Anda di halaman 1dari 49

“Uji Efektivitas Salep Ekstrak Daun Senggani (Melastoma

candidum D. Don) Terhadap Luka Sayat


Pada Tikus Putih Jantan ”

PROPOSAL PENELITIAN

Disusun Oleh:
Meta Ayuditiawati, M.Farm., Apt ()

Yenny Sri Wahyuni, M.Farm., Apt ()


Febriyanto (01014365)
Febriani Rasmanah Satriadi (01015084)
Anggraeni ()

SEKOLAH TINGGI FARMASI YPIB CIREBON


PROGRAM PENDIDIKAN STRATA 1 (S.1) FARMASI
CIREBON
2019
LEM BAR PENGESAHAN

Judul : Uji Efektivitas Salep Ekstrak Daun


Senggani (Melastoma candidum D.
Don) Terhadap Luka Sayat Pada Tikus
Putih Jantan
Pelaksana (Koordinator)

Nama Lengkap : Meita Ayuditiawati, M,Farm., Apt


NIDN :
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat :
Jabatan Fungsional : Tenaga Pengajar
No. Handphone :
Email : -
Anggota (1) :

Nama Lengkap : Yenny Sri Wahyuni, M.Farm., Apt


NIDN :

Jenis Kelamin : Perempuan


Alamat :

Jabatan Fungsional : Tenaga Pengajar


No. Handphone :

Email : -
Anggota (2) :

Nama Lengkap : Febriyanto


NIM : 01014365
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Perumahan Bumi Kepongpongan
INndah 1 Blok B.9 Desa Kepongpongan
KEC. Talun KAB Cirebon
No. Handphone :

Email : -

i
Anggota (3) :

Nama Lengkap : Febriani Rasmanah Satriadi


NIM : 01015084
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Perum CISaLak Permai Blok A RT 06
Desa Cisalak Kecamatan Cisarua
Kabupaten Sumedang
No. Handphone : 081573036373
Email : -
Anggota (4) :

Nama Lengkap : Anggraeni


NIM :

Jenis Kelamin :

Alamat :

No. Handphone :

Email : -
Institusi Mitra (jika ada) :

Nama Institusi Mitra : -


Alamat : -
Penanggung jawab : -
Biaya Kegiatan : Rp. 14.825.000
Sumber Dana : STF YPIB CIREBON
Lama Penelitian : 6 bulan (Februari 2019- Juli 2019)

ii
Cirebon, Februari 2017
Koordinator,

Meta Ayuditiawati, M.Farm., Apt


NIDN 0402058904

Mengetahui,

Ketua LPPM STF YPIB Cirebon, Ketua STF YPIB Cirebon,

Fitri Zakiah, S.Si., M.Farm., Apt H. Ahmad Azrul Zuniarto, S.Si.,M.Farm., Apt
NIDN 0408088008 NIDN 426066902
RENCANA ANGGARAN PENELITIAN

No Uraian vol Satuan Harga

1 Pembentukan tim penelitian


- kordinator (1orang) 1 300.000 300.000

- Peneliti (5 orang) 5 1.000.000 5.000.000

2 Bahan
Daun Senggani 1 kg 100.000 100.000
vaselin album 0,5 kg 100.000 100.000
adeps lanae 1kg 100.000 100.000
Betadine salep 1 50.000 50.000
Tikus Putih Jantan 15 100.000 1.500.000
Daun Senggani 1kg 75.000 1125.000
vaselin album 0,5 kg 100.000 100.000
Etanol 70% 1L 100.000 100.000

3 Alat
mortar 1 50.000 50.000
stemper 1 50.000 50.000
timbangan 1 100.000 100.000
plat dan pot salep 1 50.000 50.000
Maserator 1 50.000 50.000
mortar 1 50.000 50.000
stemper 1 1000.000 1000.000

4 Pengumpulan Data
-Konsumsi + transport @ 5 250 400.000 8.000.000
orang
-Analisis Data 1 300.000 300.000

5 Studi Literatur 200.000 200.000

6 Evaluasi
Laporan
dan Pembuatan

- Atk 1 500.000 500.000


- Penjilidan dan Penggadaan 6 1 1.800.000
Laporan
Total Anggaran 14.825.000
7
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin puji syukur penulis panjatkan kehadirat


