Anda di halaman 1dari 9

PERUBAHAN FLORA USUS

Flora normal usus mempunyai fungsi antara lain:


- sintesa vitamin K dan merupakan sumber vitamin K
- memecah sulfasalazin menjadi bagian-bagian yang aktif
- tempat metabolisme sebagian obat misalnya levodopa
- hidrolisis glukoronid yang diekskresi oleh empedu sehingga terjadi sirkulasi enterohepatik
yang akan memperpanjang kerja obat seperti pil KB
Pemberian antibakteri berspektrum luas saperti tetrasiklin,kloramfenikol dan ampisilin akan
mengubah flora normal usus sehingga akan meningkatkan efektifitas anti koagulan oral yang
diberikan secara bersama-sama, mengurangi efektifitas sulfasalazin, meningkatkan
bioavailabilitas levodopa dan mengurangi efektifitas kontrasepsi oral.

1. AMPICILLIN
a. Indikasi

1) Kegunaan ampisilin (ampicillin) adalah untuk mengobati infeksi yang


disebabkan oleh bakteri yang peka terhadap ampisilin (ampicillin) seperti
infeksi saluran nafas : otitis media akut, faringitis yang disebabkan
streptococcus, faringitis, sinusitis.
2) Ampisilin (ampicillin) adalah antibiotik pilihan pertama untuk pengobatan
infeksi-infeksi yang disebabkan enterococcus seperti endocarditis dan
meningitis.
3) Ampisilin (ampicillin) digunakan juga untuk pengobatan gonorrhoea, infeksi
kulit dan jaringan lunak, Infeksi saluran kemih, infeksi Salmonella dan
shigela .
4) Selengkapnya lihat pada dosis.

b. Dosis

Dosis lazim dewasa untuk infeksi bakteri :

parenteral:

1) infeksi saluran pernafasan dan jaringan lunak : 250-500 mg injeksi intramuskular atau
intravena setiap 6 jam.
2) Infeksi saluran pencernaan dan saluran urogenital (termasuk infeksi oleh
N.gonorrhoeae pada wanita) : 500 mg injeksi intramuskular atau intravena setiap 6
jam.
3) Urethritis pada laki-laki karena N.gonorrhoeae : 500 mg injeksi intramuskular atau
intravena setiap 8 – 12 jam untuk 2 dosis.
4) Bakterial meningitis : 150 – 200 mg/kg/hari dalam dosis terbagi setiap 3 – 4 jam.
5) Septikemia : 150 – 200 mg/kg/hari.

Oral :

1) infeksi saluran pencernaan dan urogenital : 500 mg secara oral setiap 6 jam.
2) Gonore : 2 – 3.5 gram + probenezid 1 gram sebagai dosis tunggal.
3) Infeksi saluran pernafasan : 250 mg secara oral setiap 6 jam.

Dosis lazim dewasa untuk pencegahan bakterial endokarditis :

 2 g injeksi intramuskular atau intravena dalam dosis tunggal 30 – 60 menit


sebelum prosedur operasi gigi.

Dosis lazim dewasa untuk meningitis :

 150 – 200 mg/kg/hari injeksi intravena dalam dosis terbagi setiap 3 – 4 jam.

Dosis lazim dewasa untuk gastroenteritis :

 500 mg secara oral atau injeksi intramuskular / intravena setiap 6 jam.

c. Kontra Indikasi

Penggunaan antibiotik ampisilin (ampicillin) harus dihindari pada pasien


hipersensitifitas pada ampisilin (ampicillin) dan antibiotika bata laktam lainnya
seperti penicillin dan cephalosporin.

d. Interaksi Obat

1) ampisilin (ampicillin) jika diberikan bersamaan dengan allopurinol dapat


meningkatkan reaksi hipersensitivitas.
2) obat antikoagulan warfarin dan obat probenezid dapat meningkatkan kadar
ampicillin dalam plasma sehingga meningkatkan efek farmakologi ampicillin.
3) ampisilin (ampicillin) dapat menurunkan efektivitas obat kontrasepsi oral.

