangguan secara selektif atau terlibat dalam satu lesi bersama denganbangunan
disekitarnya, sehingga di dalam klinik dikenal sindrom lesi di kornuanterius, sindrom
lesi yang selektif merusak motoneuron dan jaras kortikospinal,sindrom lesi yang
merusak motoneuron dan funikulus anterolateralis dan sindromlesi di substantia
grisea sentralis . Lesi ini biasanya disebabkan karena adanyainfeksi, misalnya
poliomielitis. Pada umumnya motoneuron-motoneuron yangrusak didaerah
intumesensia servikal dan lumbalis sehingga kelumpuhan LMN adalah anggota gerak.
Kerusakan pada radiks ventralis (dan dorsalis) yang reversibel danmenyeluruh
dapat terjadi. Kerusakan itu merupakan perwujudan reaksiimunopatologik. walaupun
segenap radiks (ventralis/dorsalis) terkena, namunyang berada di intumesensia
servikalis dan lumbosakralis paling berat mengalamikerusakan. Karena daerah ini
yang mengurus anggota gerak atas dan bawah. Padaumumnya bermula dibagian
distal tungkai kemudian bergerak ke bagian proksimalnya. Kelumpuhannya meluas ke
bagian tubuh atas, terutama otot-ototkedua lengan. Kelainan fungsional sistem saraf
tepi dapat disebabkan kelainanpada saraf di sumsum tulang belakang atau kelainan
sepanjang saraf tepi sendiri.Salah satu penyakit dengan lesi utama pada neuron saraf
perifer adalahpolineuropati.
Lesi di otot dapat berupa kerusakan struktural pada serabut otot atauselnya
yang disebabkan infeksi, intoksikasi eksogen/endogen, dan degenerasiherediter.
Karena serabut otot rusak, kontraktilitasnya hilang dan otot tidak dapatmelakukan
tugasnya. Penyakit di otot bisa berupa miopati dan distrofi, dapatmenyebabkan
kelemahan di keempat anggota gerak biasanya bagian proksimallebih lemah
dibanding distalnya. Pada penderita distrofia musculorum enzimkreatinin fosfokinase
dalam jumlah yang besar, sebelum terdapat manifestasi dinikadar enzim ini di dalam
serum sudah jelas meningkat. akan tetapi mengapaenzim ini dapat beredar didalam
darah tepi masih belum diketahui.
Di samping kelainan pada sistem enzim, secara klinis juga dapatditentukan
kelaian morfologik pda otot. jauh sebelum tenaga otot berkurang sudahterlihat banyak
sel lemak (liposit) menyusup diantara sel-sel serabut otot. Ketikakelemahan otot
menjadi nyata, terdapat pembengkakan dan nekrosis-nekrosisserabut otot. Seluruh
endoplasma serabut otot ternyata menjadi lemak. Otot-ototyang terkena ada yang
membesar dan sebagian mengecil. Pembesaran tersebutbukan karena
bertambahnya jumlah serabut otot melainkan karena degenerasi lemak.