Allah SWT atas berkat, rahmat, dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan proposal penelitian yang berjudul “Uji Efektivitas Salep
Ekstrak Daun Senggani (Melastoma candidum D. Don) Terhadap Luka
Sayat Pada Tikus Putih Jantan”.
Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan kita
Nabi Muhammad SAW, kita selaku umatnya semoga senantiasa
mengamalkan perilaku dan ajarannya. Penulis menyadari bahwa penulisan
proposal penelitian ini tentunya tidak dapat diselesaikan tanpa perhatian,
bimbingan, bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu,
penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak H. Satmaja., BA, sebagai Ketua Yayasan Pendidikan Imam Bonjol
2. Bapak H. Ahmad Azrul Zuniarto., M.Farm., Apt, selaku Ketua Sekolah
Tinggi Farmasi YPIB Cirebon.
3. Fitri Zakiah, S.Si., M.Farm., Apt selaku Ketua Lembaga Penelitian dan
Pengabdian Kepada Masyarakat STF YPIB Cirebon.
Akhirnya pada Allah lah penulis memohon perlindungan, mudah
mudahan proposal penelitian ini dapat bermanfaat dan dapat menjadi bahan
pertimbangan dan pengkajian ilmu pengetahuan yang lebih luas bagi penulis,
mahasiswa dan semua pihak yang membaca.

Cirebon,Februari 2019

Penulis
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN i
RENCANA ANGGARAN PENELITIAN iv
KATA PENGANTAR vi
DAFTAR ISI vii
DAFTAR TABEL x
DAFTAR GAMBAR xi
DAFTAR BAGAN xii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Batasan Masalah
2
1.3 Identifikasi Masalah
2
1.4 Perumusan Masalah
3
1.5 Tujuan Penelitian
3
1.6 Manfaat Penelitian
3
1.7 Hipotesa
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Senggani (Melastoma candidum D. Don)
5
2.1.1 Klasifikasi Tanaman Senggani 5
2.1.2 Nama Daerah 6
2.1.3 Morfologi Tanaman Senggani 6
2.1.4 Kandungan Kimia Daun Senggani 6
2.1.5 Khasiat dan Kegunaan Daun Senggani 7
2.2 Simplisia
7
2.2.1 Pengertian simplisia 7
2.2.2 Tahap-tahap pembuatan Simplisia 8
2.3 Ekstrak 9
2.3.1 Definisi Ekstrak
9
2.3.2 Metode Ekstraksi
9
2.4 Luka Sayat 11
2.4.1 Klasifikasi Luka 13
2.4.2 Pengobatan Luka Sayat 13
2.5 Salep 14
2.5.1 Pengertian Salep 15
2.5.2 Penggolongan Salep 15
2.5.3 Dasar Salep 16
2.5.4 Ketentuan Umum Cara Pembuatan Salep 16
2.5.5 Evaluasi Sediaan Salep Daun Senggani 17
2.6 Monografi Bahan 18
2.6.1 Kontrol Positif 19
2.6.2 Vaselin Album 19
2.6.3 Adeps Lanae 20
2.7 Hewan Uji 20
2.7.1 Pengertian Hewan Uji atau Hewan Percobaan 20
2.7.2 Klasifikasi Tikus Putih 21
2.7.3 Data Biologi Tikus Putih (Rattus norvegicus) 22
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Objek Penelitian 23
3.1.1 Populasi 23
3.1.2 Sampel dan Penarikan Sampe 23
3.1.3 Variabel dan Operasional Variabel 23
3.2 Metode Penelitian 25
3.3 Desain Penelitian 25
3.4 Prosedur Penelitian 26
3.4.1 Alat Penelitian 26
3.4.2 Bahan Penelitian 26
3.5 Langkah Kerja 26
3.5.1 Pengumpulan Bahan 26
3.5.2 Determinasi Tanaman 26
3.5.3 Pembuatan Simplisia 26
3.5.4 Pembuatan Ekstrak Daun Senggani 26
3.5.5 Pembuatan Salep 27
3.5.6 Evaluasi Sediaan Salep Daun Senggani 28
3.5.7 Uji Stabilitas Cycling Test 29
3.5.8 Uji Efektifitas Salep Daun Senggani 30
3.6 Teknik Pengolahan Data dan Analisa Data 30
3.6.1 Teknik Pengolahan Data 30
3.6.2 Analisa Data 31
BAB IV JADWAL PELAKSANAAN
4.1. Tempat Penelitian....................................................................................33
4.2. Waktu Penelitian......................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................34
DAFTAR GAMBAR
Halaman

