Anda di halaman 1dari 7

JENIS OBAT : FLUCONAZOLE

Fluconazole adalah sebagai obat antifungi sistemik golongan triazol. Fluconazole


lebih poten dan spesifik dalam menghambat sintesis sterol jamur. Flukonazola adalah obat
antijamur yang digunakan untuk sejumlah infeksi jamur Termasuk kandidiasis,
blastomikosis, koksidioidomikosis, kriptokokosis, histoplasmosis, dermatofitosis, dan panau.
Obat ini juga digunakan untuk mencegah kandidiasis pada orang berisiko tinggi seperti
transplantasi organ, bayi yang lahir dengan berat rendah, dan orang yang neutrofil darahnya
rendah. Obat ini baik diberikan melalui mulut atau dengan suntikan ke dalam vena.

Fluconazola dipatenkan pada tahun 1981 dan mulai digunakan secara komersial pada
tahun 1988. Obat ini terdapat dalam Daftar Obat Esensial Organisasi Kesehatan Dunia, obat
paling efektif dan aman yang diperlukan dalam sistem kesehatan. Fluconazol tersedia sebagai
obat generik.

 Penggunaan Medis
Fluconazol digunakan untuk mengobati infeksi jamur, termasuk infeksi jamur
pada vagina, mulut, tenggorokan, esofagus, perut, paru-paru, darah, dan organ
lainnya. Fluconazol juga digunakan untuk terapi meningitis (infeksi selaput otak dan
tulang belakang) yang disebabkan oleh jamur. Fluconazol juga dapat digunakan untuk
mencegah infeksi jamur pada pasien yang kemungkinan besar terinfeksi karena
dirawat dengan kemoterapi atau terapi radiasi sebelum transplantasi sumsum tulang
Fluconazol digunakan sebagai terapi awal untuk pengobatan pasien dengan
kandidiasis mukosa, termasuk mereka yang mengidap human immunodeficiency virus
(HIV).

 Efek Samping
Efek samping pemakaian fluconazol seperti nausea, sakit perut, diare, kembung;
gangguan enzim hati; kadang-kadang ruam (hentikan obat atau awasi secara ketat);
angioudem, anafilaksis, lesi bulosa, nekrolisis epidermal toksik, sindrom Stevens-
Johnson; dan pada pasien AIDS pernah dilaporkan terjadinya reaksi kulit yang hebat.
o Hepatoksisitas
Peningkatan sementara kadar serum aminotransferase pada 5% pasien yang diobati
dengan fluconazol dan peningkatan ALT (alanin transaminase) di atas 8 kali batas atas
normal pada 1% pasien yang memakai flukonazol pernah dilaporkan. Cedera hati
yang bersifat hepatoseluler muncul dalam beberapa minggu pertama terapi dan dapat
disertai dengan tanda-tanda hipersensitivitas seperti demam, ruam, dan eosinofilia.
Kasus fatal dari kerusakan hati akibat flukonazol pernah dilaporkan, namun
kebanyakan kasus sembuh sendiri meskipun pemulihan mungkin tertunda selama
beberapa minggu setelah menghentikan flukonazol dan paling lambat membutuhkan 2
sampai 3 bulan. Penyebab hepatotoksisitas flukonazol tidak diketahui, namun,
mungkin berhubungan dengan kemampuan flukonazol mengubah sintesis sterol.
Inhibisi enzim sitokrom P450 CYP 3A4 dapat menyebabkan peningkatan yang
signifikan dalam kadar plasma dan toksisitas serius dari obat-obatan yang biasanya
dimetabolisme oleh CYP3A4, terutama statin dan siklosporin (LiverTox, 2017).

 Interaksi
Di antara obat-obat antijamur, golongan triazol memiliki potensi tertinggi
untuk mengalami reaksi obat-obat yang serius dan dapat memiliki ratusan interaksi
dengan obat lain. Interaksi obat triazol bervariasi sesuai afinitas masing-masing
terhadap isoenzim (CYP2C19, CYP3A4, CYP2C9).
Sebagai penghambat Enzim CYP450, triazol dapat mengganggu metabolisme
obat yang diberikan bersamaan dan meningkatkan risiko toksisitas. Konsentrasi
triazol dapat secara substansial dipengaruhi oleh penggunaan obat yang menghambat
atau menginduksi enzim, seperti yang telah diamati untuk itrakonazol dan
vorikonazol. Karena triazol dapat menyebabkan perpanjangan interval QT, dapat
memberikan efek aditif pada obat yang memperpanjang QT.[11]

Interaksi flukonazol dengan beberapa obat lain adalah sebagai berikut.


o Zidovudin : Fluconazol dapat meningkatkan konsentrasi plasma zidovudin
sehingga risiko toksisitasnya meningkat
o Teofilin : Fluconazol dan ketonazol dapat meningkatkan konsentrasi
teofilin dalam plasma
o Rifampisin : Fluconazol meningkatkan konsentrasi rifabutin dalam plasma
sehingga meningkatkan risiko uveitis. Rifampisin mempercepat metabolisme
flukonazol
o Karbamezapin : Fluconazol, ketokonazol, dan mikonazol dapat meningkatkan
konsentrasi plasma karbamazepin
o Siklosporin : Fluconazol, itrakonazol, dapat menghambat metabolisme
siklosporin
o Ritonavir : Fluconazol meningkatkan konsentrasi plasma ritonavir