2. KLORAMFENICOL
a. Indikasi
Kegunaan obat kloramfenikol (chloramphenicol) adalah untuk pengobatan demam
tifus, paratifus, infeksi Salmonella sp sp, H.influenzae, terutama infeksi meningeal,
Rickettsia, Lympogranulloma psitatacosis, bakteri gram negatif penyebab bakteria
meningitis, infeksi kuman yang resisten terhadap antibiotik lain, tidak untuk
hepatobilier dan gonorrhoea

b. Dosis
kloramfenikol (chloramphenicol) diberikan dengan dosis : dewasa, anak dan bayi> 2
minggu : 50 mg/kg BB/hari dalam 3-4 dosis; bayi dibawah 2 minggu : 25 mg/kg
BB/hari dalam 4-6 dosis; bayi prematur: 25 mg/kg BB/hari dalam2 dosis.

c. Kontra Indikasi
kloramfenikol (chloramphenicol) dikontraindikasikan terhadap pasien yang
hipersensitf terhadap kloramfenikol (chloramphenicol) dan derivatnya. Sebaiknya
tidak diberikan kepada pasien dengan gangguan fungsi ginjal dan hati. jangan
menggunakan antibiotik ini untuk pengobatan influenza, batuk pilek dan faringitis.

d. Interaksi Obat
Kloramfenikol menghambat metabolisme dikumarol, fenitoin, fenobarbital,
tolbutamid, klorpropamid dan siklofosfamid.

3. RIFAMPICIN
a. Indikasi
Untuk pengobatan tuberkulosa dalam kombinasi dengan antituberkulosis lain.
Untuk pengobatan lepra, digunakan dalam kombinasi dengna senyawa leprotik lain.

b. Dosis
Sebaiknya obat diminum 30 menit – 1 jam sebelum makan atau 2 jam sesudah makan.
Diberikan dalam dosis tunggal:
Tuberkulosa:
Dewasa
Berat badan > 50 kg : 600 mg sehari.
Berat badan < 50 kg : 450 mg sehari.
Untuk penderita dengan gangguan fungsi hati, dosis tidak boleh lebih dari 8
mg/kgBB.
Anak – anak (sampai usia 12 tahun) : 10 – 20 mg/kg BB (jangan melebihi 600 mg
sehari).
Lepra:
Dosis yang dianjurkan adalah 10 mg/kg BB.
Dosis lazim pasien dengna berat 50 kg atau lebih adalah 600 mg perbulan dan dengan
berat badan kurang dari 50 kg adalah 450 mg perbulan.

c. Kontra Indikasi
Penderita yang hipersensitif terhadap obat ini. Penderita jaundice, pofiria.

d. Interaksi Obat
Rifampicin menurunkan respons antikoagulansia, antidiabetik, kinidin, preparat
digitalis, kortikosteroid, siklosporin, fenitoin, analgesik. Penggunaan bersama PAS
akan menghambat absorbsi, sehingga harus ada selang waktu 8 – 12 jam. Rifampicin
mengganggu efektivitas absorbsi tolbutamid, ketokonazole.

4. SEFALOSPORIN
a. Indikasi

Sediaan Sefalosporin biasanya hanya digunakan untuk pengobatan infeksi berat atau
yang tidak dapat diobati dengan antimikroba lain, sesuai dengan spektrum
antibakterinya. Anjuran ini diberikan karena selain harganya mahal, potensi
antibakterinya yang tinggi sebaiknya dicadangkan hanya untuk hal tersebut diatas.
Sefalosporin ditujukan untuk profilaksis dan penanganan infeksi akibat bakteri yang
rentan terhadap antibiotik ini. Sefalosporin generasi pertama sangat aktif melawan
bakteri Gram-positif, dan generasi-generasi selanjutnya semakin aktif melawan
bakteri Gram-negatif (meski aktivitasnya sering berkurang ketika melawan organisme
Gram-positif).

Sebagian besar dari sefalosporin perlu diberikan parenteral dan terutama digunakan di rumah
sakit.

1) Generasi I, digunakan per oral pada infeksi saluran kemih ringan dan sebagai obat
pilihan kedua pada infeksi saluran napas dan kulit yang tidak begitu parah dan bila
terdapat alergi untuk penisilin.
2) Generasi II atau III, digunakan parenteral pada infeksi serius yang resisten terhadap
amoksisilin dan sefalosporin generasi I, juga terkombinasi dengan aminoglikosida
(gentamisin, tobramisin) untuk memperluas dan memperkuat aktivitasnya. Begitu
pula profilaksis pada antara lain bedah jantung, usus dan ginekologi. Sefoksitin dan
sefuroksim (generasi ke II) digunakan pada gonore (kencing nanah) akibat gonokok
yang membentuk laktamase.
3) Generasi III, Seftriaxon dan sefotaksim kini sering dianggap sebagai obat pilihan
pertama untuk gonore, terutama bila telah timbul resistensi terhadap senyawa
fluorkuinon (siprofloksasin). Sefoksitin digunakan pada infeksi bacteroides fragilis.
4) Generasi IV, dapat digunakan bila dibutuhkan efektivitas lebih besar pada infeksi
dengan kuman Gram-positif.