Gambar 2.1 Tanaman Senggani (Melastoma candidum D. Don) 5

Gambar 2.1 Tikus Putih (Rattus Norvegicus) 21


DAFTAR BAGAN
Halaman

Bagan 3.1 Operasional Variabel 24

Bagan 3.2 Desain Penelitian 25


DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Formulasi Salep 27

Tabel 3.2 Penimbangan Bahan 27

Tabel 3.3 Anava 31

Tabel 4.1 Rancangan Waktu Penelitian 33


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ilmu pengobatan tradisional telah berkembang sejak ribuan tahun yang lalu.
Pengalaman dan pengetahuan yang dikumpulkan sampai saat ini penting bagi
kesehatan masyarakat. Pengobatan tradisional merupakan salah satu warisan
budaya bangsa, yang sangat berharga dan patut disarankan kembali pada
masyarakat (Al-Qiyanji dan Muhammad, 2010). Pengobatan tradisional ini
umumnya berasal dari berbagai macam tanaman. Tanaman yang digunakan
sebagai obat tradisional memiliki keunggulan yaitu mempunyai aktifitas biologi
karena mengandung berbagai senyawa yang dapat mempengaruhi sel-sel hidup
suatu organ (Setiawan, 2001).
Kulit sebagai sistem organ tubuh yang paling luas tidak bisa terpisahkan
dari kehidupan manusia. Kulit membangun sebuah barier yang memisahkan
organ-organ internal dengan lingkungan luar, dan turut berpartisipasi dalam
banyak fungsi tubuh yang vital. Salah satu fungsi kulit yang sangat berperan
adalah sebagai perlindungan yang sangat efektif terhadap invasi bakteri dan benda
asing lainnya (Smeltzer, 2002). Adanya gangguan tehadap kulit akan
mempengaruhi fungsi kulit itu sendiri. Hilang atau rusaknya sebagian jaringan
kulit yang dapat disebabkan oleh trauma tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat
kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan disebut sebagai luka
(Pusponegoro. 1997). Luka didefenisikan sebagai suatu kerusakan integritas epitel
dari kulit ( Brown, 2004). Luka yang terjadi dapat berupa kerusakan pada
epidermis saja, mengenai epidermis dan sebagian dermis bahkan menembus kulit
melampaui dermis hingga mencapai jaringan subkutan, otot, bahkan tulang
tergantung factor penyebab terjadinya luka. Dalamnya luka akan mempengaruhi
kerusakan atau gangguan integritas kulit dan kematian sel-sel ( Judd, 2007).
Salah satu tanaman obat yang sudah dikenal oleh masyarakat adalah Daun
Senggani (Melastoma candidum D. Don). Masyarakat banyak yang tidak
mengetahui khasiat Daun Senggani (Melastoma candidum D. Don), Daun

1
2

Senggani (Melastoma candidum D. Don) mengandung flavonoid, tanin, dan


saponin, salah satu khasiatnya yaitu dapat mempercepat penyembuhan luka
(Sudjarwo, 2004). Salah satu sediaan farmasi yang mudah penggunannya adalah
salep, karena merupakan sediaan farmasi yang paling cocok untuk tujuan
pengobatan pada kulit, karena kontak antara obat dengan kulit menjadi lebih
lama (Anief, 1997).
Pernah dilakukan penilitan oleh Ulfa Zara Izzati (2015) tentang “Uji
Efektivitas Ekstrak Etanol Salep Daun Senggani pada Penyembuhan Luka
Sayat pada Tikus Jantan Galur Wistar”, yang menyebutkan bahwa salep
ekstrak etanol daun Senggani pada konsentrasi 5% sudah menunjukkan efek
penyembuhan luka bakar pada tikus putih jantan. Berdasarkan hasil dari penelitian
diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penilitian dengan judul “Uji Efektivitas
Salep Ekstrak Daun Senggani (Melastoma candidum D. Don) Terhadap Luka
Sayat Pada Tikus Putih Jantan ”

1.2 Pembatasan masalah


Penilitian ini dibatasi pada ruang lingkup masalah
1) Untuk menguji efektivitas salep ekstrak Daun Senggani (Melastoma candidum D.
Don) terhadap luka sayat pada tikus putih jantan pada konsentrasi 2,5%, 5% dan
7,5%.
2) Ekstraksi Daun Senggani (Melastoma candidum D. Don) menggunakan metode
maserasi dengan pelarut etanol 70%.
3) Parameter karakteristik sediaan salep meliputi uji organoleptis, uji pH salep, uji
homogenitas, uji daya sebar dan uji daya lekat salep.

