Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Mood stabilizers adalah obat mampu mengobati dan menstabilkan mood
pasien dari atas sehingga bisa mencegah mania sedangkan pada keadaan depresi,
mood stabilizers mampu menstabilisasi mood dari bawah keatas atau dengan kata
lain mencegah mood yang depresi.

2.2 Macam-macam Obat Mood Stabilizer

Tabel 1. Sediaan Obat Anti Mania dan Dosis Anjuran2

No. Nama Generik Nama Dagang Sediaan


1 Lithium Karbonat Frimania Tab. 200 mg, 300
mg, 400 mg, 500
mg
2 Karbamazepin Tegretol Tab 200 mg
Bamgetol Kaplet 200 mg
3 Natrium Divalproex Depakote Tab. 500 mg,
Caps. 250 mg.
Syr. 250mg/5ml
4 Haloperidol Haloperidol Tab. 0,5 mg; 1,5
Haldol mg; 5 mg
Serenace Liq. 2 mg/ml
Amp. 5 mg/ml
5 Asam Valproat Depakene Caps. 250 mg,
Syr. 250 mg/5 ml

2
3

Berikut ini akan dibahas mengenai obat-obat antimania secara lebih


terperinci.

2.2.1. LITHIUM KARBONAT

Lithium karbonat adalah jenis garam lithium yang paling sering digunakan
untuk mengatasi gangguan bipolar, menyusul kemudian lithium sitrat. Sejak
disahkan oleh Food and Drug Administration (FDA) pada tahun 1970 untuk
mengatasi mania akut, lithium masih efektif dalam menstabilkan mood
pasien dengan gangguan bipolar. Efek samping yang ditimbulkan dari
penggunaan lithium hampir serupa dengan efek mengonsumsi banyak garam,
yakni tekanan darah tinggi, retensi air, dan konstipasi. Oleh karena itu, selama
penggunan obat ini harus dilakukan tes darah secara teratur untuk menentukan
kadar lithium mengingat dosis terapeutik lithium berdekatan dengan dosis
toksik. Bagaimana kerja lithium sebenarnya dalam mengatasi mania belum
diketahui secara pasti, diduga ion lithium menimbulkan efek menstabilkan
mood dengan menghambat inositol monophosphatase (IMPase) dengan
subsitusi satu dari dua ion magnesium pada sisi aktif IMPase. IMPase
merupakan enzim yang diyakini sebagai penyebab beberapa gangguan bipolar.

Pendapat lain mengatakan bahwa efek antimania lithium disebabkan oleh


kemampuannya mengurangi dopamine receptor supersensitivity dengan
meningkatkan cholinergic-muscarinic activity dan menghambat Cyclic AMP.

1. Indikasi

Mengatasi episode mania. Gejala hilang dalam jangka waktu 1-3 minggu
setelah minum obat. Lithium juga digunakan untuk mencegah atau mengurangi
intensitas serangan ulang pasien bipolar dengan riwayat mania.
4

Gambar 1. Sediaan Lithium Karbonat6

2. Dosis

Dosis lithium tergantung pada kebutuhan medis pasien, umur, berat badan
dan fungsi ginjal. Dosis dari lithium berkisar antara 600-2400 mg per hari,
meskipun sebagian besar pasien akan stabil pada 600-1200 mg per hari. Untuk
tablet atau kapsul immediate release biasa diberikan 3 dan 4 kali sehari.
Sedangkan tablet controlled release diberikan dua kali sehari, interval 12 jam.
Pemberian dosis lithium harus dilakukan hati-hati dan individual, yakni
berdasarkan kadar dalam serum dan respon klinis.