b. Dosis
Dewasa 250-500 mg per 8 jam.Maks. 4000 mg per hari. Anak > usia 1 bulan 20-40
mg/kg per hari (terbagi 2-3 dosis) Maks. 750-1500 mg per hari.

c. Kontra indikasi

Hipersensitivitas pada antibiotik sefalosporin atau golongan betalaktam lainnya.


Sebelum penggunaan antibiotik sefalosporin, terlebih dahulu dilakukan skin test.
Kontraindikasi pada pasien yang memiliki riwayat hipersensitif terhadap mereka.
Karena mungkin ada reaktivitas silang, gunakan sefalosporin hati-hati pada pasien
yang didokumentasikan hipersensitif terhadap antibiotik beta-laktam lain (misalnya,
penisilin, cefamycins, carbapenems). Antibiotik oral sistemik tidak boleh diberikan
pada pasien dengan septikemia, syok atau penyakit berat lainnya sebagai penyerapan
obat dari saluran pencernaan mungkin jauh ditunda atau berkurang. Rute parenteral
(sebaiknya IV) harus digunakan untuk kasus ini.

d. Interaksi obat

1) Sefalosporin—Kolistin Antibiotik sefalosporin dengan Kolistin menaikkan


kerusangan ginjal.
2) Sefalosporin—antikoagulan oral Sefalosporin menunjukkan waktu protrombin dengan
demikian mempotensiasi kerja obat anti koagulan oral.
3) Sefalosporin—probenesid Probenesid mengurangi bersihan ginjal dari sefalosidin
dan sefalotin, menyebabkan kenaikan tingkat plasma dari antibiotik tersebut;
kombinasi dengan sefalosporin akan menaikkan ekskresi antibiotik melalui empedu.
4) Sefalosporin—gentamisin Fungsi ginjal memburuk yang akan mengakibatkan
keadaan fatal.
5) Sefalosporin—gentamisin, tobtamisin Menyebabkan nefrotoksisitas dengan kenaikan
Kreatinin serum sebesar 0,4 mg/L.
6) Sefalosporin—furosemid Menyebabkan nefrotoksisitas
7) Sefalosporin—sisplatin Menyebabkan nefrotoksisitas.

5. SULFONAMIDA

a. Indikasi

Sulfonamida adalah kemoterapeutika berspektrum luas yang ditahun 1950-an sampai


dengan 1970-an banyak digunakan terhadap bermacam-macam penyakit infeksi oleh
baik kuman gram-positif maupun negatif dengan sukses. Sejak tahun 1980-an ,
penggunaannya sudah banyak sekali berkurang karena telah ditemukan berbagai
antibiotik baru dengan efek bakterisid yang lebih efektif dan aman. Penggunaan oral
sulfonamid dan senyawa-senyawa kombinasinya yakni sebagai :

1) Infeksi saluran kemih: sulfametizole, sulfafurazol, dan kotrimoksazol sering


digunakan sebagai desinfektan gangguan saluran kemih bagian atas yang
menahun
2) Infeksi mata: sulfasetamida, sulfadikramida, dan sulfametizole digunakan sebagai
infeksi mata disebabkan oleh kuman-kuman yang peka terhadap sulfonamid.
3) Radang usus: sulfasalazin: khusus digunakan pada penyakit radang usus kronis
Crohn dan Colitis.
4) Malaria topica
5) Radang otak

b. Dosis
Sulfonamide kerja singkat rata-rata digunakan 50-100 mg/kg bobot badan per hari
secara oral Sulfonamide kerja sedang rata-rata digunakan 25-50 mg/kg bobot badan
per hari secara oral Sulfonamide kerja panjang rata-rata digunakan 10-20 mg/kg bobot
badan per hari secara oral

c. Kontra indikasi

Kontra indikasi Tidak digunakan pada pasien penyakit ginjal, insufiensi jantung,
porfiria akut, defisiensi bawaan dari glukosa-6-fosfat-dehidrigenase, kerusakan
parenkim hati, hipersensitifitas terhadap sulfonamide, wanita hamil, dan bayi baru
lahir.

