Anda di halaman 1dari 23

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA REFARAT

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KHAIRUN

JARAS DOPAMIN & MEKANISME KERJA OBAT ANTIPSIKOTIK

DISUSUN OLEH:

Nurul Wahida Y. Abbas

NPM 09401711022

PEMBIMBING UTAMA:
dr. Yazzit Mahri, Sp. KJ, M. Kes
PEMBIMBING PENDAMPING
dr. Dewi Rahmayanti

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KHAIRUN
TERNATE
2021

i
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..................................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................................3

A. Jaras Dopamin......................................................................................................................3

1. Jalur Mesolimbik...............................................................................................................4

2. Jalur Mesokortikal.............................................................................................................4

3. Jalur Nigostriatal...............................................................................................................4

4. Jalur Tuberoinfundibular...................................................................................................5

5. Jalur Thalamik...................................................................................................................5

B. Mekanisme Kerja Obat Antipsikotik....................................................................................6

1. Antipsikotik Generasi Pertama (APG I)..........................................................................10

2. Antipsikotik Generasi Kedua (APG II)...........................................................................11

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................19

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN

Dopamin adalah neurotransmitter monoamine. Dopamin diproduksi di neuron


dopaminergik di daerah tegmental ventral dari substantia nigra, otak tengah, dan nucleus
arkuata hipotalamus. Ada 5 subtipe reseptor dopamin, D1, D2, D3, D4, dan D5, yang
merupakan anggota keluarga besar reseptor ditambah G-protein. Dopamin memainkan peran
sentral dalam mengtur kesenangan, penghambatan produksi prolaktin (terlibat dalam
laktasi), tidur, suasana hati, perhatian, pembelajaran, perilaku, kontrol mual dan muntah
serta memproses rasa sakit. Selain itu ia juga terlibat dalam mengendalikan gerakan, emosi
dan kognisi. Karena lokalisasi luas reseptor dopamin ke area otak dan perannya dalam
berbagai fungsi, disfungsi dopaminergik telah terlibat dalam patofisiologi skizofrenia,
gangguan mood, gangguan obsesif kompulsif (OCD), gangguan spektrum autisme,
gangguan defisit hiperaktif (perhatian) (ADHD), sindrom tourette, ketergantungan zat,
penyakit Parkinson dan gangguan lainnya.1,2
Jaras yang berperan dalam gangguan psikotik adalah jaras mesolimbik, mesokortikal,
nigrostriatal, tuberoinfundibular, dan talamus. Jaras yang berperan pada gejala psikotik
adalah jaras mesolimbik dan mesokortikal. Jaras mesolimbik melewati ventral tegmental
area menuju striatum ventral. Jika terjadi peningkatan dopamin pada jaras ini, maka
timbulah gejala positif, impulsif, dan agresif. Jaras mesokortikal meliputi area ventral
tegmental area menuju dorso lateral cortex (DLPFC) dan ventro medial prefrontal cortex
(VMPFC). Jika terjadi penurunan dopamin pada jaras DLPFC, maka akan terjadi gejala
penurunan fungsi kognitif dan timbul gejala negatif. Jika terjadi penurunan dopamin pada
jaras VMPFC maka akan terjadi pengumpulan afek dan timbul gejala negatif.3
Antipsikotik telah digunakan di kedokteran barat selama lebih 50 tahun. Reserpin dan
Klorpromazin merupakan obat – obat pertama yang ditemukan untuk mengobati skizofrenia.
Sampai saat ini terus berkembang bahwa obat antipsikotik sering menimbulkan gejala saraf
berupa gejala ekstrapiramidal. Dengan dikembangkannya golongan baru yang hampir tidak
menimbulkan gejala ektrapiramidal istilah neuroleptik tidak lagi dapat dianggap sinonim dari
istilah antipsikotik. Selanjutnya ditemukan generasi pertama antipsikotik yaitu haloperidol,
yang penggunaannya cukup luas hingga selama 4 dekade.1

1
Pada tahun 1990, ditemukan Klozapin yang dikenal sebagai generasi pertama antipsikotik
golongan atipikal. Disebut atipikal karena golongan obat ini sedikit menyebabkan reaksi
ekstrapiramidal (EPS = extrapyramidal symptom) yang umum terjadi pada obat antipsikotik
tipikal yang ditemukan lebih dahulu. Sejak ditemukan Klozapin, pengembangan obat baru
golongan atipikal ini terus dilakukan. Hal ini terlihat dengan ditemukannya obat baru yaitu
Risperidon, Olanzapine, Zotepin, Ziprasidon dan lainnya.1

Kebanyakan antipsikotik golongan tipikal mempunyai afinitas tinggi dalam menghambat


reseptor dopamin 2, hal inilah yang diperkirakan menyebabkan reaksi ekstrapiramidal yang
kuat. Obat golongan atipikal pada umumnya mempunyai afinitas yang lemah terhadap
dopamine 2, selain itu juga memiliki afinitas terhadap reseptor dopamine 4, serotonin,
histamine, reseptor muskarinik dan reseptor alfa adrenergic. Golongan antipsikotik atipikal
diduga efektif untuk gejala positif (seperti bicara kacau, halusinasi, delusi) maupun gejala
negatif (miskin kata kata, afek yang datar, menarik diri dari lingkungan, inisiatif menurun)
pasien skizofrenia. Golongan antipsikotik tipikal umumnya hanya berespon untuk gejala
positif.1
Obat-obat antipsikotik dahulu sering disebut dengan neuroleptik karena memiliki
beberapa efek samping yang memberi gambaran seperti gangguan neurologis yang disebut
pseudoneurologis, atau dikenal juga istilah major transquilizer karena adanya efek sedasi atau
mengantuk yang berat Neuroleptik bermanfaat pada terapi psikosis akut maupun kronis. Ciri
terpenting obat neuroleptik ialah : (1) Berefek anti psikosis, yaitu berguna untuk mengatasi
agresivitas, hiper aktivitas dan labilitas emosional pada pasien psikosis, (2) Dosis besar tidak
menyebabkan koma yang dalam ataupun anesthesia, (3) Dapat menimbulkan
gejalaekstrapiramidal yang reversible atau ireversibel, (4) Tidak ada kecenderungan untuk
menimbulkan ketergantungan psikis atau fisik.4

