Anda di halaman 1dari 11

Nama Obat Indikasi Antihistamin Generasi I Etanolamin Karbinoksamin Antihistamin atau alergi

Kontra Indikasi

Efek samping utama

Interaksi

Menjalankan mesin dan mengemudikan kendaraan bermotor

Mengantuk dan gangguan saluran cerna

Obat golongan barbiturate, deoresan system saraf pusat dan alcohol,akan memperkuat efek sedatifnya

Difenhidramin

Untuk segala macam keadaan alergi, seperti batuk-batuk, gatal di kulit, pilek dan bersin-bersin karena flu, antihistamin

Dimenhidrinat

Muntah akibat mabuk perjalanan(motion sickness), penyakit.iridiasi, hiperemesisgravidarum

Asma akut, glaucoma, kesukaran dalam mengosongkan kandung kencing, 2 minggu sebelumnya menggunakan obat golongan MAO inhibitor, bayi dan ibu menyusui, hipersensitif Sopir atau operator mesin, ,jangan digunakan bersama obat penenang

Mengantuk

Etilenediamin Pirilamin Tripelenamin

Dermatitis karena alergi, urtikaria akut dan kronik, kepekaan terhadap sinar matahari dan gigitan serangga Pruritus karena alergi, ansietas, sedative untuk

Penyakit kulit yang mengeluarkan cairan karena peradangan

Piperazin Hidrosikzin

Siklizin

pramedikasi dan anestesi umum. anti-emetik dan pencegah mabuk jalan

wanita hamil pada trimester pertama

Meklizin Alkilamin Klorfeniramin

Bromfeniramin

Pengobatan simptomatik berbagai penyakit alergi seperti urticaria, pruritus, gigitan serangga, eksim, asma, hay fever, meringankan gejala alergi Antihistamin, alergi nasal dan dermatosis, reaksi alergi berat dan hipersensitivitas, reaksi anafilaksis dan transfuse.

Infeksi sal nafas bawah, bayi baru lahir atau bayi premature, glaucoma sudut sempit, hipersensitif

Sedasi, gangguan saluran cerna, efek anti muskarinik, hipotensi, kelemahan otot, tinnitus, euphoria, sakit kepala, gangguan hematologi, mengantuk dan pusing yang ringan, mulut kering, pandangan kabur Mengantuk, sedasi,eksitasi (pada anak-anak), pusing,hipotensi,hipertensi, palpitasi, aritmia, penglihatan kabur, mulut kering, obstruksi, konstipasi, anyang-anyangan, retensi urin, berkeringat,reaksi hipersensitifivas, Depresi SSP bertambah pada penggunaan bersama depresan ssp lain termasuk alcohol, opioid, dan sedative.

Hipersensitifitas, serangan asma akut, laktasi, intoleran terhadap alcohol,

Fenotiazin prometazin

Alergi, gatal-gatal, mabuk kendaraan, pusing-pusing (vertigo) dan sebagaisedativum pada batuk-batuk dan sukar tidur, terutama pada anak-anak

kadang-kadang dapat terjadi hipotensi,hipotermia(suhu badanrendah), dan efek-efek darah (leucopenia, agranulocytosis)

Lain-lain Siproheptadin Alergi kulit, alergi rhinitis Mebhidrolin Alergi, urtikaria, napadisilat rhinitis vasomotor, pruritis, eksema Antihistamin Generasi II Astemizol Urtikaria kronik; alergi

Pasien dengan penyakit hati;

Meningkatkan nafsu makan dan berat badan; aritmia

pasien yang sedang menggunakan obat ketokonazol, itrakonazol, atau antibiotic gol. mikrolid Feksofenadin Lain-lain Loratadin

ventrikel

Setrizin

Dermatologi rhinitis, rhinitis alergi Urtikari kronik idiopati; parenial rhinitis

Ibu hamil/menyusui; anak <6 tahun Hipersensitifi cetrizine, hamil, menyusui

Kelelahan; mual; muntah; sakit kepala. Sakit kepala, pusing, rasa mengantuk, agitasi,mulut kering, ggn saluran cerna, vertigo

Penggolongan Obat Jamur Penggolongan obat jamur dapat dilakukan berdasarkan golongan obat tersebut dan mekanisme kerja obat jamur itu sendiri.

Obat jamur golongan Polyene, obat jamur kelompok polyene bekerja dengan cara mengikat sterol dalam membran sel jamur. contohnya adalah nistatin, candicin dan rimocidin.

