Anda di halaman 1dari 6

Ekstrapiramidal Sindrom

1. Pengertian
Ekstrapiramidal sindrom (EPS) merupakan suatu gangguan pergerakan yang
diinduksi obat. Hal ini merupakan suatu efek samping obat yang umum ditemukan
pada pasien dengam pemberian agen penghambat reseptor dopamine.1

2. Penyebab
Obat yang paling sering menyebabkan EPS adalah agen penghambat resepor
dopamine yang bekerja sentral yaitu Antipsikotika Generasi Pertama (APG-I) atau
obat golongan tipikal. Sementara itu Antipsikotika Generasi II (APG-II) atau
golongan atipikal jarang menyebabkan terjadinya EPS.1

Tabel 1. Obat antipsikotik berdasarkan efeknya2


Antipsikotik Sedasi Otonomik Ekstrapiramidal

Chlorpromazine +++ +++ ++

Thioridazine +++ +++ +

Perphenazine + + +++

Trifluoperazine + + +++

Fluphenazine ++ + +++

Haloperidol + + ++++

Pimozide + + ++

Clozapine ++++ + -

Levomepromazine ++++ ++ +

Sulpiride + + +

Risperidone + + +

Quetiapine + + +
Olanzapine + + +

3. Jenis dan Klasifikasi


Efek ekstrapiramidal dibagi menjadi efek akut dan kronik sebagai berikut:3
 Efek akut yaitu efek yang terjadi pada hari-hari atau minggu-minggu
pertama pemberian obat
 Efek kronik yaitu efek yang terjadi setelah berbulan-bulan atau bertahun-
tahun menggunakan obat.
Di bawah ini beberapa efek samping EPS:3
a. Parkinsonisme
Parkinsonisme dikaitkan dengan blockade dopamine di basal ganglia.
Pasien dapat mengalami semua gejala yang sama dengan penyakit Parkinson
idiopatik seperti rigiditas, bradikinesia, tremor, muka topeng, berjalan dengan
menyeret kaki, lenggang lengan berkurang atau seperti robot. Selain itu dapat
ditemukan reflex glabella positif.3
Faktor risiko terjadinya parkinsonisme yaitu besarnya dosis, umur tua,
riwayat parkinsonisme, dan kerusakan basal ganglia. Parkinsonisme dalam
bentuk ringan dapat terlihat seperti penurunan gerakan spontan, ekspresi wajah
topeng, pembicaraan tidak spontan dan kesulitan dalam memulai aktivitas atau
disebut juga akinesia. Keadaan ini sulit dibedakan dengan gejala negative
skizofrenia. Untuk menilai akinesia yaitu adanya kecenderungan pasien sulit
untuk menyilang kaki mereka.3

b. Distonia akut
Distonia akut yaitu spasme otot yang menetap atau intermitten. Otot-otot
yang sering mengalami spasme yaitu otot badan, leher, dan kepala, serta
menyebabkan gerakan involunter. Keadaan ini merupakan efek samping yang
menakutkan.3
Gejala yang paling sering muncul yaitu opistotonus, rigiditas otot
belakang, retrokolis, tortikolis leher, krisis okulogirik,spasme pada sebelah atau
kedua mata sehingga mata mendelik ke atas, makroglosia, protrusi lidah,
sehingga bisa tercekik, dan distonia laring. Distonia laring dan otot faring dapat
menyebabkan kematian mendadak.3

c. Akatisia
Akatisia akut merupakan EPS akut yang paling membuat penderitaan.
Sekitar 41% pasien yang diobati dengan APG-I mengalami akatisia ringan dan
21% mengalami akatisia sedang dan berat. Manifestasi klinik yang paling
sering yaitu ketidakmampuan pasien untuk duduk siam, sering merubah-rubah
posisi ketika sedang duduk, jalan ditempat, kaki tidak bisa diam, dan pasien
merasa gelisah secara subjektif. Pasien akatisia selalu ingin bergerak dan
berjalan. Pada kasus yang ringan, pasien merasa gelisah tetapi tidak
memperlihatkan peningkatan aktivitas motorik.3
Membedakan akatisia dengan kegelisahan yang dikaitkan dengan gejala
psikotik sangat sulit. Kegelisahan pada psikotik biasanya disebabkan oleh
iritabilitas dan ansietas. Pasien pasikotik dengan akatisia kadang-kadang terlihat
lebih hostilitas. Klinikus sering salah menilai keadaan ini yaitu pasien dianggap
gelisah akibat gejala psikotiknya tidak berespons terhadap antipsikotik sehingga
dosis obat dinaikkan. Akibatnya gejala akatisia semakin buruk.3

d. Tardive Diskinesia (TD)


