Ciprofloxacin
A. Pendahuluan
Asam nalidiksat adalah prototip golongan kuinolon lama yang dipasarkan
sekitar tahun 1960. Walaupun obat ini mempunyai daya antibakteri yang baik
terhadap kuman Gram-negatif, eliminasinya melalui urin berlangsung terlalu cepat
sehingga sulit dicapai kadar terapeutik dalam darah. Karena itu penggunaan asam
nalidiksat praktis terbatas sebagai atiseptik saluran kemih saja. Selain itu resistensi
cepat timbul terhadap obat ini.Kuinolo lainnya yaitu asam piromidat, asam pipemidat,
sinoksasin, dan lain-lain, juga tidak mempunyai kelebihyan yang berarti. Kuinolon
lama ini praktis tidak digunakan orang lagi.
Pada awal tahun 1980, diperkenalkan golongan kuinolon baru dengan atom
fluor pada cincin kuinolon (karena itu dinamakan fluorokuinolon). Perubahan struktur
ini secara dramatis meningkatkan daya antibakterinya, memperlebar spektrum
antibakteri, memperbaiki penyerapannya dari saluran cerna, serta memperpanjang
masa kerja obat. Golongan fluorokuinolon ini dapat digunakan untuk infeksi sistemik.
Yang termasuk golongan ini adalah siprofloksasin, pefloksasin, ofloksasin,
norfloksasin, enoksasin, dll.
Kemudian dipasarkan fluorokuinolon baru yang mempunyai daya antibakteri
yang baik terhadap kuman Gram-positif (antara lain S. penumoniae dan S. aureus)
serta kuman atipik penyebab infeksi saluran napas bagian bawah (misalnya
Chlamydia pneumoniae, Mycoplasma pneumoniae, Legionella). Daya antibakterinya
terhadap kuman Gram-negatif sepadan dengan fluorokuinolon generasi terdahulu.
Yang termasuk golongan kuinolon baru ini ialah moksifloksasin, levloksasin, dan
gemifloksasin.
B. Nama Paten
Bestypro, Ciprec 500, Coroflox, Lapiflox, Qinox, Renator, Siflox, Viflox, Wiaflox.
Resistensi. Mekanisme resistensi melalui plasmid seperti yang benyak terjadi pada
antibiotika lain tidak dijumpai pada golongan kuinolon, namun resistensi terhadap
kuinolon dapat terjadi melalui 3 mekanisme yaitu: (1) Mutasi gen gyr A yang
menyebabkan subunit A dari DNA gyrase kuman berubah sehingga tidak dapat
diduduki molekul obat lagi; (2) Perubahan pada permukaan sel kuman yang
mempersulit penetrasi obat ke dalam sel; dan (3) Peningkatan mekanisme pemompaan
obat keluar sel (efflux). Ini merupakan mekanisme penting yang menyebabkan
resistensi S. pneumoniae terhadapt fluorokuinolon.
D. Farmakokinetik
Penyerapa siprofloksasin dan mungkin juga fluorokuinolon lainnya terhambat bila
diberikan Bersama antasida. Fluorokuinolon hanya sedikit terikat dengan protein.
Golongan obat ini didistribusi dengan baik pada berbagai organ tubuh. Dalam urin
semua fluorokuinolon mencapai kadar yang melampaui Kadar Hambat Minimal untuk
kebanyakan kuman pathogen selama minimL 12 jam. Salah satu sifat fluorokuinolon
yang menguntungkan ialah bahwa golongan obat ini mampu mencapai kadar tinggi
dalam jaringan prostat. Beberapa fluorokuinolon seperti siprofloksasin dan ofloksasin
dapat mencapai kadar tinggi dalam cairan serebrospinal bila ada meningitis. Sifat lin
fluorokuinolon yang menguntungkan ialah masa paruh eliminasinya Panjang sehingga
oabt cukup diberikan 2 kali sehari. Kebanyakan fluorokuinolon dimetabolisme di hati
dan dieskresikan melalui ginjal. Hemodialisis hanya sedikit mengeluarkan
fluorokuinolon dari tubuh sehingga penambahan dosis umumnya tidak diperlukan.
Fluorokuinolon tergolong antimikroba yang bersifat concentration dependent killing.
Profil farmakokinetik siprofloksasin adalah berikut.
Dosis Cmax Bioavailabilitas Vd T½ Eliminasi
(mg) (mg/L) Oral ( %) (L/kg) (jam) (%)
500 1,5-3 60-80 2,5-5 3-5 30-50
Absorbsi:
Cepat diabsorbsi oleh traktus GI. Bioavailabilitas 70-80% (oral). Waktu mencapai
konsentrasi puncak pada plasma: 1-2 jam (oral).
Distribusi:
Metabolisme:
Ekskresi:
Untuk obat yang tidak dimetabolisme, diekskresikan melalui urin kira-kira 40-50%
(oral) dan sampai 70% (parenteral); melalui feses 20-35% (oral) dan 15% (IV).
Eliminasi waktu paruh: sekitar 3-5 jam.
E. Indikasi
Fluorokuinolon digunakan untuk indikasi antara lain.
Infeksi Saluran Kemih (ISK). Fluorokuinolon efektik untuk ISK denga atau tanpa
penyulit, termasuk yang disebabkan oleh kuman-kuman yang multiresisten dan P.
aeruginosa. Siprofloksasin dapat mencapai kadar yang cukup tinggi di jaringan
prostat dan dapat digunakan untuk terapi prostatitis bakterial akut maupun kronis.