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Jaras Dopamin
Dopamin merupakan salah satu neurotransmiter pada manusia yang sangat berperan pada
mekanisme terjadinya gangguan psikotik. Dopamin sendiri diproduksi pada beberapa area di
otak, termasuk subtantia nigra dan area ventral tegmental. Dopamin juga merupakan
neurohormon yang dihasilkan oleh hipotalamus. Dopamin disintesis dari tyrosine di bagian
terminal presinaps untuk kemudian dilepaskan ke celah sinap. Langkah pertama sintesis dopamin
adalah proses uptake asam amino L-tyrosine dari aliran darah. Tyrosine akan dikonversi menjadi
3-4-dihidroxyphenylalanine (L-DOPA) oleh enzim tyrosine hydroxylase, dan kemudian L-
DOPA dikonversi menjadi dopamin oleh enzim dopa decarboxylase. Dopamin disimpan dalam
granula-granula di ujung presinaptik saraf, dan akan di lepaskan apabila ada ransangan. Fungsi
utama hormon ini adalah menghambat pembentukan prolaktin dan lobus anterior kelenjar
pituitary. Dopamin memiliki banyak fungsi di otak, termasuk peran pentingnya pada perilaku
dan kognisi, pergerakan volunter, motivasi, penghambat produksi prolaktin (berperan dalam
masa menyusui), tidur mood, perhatian, dan proses belajar. Dopaminergik neuron (neuron yang
menggunakan dopamin sebagai neurotransmitter utamanya terdapat pada area ventral tegmental
(AVT) pada midbrain, substantia nigra pars compacta dan nucleus arcuata pada hipotalamu, jalur
dopaminergik merupakan jalur neural pada otak yang mengirimkan dopamin dari satu regio di
otak ke regio lainnya.2
Penghambatan reseptor dopamin adalah efek utama yang berhubungan dengan
keuntungan terapi obat-obatan antipsikotik lama. Terdapat beberapa jalur utama dopamin diotak,
antara lain:5,6

3
1. Jalur Mesolimbik
Jalur mesolimbik dikenal sebagai jalur yang mengatur tentang rasa senang dan kepuasan,
tidak hanya kepuasan normal yang didapat saat mendengarkan musik atau mengonsumsi
makanan yang enak, namun juga perasaan senang yang artifisial akibat dari penyalahgunaan
obat-obatan. Jika reseptor D2 pada jalur ini distimulasi, maka perasaan senang atau puas akan
dapat dirasakan oleh orang tersebut. Pada skizofrenia, ditemukan adanya overstimulasi dari
neuron-neuron dopamin yang hiperaktif di jalur mesolimbik, dimana hal inilah yang
melatarbelakangi munculnya gejala positif seperti halusinasi dan delusi. Apabila kemudian
terdapat blokade pada reseptor D2 oleh karena pemberian antipsikotik, tidak hanya gejala positif
saja yang hilang, namun perasaan senang dan kepuasan juga otomatis akan hilang. Hal ini
menyebabkan munculnya anhedonia (berkurangnya kemampuan seseorang untuk merasakan
kepuasan atau kebahagiaan), avolisi kehilangan gairah atau semangat untuk melakukan suatu
pekerjaan bahkan kegiatan sehari-hari), juga kehilangan rasa senang dan bahagia sat melakukan
interaksi sosial di lingkungannya. Hal-hal tersebut dikatakan mirip dengan adanya gejala negatif
pada skizofrenia. 5,6

2. Jalur Mesokortikal
Jalur mesokortikal dikenal memiliki hubungan dengan pengaturan fungsi kognitif, fungsi

4
eksekutif, juga emosi dan afek seseorang. Pada Skizofrenia, meskipun terdapat peningkatan
kadar dopamin di jalur mesolimbik, namun diketahui bahwa pada jalur mesokortikal justru terjdi
hal yang sebaliknya, yaitu penurunan kadar dopamin yang menyebabkan penurunan fungsi
kognitif dan munculnya gejala negatif. Jika terdapat blokade reseptor D2 oleh obat antipsikotik
terutama golongan tipikal (generasi pertama) yang memblokade seluruh reseptor D2 di semua
jalur, maka kadar dopamin pada jalur ini akan semakin menurun dan berdampak pada penurunan
fungsi kognitif yang lebih berat juga bertambah parahnya gejala negatif yang muncul. 5,6