Obat jamur golongan Azoles, Anti jamur kelompok azole merupakan obat jamur yang paling banyak digunakan di indonesia, obat jamur golongan azoles bekerja dengan cara menghambat -lanosterol 14 demethylase. contoh obat jamur golongan azoles adalah ketokonazole, mikonazole, dan flukonazole.

obat jamur golongan Allylamines, bekerja dengan menghambat epoxidase squalene. contohnya adalah terbinafine

Obat jamur golongan Echinocandins, bekerja dengan menghambat sistesa glukan dalam dinding sel. contoh obat jamur golongan echinocandins adalah caspofugin.

selain kelompok diatas masih ada beberapa kelompok obat jamur minor lainnya seperti griseofulvin, asam benzoat dan masih banyak lagi.

Dosis dan Efek Samping obat jamur Meskipun pemberian obat jamur pada umumnya diberikan secara topikal atau merupakan obat luar, namun hal ini tidak lantas mengabaikan dosis dan efek samping obat jamur tersebut, sangat disarankan bagi anda untuk berkonsultasi dengan dokter sebelum anda menentukan pilihan jenis obat jamur dan mengkonsumsinya. Kekhawatiran terbesar dari konsumsi obat jamur yang tidak sesuai adalah reaksi alergi, toksik, kontraindikasi dengan obat lain yang anda konsumsi dan pengaruh terhadap hormon.

Macam-macam obat anti jamur Antijamur Obat antijamur terdiri dari beberapa kelompok yaitu : kelompok polyene (amfoterisin B, nistatin, natamisin), kelompok azol (ketokonazol, ekonazol, klotrimazol, mikonazol, flukonazol, itrakonazol), allilamin (terbinafin), griseofulvin, dan flusitosin.

Azol Antijamur azol merupakan senyawa sintetik dengan aktivitas spektrum yang luas, yang diklasifikasi sebagai imidazol (mikonazol dan ketokonazol) atau triazol (itrakonazol dan flukonazol) bergantung kepada jumlah kandungan atom nitrogennya ada 2 atau 3. Struktur kimia dan profil farmakologis ketokonazol dan itrakonazol sama, flukonazol unik karena ukuran molekulnya yang kecil dan lipofilisitasnya yang lebih kecil.

Flukonazol Farmakologi : Flukonazol merupakan inhibitor cytochrome P-450 sterol C-14 alphademethylation (biosintesis ergosterol) jamur yang sangat selektif. Pengurangan ergosterol, yang merupakan sterol utama yang terdapat di dalam membran sel-sel jamur, dan akumulasi sterolsterol yang mengalami metilase menyebabkan terjadinya perubahan sejumlah fungsi sel yang berhubungan dengan membran. Secara in vitro flukonazol memperlihatkan aktivitas fungistatik terhadap Cryptococcus neoformans dan Candida spp.

Spektrum : Spektrum aktivitas antijamurnya sama dengan ketokonazol. Fluconazole memiliki spectrum yang luas meliputi Blastomyces dermatidis, Cocciodioides immitis, Cryptococcus neoformus, Histoplasma capsulatum dan Paracoccidioides brasiliensis. Obat ini aktif terhadap Candida albicans, C. tropicalis, dan C. parapsilosis, namun tidak peka terhadap C. krusei dan Torulopsis glabrata (sekarang diklasifikasikan ke dalam spesis Candida glabrata). Fluconazole aktif di dalam dermatophytosis namun tidak efektif di dalam aspergillosis dan mucormycosis. Pada pasien penderita neutropenik, manifestasi resistensi fluconazole yang paling umum adalah pada seleksi spesis Candida yang tidak biasa dijumpai, seperti C. krusei, yang memiliki resistensi intrinsik terhadap obat ini.

Farmakokinetik : Flukonazol larut air dan cepat diabsorpsi sesudah pemberian oral, dengan 90% bioavailabilitas, 12% terikat pada protein. Obat ini mencapai konsentrasi tinggi dalam LCS, paru dan humor aquosus, dan menjadi obat pilihan pertama untuk meningitis karena jamur. Konsentrasi fungisidanya juga meningkat dalam vagina, saliva, kulit dan kuku.

Pengobatan secara oral dengan fluconazole mengakibatkan terjadinya absorpsi obat secara

cepat dan hampir sempurna. Konsentrasi serum identik diperoleh setelah pengobatan secara oral dan secara parenteral yang menunjukkan bahwa metabolisme tahap awal (first-pass metabolism) obat tidak terjadi. Konsentrasi darah naik sesuai dengan dosis dengan tingkat dosis yang bermacam-macam. Dua jam setelah pemberian obat secara oral dengan dosis 50 mg, konsentrasi serum dengan kisaran 1,0 mg/l dapat diantisipasi, namun hal ini terjadi hanya setelah dosis ditambah secara berulang-ulang hingga mencapai 2,0 sampai dengan 3,0 mg/l.

