1. AMPICILLIN
a. Indikasi
b. Dosis
parenteral:
1) infeksi saluran pernafasan dan jaringan lunak : 250-500 mg injeksi intramuskular atau
intravena setiap 6 jam.
2) Infeksi saluran pencernaan dan saluran urogenital (termasuk infeksi oleh
N.gonorrhoeae pada wanita) : 500 mg injeksi intramuskular atau intravena setiap 6
jam.
3) Urethritis pada laki-laki karena N.gonorrhoeae : 500 mg injeksi intramuskular atau
intravena setiap 8 – 12 jam untuk 2 dosis.
4) Bakterial meningitis : 150 – 200 mg/kg/hari dalam dosis terbagi setiap 3 – 4 jam.
5) Septikemia : 150 – 200 mg/kg/hari.
Oral :
1) infeksi saluran pencernaan dan urogenital : 500 mg secara oral setiap 6 jam.
2) Gonore : 2 – 3.5 gram + probenezid 1 gram sebagai dosis tunggal.
3) Infeksi saluran pernafasan : 250 mg secara oral setiap 6 jam.
150 – 200 mg/kg/hari injeksi intravena dalam dosis terbagi setiap 3 – 4 jam.
c. Kontra Indikasi
d. Interaksi Obat
2. KLORAMFENICOL
a. Indikasi
Kegunaan obat kloramfenikol (chloramphenicol) adalah untuk pengobatan demam
tifus, paratifus, infeksi Salmonella sp sp, H.influenzae, terutama infeksi meningeal,
Rickettsia, Lympogranulloma psitatacosis, bakteri gram negatif penyebab bakteria
meningitis, infeksi kuman yang resisten terhadap antibiotik lain, tidak untuk
hepatobilier dan gonorrhoea
b. Dosis
kloramfenikol (chloramphenicol) diberikan dengan dosis : dewasa, anak dan bayi> 2
minggu : 50 mg/kg BB/hari dalam 3-4 dosis; bayi dibawah 2 minggu : 25 mg/kg
BB/hari dalam 4-6 dosis; bayi prematur: 25 mg/kg BB/hari dalam2 dosis.
c. Kontra Indikasi
kloramfenikol (chloramphenicol) dikontraindikasikan terhadap pasien yang
hipersensitf terhadap kloramfenikol (chloramphenicol) dan derivatnya. Sebaiknya
tidak diberikan kepada pasien dengan gangguan fungsi ginjal dan hati. jangan
menggunakan antibiotik ini untuk pengobatan influenza, batuk pilek dan faringitis.
d. Interaksi Obat
Kloramfenikol menghambat metabolisme dikumarol, fenitoin, fenobarbital,
tolbutamid, klorpropamid dan siklofosfamid.
3. RIFAMPICIN
a. Indikasi
Untuk pengobatan tuberkulosa dalam kombinasi dengan antituberkulosis lain.
Untuk pengobatan lepra, digunakan dalam kombinasi dengna senyawa leprotik lain.
b. Dosis
Sebaiknya obat diminum 30 menit – 1 jam sebelum makan atau 2 jam sesudah makan.
Diberikan dalam dosis tunggal:
Tuberkulosa:
Dewasa
Berat badan > 50 kg : 600 mg sehari.
Berat badan < 50 kg : 450 mg sehari.
Untuk penderita dengan gangguan fungsi hati, dosis tidak boleh lebih dari 8
mg/kgBB.
Anak – anak (sampai usia 12 tahun) : 10 – 20 mg/kg BB (jangan melebihi 600 mg
sehari).
Lepra:
Dosis yang dianjurkan adalah 10 mg/kg BB.
Dosis lazim pasien dengna berat 50 kg atau lebih adalah 600 mg perbulan dan dengan
berat badan kurang dari 50 kg adalah 450 mg perbulan.
c. Kontra Indikasi
Penderita yang hipersensitif terhadap obat ini. Penderita jaundice, pofiria.
d. Interaksi Obat
Rifampicin menurunkan respons antikoagulansia, antidiabetik, kinidin, preparat
digitalis, kortikosteroid, siklosporin, fenitoin, analgesik. Penggunaan bersama PAS
akan menghambat absorbsi, sehingga harus ada selang waktu 8 – 12 jam. Rifampicin
mengganggu efektivitas absorbsi tolbutamid, ketokonazole.
4. SEFALOSPORIN
a. Indikasi
Sediaan Sefalosporin biasanya hanya digunakan untuk pengobatan infeksi berat atau
yang tidak dapat diobati dengan antimikroba lain, sesuai dengan spektrum
antibakterinya. Anjuran ini diberikan karena selain harganya mahal, potensi
antibakterinya yang tinggi sebaiknya dicadangkan hanya untuk hal tersebut diatas.
Sefalosporin ditujukan untuk profilaksis dan penanganan infeksi akibat bakteri yang
rentan terhadap antibiotik ini. Sefalosporin generasi pertama sangat aktif melawan
bakteri Gram-positif, dan generasi-generasi selanjutnya semakin aktif melawan
bakteri Gram-negatif (meski aktivitasnya sering berkurang ketika melawan organisme
Gram-positif).
Sebagian besar dari sefalosporin perlu diberikan parenteral dan terutama digunakan di rumah
sakit.
1) Generasi I, digunakan per oral pada infeksi saluran kemih ringan dan sebagai obat
pilihan kedua pada infeksi saluran napas dan kulit yang tidak begitu parah dan bila
terdapat alergi untuk penisilin.
2) Generasi II atau III, digunakan parenteral pada infeksi serius yang resisten terhadap
amoksisilin dan sefalosporin generasi I, juga terkombinasi dengan aminoglikosida
(gentamisin, tobramisin) untuk memperluas dan memperkuat aktivitasnya. Begitu
pula profilaksis pada antara lain bedah jantung, usus dan ginekologi. Sefoksitin dan
sefuroksim (generasi ke II) digunakan pada gonore (kencing nanah) akibat gonokok
yang membentuk laktamase.