Infeksi Saluran Cerna. Fluorokuinolon juga efektif untuk diare yang disebabkan
oleh Shigella, Salmonella, E. coli, dan Campylobacter. Siprofloksasin mempunyai
efektivitas yang baik terhadap demam tifois. Selain itu kemungkinan atatus karier
juga dikurangi.
Infeksi Tulang dan Sendi. Siprofloksasin oral dengan dosis 2 kali 500-750 mg/hari
yang diberikan selama 4-6 minggu efektif untuk mengatasi infeksi pada tulang dan
sendi yang disebabkan oleh kuman yang peka. Angka penyembuhan klinis dapat
mencapai 75% untuk osteomyelitis yang disebabkan oleh kuman Gram-negatif.
Dengan pemberian oral ini, pasien dapat berobat jalan sehingga baiay pengobatan
banyak berkurang.
H. Efek Samping
Saluran Cerna. Efek samping ini paling sering timbul akibat penggunaan golongan
kuinolon (prevalensi sekitar 3-17%) dan bermanifestasi dalam bentuk mual, muntah,
dan rasa tidak enak di perut.
Susunan Saraf Pusat. Yang paling sering dijumpai ialahsakit kepala dan pusing.
Bentuk yang jarang timbul ialah halusinasi, kejang, dan delirium.
Hepatotoksisitas. Efek samping ini jarang dijumpai, namun kematian akibat
hepatotoksisitas yang berat pernah terjadi akibat penggunaan frofafloksasin. Karena
itu obat ini sekarang tidak dipasarkan lagi.
Lain-lain. Efek samping kuinolon yang jarang seklai dijumpai ialah tendinitis dan
sindroma hemolysis, gagal ginjal, serta trombositopeni. Golongan kuinolon hingga
sekarang tidak diindikasikan untuk anak (sampai 18 tahun) dan wanita hamil karena
data dari penelitian hewan menunjukkan bahwa golongan obat ini dapat menimbulkan
kerusakan sendi.
I. Interaksi Obat
Golongan kuinolon dan fluorokuinolon berinteraksi dengan beberapa obat, misalnya:
Antasid dan Preparat Besi (Fe). Absorpsi kuinolon dan fluorokuinolon dapat
berkurang hingga 50% atau lebih. Karena itu pemberian antacid dan preparat besi
harus diberikan dengan selang waktu 3 jam.
Teofilin. Beberapa kuinolon misalnya siprofloksasin menghambat metabolism teofilin
dan meningkatkan kadar teofilin dalam darah sehingga dapat terjadi intoksikasi.
Karena itu pemberian kombinasi kedua golongan obat ini perlu dihindarkan.
2. Paracetamol
a. Pengertian Parasetamol
Parasetamol adalah drivat p-aminofenol yang mempunyai sifat antipiretik/analgesik.
Parasetamol utamanya digunakan untuk menurunkan panas badan yang disebabkan oleh
karena infeksi atau sebab yang lainnya. Disamping itu, parasetamol juga dapat digunakan
untuk meringankan gejala nyeri dengan intensitas ringan sampai sedang. Ia aman dalam dosis
standar, tetapi karena mudah didapati, overdosis obat baik sengaja atau tidak sengaja sering
terjadi. Parasetamol (asetaminofen) merupakan turunan senyawa sintesis dari p-aminofenol
yang memberikan efek analgesia dan antipretika. Senyawa ini mempunyai nama kimia N-
asetil-p-aminofenol atau p-asetamidofenol, bobot molekul 151,16 dengan rumus kimia
C8H9NO2.
Asetaminofen (parasetamol)
N-acetyl-para-aminophenol
a. Absorbsi
Absorbsi merupakan proses penyerapan obat dari tempat pemberian menyangkut
kelengkapan dan kecepatan proses tersebut. Absorbs kebanyakan obat melalui saluran cerna
pada umumnya terjadi secara difusi pasif, karena itu absorbsi mudah terjadi bila obat dalam
bentuk non ion dan mudah larut dalam lemak.
Parasetamol yang diberikan secara oral diserap secara cepat dan mencapai kadar
serum puncak dalam waktu 30 - 120 menit. Adanya makanan dalam lambung akan sedikit
memperlambat penyerapan sediaan parasetamol lepas lambat.
b. Distribusi
Obat didistribusikan ke seluruh tubuh melalui sirkulasi darah. Selain tergantung dari
aliran darah, distribusi obat juga ditentukan oleh sifat fisikokimianya. Distribusi obat
dibedakan atas dua fase berdasarkan penyebarannya di dalam tubuh. Distribusi fase pertama
terjadi segera setelah penyerapan, yaitu ke organ yang perfusinya sangat baik misalnya :
jantung, hati, ginjal, dan otak. Selanjutnya, distribusi fase dua jauh lebih luas yaitu mencakup
jaringan yang perfusinya tidak sebaik organ pada distribusi fase pertama misalnya : otot,
visera, kulit, dan jaringan lemak. Distribusi ini baru mencapai kesetimbangan setelah waktu
yang lama.