Pengobatan fluconazole secara oral atau secara parenteral menyebabkan percepatan dan

penyebaran distribusi obat. Tidak seperti obat antifungal azol jenis lainnya, protein yang mengikat fluconazole memiliki kadar yang rendah (sekitar 12%). Hal ini menyebabkan tingginya tingkat sirkulasi obat yang tidak terikat. Tingkat sirkulasi obat yang tidak terikat pada sebagian besar kelenjar dan cairan tubuh biasanya melampaui 50% dari konsentrasi darah simultan. Tidak seperti obat anti jamur azole jenis lain, fluconazole tidak dapat di metabolisme

secara ekstensif oleh manusia. Lebih dari 90% dari dosis yang diberikan tereliminasi ke dalam urin: sekitar 80% dalam bentuk obat-obatan asli (tidak berubah komposisinya) dan 10% dalam bentuk metabolit. Tidak ada indikasi induksi atau inhibit yang signifikan pada metabolisme fluconazole yang diberikan secara berulang-ulang.

Sarana eliminasi utama dalam hal ini adalah ekskresi renal obat-obatan yang tidak dapat

dirubah komposisinya. Pada pasien yang memiliki fungsi renal normal, terdapat sekitar 80% dari jumlah dosis yang diberikan tercampur dengan urin dengan bentuk yang tidak berubah dan konsentrasi > 100 mg/l. obat jenis ini dibersihkan melalui filtrasi glomerular, namun secara bersamaan terjadi reabsorpsi tubular. Fluconazole memiliki paruh hidup serum selama 20-30 jam, tetapi dapat diperpanjang waktunya jika terjadi gangguan pada fungsi renal, dengan pemberian dosis terhadap pasien yang memiliki tingkat filtrasi di bawah 50 ml/menit. Fluconazole akan hilang selama haemodialysis dan pada sejumlah kasus terjadi selama dialysis peritoneal. Sessi haemodialysis selama 3 jam dapat mengurangi konsentrasi darah hingga sekitar 50%.

Indikasi

infeksi

sistemik,

kandidiasis

mukokutan,

vaginal

candidiasis.

Kegunaan Terapi : Fluconazole dapat digunakan untuk mengobati candidosis mukosa dan candidosis cutaneous. Selain itu, obat ini juga efektif untuk perawatan berbagai jenis gangguan dermatophytosis dan pityriasis versicolor. Fluconazole adalah jenis ramuan obat yang menjanjikan bagi perawatan penyakit candidosis stadium lanjut/berat pada pasien yang tidak menderita neutropenia, namun sebaiknya tidak digunakan sebagai pilihan utama pada pasien neutropenia kecuali jika terdapat alasan-alasan tertentu. Fluconazole telah terbukti bermanfaat untuk perawatan prophylaktat terhadap penyakit candidosis yang diderita oleh pasien pengidap neutropenik. Fluconazole tidak tidak efektif untuk mengobati aspergillosis dan mucormycosis. Fluconazole merupakan jenis obat-obatan yang ampuh untuk mengatasi meningitis cryptococcal, tetapi tidak boleh dijadikan prioritas utama untuk pasien pengidap AIDS kecuali jika terdapat alasan-alasan tertentu. Fluconazole terbukti lebih efektif dan lebih dapat ditoleransi dibandingkan amphotericin B untuk mengobati atau mencegah terjadinya cryptococcosis pada pasien penderita AIDS. Fluconazole saat ini menjadi jenis obat yang menjadi pilihan banyak dokter untuk mengobati pasien penderita meningitis coccidioidal. Syaratnya, pasien tersebut harus tetap mengkonsumsi fluconazole selama hidupnya agar mencegah munculnya kembali penyakit yang sama.

Dosis & Cara Pemberian : Flukonazol tersedia dalam bentuk kapsul 50 dan 150 mg dan infus 2 mg/ml. Dosis tunggal 150 mg. Modifikasi dosis perlu dilakukan pada pasien dengan gangguan ginjal.. Fluconazole merangsang terjadinya absorpsi secara sempurna pada saat dilakukan pengobatan secara oral, sehingga jenis pengobatan oral menjadi prioritas utama. Flukonazol dapat dipakai dengan atau tanpa makanan Jika pemberian obat pada pasien tidak memungkinkan untuk diberikan lewat mulut, maka fluconazole diberikan dalam bentuk larutan intravena, atau melalui infus dengan kadar infus 5-10 ml/menit. Vaginal candidosis dapat diobati dengan fluconazole oral dengan dosis 150 mg.

