KASUS
EPILEPSI
KU : CM K/L
GCS : E = 4 M =6 V = 5 Ca +/+, Si -/-, kaku
TD : 100/70mmHg kuduk (-), brudzinski
I/II -/-
Nadi : 117 x/menit
Tho
Respirasi : 20 x/menit
pulmo
Suhu : 36,6C
Rh (-/-), Wh (-/-)
SaO2 : 97%
COR : S1S2 reguler
Tinggi Badan : 140 cm
Abd
Berat Badan : 34 kg
NT (-), BU (+N)
BMI : 17,8
Ext
BMI ideal : 18,5
akral hangat, nadi
BB ideal : 36,26 kuat
Pemeriksaan penunjang DR : AL= 6300, Hb= 102,
AT= 347000
GDS : 95 mg/dL
Depacene 10
Rencana penatalaksanaan Depacene pagi ditambah 0,9 cc mg/kgBB/hari
Untuk dosis malam jadi 3,4 cc
Bila kejang stesolid 10 mg supp
Tunggu 5-10
menit, bila kejang
stesolid 10 mg supp
Tunggu 5-10
menit
fenitoin drip 10 mg/kgBB dlm 50 cc NaCl
selama 30 menit
Tunggu 5 menit,
bila kejang
RUJUK
PERMASALAHAN
Bagaimanakah cara pengisian data admission
yang baik dan benar sehingga kita dapat
mendiagnosis dan memberikan terapi yang
sesuai?
Apakah data tersebut di atas sudah cukup
lengkap untuk mendiagnosis suatu penyakit?
Apakah terapi yang telah dilakukan di IRD
sudah tepat?
A. ADMINISTRASI
PERATURAN PERUNDANGAN-UNDANGAN
REKAM MEDIS
Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 269/Menkes/Per/III/2008 tentang rekam
medis
(Pasal 1) Rekam medis adalah berkas yang
berisikan catatan dan dokumen tentang identitas
pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan
pelayanan lain yang telah diberikan kepada
pasien.
(Pasal 2) Rekam medis harus dibuat secara
tertulis, lengkap dan jelas atau secara elektronik.
PASAL 3
(1) ISI REKAM MEDIS UNTUK PASIEN RAWAT JALAN PADA
SARANA PELAYANAN KESEHATAN SEKURANG-KURANGNYA
MEMUAT
a. Identitas pasien;
b. Tanggal dan waktu;
c. Hasil anamnesis, mencakup sekurang-kurangnya keluhan
dan riwayat penyakit;
d. Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik;
e. Diagnosis;
f. Rencana penatalaksanaan;
g. Pengobatan dan/atau tindakan;
h. Pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien;
i. Untuk pasien kasus gigi dilengkapi dengan odontogram
klinik; dan
j. Persetujuan tindakan bila diperlukan.
(2)ISI REKAM MEDIS UNTUK PASIEN RAWAT INAP
DAN PERAWATAN SATU HARI SEKURANG-
KURANGNYA MEMUAT:
a. Identitas pasien
b. Tanggal dan waktu;
c. Hasil anamnesis, mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan
riwayat penyakit;
d. Hasil pemerisaan fisik dan penunjang medik;
e. Diagnosis:
f. Rencana penatalaksanaan;
g. Pengobatan dan/atau tindakan;
h. Persetujuan tindakan bila diperlukan;
i. Catatan observasi klinis dan hasil pengobatan.
j. Ringkasan pulang (discharge summary);
k. Nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi, atau tenaga kesehalan
tertentu yang memberikan pelayanan kesehatan;
l. Pelayanan lain yang dilakukan oleh tenaga kesehatan tertentu;
dan
m. Untuk pasien kasus gigi dilengkapi dengan odontogram klinik.
(3)ISI REKAM MEDIS UNTUK PASIEN GAWAT
DARURAT SEKURANG-KURANGNYA MEMUAT:
a. Identitas pasien;
b. Kondisi saat pasien tiba di sarana pelayanan kesehatan;
c. Identitas pengantar pasien;
d. Tanggal dan waktu;
e. Hasil anamnesis, mencakup sekurang-kurangnya keluhan
dan riwayat penyakit;
f. Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik;
g. Diagnosis;
h. Pengobatan dan/atau tindakan;
i. Ringkasan kondisi pasien sebelum meninggalkan pelayanan
unit gawat darurat dan rencana tindak lanjut;
j. Nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi, atau tenaga
kesehatan tertentu yang memberikan pelayanan kesehatan;
k. Sarana transportasi yang digunakan bagi pasien yang akan
dipindahkan ke sarana pelayanan kesehatan lain; dan
l. Pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.