Parasetamol terdistribusi dengan cepat pada hampir seluruh jaringan tubuh. Lebih
kurang 25% parasetamol dalam darah terikat pada protein plasma.
c. Metabolisme
Parasetamol berikatan dengan sulfat dan glukuronida terjadi di hati. Metabolisme
utamanya meliputi senyawa sulfat yang tidak aktif dan konjugat glukoronida yang
dikeluarkan lewat ginjal. Sedangkan sebagian kecil, dimetabolismekan dengan bantuan enzim
sitokrom P450. Hanya sedikit jumlah parasetamol yang bertanggung jawab terhadap efek
toksik (racun) yang diakibatkan oleh metabolit NAPQI (N-asetil-p- benzo-kuinon imina).
Bila pasien mengkonsumsi parasetamol pada dosis normal, metabolit toksik NAPQI ini
segera didetoksifikasi menjadi konjugat yang tidak toksik dan segera dikeluarkan melalui
ginjal. Perlu diketahui bahwa sebagian kecil dimetabolisme cytochrome P450 (CYP) atau N-
acetyl-p-benzo-quinone-imine (NAPQI) bereaksi dengan sulfidril.
d. Eliminasi
Eliminasi sebagian besar obat dari tubuh terdiri dari dua proses yaitu metabolisme
(biotransfromasi) dan ekskresi. Seperti halnya biotransformasi, ekskresi suatu obat dan
metabolitnya menyebabkan penurunan konsentrasi bahan berkhasiat dalam tubuh. Ekskresi
dapat terjadi tergantung pada sifat fisiokimia (bobot molekul, harga pKa, kelarutan, dan
tekanan uap).
c. Farmakodinamik
Paracetamol merupakan derivat-asetanilida, adalah metabolit dari fenasetin, khasiat
paracetamol antara lain sebagai analgetik (nyeri ringan sampai sedang) dan antipiretik tetapi
tidak anti radang. Dewasa ini pada umumnya dianggap sebagai zat anti nyeri yang paling
aman, juga untuk swamedikasi (pengobatan mandiri).
Mekanisme kerja paracetamol yaitu dengan menghambat sintesis prostaglandin terutama di
Sistem Syaraf Pusat (SSP). Parasetamol (asetaminofen) mempunyai daya kerja analgetik,
antipiretik, tidak mempunyai daya kerja anti radang dan tidak menyebabkan iritasi serta
peradangan lambung (Sartono,1993). Hal ini disebabkan Parasetamol bekerja pada tempat
yang tidak terdapat peroksid sedangkan pada tempat inflamasi terdapat lekosit yang
melepaskan peroksid sehingga efek anti inflamasinya tidak bermakna.
Parasetamol memiliki efek terapi sebagai antipiretik maupun analgesik, tetapi tidak memiliki
efek anti inflamasi (antiradang), sehingga tidak berguna untuk mengurangi peradangan atau
pembengkakan pada kulit atau sendi. Parasetamol bekerja menghambat produksi
prostaglandin dengan cara menghambat enzim Cyclooksigenase (COX). Di dalam tubuh,
terdapat 3 macam enzim COX, yaitu COX1, COX2 dan COX3. Parasetamol menghambat
prostaglandin yang lebih banyak berada di otak dan system saraf pusat, yaitu COX 3. Dengan
dihambatnya produksi Prostaglandin, thermostat hipotalamus dapat kembali bekerja normal
yang menghasilkan efek penurunan panas ke suhu tubuh normal (efek antipiretik).
Obat antipiretik menurunkan demam dengan menghambat proses
inflamasi/radang. Mekanisme kerja obat antipiretik adalah dengan
penghambatan biosintesis prostaglandin, yang akan dilepaskan bilamana sel mengalami
kerusakan dengan cara menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi asam
arakidonat menjadi PGG2 terganggu.
Efek analgesik parasetamol yaitu menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai
sedang. Parasetamol menurunkan suhu tubuh dengan mekanisme yang diduga berdasarkan
efek sentral. Efek antiinflamasinya yang sangat lemah, oleh karena itu parasetamol tidak
digunakan sebagai antireumatik. Ketidakmampuan parasetamol memberikan efek antiradang
itu sendiri mungkin berkaitan dengan fakta bahwa parasetamol hanya merupakan inhibitor
siklooksigenase yang lemah dengan adanya peroksida konsentrasi tinggi yang ditemukan
pada lesi radang. Parasetamol merupakan penghambat biosintesis prostaglandin yang lemah.
Efek iritasi, erosi, dan perdarahan lambung tidak telihat pada obat ini, demikian juga
gangguan pernapasan dan keseimbangan asam basa.
d. Indikasi
Indikasi utama parasetamol yaitu digunakan sebagai obat penurun panas (analgesik)
dan dapat digunakan sebagi obat penghilang rasa sakit dari segala jenis seperti sakit kepala,
sakit gigi, nyeri pasca operasi, nyeri sehubungan dengan pilek, nyeri otot pasca-trauma, dan
lain-lain. Sakit kepala migrain, dismenore dan nyeri sendi juga dapat diringankan dengan
obat parasetamol ini. Pada pasien kanker, parasetamol digunakan untuk mengatasi nyeri
ringan atau dapat diberikan dalam kombinasi dengan opioid (misalnya kodein).
Parasetamol telah dibandingkan dengan banyak analgesik lain dan dianggap kurang
equipotent jika dibandingkan dengan aspirin (asam asetilsalisilat). Dengan demikian, secara
umum, parasetamol kurang mujarab ketimbang salisilat dan agen antirematik lainnya jika
digunakan sebagai obat anti-inflamasi dan antinyeri.