Sedangkan Oropharyngeal candidosis diobati dengan dosis 50-200 mg/hari selama 1-2 pekan. Candidosis jenis Oesophageal dan mucocutaneus serta candidosis saluran kencing bagian bawah memerlukan fluconazole dengan dosis 100-200 mg/hari yang diberikan selama 2-4 pekan. Dosis yang disarankan untuk pasien penderita cryptococcosis atau candidosis stadium

lanjut adalah 400 mg/hari. Namun demikian, sejumlah praktisi klinik telah menggunakan dosis yang lebih tinggi lagi untuk mengatasi infeksi-infeksi yang membahayakan nyawa pasien. Lama waktu atau durasi perawatan akan berbeda sesuai dengan kondisi pasien itu sendiri, bergantung pada sifat dan jangkauan infeksi serta penyakit yang mendahuluinya. Diperlukan sekurangkurangnya 6-8 pekan lamanya untuk mengobati pasien penderita cryptococcosis yang tidak mengidap AIDS. Dosis yang disarankan untuk anak-anak adalah 1-2 mg/kg untuk jenis candidosis superficial dan 5 mg/kg untuk cryptococcosis atau candidosis stadium lanjut. Pengobatan jangka panjang menggunakan fluconazole dengan tujuan menyembuhkan

pasien cryptococcosis yang juga menderita AIDS harus dilakukan pada dosis 200 mg/hari. Untuk mencegah candidosis pada pasien penderita neutropenik, maka dosis yang diberikan adalah 100400 mg/hari. Pasien-pasien yang memiliki resiko tinggi terhadap serangan infeksi stadium lanjut harus diobati dengan dosis 400 mg/hari dan hal ini harus dimulai beberapa hari menjelang munculnya gejala neotropenia dan berlangsung selama 1 pekan setelah jumlah neutrofil kembali pada kisaran 1 x 109/l. Pasien yang menderita gangguan renal harus diberi dosis normal selama 48 hari pertama

pengobatan. Segera setelah itu, interval dosis harus dilipatgandakan sampai dengan 48 jam (dengan kata lain, dosis dikurangi setengahnya). Hal ini berlaku bagi pasien yang memiliki tingkat pembersihan kreatinin 21-40 ml/menit. Sedangkan pasien yang memiliki tingkat

pembersihan

kreatinin

10-20

ml/menit

interval

dosis

adalah

72

jam.

Pasien yang menderita haemodialysis secara reguler memerlukan dosis yang biasa yang

diberikan setelah masing-masing tahap atau sesi dialysis.

Kehamilan dan menyusui : Penggunaan pada masa kehamilan dan direkomendasikan.

menyusui tidak

Efek samping : Sakit kepala, nyeri abdominal, diare, dan pusing. Ruam pada kulit bisa terjadi tapi jarang. Flukonazol bisa menyebabkan kerusakan hati pada kasus jarang. Fungsi hati harus dimonitor setelah beberapa hari penggunaan obat. Fluconazole adalah jenis obat yang dapat ditoleransi dengan baik. Efek samping yang paling umum terjadi adalah gastrointestinal seperti nausea (mual) dan nyeri pada bagian perut, namun jarang yang memerlukan diskontinuasi perawatan, khususnya pada pasien yang menerima dosis hingga 400 mg/hari. Elevasi asimptomatik transient tingkat transaminase serum relatif biasa terjadi pada pasien penderita AIDS, dan pengobatan harus dihentikan pada pasien penderita hepatitis simptomatik atau penderita gangguan fungsi hati. Pasien penderita kanker atau AIDS memiliki kemungkinan untuk mengidap sindrom StevensJohnson (fatal exfoliative skin rashes), namun hubungan sebab akibat penyakit ini dengan fluconazole belumlah jelas, terutama jika penanganan dilakukan secara terus-menerus dengan obat-obatan jenis lain. Ada baiknya untuk menghentikan konsumsi fluconazole pada pasien penderita infeksi jamur superficial, di mana pasien tersebut mengalami pengelupasan kulit. Pasien penderita infeksi jamur stadium lanjut/berat yang juga mengalami pengelupasan kulit harus diawasi terus perkembangannya dan pemberian obat harus dihentikan jika terjadi luka yang serius atau erythrema multiforme. Berbeda dengan ketoconazole, fluconazole tidak menghambat metabolisme adrenal maupun steroid testicular manusia. Syaratnya, obat ini dikonsumsi dengan dosis yang tepat.