3. Jalur Nigostriatal
Jalur nigostriatal merupakan bagian dari sistem syaraf ekstrapiramidal yang mengatur
gerakan motorik volunter, dimana dopamin berfungsi untuk menstimulasi adanya gerakan
tersebut, jaras nigostriatal diproyeksikan dari badan sel dopaminergik di batang otak substantia
nigra melalui akson yang berakhir di ganglia basal atau striatum. Adanya blokade terhadap
reseptor D2 karena pengaruh obat antipsikotik khususnya antipsikotik generasi pertama, dapat
menimbulkan gangguan pada gerakan tubuh yang muncul seperti penyakit Parkinson. Efek
samping motorik akibat blokade reseptor D2 di jalur ini biasanya disebut sebagai extrapyramidal
symptoms (EPS). Apabila blokade reseptor D2 terjadi secara terus menerus akibat penggunan
antipsikotik tipikal dalam jangka panjang, maka hal tersebut dapat menyebabkan gangguan
gerakan hiperkinetik yang biasa disebut sebagai tardive dyskinesia. Gangguan ini ditandai
dengan munculnya gerakan-gerakan involunter wajah dan lidah seperti mengunyah,
mengernyitkan wajah, hingga gerakan abnormal ekstremitas bawah yang cepat dan tampak
seperti sedang menari. Jika blokade reseptor D2 setelah munculnya tardive dyskinesia segera
dihentikan, maka besar kemungkinan keadaan ini dapat reversibel. Namun apabila antipsikotik
tipikal terus digunakan, hal ini dapat berakibat pada keadaan yang ireversibel, bahkan ketika obat
antipsikotik kemudian dihentikan. Blokade reseptor D2 pada jalur tuberoinfundibular akibat
penggunaan antipsikotik tipikal dapat menyebabkan kenaikan konsentrasi prolactin plasma
hingga terjadi hiperprolaktinemia. Keadaan ini berkaitan dengan munculnya galaktorea dan
amenorea. Selain itu, hiperprolaktinemia juga mempengaruhi fertilitas wanita. 5,6

5
4. Jalur Tuberoinfundibular
Jalur dopamin tuberoinfundibular neuron dopamin yang diproyeksikan dari hipotalamus
ke hipofisis anterior adalah bagian dari jalur dopamin tuberoinfundibular. Biasanya, neuron ini
aktif dan menghambat pelepasan prolaktin. Namun, pada status setelah melahirkan, aktivitas
neuron dopamin ini menurun. Kadar prolaktin dapat meningkat selama menyusui sehingga
laktasi akan terjadi. Jika fungsi neuron dopamin tuberoinfundibular terganggu oleh lesi atau
obat-obatan, kadar prolaktin juga dapat meningkat. Peningkatan kadar prolaktin berhubungan
dengan galaktorea (sekresi payudara), amenorea (kehilangan ovulasi dan periode menstruasi),
dan kemungkinan masalah lain seperti disfungsi seksual. Masalah seperti itu dapat terjadi setelah
perawatan dengan banyak obat antipsikotik yang menghalangi reseptor D2. Pada skizofrenia
yang tidak diobati, fungsi jalur tuberoinfundibular mungkin relatif dipertahankan. 5,6

5. Jalur Thalamik
Jalur dopamin thalamik. jalur dopamin yang menginervasi thalamus pada primata telah
dijelaskan.Ini muncul dari beberapa situs, termasuk materi abu-abu periaqueductal,
mesencephalon ventral, berbagai nukleus hipotalamus, dan nukleus parabrachial
lateral.Fungsinya masih dalam penyelidikan, tetapi mungkin terlibat dalam mekanisme tidur dan
gairah dengan cara membuka informasi yang melewati thalamus ke korteks dan area otak
lainnya. 5,6

B. Mekanisme Kerja Obat Antipsikotik

Obat antipsikotik adalah obat-obatan yang menghambat reseptor dopamine tipe 2(D2).
Indikasi utama untuk pemakaian obat adalah terapi skizofrenia dan gangguan psikotik
lainnya. Obat yang digunakan untuk psikosis memiliki banyak sebutan yaitu anti psikotik,
neuroleptik dan mayor transquilizer. Anti psikotik digunakan untuk mengatasi gejala akibat
gangguan mental yang berat seperti skizofrenia, gangguan delusional, gangguan afektif berat,
dan gangguan psikosis organik. Neuroleptika konvensional umumnya dapat mengurangi
gejala positif, seperti : halusinasi, waham, tidak kooperatif, dan gangguan alam berpikir
seperti loncat pikir/ flight of ideas maupun inkoherensi.7

Gejala positif skizofrenia tersebut bereaksi secara lebih responsif terhadap obat

6
antipsikotik, sedang gejala negatifnya, seperti : pendataran afek, apatis, anhedonia dan
blokade diri ternyata lebih sulit diatasi. Namun sekarang sudah ditemukan derivat baru untuk
mengatasi gejala negatif tersebut. Obat-obatan jenis ini dikelompokkan dalam “Neuroleptika-
aspesifik”.
Secara umum, terdapat beberapa hipotesis tentang cara kerja antipsikotik, yang dapat
digolongkan berdasarkan jalur reseptor dopamin atau reseptor non-dopamine. Hipotesis
dopamin untuk penyakit psikotik mengatakan bahwa kelainan tersebut disebabkan oleh
peningkatan berlebihan yang relatif dalam aktifitas fungsional neurotransmiter dopamin
dalam traktus tertentu dalam otak. Hipotesis ini berlandaskan observasi berikut:5
 Sebagian besar obat antipsikotik memblok reseptor postsinaps pada SSP, terutama pada
sistem mesolimbik-frontal.
 Penggunaan obat yang meningkatkan aktivitas dopamin, seperti levodopa (prekursor
dopamin), amfetamin (merangsang sekresi dopamin)
 apomorfin (agonis langsung reseptor dopamin) dapat memperburuk skizofrenia ataupun
menyebabkan psikosis de novo pada pasien.
 Pemeriksaan dengan positron emission tomography (PET) menunjukkan bahwa terjadi
peningkatan reseptor dopamin pada pasien skizofrenia (baik yang menjalani terapi
ataupun tidak) bila dibandingkan dengan orang yang tidak menderita skizofrenia.
 Pada pasien skizofrenia yang terapinya berhasil, telah ditemukan perubahan jumlah
homovallinic acid (HVA) yang merupakan metabolit dopamin, pada cairan serebrospinal,
plasma, dan urin.
 Telah ditemukan peningkatan densitas reseptor dopamin dalam region tertentu di otak
penderita skizofren yang tidak diobati. Pada pasien sindroma Tourette, tic klinis lebih
jelas jika jumlah reseptor D2 kaudatus meningkat.