(4) Isi rekam medis pasien dalam keadaan bencana, selain
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
ditambah denqan:
a. Jenis bencana dan lokasi di mana pasien ditemukan;
b. Kategori kegawatan dan nomor pasien bencana
masal; dan
c. Identitas yang menemukan pasien;
DIAGNOSIS KETERANGAN
Epilepsi CP : cerebral palsy (sesuai SK
CP Direktur RSUD Kota
Yogyakarta)
TINDAKAN PENGOBATAN KETERANGAN
Singkatan-singkatan diatas
sudah sesuai dengan Surat
Keputusan Direktur RSUD Kota
Yogyakarta, kecuali lpm, tpm,
dan n.k
KESIMPULAN PENULISAN ADMINISTRASI
Kelengkapan penulisan administrasi rekam medis yang
terdapat pada admission IGD belum sesuai Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
269/Menkes/Per/III/2008. Dalam data admission tidak ada
data tentang identitas pengantar dan sarana transportasi
yang digunakan.
Pada penulisan rekam medis, terdapat beberapa singkatan
yang tidak sesuai dengan Surat Keputusan Direktur
RSUD Kota Yogyakarta Nomor : 445/54c/KPTS/III/2015
sehingga menimbulkan kesalahan persepsi dalam
menganalisis hasil anamnesis dan pemeriksaan.
Perlu differential diagnosis untuk memperkirakan
kemungkinan penyakit terkait kondisi pasien.
Saran : perlu ditambahkan beberapa singkatan yang
sering digunakan, misalnya Si, lpm, tpm, n.k, ca, BMI, K/L
PEMBAHASAN KLINIS
Untuk menegakkan diagnosis pada anak sakit dapat
dilakukan mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang sevara menyeluruh dan teliti.
ANAMNESIS
Anamnesis adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan
cara wawancara. Terdapat dua cara untuk anamnesis,
autoanamnesis atau alloanamnesis.
Autoanamnesis adalah wawancara langsung kepada
pasien.
Alloanamesis adalah wawancara langsung kepada
orangtua, wali, orang yang dekat dengan pasien, atau
sumber lain.
Oleh karena bayi dan sebagian besar anak belum dapat
memberikan keterangan dengan baik, maka
alloanamnesism dapat digunakan sebagai metode
penggalian data pasien. Pada seorang pasien, terutama
pasien anak, anamnesis dapat membantu perkiraan
suatu diagnosis tidak kurang dari 80%.
Selain itu, pada saat anamnesis jangan sampai
terlewatkan untuk memeriksa apakah ada tanda
bahaya umum (berdasarkan MTBS) yang
meliputi:
Apakah anak bisa minum atau menyusu?
Tonus
Ganggua
otot yang
n bicara
berubah
Gejala
Klinis
Koreo-atetosis
Gangguan Gerakan tak terkendali,
pendengara kombinasi korea (gerakan
n kontraksi cepat tidak
teratur) dan atetosis
(gerakan lambat)
Ataksia
PEMERIKSAAN KHUSUS DIPERLUKAN PADA ANAK
YANG DICURIGAI ATAU TERBUKTI CEREBRAL PALSY,
PEMERIKSAAN TERSEBUT ADALAH :
1. Semua anak dengan cerebral palsy harus melakukan pemeriksaan
penglihatan dan pendengaran yang segera dilakukan setelah diagnosis
cerebral palsy ditegakkan. Kerusakan dari indera tersebut sangat
mempengaruhi pendidikan dan pelatihan anak.
2. Pungsi lumbal harus dilakukan untuk menilai cairan cerebrospinal,
dilakukan paling tidak satu kali pada anak yang dicurigai cerebral
palsy untuk menyingkirkan kemungkinan penyakit degeneratif, tumor
intracranial, subdural hygroma. Pada pasien cerebral palsy cairan
cerebrospinal normal.
3. Pemeriksaan EEG dilakukan terutama pada pasien dengan hemiparesis
atau tetraparesis karena beresiko tinggi kejang.
4. Indikasi ultrasound dan computerized tomography kepala sangat
membantu dalam penegakan diagnosis dan mengeliminasi
kemungkinan diagnosis lainnya. CT scan dan MRI akan menunjukkan
perkembangan kerusakan dan lokasi dari infark, kontusio, atau
hemorrhage.
5. Penilaian psikologis perlu dilakukan untuk tingkat pendidikan yang di
butuhkan anak.
6. Pemeriksaan metabolik untuk menyingkirkan penyebab lain dari
retardasi mental, anak yang di curigai harus discreening untuk melihat
KESIMPULAN
Pada data admission, diagnosis sudah dapat ditegakkan.
Perlu anamnesis yang lebih lengkap untuk mengetahui
faktor-faktor resiko, seperti menggali faktor-faktor
penyebab timbulnya kejang, riwayat keluarga, riwayat
kelahiran, perinatal, postnatal, dan riwayat perkembangan
anak, dan sebagainya.