Griseofulvin Griseofulvin, suatu obat jamur, juga dilaporkan memiliki efek yang serupa, yaitu mengurangi efek kontrasepsi oral. Obat jamur lain yang dilaporkan dapat menurunkan potensi pil KB adalah itraconazole, namun mekanismenya belum diketahui secara pasti. Yang menarik, obat kelompok triazol yang lain yaitu ketaconazole, dan fluconazole, dilaporkan menghambat enzim sitokrom P450, yang berarti mengurangi metabolisme pil KB menjadi bentuk tak aktifnya, yang pada gilirannya meningkatkan efek pil KB-nya. Namun karena belum ada data epidemiologi yang akurat, masih sulit untuk menyimpulkan secara pasti interaksi obat jamur dengan kontrasepsi oral. Nystatin Nystatin adalah obat antijamur polien untuk jamur dan ragi yang sensitif terhadap obat ini termasuk Candida sp. Di dalam darah sangat berbahaya bagi tubuh, tetapi dengan sifatnya yang tidak bisa melewati membran kulit sangat baik untuk digunakan sebagai obat pemakaian luar saja. Tetapi dalam penggunaannya harus hati-hati jangan digunakan pada luka terbuka.

Flucytosine Flucytosine is the the only available antimetabolite drug having antifungal activity. It inhibits fungal protein synthesis by replacing uracil with 5-flurouracil in fungal RNA. Flucytosine also inhibits thymidylate synthetase via 5-fluorodeoxy-uridine monophosphate and thus interferes with fungal DNA synthesis Gastrointestinal intolerance and bone marrow depression may be observed. Rash, hepatotoxicity, headache, confusion, hallucinations, sedation and euphoria have also been reported [2055, 2151]. Since flucytosine is commonly combined with amphotericin B, the renal impairment caused by amphotericin B may increase the flucytosine levels in the body and thus potentiate its toxicity. The toxicity of flucytosine is presumably due to 5-fluorouracil which is produced from flucytosine by bacteria in gut lumen

Tujuan terapi pada pasien yang terinfeksi jamur secara garis besar dibagi 2 yaitu kausatif (etiologi jamur ) dan simtomatik ( rasa gatal ). Dalam menghilangkan jamur penyebab tersebut maka dapat memilih beberapa jenis dan golongan obat yang tersedia sesuai dengan etiologi. Obat jamur tersedia topikal dan oral. Pemberian anti jamur secara topikal terdapat beberapa kriteria antara lain : 1. mayoritas golongan broad spektrum 2. Golongan fungicidal 3. Non iritasi dan hipo alergenik 4. Proses pengobatan dengan jangka pendek 5. Tersedia dalam beberapa bentuk (krim, solutio,dll) 6. Harga terjangkau Secara garis besar terdapat 3 golongan antijamur topikal : Imidazole, allymines and benzylamines, polyenes Golongan Imidazole Pada jamur yang tumbuh aktif berkerja menghalangi sintesis komponen dinding jamur dengan cara menghambat 14-- demetilase, enzim yang bertanggung jawab untuk sintesis ergosterol, yang merupakan sterol utama membran sel jamur. Pada konsentrasi tinggi, azol menyebabkan K+ dan komponen lain bocor keluar dari sel jamur. Golongan obat ini bersifat fungistatik dan sangat baik peneterasi ke stratum korneum. Golongan allymines and benzylamines bekerja dengan menghambat squalene epoxidase dimana enzim tersebut mengkonversi squalene menjadi squalene epoxidase. Akumulasi dari squalene di intrasel secara langsung akan mematikan jamur tersebut.

Terapi lewat pemberian oral terdapat 4 macam obat yang sering digunakan dalam rawat jalan yaitu terbinafine, itraconazole, fluconazole, griseovulvin. Pada terbinafine berkerja dengan dengan menghambat squalene epoxidase dimana enzim tersebut mengkonversi squalene menjadi squalene epoxidase. Pada itraconazole berkerja menghalangi sintesis komponen dinding jamur dengan cara menghambat 14-- demetilase, enzim yang bertanggung jawab untuk sintesis ergosterol, yang merupakan sterol utama membran sel jamur. Pada konsentrasi tinggi, azol menyebabkan K+ dan komponen lain bocor keluar dari sel jamur. Pada fluconazole berkerja menghalangi sintesis komponen dinding jamur dengan cara menghambat 14-- demetilase, enzim yang bertanggung jawab untuk sintesis ergosterol, yang merupakan sterol utama membran sel jamur.

Anda mungkin juga menyukai