Pada mania akut, pasien biasanya memberikan respon optimal


terhadap lithium karbonat jika diberikan dosis 1800 mg per hari, dengan dosis
terbagi. Dosis ini secara normal akan menghasilkan kadar lithium serum yang
diinginkan berkisar antara 1 dan 1,5 mEq/l. Kontrol jangka panjang, kadar
serum lithium yang diinginkan adalah 0,6 -1,2 mEq/l. Dosis bervariasi per
individu, tapi biasanya berkisar 900 - 1200 mg per hari dalam dosis terbagi.
Monitor serum dilakukan setiap dua bulan. Pada pasien yang sangat
sensitif biasanya memperlihatkan tanda toksik pada kadar lithium serum
dibawah 1,0 mEq/l.

3. Efek Samping

Efek samping lithium seperti tremor, diare, nausea, dan sering kencing,
bergantung pada dosis yang dikonsumsi. Pada kadar lithium darah yang tinggi (>2
mg), pasien akan mengalami ataksia, kebingungan, bahkan koma. Beberapa
5

pasien dapat mencapai kadar lithium darah normal (sekitar 1 mg) dengan
mengkonsumsi dua pil perhari sementara pada pasien lainnya perlu dua belas pil
per hari. Jika kita dapat mengukur kadar obat dalam darah pada semua jenis obat
serupa, kemungkinan kita dapat menemukan perbedaan individual. Ini dapat
menjelaskan mengapa beberapa pasien skizofrenia menunjukkan
perbaikan dengan pemberian 200 mg klorpromazin per hari sementara yang
lainnya memerlukan 2000 mg per hari.

Gejala intoksikasi (kadar serum lithium > 1,5 mEq/L) dapat berupa :

- Gejala dini : muntah, diare, tremor kasar, mengantuk, konsentrasi pikiran


menurun, bicara sulit, pengucapan kata tidak jelas, dan gaya berjalan tidak
stabil.

- Dengan semakin beratnya intoksikasi terdapat gejala : kesadaran menurun


dapat sampai koma dengan hipertoni otot dan kedutan, oliguria, dan kejang-
kejang.

Tabel 2. Efek samping lithium dan penatalaksanaannya

Efek Samping Penatalaksanaan


Keluhan gastrointestinal Berikan lithium setelah makan, berikan dosis
yang lebih kecil dan lebih sering, coba preparat
lepas lambat, turunkan dosis
Tremor Turunkan dosis, berikan propanolol (40-
100 mg/hari), pertimbangkan menambah suatu
benzodiazepin
Poliuria, Dibetes Insipidus Coba preparat lepas lambat, turunkan dosis, tambah
amilorid (5-10 mg/hari), monitoring kadar lithium
dengan cermat
Akne Larutan topikal benzoyl peroxide (5-10%),
larutan
6

topikal eritromisin (1,5-2%)


Kelemahan otot, fasikulasi, Biasanya menghilang dalam beberapa hari setelah
nyeri kepala terapi
Hipotiroidisme Levothyroxine (0,05 mg tiap hari), ikuti kadar TSH
dan tingkatkan sampai 0,2 mg tiap hari
jika diperlukan
Inversi gelombang T Ringan, tidak memerlukan terapi
Disritmia jantung Biasanya harus menghentikan lithium
Psoriasis, alopesia areata Konsultasi dermatologis, reversibel jika lithium
dihentikan
Kenaikan berat badan Sulit diobati, diet, mungkin reversibel bila
lithium dihentikan
Edema Pertimbangkan spironolakton (50 mg per oral
tiap hari), jika parah monitor kadar lithium,
menghilang jika lithium dihentikan
Leukositosis Ringan,tidak memerlukan terapi

4. Interaksi obat

Penggunaan diuretik bersama lithium harus dilakukan hati-hati. Hal


ini dikarenakan diuretik yang menginduksi pengeluaran natrium, bisa mengurangi
klirens renal lithium yang akan menyebabkan kadar lithium serum meningkat dan
risiko toksisitas juga meningkat. Begitu juga pada pemberian bersamaan dengan
beberapa obat lain seperti NSAID dan ACE inhibitor.