Parasetamol dapat digunakan pada anak-anak. Ini merupakan alternatif yang lebih
disukai ketika aspirin (asam asetilsalisilat) merupakan kontraindikasi (misalnya karena
riwayat ulkus atau infeksi virus pada anak)
e. Efek Samping
Walaupun efek samping parasetamol jarang, namun jika itu terjadi maka ditandai dengan:
a) Ruam atau pembengkakan – ini bisa menjadi tanda dari reaksi alergi.
b) Hipotensi (tekanan darah rendah) ketika diberikan di rumah sakit dengan infus.
c) Kerusakan hati dan ginjal, ketika diambil pada dosis lebih tinggi dari yang
direkomendasikan (overdosis).
Dalam kasus ekstrim kerusakan hati yang dapat disebabkan oleh overdosis parasetamol
bisa berakibat fatal. Maka carilah bantuan medis darurat jika anda memiliki salah satu dari
tanda-tanda reaksi alergi parasetamol seperti: gatal-gatal, kesulitan bernapas,
pembengkakan wajah, bibir, lidah, atau tenggorokan. Berhenti menggunakan obat ini dan
hubungi dokter apabila mengalami efek samping parasetamol yang serius seperti:
a) Mual, sakit perut, dan kehilangan nafsu makan
b) Air seni berwarna gelap, tinja berwarna tanah liat
c) Jaundice (menguningnya kulit atau mata).
d) Diare
e) Keringat berlebihan
f) Kehilangan nafsu makan
g) Mual atau muntah
h) Kram perut atau nyeri
i) Pembengkakan, atau nyeri di perut atau perut daerah atas
f. Kontraindikasi
Obat parasetamol tidak boleh digunakan pada orang dengan kondisi sebagai berikut:
a) < = 1 bulan: 10-15 mg/kg BB/dosis setiap 6 sampai 8 jam sesuai kebutuhan.
b) 1 bulan – 12 tahun: 10 – 15 m /kg BB/dosis setiap 4 sampai 6 jam sesuai
kebutuhan (maksimum: 5 dosis dalam 24 jam).
Obat parasetamol tidak dianjurkan melebihi dosis yang direkomendasikan. Jumlah
maksimum untuk orang dewasa adalah 1 gram (1000 mg) per dosis dan 4 gram (4000
mg) per hari. Penggunakan parasetamol yang berlebihan dapat menyebabkan
kerusakan hati.
Pada anak-anak, gunakanlah sediaan sirup atau suppositoria. Hati-hati dan selalu
ikuti petunjuk dosis pada label obat. Jangan memberikan paracetamol untuk anak di
bawah usia 2 tahun tanpa nasihat dari dokter.
3. Antasida
A. Pendahuluan
Antasid ialah obat yang menetralkan asam lambung sehingga berguna untuk
menghilangkan nyeri tukak peptik. Antasid tidak mengurangi volume HCl yang
dikeluarkan lambung, tetapi peningkatan pH akan menurunkan aktivitas pepsin.
Beberapa antasid, misalnya aluminium hidroksida, diduga menghambat pepsin secara
langsung. Kapasitas menetralkan asam dari berbagai antacid pada dosis terapi
bervariasi, tetapi umumnya pH lambung tidak sampai di atas 4, yaitu keadaan yang
jelas menurunkan aktivitas pepsin; kecuali bila pemberiannya sering dan terus
menerus. Mula kerja antacid sangat bergantung pada kelarutan dan kecepatan
netralisasi asam; sedangkan kecepatan pengosongan lambung sangat menentukan
masa kerjanya.
Umumnya antacid merupakan basa lemah. Senyawa oksi-aluminium (basa
lemah) sukar untuk meninggikan pH lambung lebih dari 4, sedangkan basa yang lebih
kuat seperti magnesium hidroksida secara teoritis dapat meninggikan pH sampai 9,
tetapi kenyataannya tidak terjadi. Semua antacid meningkatkan produksi HCl
berdasarkan kenaikan pH yang meningkatkan aktivitas gastrin.
Antasid dibagi dalam dua golongan yaitu antacid sistemik dan antacid
nonsistemik. Antasid sistemik, misalnya natrium bikarbonat, diabsorpsi dalam usus
halus sehingga menyebabkan urin bersifat alkalis. Pada pasien dengan kelainan ginjal,
dapat terjadi alkalosis metabolic. Penggunaan kronik natrium bikarbonat
memudahkan nefrolitiasis fosfat.
Antasid nonsistemik hampir tidak diabsorpsi dalam usus sehingga tidak
menimbulkan alkalosis metabolic. Contoh antacid nonsistemik ialah sediaan
magnesium, aluminium, dan kalsium.
B. Sediaan Antasid
Antasid Sistemik: Natrium Bikarbonat
Antasid Nonsistemik: Aluminium Hidroksida, Kalsium Karbonat, Magnesium
Hidroksida, Magnesium Trisilikat.
4. Resep Obat
Unsur-unsur resep:
1. Identitas Dokter Nama, nomor surat ijin praktek, alamat praktek dan rumah dokter
penulis resep serta dapat dilengkapi dengan nomor telepon dan hari serta jam
praktek. Biasanya sudah tercetak dalam blanko resep.
2. Nama kota (sudah dicetak dalam blanko resep) dan tanggal ditulis resep
3. Superscriptio Ditulis dengan symbol R/ (recipe=harap diambil). Biasanya sudah
dicetak dalam blanko. Bila diperlukan lebih dari satu bentuk sediaan obat/formula
resep, diperlukan penulisan R/ lagi.