Jenis - Jenis Antipsikotik

Berdasarkan rumus kimianya, obat-obat antipsikotik dibagi menjadi golongan


fenotiazin misalnya Chlorpromazine, dan golongan nonfenotiazine contohnya Haloperidol.
Sedangkan menurut cara kerjanya terhadap reseptor Dopamin dibagi menjadi Dopamine
receptor Antagonist (DA) dan Serotonine Dopamine Antagonist (SDA). Obat-obat DA juga

7
sering disebut dengan antipsikotik tipikal, dan obat-obat SDA disebut juga dengan
antipsikotik atipikal.Golongan fenotiazine disebut juga obat berpotensi rendah (low
potency), sedangkan golongan non fenotiazine disebut obat-obat potensi tinggi (high
potency) karena hanya memerlukan dosis kecil untuk memperoleh efek yang setara dengan
Chlorpromazine 100 mg. Obat-obat SDA makin berkembang dan makin menjadi pilihan
karena efek klinis yang diperoleh setara dengan obat-obat konvensional disertai dengan efek
samping yang jauh lebih ringan. Obat-obat jenis ini antara lain Risperidon, Clozapine,
Olanzapin, Quetiapin, Ziprazidon, dan aripripazol.

Klasifikasi kemudian dibuat lebih sederhana dengan membaginya menjadi


antipsikotik generasi I (APG-I) untuk obat-obat golongan antagonis Dopamin (DA) dan
antipsikotik generasi II (APG-II) untuk obat-obat golongan serotonin dopamin antagonis
(SDA).

Obat-obat anti psikotik ini terbagi atas dua golongan besar, yaitu :5
CHLORPROMAZINE
Phenothiazine Rantai Aliphatic
(Largactil)
PERPHENAZINE
Rantai Piperazine
  (Trilafon)
TRIFLUOPERAZINE
    (Stelazine)
FLUPHENAZINE
    (Anatensol)
THIORIDAZINE
  Rantai Piperidine (Melleril)
HALOPERIDOL
Butyrophenone (Haldol, Serenace,dll)  

Diphenyl-butyl-piperidine PIOMOZIDE (Orap)  


I. OBAT ANTI-PSIKOSIS TIPIKAL (TYPICAL-ANTI PSYCHOTICS)

II. OBAT ANTI-PSIKOSIS ATIPIKAL (ATYPICAL ANTI PSYCHOTICS)

Benzamide SULPRIDE (Dogmatil)


Dibenzodiazepine CLOZAPINE (Clozaril)
  OLANZAPINE (Zyprexa)
  QUETIAPIENE (Seroquel)

8
  ZOTEPINE (Lodopin)

Benzisoxazole RISPERIDON (Risperdal)

  ARIPIPRAZOLE (Abilify)

SEDIAAN OBAT ANTI-PSIKOSIS dan DOSIS ANJURAN


(yang beredar di Indonesia menurut MIMS Vol 7, 2006)
No Nama Generik Nama Sediaan Dosis Anjuran
Dagang
1 Chlorpromazine CHLORPROMAZINE Tab. 25-100 mg 150-600 mg/h
(Indofarma) PROMACTIL Tab 100 mg
(Combipar) MEPROSETIL Tab 100 mg
((Meprofarm) CEPEZET Tab 100 mg, 50-100 mg (im)
(Mersifarma) Ampul 50 mg/2cc Setiap 4-6 jam
2 Haloperidol HALOPERIDOL Tab. 0,5-1,5 mg 5 – 10 mg/h
Tab 5 mg,
(Indofarma) DORES Cap 5 mg
Tab 1,5 mg
(Pyridam) Tab 0,5-1,5 mg
5 mg
SERENACE (Pfizer-Pharmacia) Liq 2 mg/ml
Amp 5 mg/cc 5-10 mg (im)/ 4-6 jam
Tab 2-5 mg
Tab 2-5 mg
HALDOL (Janssen) Tab 2-5 mg 5-10 mg(im) / 4-6 jam
GOVOTIL(Guardian Amp 5 mg/cc
Pharmatama) LODOMER Amp 50 mg/cc 50 mg (im) / 2-4 minggu
(Mersifarma)

HALDOL DECANOAS (Janssen)


3 Perphenazine PERPHENAZINE (Indofarma) Tab 4 mg 12 – 24 mg/h
TRILAFON (Schering) Tab 2-4-8 mg
4 Fluphenazine ANATENSOL (B-M Tab 2,5-5 mg 10 – 15 mg/h
Fluphenazine Squibb) MODECATE Vial 25 mg/cc 25 mg (im) setiap 2-4
Decanoate (B-M Squibb) minggu
5 Trifluoperazine STELAZINE (Glaxo-Smith-Kline) Tab 1-5 mg 10 – 15 mg/h
6 Thioridazine MELLERIL (Novartis) Tab 50-100 mg 150-300 mg/h
7 Sulpride DOGMATIL FORTE (Delagrange) Amp 100 mg/2cc 3-6 amp/h (im)
Tab 200 mg 300-600 mg/h
8 Pimozide ORAP FORTE (Janssen) Tab 4 mg 2-4 mg/h
9 Risperidone RISPERIDONE (Dexa Tab 1-2-3 2-6 mg/h
medica) RISPERDAL mg
(Janssen) RISPERDAL Tab 1-2-3 25-50 mg (im) / 2
CONSTA mg minggu
Vial 25
NERIPROS (Pharos) mg/cc
PERSIDAL 50 mg/cc
(Mersifarma) Tab 1-2-3