Lithium sebaiknya tidak diberikan pada pasien jantung dan ginjal. Tapi
jika kondisi psikiatri pasien mengancam jiwa dan pasien tidak berespon dengan
obat lain, maka lithium bisa diberikan dengan pengawasan yang sangat ketat.
Pemeriksaan kadar lithium serum dilakukan tiap hari dan kemudian dilakukan
pengaturan dosis. Lithium sebaiknya tidak diberikan pada wanita hamil karena
diduga bisa mendatangkan efek merugikan bagi janin. Lithium juga disekresikan
7

melalui air susu ibu, sehingga tidak dianjurkan diberikan pada wanita yang
menyusui. Penggunaan lithium pada anak usia dibawah 12 tahun sebaiknya tidak
dilakukan mengingat data keamanan dan keefektifan dari obat ini pada populasi
ini belum ada. Pemberian lithium pada orang tua harus dilakukan perngaturan
dosis.

2.2.2 KARBAMAZEPIN

Karbamazepin adalah suatu obat iminodibenzyl yang secara struktural


mirip dengan imipramine (tofranil) dan disetujui digunakan di Amerika Serikat
sebagai anti epilepsi. Struktur molekul adalah serupa dengan struk trisiklik dari
imipramin.

Karbamazepin sering digunakan sebagai terapi alternatif pengganti lithium


walaupun efeknya tidak sekuat lithium. Cara kerja karbamazepin belum diketahui
dengan pasti, dapat digunakan sebagai antimania akut dan terapi profilaksis. Efek
sampingnya jauh lebih sedikit dibandingkan dengan lithium.

1. Indikasi

Karbamazepin pertama-tama digunakan untuk pengobatan trigeminal


neuralgia, kemudian ternyata bahwa obat ini efektif terhadap bangkitan parsial
kompleks dan bangkitan tonik-klonik (antikonvulsan) dan sebagai mood
modulator. Saat ini karbamazepin merupakan antiepilepsi utama di Amerika
Serikat untuk mengatasi berbagai bangkitan kecuali bangkitan lena.
Karbamazepin juga dapat digunakan sebagai antimania dan terapi profilaksis.

Indikasi penggunaan terapeutik penggunaan karbamazepin adalah :

- Epilepsi

- Gangguan bipolar (mania, depresi)

- Skizofrenia dan gangguan skizoafektif

- Gangguan depresif
8

- Gangguan pengendalian impuls

2. Dosis

Karbamazepin biasanya dimulai dengan dosis 200-400 mg per hari dalam 3 atau 4
dosis dan ditingkatkan menjadi 800-1000 mg per hari pada akhir minggu pertama
pengobatan. Bila kemajuan terapi tidak tercapai pada akhir minggu ke-2
pengobatan dan pasien tidak mempunyai efek intoleransi obat maka dosis
karbamazepin dapat ditingkatkan sampai 1600 mg per hari.4 Dosis Anjuran untuk
karbamazepin adalah 400-600 mg per hari 2-3 kali pemberian.

Dalam buku Farmakologi dan Terapi FK Universitas Indonesia


diterangkan bahwa dosis untuk anak di bawah 6 tahun adalah 100 mg per hari,
anak usia 6-12 tahun adalah 2 kali 100 mg per hari. Dosis awal untuk dewasa 2
kali 200 mg hari pertama, selanjutnya dosis ditingkatkan secara bertahap. Dosis
penunjang berkisar antara 800-1200 mg per hari untuk dewasa dan 20-30 mg per
KgBB untuk anak. Dengan dosis ini umumnya tercapai kadar terapi dalam serum
6-8 g/ml.

3. Efek Samping

Seperempat dari jumlah pasien yang diobati mengalami efek samping.


Gejala intoksikasi akut karbamazepin dapat berupa stupor atau koma, kejang dan
depresi nafas. Karena potensinya untuk menimbulkan efek samping sangat
luas, maka pada pengobatan dengan karbamazepin dianjurkan pemeriksaan
nilai basal dari darah dan melakukan pemeriksaan ulangan selama pengobatan.