3) Generasi III, Seftriaxon dan sefotaksim kini sering dianggap sebagai obat pilihan
pertama untuk gonore, terutama bila telah timbul resistensi terhadap senyawa
fluorkuinon (siprofloksasin). Sefoksitin digunakan pada infeksi bacteroides fragilis.
4) Generasi IV, dapat digunakan bila dibutuhkan efektivitas lebih besar pada infeksi
dengan kuman Gram-positif.
b. Dosis
Dewasa 250-500 mg per 8 jam.Maks. 4000 mg per hari. Anak > usia 1 bulan 20-40
mg/kg per hari (terbagi 2-3 dosis) Maks. 750-1500 mg per hari.
c. Kontra indikasi
d. Interaksi obat
5. SULFONAMIDA
a. Indikasi
b. Dosis
Sulfonamide kerja singkat rata-rata digunakan 50-100 mg/kg bobot badan per hari
secara oral Sulfonamide kerja sedang rata-rata digunakan 25-50 mg/kg bobot badan
per hari secara oral Sulfonamide kerja panjang rata-rata digunakan 10-20 mg/kg bobot
badan per hari secara oral
c. Kontra indikasi
Kontra indikasi Tidak digunakan pada pasien penyakit ginjal, insufiensi jantung,
porfiria akut, defisiensi bawaan dari glukosa-6-fosfat-dehidrigenase, kerusakan
parenkim hati, hipersensitifitas terhadap sulfonamide, wanita hamil, dan bayi baru
lahir.
d. Interaksi obat
Interaksi obat Sulfonamid dapat berinteraksi dengan antikoagulan oral, antidiabetik
sulfonylurea dan fenitoin. Penggunaan sulfonamide sebagai obat pilihan pertama dan
untuk pengobatan penyakit infeksi tertentu makin terdesak oleh perkembangan obat
antimikroba lain yang lebih efektif serta meningkatkanjumlah mikroba yang resisten
terhadap sulfa. Namun peranannya meningkat kembali dengan di temukannya
kotrimoksazol.
6. TETRASIKLIN
a. Indikasi
1) Infeksi Kulit dan jaringan lunak : selulitis, furunkulosis, pastular dermatosis, dan
acne/jerawat.
2) Infeksi saluran pernapasan : faringitis, sinusitis, tonsilitis, mastoiditas, ototis
media, bakterial pneumonia, bronkitis, dan laringitis.
3) Infeksi telinga, hidung, tenggorokan.
4) Infeksi saluran kemih dan kelamin : pielonefritis, sistitis, pielitis, prostalitis, uretritis,
dan gonorrhoeae.
5) Infeksi pada saluran pencernaan : gastrocateritis, disentri amuba dan basiler, diare
disebabkan bakteri.
6) Antibiotik ini bisa juga digunakan untuk pengobatan demam tifoid.
7) Untuk mengobati infeksi karena pembedahan.
8) Obat ini adalah antibiotik lini pertama untuk pengobatan Rickettsia, Lyme desease (B.
burgdorferi), demam Q (Coxiella), psittacosis dan limfogranuloma venereum
(Chlamydia), Mycoplasma pneumoniae dan nasal carriage meningococci.
b. Dosis
Dosis umum mengonsumsi tetracycline adalah 250-500 mg setiap enam jam sekali
dalam jangka waktu 10-15 hari. Untuk kondisi yang berbahaya, terkadang dosis
konsumsi tetracycline bisa dilanjutkan selama 30 hari.
c. Kontra indikasi
1) Penggunaan obat ini untuk pasien dengan riwayat pernah mengalami reaksi
alergi/hipersensitivitas pada tetracycline atau derivatnya harus dihindari.
2) Penderita gangguan ginjal berat dikontraindikasikan menggunakan antibiotik ini.
3) Tidak boleh digunakan secara bersamaan dengan methoxyflurane, vitamin A atau
retinoid.
4) Ibu menyusui tidak boleh menggunakan antibiotik ini.
d. Interaksi obat
Berikut ini adalah interaksi dengan obat-obat lain jika digunakan secara bersamaan :
1) Jika diberikan bersamaan dengan susu, yogurt, dan produk susu lainnya menjadi tidak
aktif.
2) Makanan mengurangi penyerapan tetracycline.
3) Hal yang sama terjadi jika diberikan bersamaan dengan obat gangguan pencernaan
(antasida dan obat-obat mulas) yang mengandung divalen dan trivalen kation (mis Al,
Ca, Mg), Fe, Zn dan Na persiapan bikarbonat, kaolin-pektin, subsalisilat, sucralfate,
strontium ranelate, colestipol dan kolestiramin.
4) Sebaiknya tidak diberikan bersamaan dengan alkaloid ergot dan methotrexate, karena
potensi toksik obat-obat ini meningkat.
5) Tetracycline dapat mengganggu efek bakterisida penicillin.
6) Dapat mempotensiasi efek antikoagulan.
7) Dapat menurunkan efektivitas kontrasepsi oral.
8) Efek nefrotoksik tetracycline diperburuk oleh diuretik atau obat nefrotoksik lain.
9) Dapat meningkatkan efek hipoglikemik insulin dan sulfonilurea pada pasien diabetes
mellitus.
10) Penggunaan bersamaan dengan methoxyflurane dapat mengakibatkan keracunan
ginjal yang fatal.
11) Peningkatan risiko benign intracranial hipertensi jika digunakan bersamaan dengan
vitamin A atau retinoid (mis acitretin, isotretinoin, tretinoin).