 Kontraindikasi
Flukonazola kontraindikasi untuk pasien berikut:
o Telah diketahui hipersensitif terhadap obat-obatan azol lainnya seperti
ketokonazol
o Sedang meminum terfenadine, jika dosis flukonazol 400 mg per hari
o Pemberian bersamaan flukonazol dan quinidin, terutama ketika flukonazol
diberikan dalam dosis tinggi
o Meminum SSRi seperti fluosetin atau sertraline

 Farmakodinamik
Fluconazole bekerja pada enzim sitokrom P-450 lanosterol 14-alpha-
demethylase yang berfungsi dalam biosintesis ergosterol. Mekanisme spesifik berupa
pembentukan ikatan atom nitrogen bebas dari cincin azol dengan atom besi pada
heme dari enzim. Kondisi ini akan mencegah aktivasi oksigen dan demetilasi
lanosterol, sehingga menghambat biosintesis ergosterol yang merupakan komponen
penting dari membran sel jamur. Hilangnya sterol normal tersebut sejalan dengan
akumulasi 14 alpha-methyl sterols yang bersifat toksik pada membran sel jamur dan
dapat menghentikan pertumbuhan sel.

 Farmakokinetik

Farmakokinetik fluconazole hampir sama baik pada pemberian per oral dan intravena.
Obat dapat diserap secara cepat dan sempurna dari saluran pencernaan.

1) Absorpsi

Penyerapan fluconazole sangat baik di saluran pencernaan tanpa dipengaruhi


makanan. Studi klinis pada pasien sehat yang mendapat 50 mg/kg fluconazole
menunjukan Tmax tercapai dalam 3 jam.
Konsentrasi puncak plasma pada pasien sehat berpuasa dicapai dalam 1-2 jam
setelah konsumsi obat. Steady-state concentration tercapai dalam 5-10 hari setelah
konsumsi per oral dosis 50-400 mg sekali sehari. Rerata Area Under the Curve (AUC)
adalah 20,3 pada pasien sehat yang mendapat fluconazole 25 mg.

2) Distribusi

Fluconazole memiliki tingkat kelarutan air yang tinggi dengan volume


distribusi mendekati total body water sekitar 0,7-1 L/kg dan ikatan dengan protein
plasma yang rendah. Fluconazole dapat ditemukan pada urine, kulit dan kuku, vagina
dan sekret vagina, saliva, sputum, mata, ASI, hingga cairan serebrospinal melewati
sawar darah otak. Permeabilitas meningen terhadap fluconazole dapat meningkat pada
keadaan inflamasi seperti pada kasus meningitis.

3) Metabolisme

Fluconazole dimetabolisme secara minimal di hati. Obat ini merupakan


inhibitor CYP2C9, CYP3A4, dan CYP2C19.

Dua jenis metabolit dapat terdeteksi di urine pasien sehat yang mengonsumsi
50 mg fluconazole. Metabolit ini adalah metabolit glukoronidasi dan N-oksida.

4) Eliminasi

Waktu paruh fluconazole adalah sekitar 22-31 jam. Proses eliminasi melalui
ekskresi ginjal dalam bentuk unchanged drug (80%) dan metabolit (11%) pada urin.
Farmakokinetik fluconazole dapat dipengaruhi oleh gangguan fungsi ginjal, dimana
klirens kreatinin berbanding terbalik dengan waktu paruh eliminasi, sehingga perlu
pengurangan dosis pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal.

5) Resistansi
Fluconazole telah direkomendasikan oleh Infectious Diseases Society of
America (IDSA) sebagai pengobatan lini pertama untuk infeksi Candida sp. Sekitar
7% dari seluruh isolat bloodstream yang diuji di CDC resistan terhadap fluconazole.
Lebih
dari 70% isolat yang resistan tersebut berasal dari spesies Candida
glabrata atau Candida krusei.
Fluconazole bersifat fungistatik, sehingga terdapat peluang untuk
terjadinya acquired resistance terhadap antifungi ini. Resistansi fluconazole dapat
timbul akibat perubahan jumlah dan fungsi enzim target (lanosterol 14-α-
demethylase), perubahan terhadap akses pada enzim tersebut, atau kombinasi
keduanya. Sementara jika ditinjau dari segi molekuler, mekanisme resistansi
melibatkan gen pada jalur biosintesis ergosterol, transporter obat, perubahan pada
ploidy, dan hilangnya heterozigositas.
REFERENSI

Fluconazole Fluconazole (DiflucanTM) adalah bahan/zat anti jamur sintetis yang dapat
digunakan untuk pengobatan infeksi. (2016). 1–3.

Jurusan, P., Fmipa, F., & Udayana, U. (2016). Jurnal farmasi udayana. V.

Pada, F., Orofaring, K., Dokter, P., Penyakit, S., Kedokteran, F., & Utara, U. S. (2018).
Hubungan kadar cd4 dengan resistensi flukonazol pada kandidiasis orofaring pasien
hiv/aids di rsup h.adam malik medan.

Paramita, N. L. P. V., Trisnadewi, I. G. A. A., Pratiwi, N. P. C., Dwijayanti, N. M. P.,


Ardiyanti,
N. L. P. P., Yustiantara, P. S., Putra, A. A. G. R. ., & Wirasuta, I. M. A. G. (2016). Uji
Kepekaan Antifungi Fluconazole dan Nistatin Terhadap Candida albicans ATCC 10231
Dengan Metode Difusi Diks. Jurnal Farmasi Udayana, 5(1), 8–11.

Zakaria, Y. N. (2016). PROFIL PENGGUNAAN FLUKONAZOL PADA PASIEN


HIV/AIDS
DENGAN KANDIDIASIS (Penelitian dilakukan di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang).
Universitas Airlangga.

Anda mungkin juga menyukai