9
RIZODAL(Guardian Pharmatama) mg
ZOFREDAL (Kalbe Farma) Tab 1-2-3 mg
Tab 1-2-3 mg
Tab 1-2-3 mg
10 Clozapine CLOZARIL (Novartis) Tab 25-100 mg 25 – 100 mg/h
SIZORIL (Meprofarm) Tab 25-100 mg
11 Quetiapine SEROQUEL (Astra Zeneca) Tab 25-100 mg 50 – 400 mg/h
200 mg
12 Olanzapine SEROQUEL (Astra Zeneca) Tab 25-100 mg 50 – 400 mg/h
200 mg
13 Zotepine LODOPIN (Kalbe Farma) Tab. 25-50 mg 75-100 mg/h

14 Aripirprazole ABLIFY (Otsuka) Tab. 10-15 mg 10-15 mg/h

1. Antipsikotik Generasi Pertama (APG I)


Antipsikotik generasi pertama mempunyai cara kerja dengan memblok reseptor D2
khususnya di mesolimbik dopamine pathways, oleh karena itu sering disebut juga dengan
Antagonist Reseptor Dopamin (ARD) atau antipsikotik konvensional atau tipikal. Dapat
menurunkan gejala positif hingga 60-70% dan hanya sedikit berpengaruh pada gejala
negatif.1,5 Mekanisme kerja obat antipsikotik tipikal adalah memblokade dopamin pada
reseptor pasca-sinaptik neuron di otak khususnya di sistem limbik dan sistem ekstrapirimidal
(D2 receptor antagonists), sehingga efektif untuk gejala positif.1,6
Dopamin merupakan neurotransmitter yang disekresikan oleh neuron-neuron yang
berasal dari substansia nigra di batang otak. Neuron-neuron ini terutama berakhir pada
region striata ganglia basalis. Pengaruh dopamin biasanya bersifat inhibisi. Pada skizofrenia
diduga terjadi produksi dopamin yang berlebihan akibat sekresi dari sekelompok neuron
proyeksi dopamin. Neuron - neuron ini menghasilkan sistem dopaminergik mesolimbik yang
menjulurkan serabut-serabut saraf dan sekresi dopamin ke bagian medial dan anterior dari
sistem limbik, khususnya ke dalam hipokampus, amigdala, nukleus kaudatus anterior dan
sebagian lobus prefrontalis. Semua ini merupakan pusat-pusat pengatur tingkah laku yang
sangat berpengaruh. Dengan menggunakan antipsikotik tipikal dianggap mampu mengurangi
efek produksi dopamin yang berlebihan. Potensi antipsikotik untuk menurunkan gejala
psikotik sangat berhubungan dengan afinitas obat tersebut dengan reseptor D2. Antipsikotik
tipikal bekerja mengurangi produksi dopamine yang berlebihan dengan cara menghambat
atau mencegah dopamine endogen untuk mengaktivasi reseptor.6,8

Antipsikotik tipikal mempunyai cara kerja dengan memblok reseptor D2 khususnya di

10
mesolimbik dopamine pathways, oleh karena itu sering disebut juga dengan antagonis
reseptor dopamin (ARD) atau antipsikotik konvensional. Kerja dari antipsikotik ini
menurunkan hiperaktivitas dopamine dijalur mesolimbik sehingga menyebabkan gejala
positif menurun tetapi ternyata tidak hanya memblok reseptor D2 di mesolimbik tetapi juga
di tempat lain seperti dijalur mesokortikal, nigrostriatal, dan tuberoinfundibular.6

Apabila antipsikotik tipikal memblok reseptor D2 dijalur mesokortikal, dapat


memperberat gejala negatif dan gejala kognitif disebabkan penurunan dopamin di jalur
tersebut. Jika hal ini terjadi, maka merupakan sebuah tantangan terapi, karena blokade
reseptor dopamin di jalur ini secara teoritis akan menyebabkan memburuknya gejala negatif
dan kognitif. Blokade reseptor D2 di tuberoinfundibular oleh antipsikotik tipikal
menyebabkan peningkatan kadar prolaktin sehingga dapat terjadi disfungsi seksual dan
peningkat berat badan. Fungsi normal jalur dopamin tuberoinfundibular menghambat
pelepasan prolaktin. Pada wanita postpartum, aktivitas di jalur ini menurun, sehingga
memungkinkan laktasi.6,8

Antipsikotik selain menyebabkan terjadinya blokade reseptor D2 pada keempat jalur


dopamine, juga menyebabkan terjadinya blokade reseptor kolinergik muskarinik sehingga
timbul efek samping antikolinergik berupa mulut kering, pandangan kabur, konstipasi dan
kognitif tumpul.Reseptor histamin (H1) juga terblok sehingga timbul efek samping
mengantuk dan meningkatkan berat bdan. Selain itu antipsikotik juga memblok reseptor alfa1
adrenergik sehingga dapat menimbulkan efek samping pada kardiovaskuler berupa hipotensi
ortostatic, mengantuk, pusing, dan tekanan darah menurun.6