Central cord syndrome (CCS) biasanya terjadi setelah trauma hiperekstensi. Sering terjadi pada
individu di usia pertengahan dengan spondilosiscervicalis. Predileksi lesi yang paling sering adalah
medula spinalis segmenservikal, terutama pada vertebra C4-C6. Sebagian kasus tidak ditandai oleh
adanya kerusakan tulang.Mekanisme terjadinya cedera adalah akibat penjepitanmedula spinalis oleh
ligamentum flavum di posterior dan kompresi osteofit ataumaterial diskus dari anterior. Bagian medula
spinalis yang paling rentan adalahbagian dengan vaskularisasi yang paling banyak yaitu bagian sentral.
Pada Central Cord Syndrome, bagian yang paling menderita gaya trauma dapat mengalami nekrosis
traumatika yang permanen. Edema yang ditimbulkan dapat meluas sampai 1-2 segmen di bawah dan
di atas titik pusat cedera.
Gambaran khas Central Cord Syndrome adalah kelemahan yang lebihprominen pada
ekstremitas atas (tipe LMN) dibanding ektremitas bawah (tipeUMN). Pemulihan fungsi ekstremitas
bawah biasanya lebih cepat, sementara padaekstremitas atas (terutama tangan dan jari) sangat sering
dijumpai disabilitasneurologik permanen. Hal ini terutama disebabkan karena pusat cedera palingsering
adalah setinggi VC4-VC5 dengan kerusakan paling hebat di medulaspinalis C6 dengan ciri LMN.
Gambaran klinik dapat bervariasi, pada beberapakasus dilaporkan disabilitas permanen yang unilateral
neurologis lokalis pada pasien cedera medula spinalis mengacu pada panduan dari American Spinal
Cord Injury Association/ AISA juga saraf kranialis, yang biasanya timbul setelah suatu infeksi.
Manifestasi klinisutama dari SGB adalah suatu kelumpuhan yang simetris tipe lower motor neurondari
otot-otot ekstremitas, badan dan kadang-kadang juga muka.
Akibat suatu infeksi atau keadaan tertentu yang mendahului SGB akantimbul autoantibodi atau
imunitas seluler terhadap jaringan sistim saraf-sarafperifer. Infeksi-infeksi meningokokus, infeksi virus,
sifilis ataupun trauma padamedula spinalis, dapat menimbulkan perlekatan-perlekatan selaput
araknoid. Dinegara-negara tropik penyebabnya adalah infeksi tuberkulosis. Pada tempat-tempat
tertentu perlekatan pasca infeksi itu dapat menjirat radiks ventralis(sekaligus radiks dorsalis). Karena
tidak segenap radiks ventralis terkena jiratan,namun kebanyakan pada yang berkelompokan saja,
maka radiks-radiks yangdiinstrumensia servikalis dan lumbosakralis saja yang paling umum
dilandaproses perlekatan pasca infeksi. Oleh karena itu kelumpuhan LMN paling seringdijumpai pada
otot-otot anggota gerak, kelompok otot-otot di sekitar persendianbahu dan pinggul. Kelumpuhan
tersebut bergandengan dengan adanya defisitsensorik pada kedua tungkai atau otot-otot anggota
gerak.
Secara patologis ditemukan degenerasi mielin dengan edema yang dapatatau tanpa disertai
infiltrasi sel. Infiltrasi terdiri atas sel mononuklear. Sel-selinfiltrat terutama terdiri dari sel limfosit
berukuran kecil, sedang dan tampak pula,makrofag, serta sel polimorfonuklear pada permulaan
penyakit. Setelah itumuncul sel plasma dan sel mast. Serabut saraf mengalami degenerasi
segmentaldan aksonal. Lesi ini bisa terbatas pada segmen proksimal dan radiks spinalis atau tersebar
sepanjang saraf perifer. Predileksi pada radiks spinalis diduga karena kurang efektifnya permeabilitas
antara darah dan saraf pada daerah tersebu.
Manifestasi klinis utama adalah kelumpuhan otot-otot ekstremitas tipelower motor neuron.
Pada sebagian besar penderita kelumpuhan dimulai darikedua ekstremitas bawah kemudian menyebar
secara asenden ke badan, anggotagerak atas dan saraf kranialis. Kadang-kadang juga bisa keempat
anggota gerakdikenai secara serentak, kemudian menyebar ke badan dan saraf kranialis.Kelumpuhan
otot-otot ini simetris dan diikuti oleh hiporefleksia atau arefleksia.Biasanya derajat kelumpuhan otot-
otot bagian proksimal lebih berat dari bagiandistal, tapi dapat juga sama beratnya, atau bagian distal
lebih berat dari bagianproksimal.
d) Miastenia Grafis
Miastenia grafis adalah penyakit neuromuskular yang menyebabkan ototskelet
menjadi lemah dan lekas lelah. Kelelahan/kelemahan ini disebabkan karenasirkulasi
antibodi yang memblok acetylcholine receptors pada post sinaptik neuromuscular
junction, stimulasi penghambatan ini berpengaruh pada neurotransmiter asetilkolin.
Manifestasi klinisnya dapat berupa kelemahan padaotot yang mengatur pergerakan
mata, kelemahan otot pada lengan dan tungkai,perubahan ekspresi wajah, disfagia,
dan disartria.
e) Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS)
Penyakit Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS) adalah suatu kelainan yang
progresif dari sistem saraf yang banyak terjadi pada orang dewasa dengan penyakit
motoneuron. Kondisi tersebut menyebabkan degenerasi saraf motorikbagian atas
(brain) dan saraf motorik bagian bawah (spinal cord) dengankombinasi tanda upper
motor neuron (UMN) dan lower motor neuron (LMN).Penurunan kualitas saraf ini,
menyebabkan Kelemahan pada otot dan dapatberakhir pada kematian.
Proses degenerasi hanya menyerang pada neuron motorik, yaitu sel-selsaraf
yang mengatur pergerakkan otot. Akibat kelemahan itu, kemampuan tubuhuntuk
mengatur gerakan otot yang disadari akan hilang secara perlahan-lahan.Misalnya,
memegang, menjentik, menggaruk, dan sebagainya. Namun penyakitini tidak
mempengaruhi saraf sensoris (perasa) dan fungsi mental. Meskipunpenyebab pasti
ALS belum diketahui, teori yang dikenal saat ini menyatakan neurotransmiter
glutamat (suatu zat kimia yang menghantarkan impuls atau sinyal ke sel-sel saraf)
kemungkinan memegang peranan sebagai penyebabmatinya sel-sel saraf motorik.
Zat-zat kimia lainnya, seperti molekul radikal bebasdan kalsium kemungkinan juga ikut
terlibat.
Penyakit ALS mengakibatkan sistemneuromuscular tidak berfungsikarena
kedua saraf motorik penderita ALS telah rusak.Seiring berjalannyawaktu, penyakit
ALS menyebabkan saraf–saraf motorik yang berada di otak danbatang tubuh
mengecil, dan pada akhirnya menghilang. Akibatnya, otot – otottubuh tidak lagi
mendapat sinyal untuk bergerak. Karena otot yang berada dalamtubuh kehilangan
pemasok nutrisinya, sehingga otot–otot yang menjadi lebih kecildan melemah. Saraf-
saraf di dalam sistemneuromuscular yang memberi nutrisike otot-otot tersebut
terlokalisir, sehingga menyebabkan tumbuhnya jaringan yangrusak mengantikan
saraf–saraf yang normal.
Uncommon dyselectrolytemia complicating Guillain–Barré
syndrome
Aralikatte Onkarappa Saroja, Karkal Ravishankar Naik, and Mallikarjun S Khanpet1