Efek samping TD sering muncul setelah terapi jangka panjang dengan
APG-I. Pasien dengan TD sering memperlihatkan berbagai gerakan motorik
abnormal. Misalnya gerakan lidah, mulut, mengecap-ngecapkan bibir,
menghisap, dan mengerutkan wajah atau meringis. Gerakan lain yaitu gerakan
anggota gerak yang tidak terkordinasi seperti gerakan koreoatetoid (jari tangan
dan kaki), dan gerakan menggeliatkan badan. Pasien dengan usia lebih muda
cenderung memperlihatkan gerakan atetoid badan, anggota gerak, dan leher.3
Apabila dosis antipsikotopika diturunkan atau dihentikan, mula-mula
akan terlihat perburukan diskinesia (diskinesia muncul karena obat dihentikan)
tetapi secara berangsur-angsur akan berkurang.3
Meskipun mekanisme biologic yang mendasari TD masih kontroversi,
beberapa peneliti menemukan bahwa TD dikaitkan dengan peningkatan
sensitivitas reseptor dopamine di basal ganglia. Ini didukung oleh observasi
bahwa obat yang menghambat dopamine menekan TD sedangkan obat yang
bersifat agonis dopamine memperburuk TD. Hambatan terhadap reseptor
dopamine dapat meningkatkan regulasi.3
Pada mulanya, ada dugaan bahwa perjalanan TD progresif dan
irreversibel. Tidak semua pasien TD mengalami hal seperti itu. Beberapa pasien
mengalami perkembangan TD yang progresif pada awalnya, tetapi kemudian
menjadi stabil atau TD tidak semakin buruk. Akhir-akhir ini ada bahwa
beberapa pasien TD dapat mengalami remisi meskipun APG-I terus
dikonsumsinya. Pasien yang sering mendapatkan remisi yaitu pasien dengan
awitan baru dan usia dibawah 40 tahun.3

4. Awitan Gejala3
a. Parkinsonisme
Gejala sering terjadi antara lima hari sampai dengan 30 hari pertama
pengobatan.3
b. Distonia akut
Awitannya biasanya tiba-tiba. Sekitar 10% distonia terjadi pada jam-jam
pertama terapi obat dan 90% terjadi dalam tiga hari pertama penggunaan
obat.3

c. Akatisia
Akatisia dapat terlihat pada hari kedua atau ketiga pengobatan
antipsikotika, tetapi yang paling sering terjadi yaitu pada hari kelima.3
d. Tardive diskinesia (TD)
Sekitar 10-20% pasien skizofrenia yang diobati dengan APG-I, setelah
satu tahun dapat mengalami TD. Risiko TD meningkat dengan
bertambahnya umur, terutama pada perempuan. Angka kumulatif pada
orang tua adalah 25%, 34%, dan 53% setelah 1, 2, dan 3 tahun terapi.3

5. Penghentian Terapi THP


Bila terjadi EPS, terlebih dahulu dilakukan penurunan dosis. Bila tidak dapat
ditanggulangi, diberikan obat-obat antikolinergik seperti triheksifenidil, benztropin,
sulfas atropine atau difenhidramin. Bila tetap tidak berhasil mengatasi efek samping
tersebut disarankan untuk mengganti jenis antipsikotika ke golongan APG-II yang
lebih sedikit mengakibatkan EPS.4
Obat yang paling sering digunakan adalah triheksifenidil (THP) dengan dosis
3-4 x 2 mg/hari. Apabila ekstrapiramidal/ parkinsonism sudah terkendali diusahakan
penurunan dosis secara bertahap. Secara umum dianjurkan penggunaan obat
antiparkinson tidak lebih lama dari 3 bulan. 2
Daftar Pustaka

1. D’Souza RS, Hooten WM. Extrapyramidal Symptoms (EPS).


NCBI.2019.[cited 23 Maret 2019]. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK534115/
2. Maslim R. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik.Jakarta:2007.
3. Elvira SD, Hadisukanto G. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: Badan Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;2015
4. Perhimpunan Dokter Spesialis Jiwa Indonesia. Konsensus
Penatalaksanaan Gangguan Skizofrenia.2011.

Anda mungkin juga menyukai