2. Antipsikotik Generasi Kedua (APG II)

APG II sering disebut juga sebagai Serotonin Dopamin Antagosis (SDA) atau
antipsikotik atipikal. APG II mempunyai mekanisme kerja melalui interaksi antara serotonin
dan dopamin pada ke 4 jalur dopamin di otak. Hal ini yang menyebabkan efek samping EPS
lebih rendah dan sanagat efektif untuk mengatasi gejala negatif. Perbedaan antara APG I dan
APG II adalah APG I hanya dapat memblok reseptor D2 sedangkan APG II memblok secara
bersamaan reseptor serotonin (5HT2A) dan reseptor dopamin (D2). APG yang dikenal saat

11
ini adalah clozapine, risperidone, olanzapine, quetiapine, zotepine, ziprasidone, aripiprazole.
Saat ini antipsikotik ziprasidone belum tersedia di Indonesia.1
Kerja obat antipsikotik generasi kedua pada dopamine pathways:1,6

1. Mesocortical Pathways

Antagonis 5HT2A tidak hanya akan menyebabkan berkurangnya blokade terhadap


antagonis D2 tetapi juga menyebabkan terjadinya aktivitas dopamin pathways sehingga
terjadi keseimbangan antara keseimbangan antara serotonin dan dopamin. APG II lebih
berpengaruh banyak dalam memblok reseptor 5HT2A dengan demikian meningkatkan
pelepasan dopamin dan dopamin yang dilepas menang dari pada yang dihambat di jalur
mesokortikal.Hal ini menyebabkan berkurangnya gejala negatif maka tidak terjadi lagi
penurunan dopamin di jalur mesokortikal dan gejala negatif yang ada dapat diperbaiki.

APG II dapat memperbaiki gejala negatif jauh lebih baik dibandingkan APG I karena di
jalur mesokortikal reseptor 5HT2A jumlahnya lebih banyak dari reseptor D2, dan APG II
lebih banyak berkaitan dan memblok reseptor 5HT2A dan sedikti memblok reseptor D2
akibatnya dopamin yang di lepas jumlahnya lebih banyak, karena itu defisit dopamin di
jalur mesokrtikal berkurang sehingga menyebabkan perbaikan gejala negatif skizofrenia.1,6,8

2. Mesolimbic Pathways

APG II di jalur mesolimbik, antagonis 5HT2A gagal untuk mengalahkan antagonis D2 di


jalur tersebut. jadi antagonsis 5HT2A tidak dapat mempengaruhi blokade reseptor D2 di
mesolimbik, sehingga blokade reseptor D2 menang. Hal ini yang menyababkan APG II dapat
memperbaiki gejala positif skizofrenia. Pada keadaan normal serotonin akan menghambat
pelepasan dari dopamin.1,6

3. Tuberoinfundibular Pathways

APG II di jalur tuberoinfundibular, antagonis reseptor 5HT2A dapat mengalahkan


antagonis reseptor D2.Hubungan antara neurotransmiter serotonin dan dopamin sifatnya
antagonis dan resiprokal dalam kontrol sekresi prolaktin dari hipofise. Dopamin
akanmenghambat pengelepasan prolaktin, sedangkan serotonin menigkatkan pelepasan
prolaktin. Pemberian APG II dalam dosis terapi akan menghambat reseptor 5HT2A sehingga

12
menyebabkan pelepasan dopamin menigkat. Ini mengakibatkan pelepasan prolaktin menurun
sehingga tidak terjadi hiperprolaktinemia.1,6

4. Nigrostriatal Pathways

Jalur ini berproyeksi dari substansia nigra menuju ganglia basalis. Fungsi jalur
nigrostriatal adalah untuk mengontrol pergerakan. Bila jalur ini diblok, akan terjadi kelainan
pergerakan seperti pada Parkinson yang disebut extrapyramidal reaction (EPR). Gejala yang
terjadi antara lain akhatisia, dystonia (terutama pada wajah dan leher), rigiditas, dan akinesia
atau bradikinesia.

APG II dalam klinis praktis, memiliki empat keuntungan, yaitu:1,6


1. APG II menyebabkan EPS jauh lebih kecil dibandingkan APG I, umunya pada dosis
terapi sangat jarang terjadi EPS.

2. APG II dapat mengurangi gejala negatif dari skzofrenia dan tidak memperburuk gejala
negatif seperti yang terjadi pada pemberian APG II.

3. APG II menurunkan gejalan afektif dari skizofrenia dan sering digunakan untuk
pengobatan depresi dan gangguan bipolar yang resisten.

4. APG II menurunkan gejala kognitif pada pasien skizofrenia dan penyakit Alzheimer.

Antipsikotik generasi kedua yang digunakan:


First line: Risperidone, Olanzapine, Quetiapine, Ziprasidone, Aripiprazole
Second line: Clozapine.
Keuntungan yang didapatkan dari pemakaian APG II selain efek samping yang minimal
juga dapat memperbaiki gejala negatif, kognitif dan mood sehingga mengurangi
ketidaknyamanan dan ketidakpatuhan pasien akibat pemakian obat antipsikotik.Pemakaian
APG II dapat meningkatkan angka remisi dan menigkatkan kualitas hidup penderita
skizofrenia karena dapat mengembalikan fungsinya dalam masyarakat.5

RISPERIDONE

13
Risperidone merupakan obat APG II yang kedua diterima oleh FDA (Food and Drug
Administration) sebagai antipsikotik setelah clozapine. Absorpsi risperidone di usus tidak di
pengaruhi oleh makanan dan efek terapeutik nya terjadi dalam dosis rendah, pada dosis tinggi
dapat terjadi EPS. Pemakaian risperidone yang teratur dapat mencegah terjadinya
kekambuhan dan menurunkan jumlah dan lama perawatan sehingga baik digunakan dalam
dosis pemeliharaan.1 Risperidone dapat memperbaiki skizofrenia yang gagal di terapi dengan
APG I tetapi hasil pengobatannya tidak sebaik clozapine. Obat ini juga dapat memperbaiki
fungsi kognitif tidak hanya pada skizofrenia tetapi juga pada penderita demensia misalnya
demensia Alzheimer.