Author information ► Copyright and License information ►

See commentary "Commentary" on page 331.

See commentary "Commentary" on page 332.

This article has been cited by other articles in PMC.

Abstract
Go to:

Introduction
Hypokalemic paralysis and Guillain–Barré syndrome (GBS) are common differential
diagnoses in patients presenting with acute flaccid paralysis.[1] Urgent recognition of
hypokalemia is needed to prevent potentially lethal complications including cardiac
arrhythmias and respiratory insufficiency.[2] Hypokalemia can be caused by acquired or
inherited metabolic disorders of muscle ion channels and renal tubules.[2] Coexistence of
hypokalemia, hypomagnesemia, and hypocalciuria occurs in Gitelman syndrome (GS), an
inherited renal tubular disorder.[3] We document the coexistence of GBS with hypokalemia
and hypomagnesemia akin to GS.
Go to:

Case Report
A 41-year-old male presented with rapidly progressive symmetrical predominantly proximal
quadriparesis of 4 days duration with tingling paresthesiae in limbs for 2 days. Productive
cough for 2 days without fever occurred 1 week earlier. There was no history of alcohol
consumption or exposure to drugs, bites, stings, and inoculations. He had no past history of
similar symptoms, muscle aches, or thyroid dysfunction. There was no family history of
neuromuscular diseases.
Heart rate was 88 beats/minute and blood pressure was 130/80 mmHg without respiratory
insufficiency. He was awake, alert with symmetrical proximal muscle weakness (shoulders
2/5, elbow and lower limbs 4/5, wrist and fingers 5/5 by Medical Research Council [MRC]
grading). There was mild weakness in the intrinsic hand muscles. Sensations, cranial and
neck muscles were normal; muscle stretch reflexes sluggish and plantars flexor.
The serum potassium was 2.6 mEq/L, magnesium 1.7 mg/dL with mild metabolic alkalosis.
Serum creatinine kinase (CK) was normal. Quadriparesis remained unchanged despite
correction of hypokalemia to 4.0 mEq/L over 12 hours at which time nerve conduction
studies (NCS) revealed increased distal motor latencies, partial conduction block along with
nonlength-dependent reduction of amplitudes [Table 1]. Lumbar cerebrospinal fluid (CSF)
revealed albuminocytological dissociation with 250 mg/dl protein and 20
cells/mm3 (lymphocytes 75%, polymorphs 25%).
Table 1
Serial nerve conduction studies (right side) with serum potassium and magnesium levels on
5th and 40th day from onset of weakness and during follow-up at 18 months
Quadriparesis progressed with appearance of asymmetric lower motor neuron facial
weakness and on fourth hospital day he required mechanical ventilation. Plasmapheresis was
initiated on the third hospital day with 10 L removed over the next 9 days. Serum potassium
and magnesium levels declined despite oral and parenteral supplements. Although patient
could be weaned from ventilator after 12 days with moderate improvement of quadriparesis,
he continued to have persistent hypotension and bradycardia requiring vasopressor support.
The serum cortisol, thyroid hormones, CK-MB, echocardiography, and abdominopelvic
imaging by ultrasound and contrast enhanced computerized tomography were normal.
Repeat nerve conductions before discharge revealed persistence of the abnormalities with
increase in the latencies along with persistent dyselectrolytemia [Table 1]. At discharge 42
days after admission, the muscle power was 4/5 and he walked with minimal assistance. He
was discharged on potassium supplements, spiranolactone, and dietary modification for
hypomagnesemia. During follow-up the weakness completely recovered by 4 months. At the
last follow-up 30 months after discharge, patient has persistent hypomagnesemia (1.5 mg/dl)
with hypocalciuria (90 mg/day; normal 100-300 mg/day). Nerve conductions revealed
significant improvement of distal latencies, amplitudes, and conduction velocities at 18
months [Table 1]. Serum magnesium and potassium levels in his siblings were normal.
Go to:

Discussion
Acute neuromuscular paralysis is one of the common neurological emergencies. GBS and
hypokalemia are commonly encountered causes of acute flaccid paralysis; other less common
causes being hyperkalemia, botulism, porphyria, diphtheria, etc., Common subtypes of GBS
consist of acute inflammatory demyelinating polyneuropathy (AIDP) and acute motor axonal
neuropathy (AMAN) based on clinicopathological and electrophysiological findings. When
the initial conduction studies are inconclusive, repeating the study after an interval would
help in the differentiation between the subtypes.[1] Our patient had persistent hypokalemia
and hypomagnesemia with clinical profile of AIDP supported by NCS findings and CSF
showing albuminocytological dissociation.
Hypokalemia can result from excessive loss of potassium in the urine or from the gut, poor
intake, increased translocation into cells or inherited tubular disorders.[4] Hereditary defects
causing hypokalemia are Bartter's syndrome and GS.[2,4] The latter is an autosomal
recessive renal tubular disorder due to mutations in the solute carrier family 12, member 3
gene SLC12A3, which encodes the thiazide sensitive sodium chloride cotransporter.[3,5]
Diagnosis of GS is based on biochemical abnormalities characterized by hypokalemia,
hypomagnesemia, hypocalciuria, and metabolic alkalosis. The prevalence of GS is estimated
to be approximately 1:40,000 and is the most frequent inherited renal tubular disorder.[3]
Though hypomagnesemia has been considered obligatory for the diagnosis of GS, few
patients with severe hypokalemia without hypomagnesemia or hypocalciuria were proved to
be suffering from GS by genetic studies.[2,3] Barter's syndrome is associated with
hypokalemia and hypercalciuria[2] and presence of hypertension suggests
hyperaldosteronism.[6]
Hypomagnesemia occurs in malnutrition, alcoholism, and with parenteral nutrition due to
inadequate intake. Increased losses via kidneys, skin, gastrointestinal tract, or sequestration in
the bone compartment also contribute to magnesium deficiency. Renal loss of magnesium
could result from drugs.[2] Inherited renal magnesium wasting disorders include GS, Bartter's
syndrome, isolated familial hypomagnesemia, hypomagnesemia with hypocalcaemia and
hypomagnesemia with hypercalciuria. Neurological manifestations of hypomagnesemia
include irritability, twitching, tremor and tetany. Cardiac dysfunction includes hypotension,
arrhythmias, and sudden cardiac death. There is associated potassium and calcium
abnormality confounding the cardiac and neurological manifestations.[2,7]
Our patient had severe hypokalemia with mild metabolic alkalosis when he was admitted
with quadriparesis resulting from clinical, electrophysiological, and CSF features consistent
with GBS. He had no predisposing acquired causes known to produce hypokalemia or
hypomagnesemia. Reversible abnormalities in NCS with reduced amplitudes in motor and
sensory conductions occur in patients with hypokalemic periodic paralysis.[8,9] During the
course of the hospital stay, patient had recurrence of hypokalemia and hypomagnesemia that
persisted during the follow-up despite the use of spiranolactone and potassium
supplementation suggesting the presence of underlying metabolic dysfunction.
Plasmapheresis can cause transient hypomagnesemia[10] and possibly contributed to
worsening of the already existing hypomagnesemia. However, presence of persistent
hypomagnesemia and hypokalemia with hypocalciuria up to 30 months after completion of
plasmapheresis suggests the presence of underlying abnormality of magnesium metabolism.
The constellation of spontaneous hypomagnesemia, hypokalemia, hypocalciuria, and
metabolic alkalosis is strongly suggestive of GS. Autonomic nervous system involvement in
GBS can manifest with cardiac arrhythmia, blood pressure fluctuations, and is a relatively
frequent occurrence.[1] These manifestations can also be caused by hypomagnesemia and
hypokalemia.
Acute flaccid paralysis due to either hypokalemia or GBS manifesting as isolated entities
may not perturb the clinician in diagnosis or management. Combination of both these
conditions along with another comorbid dyseletrolytemia could be life-threatening. It is
challenging to treat complex dyselectrolytemia like severe hypokalemia and
hypomagnesemia, which can complicate the clinical burden of autonomic and neurological
dysfunction in GBS. We report one such rare coexistence of complex dyselectrolytemia in a
patient with GBS. While it is essential to prove GS by using genetic studies, the same could
not be done due to lack of facility and remains a possible comorbid clinical entity.
usunan neuromuskulus atau susunan pergerakan