Lebih jelas lagi efek samping penggunaan karbamazepin dapat dilihat pada table
berikut :
9

Tabel 3. Efek samping penggunaan karbamazepin

Sangat Sering Sering Jarang Sangat jarang


- Atakasia - komplikasi - gangguan - agranulosis
- Pandangan kardiovaskular kognitif - anemia aplastik
kabur - gangguan - mengigil - sindroma mirip
- Diplopia gastrointestina - gangguan lupus
- Pusing dan l genitourinaria eritematosus
rasa - Hiponatremi - demam, hepatitis - hipersensitivitas
berputar - Reaksi kulit - peningkatan pulmoner
- Kelelahan (jika berat, tekanan
- Nyeri karbamazepin intraokuler
kepala mungkin harus - jaundice,
- Nausea dihentikan) gangguan fungsi
hepar
- kerusakan ginjal
(menjadikan
oliguria dan
hipertensi)
- Transient
leukopenia

4. Interaksi Obat

Pemberian bersama lithium, obat anti psikotik, verapamil atau nifedipin


dapat mencetuskan efek merugikan sistem saraf pusat akibat karbamazepin.
Karbamazepin dapat menurunkan kadar kontrasepsi oral dalam darah, dan
menyebabkan perdarahan banyak. Karbamazepin tidak boleh digunakan bersama
monoamin oksidase inhibitor (MOAI) dan MOAI harus dihentikan sekurang-
kurangnya dua minggu sebelum terapi karbamzepin dimulai.
10

Fenobarbital dan Fenitoin dapat meningkatkan kadar karbamazepin, dan


biotransformasi karbamazepin dapat dihambat oleh eritromisin. Konversi
primidon menjadi fenobarbital ditingkatkan oleh karbamazepin, sedangkan
pemberian karbamazepin bersama asam valproat akan menurunkan kadar asam
valproat.

2.2.3. NATRIUM DIVALPROEX

Natrium divalproex adalah obat antikonvulsan, namun juga digunakan


dalam terapi mania dan untuk membantu mencegah sakit kepala migrain. Di
Amerika Serikat dijual dengan berbagai nama dagang seperti Depacon, Depakene,
Depakote dan Depakote sprinkle.

Obat ini secara kimia dibentuk oleh gabungan antara natrium valproat dan
asam valproat dengan perbandingan 1 : 1. Pertama kali ditemukan pada tahun
1963 mempunyai efek sebagai antikonvulsan dan pada tahun 1978 diperbolehkan
digunakan di Amerika Serikat. Melalui penelitian yang dlakukan pada tahun 1995
ditemukan bahwa natrium divalproex juga efektif sebagai antimania.

1. Indikasi

Obat ini efektif untuk penanganan epilepsi, baik bangkitan sederhana,


kompleks, absen, campuran dan tonik klonik (grand mall). Natrium divalproex ini
juga digunakan untuk penanganan gangguan bipolar episode manik pada dewasa,
dan mencegah sakit kepala migrain.

Natrium divalproex juga merupakan alternatif terapi yang penting sebagai


pengganti lithium dalam penggunaan dengan tujuan pemeliharaan untuk kasus-
kasus gangguan bipolar (terutama pada pasien dengan siklus berulang), penderita
dengan riwayat disforia atau mania campuran, gangguan anxietas, atau penyakit
otak organik.
11

2. Dosis

Sedian natrium divalproex tersedia dalam tablet 125 mg, 250 mg, 500 mg,
bentuk kapsul 125 mg dan bentuk sirup 250 mg per 5 ml. Untuk penanganan
mania, terapi diawali dengan dosis harian 750 mg. pada beberapa pasien dosis
harus ditingkatkan sampai 1000 mg per hari.