4. Inscriptio Ini merupakan bagian inti resep, berisi nama obat, kekuatan dan jumlah
obat yang diperlukan dan ditulis dengan jelas
5. Subscriptio Bagian ini mencantumkan bentuk sediaan obat (BSO) dan jumlahnya.
Cara penulisan (dengan singkatan bahasa latin) tergantung dari macam formula
resep yang digunakan. Contoh: - m.f.l.a. pulv. d.t.d.no. X - m.f.l.a. sol - m.f.l.a.
pulv. No XX da in caps
6. Signatura Berisi informasi tentang aturan penggunaan obat bagi pasien yaitu
meliputi frekuensi, jumlah obat dan saat diminum obat, dll. Contoh:
s.t.d.d.tab.I.u.h.p.c ( tandailah tiga kali sehari satu tablet satu jam setelah makan)
7. Identitas pasien Umumnya sudah tercantum dalam blanko resep (tulisan pro dan
umur). Nama pasien dicantumkan dalan pro. Sebaiknya juga mencantumkan berat
badan pasien supaya kontrol dosis oleh apotek dapat akurat.
Untuk Indonesia, resep yang lengkap menurut SK Menkes RI No. 26/2981 (BAB III,
pasal 10) memuat:
a. Penisilin
d. Karbapenem
e. Inhibitor beta-laktamase
Inhibitor beta-laktamase melindungi antibiotik beta-laktam dengan cara
menginaktivasi beta-laktamase. Golongan antibiotik ini adalah asam klavulanat,
sulbaktam, dan tazobaktam. Asam klavulanat merupakan suicide inhibitor yang
mengikat beta-laktamase dari bakteri Gram-positif dan Gram-negatif secara
ireversibel. Sulbaktam dikombinasi dengan ampisilin untuk penggunaan parenteral,
dan kombinasi ini aktif terhadap kokus Gram positif, termasuk S. aureus penghasil
beta-laktamase, aerob Gram-negatif (tapi tidak terhadap Pseudomonas) dan bakteri
anaerob. Tazobaktam dikombinasi dengan piperasilin untuk penggunaan parenteral.
Waktu paruhnya memanjang dengan kombinasi dan ekskresinya melalui ginjal
(Kemenkes, 2011).
1.2 Basitrarin
Basitrasin adalah kelompok yang terdiri dari antibiotik polipeptida, yang utama
adalah basitrasin A. Berbagai kokus dan basil Gram-positif, Neisseria, H. influenzae,
dan Treponema pallidum sensitif terhadap obat ini. Basitrasin tersedia dalam bentuk
salep mata dan kulit, serta bedak untuk topikal. Basitrasin jarang menyebabkan
hipersensitivitas. Pada beberapa sediaan, sering dikombinasi dengan neomisin
dan/atau polimiksin.Basitrasin bersifat nefrotoksik bila memasuki sirkulasi sistemik
(Kemenkes, 2011).
1.3 Vankomisin
Vankomisin (van koe MYE sin) adalah suatu glikopeptida trisiklik yang penting
karena efektivitasnya terhadap organisme resisten multi-obat seperti stafilokokus
resisten metilisin. Vankomisin merupakan antibiotik lini ketiga yang terutama aktif
terhadap bakteri Gram-positif. Vankomisin hanya diindikasikan untuk infeksi yang
disebabkan oleh S. Aureus yang resisten terhadap metisilin (MRSA). Semua basil
Gram-negatif dan mikobakteria resisten terhadap vankomisin. Indikasi pemberian
vankomisin adalah infeksi S. aureus resisten methicillin atau stafilokokus resisten
beta-laktam koagulase negatif; infeksi serius atau mengancam jiwa (endokarditis,
meningitis, osteomielitis) yang disebabkan stafilokokus atau streptokokus pada pasien
dengan alergi terhadap penisilin
2. Obat yang memodifikasi atau menghambat sintesis protein
2.1 Aminoglikosida
a. Gentamisin
2.2 Tetrasiklin
2,3 Kloramfenikol
a. Eritromisin
Efektif terhadap organisme yang sama seperti penisilin, karena itu obat ini
digunakan pada penderita yang alergi terhadap penisilin. Diindikasikan untuk pasien
hipersensitif terhadap penisilin, enteritis campylobacter, difteri. .
b. Azitromisin
c. Klaritromisin
Absorpsi per oral 55% dan meningkat jika diberikan bersama makanan. Obat
ini terdistribusi luas sampai ke paru, hati, sel fagosit, dan jaringan lunak. Sekitar
30% obat diekskresi melalui urin, dan sisanya melalui feses (Kemenkes, 2011).
d. Roksitromisin
2.5 Klindamisin
Klindamisin menghambat sebagian besar kokus Gram positif dan sebagian besar
bakteri anaerob, tetapi tidak bisa menghambat bakteri Gram-negatif aerob seperti
Haemophilus, Mycoplasma dan Chlamydia (Kemenkes, 2011). Klindamisin terutama
diberikan untuk pengobatan infeksi yang disebabkan oleh bakteri anaerob, seperti
bakteri Bakteriodes fragilis yang sering kali menimbulkan infeksi abdomen yang
diakibatkan trauma (Katzung, 2012).
4.1 Kuinolon
a. Asam nalidiksat
a. Obat bebas, yaitu obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa resep dokter.