I. TERDIRI DARI SUSUNAN PIRAMIDALIS


o Sel motoris di korteks motorik
o Traktus kortikobulber membentuk traktus piramidalis
o Traktus kortiko spinalis
o Menyalurkan impuls motorik pada sel-sel motorik batang otak dan medula spinalis.
o Traktus kortiko bulber mempersarafi sel-sel motorik batang otak secara bilateral,
kecuali nervus VII & XII.
o Berfungsi untuk menyalurkan impuls motorik untuk gerak otot tangkas.
Dalam klinik gangguan traktus piramidalis memberikan kelumpuhan tipe UMN
berupa: parese/paralisis
spastis disertai dengan tonus meninggi
o hiperrefleksi
o klonus
o refleks patologis positif
o tak ada atrofi
Kelainan traktus piramidalis setinggi :

o Hemisfer : memberikan gejala-gejala hemiparesi tipika


o Setinggi batang otak : hemiparese alternans.
o Setinggi medulla spinalis : tetra/paraparese.

II. SUSUNAN EKSTRAPIRAMIDAL

Rangkaian neuron di korteks selanjutnya membentuk jalan saraf sirkuit meliputi


berbagai inti di sub korteks.dan kemudian kembali ke tingkat kortikal. Terdiri dari :
o korteks serebri area 4s, 6, 8
o ganglia basalis antara lain nukleus kaudatus, putamen, globus pallidus, nukleus Ruber
o formasio retikularis, serebellum. Susunan ekstrapiramidal dengan formasio
retukularis :
o Pusat eksitasi / fasilitasi : mempermudah pengantar impuls ke korteks maupun ke
motor neuron.
o Pusat inhibisi : menghambat aliran impuls ke korteks/motor neuron.
o Pusat kesadaran
Susunan ekstrapiramidal berfungsi untuk:
o Gerak otot dasar / gerak otot tonik
o Pembagian tonus secara harmonis
o Mengendalikan aktifitas piramidal
Gangguan pada susunan ekstrapiramidal :
o Kekakuan / rigiditas
o Pergerakan-pergerakan involunter:
o Tremor
o Atetose
o Khorea
o Balismus

III. LOWER MOTOR NEURON


o Merupakan neuron yang langsung berhubungan dgn otot
o Dapat dijumpai pada batang otak dan kornuanterior medulla spinalis
o Pada medula spinalis motor neuron :
o Alfa motor neuron ………impuls susunan piramidal
o Gamma motor neuron …… impuls dari EP
o Gangguan pada LMN memberikan kelumpuhan tipe LMN :
o Parese yang sifatnya lemas
o Arefleksi
o Tak ada refleks patologis
o Atrofi : cepat terjadi
SUSUNAN SOMESTESIA
Perasaan yang dirasa oleh bagian tubuh baik dari kulit, jaringan ikat, tulang
maupun otot dikenal sebagai somestesia. Terdiri :
o Perasaan eksteroseptif dalam bentuk rasa nyeri, rasa suhu dan rasa raba.
o Perasaan proprioseptif : disadari sebagai rasa nyeri dalam, rasa getar, rasa tekan, rasa
gerak dan rasa sikap.
o Perasaan luhur : Diskriminatif & demensional 3

a. Susunan eksteroseptif

o Disalurkan melalui traktus spinotalamikus


o Menghantar rasa nyeri, suhu & raba halus
o Reseptor :

o Nyeri
o panas à Ruffini
o dingin à Krause
o rasa raba à Golgi Mansoni

o Impuls-impuls diterima oleh reseptor à radiks posterior à kornuposterior à


nukleus proprius melewati linea mediana à traktus spinotalamikus à ke rostral
melalui medula oblongata pons & mesensefalon à nukleus ventroposterior
lateralis talami berakhir pada girus posterior sentralis & korteks asosiasi.

b. Susunan Proprioseptif

o Disalurkan melalui :
o funnikulus dorsalis à girus post.sentralis , serebellum

o traktus spinoserebellaris dorsalis & ventralis

o Menghantar impuls :
o rasa tekan (vater pacini/ogan Golgi/muscle spindle)
o rasa getar
o rasa gerak
o rasa sikap
o rasa diskriminatif

o Impuls proprioseptif melalui radiks posterior kemudian disalurkan melalui funikulus


dorsalis (Goll dan Burdach) à nukleus Gracilis & Cumeatus di medula oblongata
à lemniskus medialis berakhir pada nukleus ventropost.lat. talami à kosteks sensorik.
à serebellum

Menentukan tinggi lesi medula spinalis berdasarkan :


o gangguan motorik
o gangguan sensibilitas
o gangguan susunan saraf otonom
Gangguan motorik biasanya timbul kelumpuhan yg sifatnya paraparese /
tetraparese
o Paraparese UMN : lesi terdapat supranuklear thd segmen medula spinalis
lumbosakral (L2-S2).
o Paraparese LMN : lesi setinggi segmen medula spinalis L2-S2 atau lesi infra nuklear.
o Tetraparese UMN : lesi terdapat supranuklear terhadap segmen medula spinalis
servikal IV.
o Tetraparese :
§ ekst.superior LMN
§ ekst. Inferior UMN
Gangguan sensibilitas :

o Gangguan rasa eksteroseptif


o Gangguan rasa proprioseptif
o Biasanya yg dipakai u/ tinggi lesi à pemeriksaan eksteroseptif