3. Efek Samping

Tabel 4. Efek samping penggunaan natrium divalproex

Sangat sering Sering jarang


- kram perut ringan - kram perut hebat - Gangguan
- gangguan siklus atau nausea dan keseimbangan
menstruasi vomiting - Konstipasi
- diare berkelanjutan - Pusing, rasa
- allopesia - Perubahan berputar dan sakit
- penurunan gairah mood, kebiasaan kepala
hidup dan pola berfikir - Ruam kulit
- mual dan muntah - diplopia
- tremor pada - Kelelahan berat
ekstremitas - Mudah lebam
- penurunan atau dan berdarah
penambahan berat - Jaundice
badan - Kekakuan
pergerakan bola
mata

4. Interaksi Obat

Natrium divalproex dimetabolisme di hati. Konsentrasi obat lain dalam


tubuh yang dimetabolisme di hati dapat sangat menurun atau sangat
meningkat bila dikombinasikan dengan natrium divalproex. Tingkat konsentrasi
12

natrium divalproex dapat meningkat apabila dikombinasikan dengan felbamat,


isoniazid, asam salisilat (aspirin), klaritomisin, eritromisin dan troleandomisin.
Obat ini juga meningkatkan kadar karbamazepin, fenitoin, lamotrigin,
nimodipin, fenobarbital dan zidovudin. Penggunaan dengan klonazepam mungkin
dapat menimbulkan bangkitan lena. Kolestiramin dan kolestipol dapat
mengurangi absorsi dan konsentrasi natrium divalproex dalam darah.

2.2.4. HALOPERIDOL

Haloperidol adalah turunan butiropenon yang mempunyai aktivitas


sebagai antipsikotik dan efektif untuk pengelolaan hiperaktivitas, agitasi dan
mania. Reaksi ekstrapiramidal timbul pada 80% penderita yang diobati
dengan haloperidol.

Pada orang normal efek haloperidol mirip fenotiazin piperazin.


Haloperidol memperlihatkan efek antipsikotik yang kuat dan efektif untuk mania
dan skizofrenia. Efek penotiazin piperazin dan butiropenon berbeda secara
kuantitatif karena butiropenon selain menghambat efek dopamin,
juga meningkatkan turn over ratenya.

Haloperidol cepat diserap dari saluran cerna. Kadar puncaknya dalam


plasma tercapai dalam waktu 2-6 jam sejak obat diminum, menetap sampai 72
jam dan masih dapat ditemukan dalam plasma sampai berminggu-minggu. Obat
ini ditimbun dalam hati dan kira-kira 1% dari dosis yang diberikan
dieksresikan melalui empedu. Eksresi haloperidol lambat melalui ginjal, kira-
kira 40% obat dikeluarkan selama 5 hari sesudah pemberian dosis tunggal.

1. Indikasi

Haloperidol diindikasikan pada keadaan

- Psikosis akut dan kronis


13

- Halusinasi pada skizofrenia

- Kelainan sikap dan tingkah laku pada anak

Haloperidol menenangkan dan menyebabkan tidur pada orang yang


mengalami eksitasi. Efek sedatif haloperidol kurang kuat dibanding klorpromazin
(CPZ), sedangkan efek haloperidol terhadap EEG menyerupai CPZ yakni
memperlambat gelombang teta. Haloperidol dan CPZ sama kuat menurunkan
ambang rangsang konvulsif. Haloperidol menghambat sistem dopamin dan
hipotalamus, juga menghambat muntah yang ditimbulkan oleh apomorfin.

Efek haloperidol terhadap sistem saraf otonom lebih kecil daripada


antipsikotik lain, walaupun haloperidol dapat menyebabkan pandangan mata
menjadi kabur (Blurring of Vision). Obat ini menghambat aktivitas reseptor alpa
yang disebabkan oleh amin simpatomimetik, tetapi hambatannya tidak sekuat
hambatan CPZ.

Haloperidol menyebabkan hipotensi, tetapi tidak sesering dan sehebat


hipotensi akibat CPZ. Haloperidol menyebabkan takikardi meskipun kelainan
EKG belum pernah dilaporkan. Seperti halnya CPZ, haloperidol menyebabkan
galaktore.