Obat ini ter golong obat yang paling aman, dapat dibeli tanpa resep di apotik dan bahkan
juga dijual di warung-warung. Obat bebas biasanya digunakan untuk mengobati dan
meringankan gejala penyakit. Tanda khusus untuk obat bebas adalah berupa lingkaran
berwarna hijau dengan garis tepi berwarna hitam. Contoh: rivanol, tablet paracetamol,
bedak salicyl, multivitamin, dan lain-lain.
b. Obat bebas terbatas, adalah segolongan obat yang dalam jumlah tertentu aman dikonsumsi
namun jika terlalu banyak akan menimbulkan efek yang berbahaya. Obat ini dulunya
digolongkan kedalam daftar obat W. Tidak diperlukan resep dokter untuk membeli obat
bebas terbatas. Disimbolkan dengan lingkaran biru tepi hitam. Contoh: obat antimabuk
seperti antimo, obat anti flu seperti noza, decolgen, dan lainlain.
c. Obat wajib apotek, adalah obat keras yang dapat diserahkan oleh apoteker pengelola
apotek tanpa resep dokter. Obat wajib apotek dibuat bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan masyarakat dalam menolong dirinya sehingga tercipta budaya pengobatan
sendiri yang tepat, aman, dan rasional.
d. Obat keras, adalah obat yang berbahaya sehingga pemakaiannya harus di bawah
pengawasan dokter dan obat hanya dapat diperoleh dari apotek, puskesmas dan fasilitas
pelayanan kesehatan lain seperti balai pengobatan dan klinik dengan menggunakan resep
dokter. Obat ini memiliki efek yang keras sehingga jika digunakan sembarangan dapat
memperparah penyakit hingga menyebabkan kematian. Obat keras dulunya disebut sebagai
obat daftar G. Obat keras ditandai dengan lingkaran merah tepi hitam yang ditengahnya
terdapat huruf “K” berwarna hitam. Contoh: antibiotik seperti amoxicylin, obat jantung,
obat hipertensi dan lain-lain.
e. Psikotropika dan narkotika. Psikotropika merupakan zat atau obat yang secara alamiah
ataupun buatan yang berkhasiat untuk memberikan pengaruh secara selektif pada sistem
syaraf pusat dan menyebabkan perubahan pada aktivitas mental dan perilaku. Obat
golongan psikotropika masih digolongkan obat keras sehingga disimbolkan dengan
lingkaran merah bertuliskan huruf “K” ditengahnya. Sedangkan narkotika merupakan obat
yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintesis maupun semi sintesis yang
dapat menyebabkan perubahan kesadaran dari mulai penurunan sampai hilangnya
kesadaran, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan
ketergantungan. Narkotika disimbolkan dengan lingkaran merah yang ditengahnya terdapat
simbol palang (+).
2. Penggolongan obat berdasarkan mekanisme kerja obat.
a. Obat yang bekerja pada penyebab penyakit, misalnya penyakit akibat bakteri atau mikroba.
Contoh: antibiotik.
b. Obat yang bekerja untuk mencegah kondisi patologis dari penyakit. Contoh: vaksin, dan
serum.
d. Obat yang bekerja menambah atau mengganti fungsi-fungsi zat yang kurang. Contoh:
vitamin dan hormon. E
e. Pemberian placebo adalah pemberian obat yang tidak mengandung zat aktif, khususnya
pada pasien normal yang menganggap dirinya dalam keadaan sakit. Contoh: aqua pro
injeksi dan tablet placebo.
Obat generik adalah obat dengan nama generik sesuai dengan penamaan zat aktif
sediaan yang ditetapkan oleh farmakope indonesia dan INN (International non-propietary
Names) dari WHO, tidak memakai nama dagang maupun logo produsen. Contoh
amoksisilin, metformin dan lain-lain.
Obat generik berlogo adalah Obat generik yang mencantumkan logo produsen (tapi
tidak memakai nama dagang), misalkan sediaang obat generik dengan nama amoksisilin
(ada logo produsen Kimia Farma).
Obat nama dagang adalah obat dengan nama sediaan yang ditetapkan pabrik pembuat
dan terdaftar di departemen kesehatan negara yang bersangkutan, obat nama dagang
disebut juga obat merek terdaftar. Contoh: amoksan, diafac, pehamoxil, dan lain-lain.
d. Obat Paten.
Obat paten dalah hak paten yang diberikan kepada industri farmasi pada obat baru
yang ditemukannya berdasarkan riset Industri farmasi tersebut diberi hak paten untuk
memproduksi dan memasarkannya, setelah melalui berbagai tahapan uji klinis sesuai
aturan yang telah ditetapkan secara internasional.
e. Obat Tradisional.
Obat tradisional adalah obat jadi yang berasal dari tumbuhan, hewan, dan mineral atau
sediaan galenik, obat berdasarkan pengalaman empiris turun temurun.
Obat mitu atau obat me-too adalah obat yang telah habis masa patennya yang
diproduksi dan dijual pabrik lain dengan nama dagang yang ditetapkan pabrik lain tersebut,
di beberapa negara barat disebut branded generic atau tetap dijual dengan nama generik.
g. Obat Jadi.
Obat jadi adalah obat dalam keadaan murni atau campuran dalam bentuk serbuk,
emulsi, suspensi, salep, krim, tablet, supositoria, klisma, injeksi dll yang mana bentuk obat
tersebut tercantum dalam farmakope Indonesia.
h. Obat Baru.