PENATALAKSANAAN
Saat di IGD Rencana rawat inap
O2 3 lpm n.k Depacene pagi ditambah 0,9 cc Depacene 10
Diazepam sup 10 mg Untuk dosis malam jadi 3,4 cc mg/kgBB/hari
Inf. RL 3 cc/kgBB/jam 25 Bila kejang stesolid 10 mg supp
tpm
Depacene 0,9 cc Tunggu 5-10
menit, bila kejang
stesolid 10 mg supp
Tunggu 5-10
menit
fenitoin drip 10 mg/kgBB dlm 50 cc NaCl
selama 30 menit
Tunggu 5 menit,
bila kejang
RUJUK
PRINSIP
Menghentikan aktivitas kejang baik klinis
maupun elektrosefalografi (EEG).
Penatalaksanaan SE meliputi penggunaan obat
intravena yang poten, sehingga dapat
menimbulkan efek samping yang serius. Oleh
karena itu, langkah awal adalah memastikan
bahwa pasien sedang mengalami SE. Kejang
tunggal yang pulih tidak membutuhkan
tatalaksana, namun jika diagnosis ditegakkan
harus ditatalaksana secepat mungkin.
0-5 MENIT
Longgarkan pakaian pasien, dan miringkan.
Letakkan kepala lebih rendah dari tungkai
untuk mencegah aspirasi bila pasien muntah
Yakinkan bahwa aliran udara pernapasan baik,
berikan oksigen bila ada.
Pada saat di rumah dapat diberikan diazepam
rektal 0,5 mg/kg (berat badan < 10 kg = 5 mg;
sedangkan bila berat badan > 10 kg =10 mg)
dosis maksimal adalah 10 mg / dosis.
Maksimal dapat diberikan 2 kali dengan interval
5 menit
Bila keadaan pasien stabil, pasien dibawa ke
rumah sakit terdekat.
5-10 MENIT
Bila saat tiba di rumah sakit pasien kejang
kembali. Dapat diberikan diazepam rektal 1 kali
dengan dosis yang sama.
Lakukan pemasangan akses intravena.
Pengambilan darah untuk pemeriksaan : darah
rutin, glukosa, dan elektrolit.
Bila masih kejang berikan diazepam 0,2-0,5
mg/kgbb secara intravena (kecepatan 5
mg/menit).
Jika didapatkan hipogikemi, berikan glukosa
25% 2 mL/kg berat badan.
10-15 MENIT
Cenderung menjadi status konvulsifus.
Berikan fenitoin 20 mg/kg intravena dengan
pengenceran setiap 10 mg fenitoin diencerkan dengan
1 mL NaCl 0,9 % dan diberikan dengan kecepatan 50
mg/menit. Dosis maksimal adalah 1000 mg fenitoin.
Bila kejang tidak berhenti diberikan fenobarbital 20
mg/kg intravena bolus perlahanlahan dengan
kecepatan 100 mg/menit. Dosis maksimal yang
diberikan adalah 1000 mg fenobarbital.
Bila kejang masih berlangsung diberikan midazolam
0,2 mg/kg diberikan bolus perlahan dilanjutkan
dengan dosis 0,02 0,06 mg/kg/jam yang diberikan
secara drip. Cairan dibuat dengan cara 15 mg
midazolam berupa 3 mL midazolam diencerkan
dengan 12 mL NaCl 0,9 % menjadi 15 mL larutan
>30 MENIT
Bila kejang berhenti dengan pemberian fenitoin dan
selama perawatan timbul kejang kembali diberikan
fenitoin tambahan dengan dosis 10 mg/kg intravena
dengan pengenceran. Dosis rumatan fenitoin selanjutnya
adalah 5 7 mg/kg intravena dengan penegnceran
diberikan 12 jam kemudian.
Bila kejang berhenti dengan fenobarbital dan selama
perawatan timbul kejang kembali diberikan fenobarbital
tambahan dengan dosis 10 mg/kg intravena secara bolus
langsung. Dosis rumatan fenobarbital adalah 5 7 mg/kg
intravena diberikan 12 jam kemudian.
Bila kejang berhenti dengan midazolam, maka rumatan
fenitoin dan fenobarbital tetap diberikan.
Pemeriksaan laboratorium disesuaikan dengan kebutuhan
seperti analisis gas darah, elektrolit, gula darah.
Dilakukan koreksi terhadap kelainan yang ada dan awasi
KESIMPULAN PENATALAKSANAAN
Pemberian tatalaksana medikamentosa sudah
tepat namun, untuk tatalaksana
nonmedikametosa belum terpenuhi yaitu
planning pemeriksaan penunjang, planning diet,
planing monitoring dan planing edukasi. Karena
rencana penatalaksanaan harus mencakup 5
aspek tersebut.
INDIKASI RAWAT INAP
Status epileptikus
Bangkitan berulang
Epilepsi intraktabel
KESIMPULAN
Pengisian informasi data admission yang
lengkap dapat membantu mendiagnosis dan
mengetahui keadaan pasien secara menyeluruh.
Yang perlu diperhatikan dalam kasus kejang
adalah menggali faktor-faktor penyebab
timbulnya kejang karena sangat penting dalam
menentukan prognosis.
DAFTAR PUSTAKA
IDAI. (2010). Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter
Anak Indonesia..