Metabolisme risperidone sebagian besar terjadi di hati oleh enzim CYP 2D6 menjadi
9-hydroxyrisperidone dan sebagian kecil oleh enzim CYP 3A4. Hydroxyrisperiodne
mempunyai potensi afinitas terhadap reseptor dopamin yang setara dengan
risperidone.Eksresi terutama melalui urin.Metabolisme risperidone dihambat oleh
antidepresan fluoxetine dan paroxetine, karena antidepresan ini menghambat kerja dari enzim
CYP 2D6 dan CYP 3A4 sehingga pada pemberian bersama antidepresan ini, maka dosis
risperidone harus dikurangi untuk meminimalkan timbulnya efek samping dan toksik.
Metabolisme obat ini dipercepat bila diberikan bersamaan carbamazepin, karena menginduksi
CYP 3A4 sehingga perlu peningkatan dosis risperidone pada pemberiaan bersama
carbamazepin disebabkan konsentrasi risperidone di dalam plasma rendah.1

Indikasi :

- Skizofrenia akut dan kronik dengan gejala positif dan negatif.

- Gejala afektif pada skizofrenia (skizoafektif).1,8

Dosis :

-Hari 1 : 1 mg, hari 2 : 2mg, hari 3 : 3 mg.

- Dosis optimal 2- 6 mg / hari dengan 2 x pemberian.

- Dosis anjuran 25-50mg (im) setiap 2 minggu.

- Sediannya tab 1-2-3 mg. vial 25 mg, 50 mg/cc

14
- Umunya perbaikan mulai terlihat dalam 8 minggu dari pengobatan awal, jika belum
terlihat respon perlu penilaian ulang.

- Kadar puncak plasma dicapai dalam waktu 1-2 jam setelah pemberian oral.

CLOZAPINE

Clozapine Merupakan APG II yang pertama dikenal, kurang menyebabkan timbulnya


EPS, tidak menyebabkan terjadinya tardice dyskinesia dan tidak terjadi peningkatan dari
prolaktin.Clozapine merupakan gold standard pada pasien yang telah resisten dengan obat
antipsikotik lainnya. Profil farmakoligiknya atipikal bila dibandingkan dengan antipsikotik
lain. Dibandingkan terhadap psikotropik yang lain, clozapine menunjukkan efek
dopaminergik rendah, tetapi dapat mempengaruhi fungsi saraf dopamin pada sistem
mesolimbik-mesokortikal otak, yang berhubungan dengan fungsi emosional dan mental yang
lebih tinggi, yang berbeda dari dopamin neuron di daerah nigrostriatal (darah gerak) dan
tuberoinfundibular (daerah neruendokrin). Clozapine efektif untuk menggontrol gejala-gejala
psikosis dan skizofrenia baik yang positif (iritabilitias) maupun yang negatif (social
disinterest dan incompetence, personal neatness).Efek yang bermanfaat terlihat dalam waktu
2 minggu, diikuti perbaikan secara bertahap pada minggu-minggu berikutnya. Obat ini
berguna untuk pasien yang refrakter dan terganggu berat selam pengobatan.

Secara farmakokinetik, clozapine di absorpsi secara cepat dan sempurna pada


pemberian per oral. Kadar puncak plasma tercapai pada kira-kira 2 jam setelah pemberian
obat, dengan waktu paruh rata-rata 12 jam (antara 10-16 jam) sehingga pemberiannya
dianjurkan 2 kali dalam sehari. Distribusi dari clozapine dibandingkan obat antipsikotik
lainnya lebih rendah.Umunya afinitas dari clozapine rendah pada reseptor D2 dan tinggi pada
reseptor 5HT2A sehingga cenderung rendah untuk menyebabkan terjadinya efek samping

EPS.1

Dosis :

- Hari 1 : 1 – 2 x 12,5 mg.

- Berikutnya ditingkatkan 25 – 50 mg / hari sp 300 – 450 mg / hari dengan pemberian

15
terbagi.

- Dosis maksimal 150-600 mg / hari.

Sediaan tablet 25 mg dan 100 mg

OLANZAPINE

Merupakan derivat dari clozapine dan dikelompokkan dalam golongan


Thienobenzodiazepine. Absorpsi tidak dipengaruhi oleh makanan. Plasma puncak olanzapine
dicapai dalam waktu 5 jam setalah pemberian oral, sedangkan pada pemberian intramuskular
dapat dicapai setelah 15-45 menit dengn waktu paruh 31 jam (antara 21-54 jam)
sehinggapemberian cukup 1 kali sehari.1,5

Olanzapine merupaka antagonis monoaminergik selektif yang mempunyai afinitas


yang kuat terhadap reseptor dopamin (D1-D4), serotonin (5HT2A/2c), Histamin (H1) dan α1
adrenergik. Afinitas sedang dengan reseptor kolinergik muskarinik (M1-5) dan serotonin
(5HT3). Berikatan lemah dengan reseptor GABAA, benzodiazepin dan β- adrenergik.
Metabolisme olanzapine di sitokrom P450 CYP 1A2 dan 2D6. Metabolisme akan meningkat
pada penderita yang merokok dan menurun bila diberikan bersama dengan antidepresan
fluvoxamine atau antibiotik ciprofloxacin.