Obat baru adalah obat yang terdiri dari satu atau lebih zat, baik yang berkhasiat
maupun tidak berkhasiat misalnya lapisan, pengisi, pelarut, bahan pembantu, atau
komponen lainnya yang belum dikenal, hingga tidak diketahui khasiat dan keamanannya
i. Obat Esensial.
Obat esensial adalah obat yang paling banyak dibutuhkan untuk pelaksanaan
pelayanan kesehatan masyarakat banyak, meliputi diagnosa, profilaksi terapi dan
rehabilitasi, misalkan di Indonesia : obat TBC, antibiotik, vaksin, obat generik dan lain-
lain.
j. Obat Wajib Apotek. Obat wajib apotek adalah obat keras yang dapat diperoleh di apotek
tanpa resep dokter, diserahkan oleh apoteker.
5. Demam Tifoid
a) Etiologi
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri
Salmonella Typhi.Bakteri Salmonella Typhi berbentuk batang, Gram negatif, tidak
berspora, motil, berflagel, berkapsul, tumbuh dengan baik pada suhu optimal 370C,
bersifat fakultatif anaerob dan hidup subur pada media yang mengandung
empedu.Isolat kuman Salmonella Typhi memiliki sifat-sifat gerak positif, reaksi
fermentasi terhadap manitol dan sorbitol positif, sedangkan hasil negatif pada reaksi
indol, fenilalanin deaminase, urease dan DNase.
Bakteri Salmonella Typhi memiliki beberapa komponen antigen antara lain
antigen dinding sel (O) yang merupakan lipopolisakarida dan bersifat spesifik
grup.Antigen flagella (H) yang merupakan komponen protein berada dalam flagella
dan bersifat spesifik spesies.Antigen virulen (Vi) merupakan polisakarida dan berada
di kapsul yang melindungi seluruh permukaan sel.Antigen ini menghambat proses
aglutinasi antigen O oleh anti O serum dan melindungi antigen O dari proses
fagositosis.Antigen Vi berhubungan dengan daya invasif bakteri dan efektivitas
vaksin.Salmonella Typhi menghasilkan endotoksin yang merupakan bagaian terluar
dari dinding sel, terdiri dari antigen O yang sudah dilepaskan, lipopolisakarida dan
lipid A.Antibodi O, H dan Vi akan membentuk antibodi agglutinin di dalam
tubuh.Sedangkan, Outer Membran Protein (OMP) pada Salmonella Typhi merupakan
bagian terluar yang terletak di luar membran sitoplasma dan lapisan peptidoglikan
yang membatasi sel dengan lingkungan sekitarnya.OMP sebagain besar terdiri dari
protein purin, berperan pada patogenesis demam tifoid dan antigen yang penting
dalam mekanisme respon imun host.OMP berfungsi sebagai barier mengendalikan
masuknya zat dan cairan ke membran sitoplasma selain itu berfungsi sebagai reseptor
untuk bakteriofag dan bakteriosin.
a) Patogenesis Typhoid
Mikroorganisme ini selalu masuk ke dalam tubuh melalui oral, terutama pada
makanan dan minuman yang terkontaminasi. Dosis infektif rata-rata yang dibutuhkan
untuk infeksi klinis atau subklinis pada manusia adalah 105 – 108Salmonella
(mungkin untuk Salmonella typhi hanya 103). Faktor pejamu dalam penting untuk
melakukan infeksi antara lain: asam lambung, flora normal usus, dan imunitas lokal
pada usus. Salmonella seringkali merupakan penyebab dari 3 penyakit utama, tetapi
rata – rata muncul dalam bentuk campuran.
b) Patofisiologi Typhoid
Semua spesies Salmonella patogen, ketika hadir dalam usus ditelan oleh sel-
sel fagositik, yang kemudian melewati mereka melalui mukosa dan menyajikannya ke
makrofag di lamina propria. Salmonellae nontyphoidal fagosit di seluruh ileum distal
dan kolon. Dengan reseptor toll-like receptor (TLR) –5 dan TLR-4 / MD2 / CD-14,
makrofag mengenali pola molekuler terkait patogen (PAMP) seperti flagella dan
lipopolisakarida. Makrofag dan sel epitel usus kemudian menarik sel T dan neutrofil
dengan interleukin 8 (IL-8), menyebabkan peradangan dan menekan infeksi.
Berbeda dengan salmonella nontyphoidal, S. typhi dan S. paratyphi memasuki
sistem host terutama melalui ileum distal. Mereka memiliki fimbriae khusus yang
melekat pada epitel di atas jaringan limfoid di ileum (patch Peyer), titik estafet utama
untuk makrofag yang berpindah dari usus ke sistem limfatik. Bakteri kemudian
menginduksi makrofag induk mereka untuk menarik lebih banyak makrofag.
S. typhi memiliki antigen kapsuler Vi yang menyamarkan PAMP, menghindari
peradangan berbasis neutrofil, sedangkan paratyphi serovar yang paling umum,
paratyphi A, tidak. Ini mungkin menjelaskan infektivitas yang lebih besar dari typhi
dibandingkan dengan sebagian besar sepupunya.