d. Interaksi obat
Interaksi obat Sulfonamid dapat berinteraksi dengan antikoagulan oral, antidiabetik
sulfonylurea dan fenitoin. Penggunaan sulfonamide sebagai obat pilihan pertama dan
untuk pengobatan penyakit infeksi tertentu makin terdesak oleh perkembangan obat
antimikroba lain yang lebih efektif serta meningkatkanjumlah mikroba yang resisten
terhadap sulfa. Namun peranannya meningkat kembali dengan di temukannya
kotrimoksazol.

6. TETRASIKLIN
a. Indikasi

Kegunaan tetracycline adalah untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh


bakteri yang peka terhadap antibiotik ini, seperti :

1) Infeksi Kulit dan jaringan lunak : selulitis, furunkulosis, pastular dermatosis, dan
acne/jerawat.
2) Infeksi saluran pernapasan : faringitis, sinusitis, tonsilitis, mastoiditas, ototis
media, bakterial pneumonia, bronkitis, dan laringitis.
3) Infeksi telinga, hidung, tenggorokan.
4) Infeksi saluran kemih dan kelamin : pielonefritis, sistitis, pielitis, prostalitis, uretritis,
dan gonorrhoeae.
5) Infeksi pada saluran pencernaan : gastrocateritis, disentri amuba dan basiler, diare
disebabkan bakteri.
6) Antibiotik ini bisa juga digunakan untuk pengobatan demam tifoid.
7) Untuk mengobati infeksi karena pembedahan.
8) Obat ini adalah antibiotik lini pertama untuk pengobatan Rickettsia, Lyme desease (B.
burgdorferi), demam Q (Coxiella), psittacosis dan limfogranuloma venereum
(Chlamydia), Mycoplasma pneumoniae dan nasal carriage meningococci.

b. Dosis

Dosis umum mengonsumsi tetracycline adalah 250-500 mg setiap enam jam sekali
dalam jangka waktu 10-15 hari. Untuk kondisi yang berbahaya, terkadang dosis
konsumsi tetracycline bisa dilanjutkan selama 30 hari.

c. Kontra indikasi

1) Penggunaan obat ini untuk pasien dengan riwayat pernah mengalami reaksi
alergi/hipersensitivitas pada tetracycline atau derivatnya harus dihindari.
2) Penderita gangguan ginjal berat dikontraindikasikan menggunakan antibiotik ini.
3) Tidak boleh digunakan secara bersamaan dengan methoxyflurane, vitamin A atau
retinoid.
4) Ibu menyusui tidak boleh menggunakan antibiotik ini.

d. Interaksi obat

Berikut ini adalah interaksi dengan obat-obat lain jika digunakan secara bersamaan :

1) Jika diberikan bersamaan dengan susu, yogurt, dan produk susu lainnya menjadi tidak
aktif.
2) Makanan mengurangi penyerapan tetracycline.
3) Hal yang sama terjadi jika diberikan bersamaan dengan obat gangguan pencernaan
(antasida dan obat-obat mulas) yang mengandung divalen dan trivalen kation (mis Al,
Ca, Mg), Fe, Zn dan Na persiapan bikarbonat, kaolin-pektin, subsalisilat, sucralfate,
strontium ranelate, colestipol dan kolestiramin.
4) Sebaiknya tidak diberikan bersamaan dengan alkaloid ergot dan methotrexate, karena
potensi toksik obat-obat ini meningkat.
5) Tetracycline dapat mengganggu efek bakterisida penicillin.
6) Dapat mempotensiasi efek antikoagulan.
7) Dapat menurunkan efektivitas kontrasepsi oral.
8) Efek nefrotoksik tetracycline diperburuk oleh diuretik atau obat nefrotoksik lain.
9) Dapat meningkatkan efek hipoglikemik insulin dan sulfonilurea pada pasien diabetes
mellitus.
10) Penggunaan bersamaan dengan methoxyflurane dapat mengakibatkan keracunan
ginjal yang fatal.
11) Peningkatan risiko benign intracranial hipertensi jika digunakan bersamaan dengan
vitamin A atau retinoid (mis acitretin, isotretinoin, tretinoin).

Anda mungkin juga menyukai