Gangguan sensibilitas segmental :


o Lipatan paha : lesi Medula spinalis L1
o Pusat : lesi med. spinalis thorakal 10
o Papila mammae : lesi med. spinalis th. 4
o Saddle Anestesia : lesi pada konus
Gangguan sensibilitas radikuler :
o Ggn sensibilitas sesuai dgn radiks post.
Ggn sensibilitas perifer :
Glove/stocking anestesia
Gangguan Susunan Saraf Otonom :
o Produksi keringat ………test perspirasi
o Bladder : berupa inkontinensia urinae atau uninhibited bladder.
§ Autonomic bladder / spastic bladder lesi medula spinalis supranuklear
terhadap segmen sakral.
§ Flaccid bladder/overflow incontinence lesi pada sakrall medula spinalis.
Lesi intrakranial berdasar kelainan motorik

o Hemiparese / hemiplegia

Tipika
Alternans

o Posisi ekstremitas : posisi dekortikasi, posisi deserebrasi


o Test fungsi batang otak : pernafasan, ref. batang otak
o Involuntari movement : ggn pd susunan ekstrapiramidal.
o Ggn. Koordinasi : ggn pd serebellum.

SARAF KRANIAL
NERVUS OLFAKTORIUS : saraf penghidu

o Reseptor à N.I à bulbus olfaktorius à trig. olf. à traktus olf. à


o korteks pyriformis (unkus / insula)

o korteks ass. (girus hipokampus)

o Gejala-gejala :
o Anosmia ….Foster kennedy Syndrome
o Hiperosmia
o Paroosmia
o Cacosmia
o Halusinasi Aura

Penyebab :

o Radang
o Fraktura basis
o Tumor lobus frontalis
o Ateroosklerosis
o Hysteri
o Kel. Kongenital.

Tehnik pemeriksaan :

o Zat yg tidak mudah menguap


o Lobang hidung ditutup dan menghirup dalam-dalam
NERVUS OPTIKUS
Berfungsi untuk penglihatan
Impuls cahaya à retina à ser.af.àpap.N.II à N.II à for.opt. à chiasma opt. à trak.opt.à
korp.gen.lat. à Tr.GC à * EW dan * Colc.sup à korteks ocipitalis
Gangguan nervus II
o Lesi pd N.optikus : buta total
o Lesi pd chiasma opt. : hemianopsia binasal / bitemporal.
o Lesi pd traktus optikus : hemianopsia homonim
o Lesi pd gen.kal : Quadran anopsia
Pemeriksaan N.II :

o Pem. Visus :
o hitung jari = 1/60
o lambaian tangan = 1/300
o dpt melihat cahaya = 1/~
o tak dpt melihat cahaya = 0

o Pemeriksaan lap. penglihatan :

o Perimeter
o Kampimeter
o Konfrontasi test

o Hemianopsia scotoma

o Pem. Fundus : Pap. N.II : pap. Normal atau pap. patoologis

o edema papil
o papil atrofi
o neuritis optika (papilitis , neuritis retrobulber )

o Perepsi warna : Tes ishihara

NERVUS OKULOMOTORIUS (III), NERVUS TROKHLEARIS


(IV), NERVUS ABDUCENS (VI)
N. III : Kol.sup: (Serabut motorik , serabut parasimpatik) à sinus kafernosus à
fis.orb. sup.àotot2 ekstrabulbar : moi, mrs,mrm, mri.
N.IV : Kol.inf : (serabut motorik ) à sinus kafernosus à fis.orb.supà m.obl.sup
N.VI : Pons : (serabut motorik)à sinus kafernosus à fis.orb.sup à m.rect.lat
Fisiologis gerakan bola mata : Konyugat & konvergensi
Pem. N.III, IV, VI :

o Gerakan bola mata : strab.


Concomitans , strab.paralitikus (divergens, konvergens)

o Celah mata normal simetris : ptosis à miastenia & horner s’

o Pem. Pupil :
o normal Ø 3 – 4 mm.
o miosis – midriasis
o refleks cahaya langsung / tdk langsung
o refleks akomodasi
o ref. siliospinale
Kelainan-kelainan pupil berupa :

o Argyll Robertson pupil


o Tonic pupil
o Horner sindrome

Parese N.III :

o Oftalmoplegia : Tot – ext. - int.


o Diplopia
o Strab. Difergens
o Ptosis

Parese N.IV. :

o Strab.konvergens ringan
o Diplopia
o Sulit melihat lat.bawah

Parese N.VI :

o Diplopia
o Strab.konvergens
o Parese N.VII
o Parese N.VI bilat. à TIK meninggi.