Typhoidal salmonella mengkooptasi mesin seluler makrofag untuk reproduksi
mereka sendiri ketika mereka dibawa melalui kelenjar getah bening mesenterika ke
duktus toraks dan limfatik dan kemudian melalui ke jaringan retikuloendotelial hati,
limpa , sumsum tulang, dan kelenjar getah bening. Sesampai di sana, mereka berhenti
dan terus berkembang biak sampai beberapa kepadatan kritis tercapai. Setelah itu,
bakteri menginduksi apoptosis makrofag, keluar ke aliran darah untuk menyerang
bagian tubuh lainnya.
Bakteri kemudian menginfeksi kandung empedu melalui bakteremia atau
perpanjangan langsung dari empedu yang terinfeksi. Hasilnya adalah bahwa
organisme masuk kembali ke saluran pencernaan di empedu dan menginfeksi kembali
patch Peyer. Bakteri yang tidak menginfeksi host biasanya ditumpahkan di tinja dan
kemudian tersedia untuk menginfeksi host lain.
7. Terapi Rasional
Dalam penggunaan obat sendiri kita juga dibatasi dengan tata cara penggunaanya.
Tata cara pengunaan obat yang baik seringkali disebut dengan obat rasional.
Penggunaan Obat Rasional adalah apabila pasien menerima pengobatan sesuai dengan
kebutuhan klinisnya, dalam dosis yang sesuai dengan kebutuhan, dalam periode waktu yang
sesuai dan dengan biaya yang terjangkau oleh dirinya dan kebanyakan masyarakat.
Pengobatan yang pada umumnya ialah untuk mencapai suatu pengobatan yang efektif,
tentu saja mendorong penggunaan obat rasional digalakkan dimana-mana.
Penggunaan obar sendiri juga dilandasi oleh beberapa indikator lainnya. Indikator tersebut
berupa :
1. Tepat diagnosis
Tepat diagnosis ialah penggunaan obat yang didasarkan pada tata cara penggunaan obat
yang benar. Ini akan menjadi sebuah langkah awal penyembuhan. misalnya saja pasien
yang terserang penyakit diare tentu saja ia akan menggunakan obat semacam
metronidazol sebagai pengobatan yang efisien.
Pada kasus seorang anak laki-laki berusia 10 tahun (BB : 30Kg; TB : 140 cm)
didaiagnosis demam tifoid disertai keluhan mual dan BAB lunak.
2. Tepat Pemilihan Obat
“Efek klinik apa yang diharapkan”
Tepat obat dalah ketepatan pemilihan obat apabila dalam proses pemilihan obat
mempertimbangkan :
a. Ketepatan kelas terapi dan jenis obat (Efek terapi yang diperlukan)
b. Kemanfaatan dan keamanan sudah terbukti (resiko efek sampinng maupun adanya
kondisi kontraindikasi)
c. Jenis obat yang paling mudah didapat
d. Sedikit mungkin jumlah obat
3. Tepat Indikasi
“Tidak semua pasien memerlukan intervensi obat”
Ketepatan indikasi penggunaan obat apabila ada indikasi yang benar (sesuai dengan
diagnose dokter) untuk penggunaan obat tersebut dan telah terbukti manfaat
terapetiknya.
4. Tepat Pasien
“Diagnosis yang tepat menentukan pengobatan yang tepat”
“Setiap pasien mempunyai respon yang berbeda terhadap obat”
Tepat pasien adalah ketepatan dalam menilai kondisi pasien dengan mempertimbangkan:
a. Kelainan ginjal
b. Kelainan hati
c. Kondisi khusu : Ibu hamil, laktsi, lansia, balita
d. Pasien dengan riwayat alergi
e. Pasien dengan riwayat gangguan psikis.
Oleh karena itu, dokter harus melihat kemungkinan adanya perbedaan respon terhadap
obat tertentu ke pasien tertentu .
5. Tepat Dosis, cara dan lama pemberian
“Efek obat yang maksimal diperlukan penentuan dosis, cara dan lama pemberian yang
tepat.”
a. Besar dosis, cara dan frekuensi pemberian umumnya didasarkan pada sifat
farmakokinetika dan farmakodinamik obat serta kondisi pasien
b. Sedang berapa lama pemberian berdasarkan pada sifat penyakit: (akut atau kronis,
kambuh berulang dsb)
- Tepat dosis : Jumlah obat yang berada dalam range terapi
- Tepat cara pemberian : pemilihan yang tepat pemberian obat sesuai dengan kondisi
pasien. Mis : per oral, per rectal, inravena, dll
- Tepat frekuensi/ interval : pemilihan yang tepat frekuensi/interval pemberian obat
- Tepat lama pemberian : penetapan lama pemberian obat
- Tepat saat pemberian : pemilihan saat yang tepat pemberian obat disesuaikan dengan
kondisi pasien.
-
6. Tepat harga
Apabila biaya (harga dan biaya pengobatan hendaknya dipili yang paling terjangkau oleh
kondisi keuangan pasien)
7. Tepat Informasi
Apabila informasi yang diberikan jelas (tidak bias) tentang obat yang digunakan oleh
pasien dan informasi lain yang menunjang perbaikan pengobatan.
8. Waspada terhadap Efek Samping Obat.
Kerangka Konsep
Demam Tifoid
Menurunkan Menurunkan
absorbsi Menurunkan
absorbsi absorbsi
ciprofloxacin ciprofloxacin
Kegagalan Terapi
Kesimpulan
Andi, 10 tahun mengalami kegagalan terapi akibat interaksi antara obat dan makanan, serta
pemberian obat yang tidak rasional.