2. Dosis

Sedian haloperidol terdapat dalam bentuk tablet : 0,5 mg, 1,5 mg dan 5
mg, serta dalam bentuk likuor (injeksi) : 2 mg/ml dan 5 mg/ml. Besarnya dosis
tergantung kepada umur, keadaan fisik dan derajat kehebatan gejalanya.

Untuk dewasa dan anak-anak di atas 12 tahun :

- Dosis awal bila gejala sedang : 0,5 mg 2 mg pemberian 2-3 kali per hari.

- Dosis awal bila gejala berat : 3 mg 5 mg pemberian 2-3 kali per hari.

Untuk anak 3 -12 tahun : 0,05 mg 0,15 mg per KgBB per hari terbagi dalam

2-3 dosis pemberian.


14

Selanjutnya dosis secara bertahap disesuaikan dengan kebutuhan dan


toleransi tubuh.

Gambar 2. Sediaan Haloperidol

3. Efek samping

Haloperidol menimbulkan reaksi ekstrapiramidal dengan insiden tinggi,


terutama pada penderita usia muda. Efek samping ekstrapiramidal
akibat penggunaan haloperidol memberikan gejala Parkinsonisme, akatisia,
distonia juga bisa terjadi opistotonus dan okulogirik krisis. Pengobatan
dengan haloperidol harus dimulai dengan hati-hati. Dapat terjadi depresi akibat
reverse keadaan mania atau sebagai efek samping yang sebenarnya. Perubahan
hematologik ringan dan selintas dapat terjadi, tetapi hanya leukopenia dan
agranulositosis yang sering dilaporkan. Frekuensi kejadian ikterus akibat
haloperidol rendah. Haloperidol sebaiknya tidak diberikan pada wanita hamil
sampai obat ini terbukti tidak teratogenik.

Efek samping yang bisa ditimbulkan oleh haloperidol adalah tardif


diskinesia. Gejala ini muncul pada pasien dengan terapi jangka panjang atau
muncul setelah terapi dihentikan. Risiko lebih besar terjadi pada orang tua, pada
terapi dosis tinggi. Gambaran klinis yang terjadi adalah gerakan involunter dan
berirama, pergerakan lidah, wajah, rahang atau mulut. Kadang-kadang bisa
muncul gerakan involunter pada kaki. Pengobatan yang diberikan untuk gejala
tardif diskinesia antara lain adalah pemberian antiparkinson.
15

4. Interaksi Obat

Pemberian haloperidol dengan lithium akan mengurangi metabolisme


masing-masing obat, sehingga konsentrasi plasma kedua obat tidak akan
meningkat. Pemberian haloperidol bersama dengan methyldopa
akan menimbulkan efek aditif hipotensif. Pemberian haloperidol bersamaan
dengan antikonvulsan, alkohol, depresan sistem saraf pusat dan golongan
opioid dapat menimbulkan efek potensiasi. Amfetamin dapat menurunkan efek
haloperido. Pembeian dengan epinefrin akan menimbulkan hipotensi berat.

2.2.5.. ASAM VALPROAT

Valproat (depakene) juga disebut asam valproat karena obat ini dengan
cepat diubah menjadi bentuk asam di dalam lambung. Pertama kali diperkenalkan
sebagai obat anti epileptik yang efektif di tahun 1963. Di samping itu valproat dan
karbamazepin telah terbukti efektif dalam terapi gangguan bipolar.

Pemberian valproat per oral cepat diabsorsi dan kadar maksimal serum
tercapai setelah 1 sampai 3 jam. Dengan masa paruh 8-10 jam kadar dalam darah
stabil setelah 48 jam terapi.. Dari suatu uji klinik terkendali, dosis valproat 1200
mg sehari, hanya menyebabkan kantuk, ataksia, dan mual selintas. Terlalu dini
untuk mengatakan bahwa obat ini aman untuk digunakan karena penggunaannya
masih terbatas.8 Sebelum penggunaan asam valproat dianjurkan untuk
melakukan uji darah komplit dan pemeriksaan faal hepar.