N.III, IV, VI :
o lesi terdpt pd fissura orb. Sup.
o Sinus cavernosus
o tangkai hipofise

NERVUS TRIGEMINUS (V)

o Somato motorik

Nukleus motorik N.V à pertengahan pons à portio minor à foramen ovale à N.V
Cab.3 otot-otot pengunyah, otot dasar mulut

o Somato sensibel terdiri dari :

o N.V cab.1 = N.oftalmikus : serabut aferen à fis.orb.sup à sinus kavernosus à ganglion


Gasseri.
o N.V. cab 2 = N.maksilaris : serabut aferen à for infra orbital à for.rotundum à
sin.kavernosus à ganglion Gasseri
o N.V cab.3 = N.mandibularis : aferen à for.ovale à gang. Gasseri.
Serabut-serabut aferen à ganglion gasseri à inti induk somatosensibel à traktus
trigeminothalamikus à thalamus.
Pemeriksaan

o Fungsi motorik : Buka mulut, Palpasi m.masetter & temporalis


o Fungsi sensibel : Memakai jarum pentul / pem. Suhu
o Refleks :

o Refleks kornea
o Refleks bersin
o Refleks Masetter

Ingat :

o Bila ada ggn fisura orbitali superior à N.III, IV & VI, dan N.V Cab.1
o Sinus cavernosus : III, IV, VI & V cab.1 dan 2.

NERVUS FASIALIS (VII)


Serabut-serabut somatomotorik :
o Nuk.mot.N.VII à Neuraksis à Nuc.N.VI à meninggalkan btg otak à PAI à canalis
fasialis à for st.mast : dahi & mata (bilateral); mulut(unilateral)
Nukleus motorik N.VII : persarafan secara bilateral dan secara kontralateral dr
korteks motorik hemisfer

o Visero sensorik (pengecap) :

2/3 bag. Depan lidah à korda timpani à ggl genikulatum à nukleus intermedius à
nukleus traktus solitarius à thalamus

o Visero motorik (parasimpatik) :

Nuc.sal.sup :
à ggl sphenopal.à mukosa & kel.farings.
à can.fasialis à korda timpani: gl.sub maks & gl.sub.ling
Gejala-gejala ggn N.fasialis
1. Ggn. Motorik : Parese fasialis perifer dan Parese fasialis sentral
2. Ggn. Pengecap
3. Ggn. Pendengaran
Etiologi fasialis parese perifer :

1. Infeksi
2. Tumor
3. Trauma kapitis
4. Post operasii mastoidektomi
5. Virus
6. Idiopatis.

NERVUS AKUSTIKUS (VIII) :


o Nervus cochlearis

Serabut-serabut somatosensorik yg khas untuk menghantar impuls akustis


Impuls akustis à reseptor (organon korti) à ggl spirale à PAI à nukleus cochlearis à
lemniskus lateralis à korteks pendengaran (area 41) pd girus temporali post superior.

o Nervus Akustikus (VIII) :


o Nervus vestibularis

Serabut-serabut somatosensorik u/ menghantar impuls keseimbangan.


Reseptor : Neuroepitelium dr ampula senisirkularis & makula utriculus dan saculus à
ggl vestibulare à PAI à nukleus vestibularis à pusat k’imbangan di otak
à serebellum
à motor neuron : batang otak n.III,IV,VI dan med.spinal.servikal
Ggn. Susunan akustis :
o Tuli à tuli kortikal, tuli konduktif, tuli perseptif
o Tinitus
o Hearing scotoma
Pemeriksaan fungsi pendengaran :

o Rinne
o Weber.

Ggn. Susunan vestibuler :

o Nistagmus : grk. bola mata yg tak terkendali


o Fisiologis
o Patologis : okuler, vestibularis, serebellar

o Horisontal
o Vertikal dan penduler
o Vertigo : perifer: ggn labirin, neurinoma akustis, refleks venomen, meniere
sindrome

o Vertigo sentral : ggn pd batang otak

NERVUS GLOSSOFARINGEUS (IX)

o Somato motorik : nuc.ambiguus à otot-otot bag.atas farings.


o Visero motorik (parasimpatis): nukleus salifatorius inf. à foramen jugulare à
ggl ootikum à kelenjar parotis.
o Visero sensorik (pengecap) / somato sensorik :

o 1/3 lidah bgn belakang


o Mukosa farings, tonsil, kavum timpani

o Sinus karotikus.