Bila dibandingkan dengan clozapine, olanzapine memblok D2 lebih besar sehingga


dosis tinggi dapat menyebabkan peningkatan kadar prolactin dan efek pada EPS Olanzapine

Indikasi :

-Skizofrenia atau psikosis lain dengan gejala positive dan negatif.

- Episode manik moderat dan severe.

- Pencegahan kekambuhan gangguan bipolar.

Dosis :

- Dosis anjuran 10-20mg/ hari.

- Sedian tablet 5-10mg

16
- Untuk skizofrenia mulai dengan dosis 10 mg 1 x sehari.

- Untuk episode manik mulai dengan dosis 15 mg 1 x sehari.

- Untuk pecegahan kekambuhan gangguan bipolar 10 mg / hari.

QUETIAPINE

Quetiapine merupakan antagonis reseptor serotonin (5HT1A dan 5HT2A), reseptor


dopamin (D1 dan D2), reseptor histamin (H1), reseptor adrenergik α1 dan α2.Afinitasnya
lemah pada reseptor muskarinik (M1) dan reseptor benzodiazepin. Cleareance quetiapine
menurun 40% pada penderita usia lanjut, sehinga perlu penyesuaian dosis yang lebih rendah
dan menurun 30%-50% pada penderita yang mengalami gangguan fungsi hati. Cleareance
quetiapine meningkat apabila pemberiannya dilakukan bersamaan dengan antiepileptik
fenitoin, barbiturat, carbamazepin dan antijamur ketokonazole.1,5,7

Quetiapine dapat memperbaiki gejala positif, negatif, kognitif dan mood. Dapat juga
memperbaiki pasien yang resisten dengan antipsikotik generasi pertama tetapi hasilnya tidak
sebaik apabila di terapi dengan clozapine. Pemberian pada pasien pertama kali mendapat
quetiapine perlu dilakukan titrasi dosis untuk mencegah terjadinya sinkope dan hipotensi
postural.Waktu untuk konsentrasi penuh setelah pemberian oral adalah 2 jam dengan waktu
paruh berkisar 3-5 jam, setelah 8-12 jam reseptor masih diduduki. 1

Dosis anjuran 50-400mg/hari dan sediaannya 25-100mg dan 200mg dan 300mg tablet
XR (50mg, 300mg dan 400mg). Efek samping obat ini yang sering adalah somnolen,
hipotensi postural, pusing, peningkatan berat badan, takikardi, dan hipertensi.1,5

ARIPIPRAZOLE

Merupakan antipsikotik generasi baru, yang bersifat partial agonis pada reseptor D2 dan
reseptor serptonin 5HT1A serta antagonis pada reseptor serotonin 5HT2A. Aripiprazole
bekerja sebagai dopamin sistem stabilizer artinya menghasilkan signal transmisi dopamin
yang sama pada keadaan hiper atau hipo-dopaminergik karena pada keadaan
hiperdopaminergik aripiprazole afinitasnya lebih kuat dari dopamin akan mengeser secara
kompetitif neurotransmiter dopamin dan berikatan dengan reseptor dopamin. Pada keadaan

17
hipodopaminergik maka aripiprazole dapat menggantikan peran neurotransmiter dopamin dan
akan berikatan dengan reseptro dopamin.

Aripiprazole di metabolisme di hati melaui isoenzim P450 pada CYP 2D6 dan CYP
3A4, menjadi dehydro-aripiprazole.Afinitas dari hasil metabolisme ini mirip dengan
aripiprazole pada reseptor D2 dan berada di plasma sebesar 40% dari keseluruhan
aripiprazole. Waktu paruh berkisar antara 75-94 jam sehingga pemberian cukup 1 kali sehari.
Absorpsi aripiprazole mencapai konsentrasi plasma ouncak dalam waktu 3-5 jam setelah
pemberian oral. Aripiprazole sebaiknya diberikan sesudah makan, terutama pada pasien yang
mempunyai keluhan dispepsia, mual dan muntah.

Indikasi : Skizofrenia.

Dosis : dosis anjuran 10—15mg/hari dan sedian tablet (5mg, 10mg dan 15mg).

Pemberiannya dapat 10 atau 15 mg 1 x sehari.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Amir N. Buku Ajar Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. kedua. Jakarta;
2013.
2. Pradipo R. 5 Jaras Dopamin Neurotransmitter. UNDIP. 2019;
3. Wahyuni S. Karya tulis bunuh diri pada skizofrenia. J Chem Inf Model. 2019;53(9):1689–
99.
4. M M. obat antipsikotik dan efek sampingnya. Trisakti. 2017;148:148–62.
5. Muslim R. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik, edisi ke-3. Jakarta
Penerbit Bagian Ilmu Kedokt Jiwa, FK Unika Atma Jaya hal. 2007;36–41.
6. Stahl S. Psychopharmacology of Antipsychotic.United Kingdom: Martin Dunitz Ltd.
1999.
7. Saddock BJ SV. Kaplan & Sadock’s synopsis of psychiatry : Behavioral sciences/clinical
psychiatry. Philadelphia : Lippincott Williams and WOLTERS Kluwer business. 10 th
edit. 2007.
8. Saanin HB, Sona A, Hasni D, Anissa M, Heppy F. Identifikasi Keluhan Peningkatan Berat
Badan Subjektif pada Pasien Skizofrenia yang Mendapat Terapi Antipsikotik. 2020;

19
20

Anda mungkin juga menyukai