1. Indikasi

Indikasi pemberian asam valproat adalah :

- Epilepsi

- Gangguan bipolar

- Gangguan skizoafektif
16

- Gangguan mental lain : gangguan depresif berat, gangguan panik,


gangguan stres pasca trauma, gangguan bulimia nervosa, putus alkohol, dan
hipnotik atau ansiolitik dan gangguan eksplosif intermiten.

2. Dosis

Asam valproat tersedia dalam bentuk kapsul 250 mg dan bentuk sirup 250
per 5 ml. Dosis hari pertama adalah 250 mg diberikan bersama makanan. Dosis
dapat dinaikkan sampai 250 mg per oral 3 kali per hari selama 3 sampai 6 hari.
Kadar plasma teraputik untuk mengendalikan kejang adalah 50 dan 100 mg per ml
bila obat ditoleransi dengan baik. Dosis anak yang disarankan berkisar antara 20-
30 mg per KgBB per hari.

3. Efek Samping Obat

Toksisitas asam valproat berupa gangguan saluran cerna, sistem saraf, hati,
ruam kulit dan allopesia. Gangguan saluran cerna berupa anoreksia, mual
dan muntah terjadi pada 16% kasus. Efek terhadap sistem saraf pusat berupa
kantuk, ataksia, dan tremor, menghilang dengan penurunan dosis. Gangguan
pada hati berupa peninggian aktivitas enzim-enzim hati, dan sesekali terjadi
nekrosis hati yang sering berakibat fatal. Kira-kira 60 kasus kematian telah
dilaporkan akibat penggunaan obat ini. Efek samping pada penggunaan asam
valproat dapat dilihat lebih rinci pada tabel berikut :

Tabel . Efek samping penggunaan asam valproat

Sering Jarang jarang


- Allopesia - Pankreatitis akut - Hepatotolsisitas
- Gangguan - Anemia - Hipofibrinogenemia
gastrointestina - Ataksia - Hiponatremia
l - Penekanan - Inkoordinasi
- Sedasi sumsum tulang - Leukopenia
- Tremor - Pembesaran - Makrositosis
- Peningkatan payudara - Nistagmus
17

atau - Koma - Pembesaran


penurunan - Dermatitis kelenjar parotis
berat badan - Diplopia dan - Photosensitivitas
pusing - Pruritus
- Disarthria - Limfositosis relatif
- Edema - Amenorrhea sekunder
ekstremitas - Sindroma Steven
- Encephalopathi Johnson
dengan demam - Thrombositopenia
- Enuresis - Abnormalitas fungsi
- Eosinophilia tiroid
- Erythema
multiforme
- Galactorrhea
- Hallusinasi
- Sakit kepala

4. Interaksi Obat

Asam valproat akan meningkatkan kadar fenobarbital 40% karena terjadi


penghambatan hidroksi fenobarbital. Sedangkan interaksinya dengan fenitoin
terjadi melalui mekanisme yang lebih kompleks. Fenitoin total dalam plasma akan
turun, karena biotransformasinya yang meningkat dan pergeseran fenitoin
dari ikatan protein plasma, sedangkan fenitoin bebas dalam darah mungkin
tidak dipengaruhi.
18

2.3 Interaksi Mood Stabilizer dan Kontraindikasi

Pasien yang mendapatkan tambahan mood stabilizers rata-rata berusia


muda, karena kemungkinan pasien muda lebih banyak gejala positif dan
meningkatnya agresifitas atau perilaku impulsif. Pada pasien geriatri, banyak studi
menunjukkan adanya efek samping yan g lebih banyak seperti jatuh, infeksi,
gangguan gastrointestinal (Horowitz, 2014). Selama kehamilan, sebagian besar
mood stabilizers yang juga bekerja sebagai antikonvulsan (asam valproat dan
carbamazepine) dan lithium memiliki risiko tinggi untuk toxisitas terhadap fetus.
(Stahl, 2013).