Kelainan pada N.IX :


o Motorik : deviasi uvula,disfagi , regurgitasi, suara binding / sengau

o Visero sensorik dan somatosensorik :


o Refleks muntah menghilang,
o Ggn pd sinus karotikus : bradikardi (-)
o Dijumpai: vernet’s phenomen , vernet’s syndrome (IX, X, XI)

o Neuralgia
Penyebab :

o Ggn pd medula oblongata


o Foramen jugulare
o Difteri à neuritis

NERVUS VAGUS (X)

o Somato motorik : nuk.ambiguus à pal.molle, larings, farings

o Visero motorik : nuk.dorsalis vagi : kelenjar , otot polos, organ.

o Visero sensorik : serabut-serabut aferen (faring, laring, trakhea, visc) à ggl


nodosum à nukleus trak sol
o Somato sensorik : serabut aferen (kulit, mae, dura fossa posterior) à ggl
jugulare à nukleus trak.spinalis nn.trig

Gejala-gejala :

o Ggn motorik : Afonia, Disfagia, Refleks muntah menghilang


o Sensorik : Anestesia, Batuk / nyeri bila ada lesi iritasi
o Parasimpatis
o Refleks okulokardiac terganggu
o Lesi iritasi : ~ Hipersekresi, ~ Bradikardi, ~ Dilatasi lambung

o Lesi paralitis : hiposekresi, takhikardi


Penyebab :

o Sentral / medula oblongata (CVD, tumor, dll)


o Perifer : alkoholisme, intoksikasi logam berat, infeksi : neuritis pd diptheri

NERVUS ASSESORIUS (XI)

o Motorik : Nuk. Motorik à eferen à foramen jugulare dan m.st.cl.mast

o Pemeriksaan :
o Atrofi
o Angkat bahu
o Sikap kepala
NERVUS HIPOGLOSUS (XII)

o Motorik : Nukleus hipoglosus (med.oblongata) à eferen à kanalis hipoglosus


o Gejala-gejala : Dysarthri , Deviasi lidah , Sulit menelan
o Lesi supranuklear : atrofi lidah tidak ada, Fasciculasi tidak ada
o Lesi infranuklear : Atrofi otot lidah, Fasciculasi positif

Cat.
Nukleus motorik hipoglosus mendapat persarafan sec.
kontralateral dr korteks motorik hemisfer
Evaluasi
Penilaian pasien, memantau EKG dan kekuatan otot diindikasikan untuk menilai akibat fungsional
hipokalemia. Pada kadar kalium di bawah 2,5 mEq/L, kelemahan otot berat atau perubahan
elektrokardiografik signifikan dapat mengancam jiwa dan memerlukan terapi segera. Terapi segera
diindikasikan apabila terdapat perubahan EKG atau kelainan neuromuskular perifer.
Defisit kalium, tidak terdapat perbedaan jelas antara konsentrasi kalium serum dengan cadangan
kalium tubuh total, sehingga defisit kalium total pada pasien hipokalemia oleh karena kehilangan
kalium hanya dapat diperkirakan. Pada pasien dengan hipokalemia kronik, defisit kalium 200 – 400
mEq diperlukan untuk menurunkan kadar kalium serum sebesar 1 mEq/L. Pada saat kadar kalium
jatuh sampai kurang lebih 2 mEq/L, kehilangan kalium lebih jauh tidak akan mengakibatkan
hipokalemia lebih jauh oleh karena adanya pelepasan kalium dari cadangan selular.
Perkiraan ini mengasumsikan bahwa terdapat distribusi normal kalium di antara sel dan cairan
ekstraselular, dengan kata lain tidak ada kelainan asam basa bersamaan. Keadaan paling sering di
mana perkiraan ini tidak berlaku adalah ketoasidosis diabetikum atau hiperglikemia nonketotik dan
pada keadaan lain seperti paralisis hipokalemik periodik.
Pada ketoasidosis diabetikum, hiperosmolaritas, defisiensi insulin dan mungkin juga asidemia
menyebabkan pergerakan kalium keluar dari sel. Sebagai akibatnya, pasien dengan kelainan ini
mungkin mempunyai kadar kalium total meningkat atau normal pada saat presentasi, meskipun
memiliki defisit kalium berat oelh karena kehilangan dari urin dan saluran cerna. Pada keadaan ini,
suplementasi kalium biasanya dimulai pada saat konsentrasi kalium serum mencapai 4,5 mEq/L atau
lebih rendah, mengingat pemberian insulin dan cairan seringkali menyebabkan penurunan kadar
kalium serum secara cepat.
Terapi
Sediaan kalium, kalium klorida baik oral maupun intravena secara umum lebih disukai dibandingkan
kalium sitrat atau bikarbonat, terutama pada pasien dengan alkalosis metabolik oleh karena terapi
diuretik, vomitus dan hiperaldosteronisme. Pada keadaan lain, kalium sitrat atau bikarbonat
seringkali disukai pada pasien dengan hipokalemia dan asidosis metabolik. Keadaan di atas paling
sering terjadi pada asidosis tubular ginjal dan keadaan diare kronik.
Kalium klorida oral dapat diberikan dalam bentuk kristal, cairan atau da

Anda mungkin juga menyukai