Mood stabilizers golongan lithium, asam valproat, carbamazepin,


lamotrigin juga memberikan efek positif terhadap peningkatan prepulse inhibition
(PPI) pada mencit, dimana keadaan ini kemungkinan bisa memperbaiki defisit PPI
yang terjadi pada penderita skizofrenia (Dorothy, 2009). Percobaan pada mencit
juga didapatkan mood stabilizers golongan lithium dan valproat efektif bekerja
memperbaiki metabolism sel khususnya memperbaiki fosforilasi mitokondria,
sehingga adanya defek mitokondria pada penderita skizofrenia bisa diperbaiki dan
akhirnya bisa mengurangi gejala skizofrenia itu sendiri (Corena M et all, 2013).

Penggunaan kombinasi aripiprazol dengan lithium atau asam valproat


mampu mengurangi relaps gangguan mood pada kasus mania bipolar I yang bisa
diaplikasikan juga untuk mengurangi relaps skizofrenia jangka panjang (Marcus,
2011).

Pemberian carbamazepin harus diperhatikan apabila dikombinasi dengan


obat antipsikotik seperti haloperidol, fluphenazin, clozapin, olanzapin, quetiapin
dan aripriprazol. Obat ini jika diberikan bersamaan dengan carbamazepin maka
akan terjadi hiperaktivasi oleh enzim sitokrom P-450 tipe 3A4, yang
menyebabkan peningkatkan metabolisme obat antipsikotik tersebut, sehingga obat
tersebut akan menjadi cepat dibuang keluar oleh tubuh. Pemberian carbamazepin
dengan obat-obatan tersebut, baik antipsikotik tipikal dan atipikal tidak
direkomendasi (Amir, 2008, Stahl, 2013 & Sadock, 2013). Interaksi obat
19

carbamazepin dengan dapat menurunkan kadar haloperidol sebanyak 50-60%


(Monaco & Cicolin, 1999).

Obat antidepresan golongan SSRI juga tidak disarankan dikombinasi


dengan asam valproat dan carbamazepin karena SSRI ini menghambat sitokrom
P-450 yang akan meningkatkan kadar asam valproat dan carbamazepin dalam
plasma (Widyawati, 2011).

Gejala klinis, resiko genetik, epidemiologi dan patofisiologi


neurotransmiter yang tampak pada skizofrenia, sering overlapping dengan
gangguan bipolar, maka dari itu untuk penanganan skizofrenia dengan bipolar
penatalaksanaanya juga hampir sama. Sekitar 60% pasien bipolar yang
overlapping dengan skizofrenia, menurut Kraepelin, ini merupakan proses yang
berkelanjutan dari bipolar untuk menjadi skizoafektif dan terakhir jatuh menjadi
skizofrenia (Bambole, 2013).

Berikut ini beberapa rekomendasi terapi kombinasi pemberian antipsikotik


dan mood stabilizer yang ideal untuk penanganan skizofrenia yang tidak optimal
dengan pemberian antipsikotik saja. Jika pasien menunjukkan gejala positif yang
tumpang tindih dengan gejala mania pada bipolar maka first line terapinya adalah
dengan pemberian Antipsikotik Atipikal (AA) atau kombinasi valproat/lithium
dengan antipsikotik atipikal (risperidon, quetiapin, olanzapin, atau aripiprazol).
Tidak di rekomendasi pemberian kombinasi carbamazepin dengan antipsikotik
atipikal (risperidon, olanzapin quetiapin ataupun aripiprazol).

Jika yang menonjol gejala negatif, yang tumpang tindih dengan gejala
depresi pada bipolar, maka dapat diberikan first line terapi dengan kombinasi
quetiapin/ Olanzapin dengan SRRI dan jika tidak berespon optimal bisa diberikan
kombinasi.

Anda mungkin juga menyukai