1.3 Identifikasi masalah


1) Menguji efektivitas salep ekstrak Daun Senggani (Melastoma candidum D. Don)
terhadap luka sayat pada tikus putih jantan (Rattus norvegicus).
2) Pada konsentrasi tertentu salep ekstrak Daun Senggani (Melastoma candidum D.
Don) mempunyai efektivitas terhadap luka sayat tikus putih jantan (Rattus
norvegicus).
3

3) Sediaan salep ekstrak Daun Senggani (Melastoma candidum D. Don) stabil pada
uji dan suhu tertentu.

1.4 Perumusan masalah


1) Apakah salep ekstrak Daun Senggani (Melastoma candidum D. Don) mempunyai
efektivitas terhadap luka sayat pada tikus putih (Rattus norvegicus)?
2) Pada konsentrasi berapakah salep ekstrak Daun Senggani (Melastoma candidum
D. Don) memiliki efektivitas paling efektif terhadap tikus putih jantan?
3) Apakah sediaan salep ekstrak Daun Senggani (Melastoma candidum D. Don)
stabil pada uji dan suhu tertentu.

1.5 Tujuan penelitian


1) Untuk mengetahui efektivitas salep ekstrak Daun Senggani (Melastoma candidum
D. Don) terhadap luka sayat tikus putih jantan (Rattus norvegicus).
2) Untuk mengetahui pada konsentrasi berapa salep ekstrak Daun Senggani
(Melastoma candidum D. Don) paling efektif terhadap luka sayat tikus putih
jantan (Rattus norvegicus).
3) Untuk mengetahui salep ekstrak Daun Senggani (Melastoma candidum D. Don)
stabil pada suhu dan uji tertentu.

1.6 Manfaat penelitian


Hasil penilitian ini diharapkan bermanfaatan bagi
1) Penulis
a) Menyelesaikan tugas akhir sebagai syarat memperoleh gelar sarjana Farmasi di
Sekolah Tinggi Farmasi YPIB Cirebon.
b) Meningkatkan wawasan dan ilmu pengetahuan dalam pengolahan bahan obat
alamiah yang bersumber dari tanaman obat terutama manfaat dari ekstrak Daun
Senggani (Melastoma candidum D. Don)
4

2) Institusi pendidikan
Menambah referensi keilmuan dalam menunjang proses pembelajaran mahasiswa
dalam bidang kefarmasian.
3) Masyarakat
Memberikan informasi yang akurat kepada masyarakat tentang manfaat dan
khasiat dari Daun Senggani (Melastoma candidum D. Don) secara luas sehingga
dapat dipergunakan secara optimal terutama dalam bentuk sediaan salep.

1.7 Tempat dan waktu penelitian


Hipotesa
H0 : Salep ekstrak Daun Senggani (Melastoma candidum D. Don) tidak
mempunyai efektifitas terhadap luka sayat terhadap tikus putih (Rattus
Norvegicus)
H1 : Salep ekstrak Daun Senggani (Melastoma candidum D. Don)
mempunyai efektifitas terhadap luka sayat terhadap tikus putih (Rattus
Norvegicus).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Senggani (Melastoma candidum D. Don)


2.1.1 Klasifikasi Tanaman Senggani
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Viridiplantae
Super divisi : Embryophyta
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Myrtales
Famili : Melastomataceae
Genus : Melastoma
Spesies : Melastoma candidum D. Don
(Backer dan Bakhuizen, 1998)

Gambar 2.1 Tanaman Senggani (Melastoma candidum D. Don)

5
6

2.1.2 Nama Daerah : Harendong (Sunda), Kluruk, Senggani (Jawa),


Senduduk (Sumatera/Melayu), Kemanden (Madura),
Yeh mu tan (China), Asian melastome (Inggris) (Starr
etal., 2003, Prianto et al., 2006, Hariaman, 2008, Sentra informasi IPTEK, 2009).

2.1.3 Morfologi Tanaman Senggani


Tanaman Senggani tumbuh liar pada tempat-tempat yang mendapat cukup
sinar matahari, seperti di lereng gunung, semak belukar, lapangan yang tidak
terlalu gersang, atau di daerah obyek wisata sebagai tanaman hias. Tumbuhan ini
bisa ditemukan sampai ketinggian 1.650 m dpl (Sentra informasi IPTEK, 2009,
Starr etal., 2003). Senggani berupa perdu atau pohon kecil. Batangnya berkayu,
berwarna cokelat, tegak setinggi 1,5-5 m dengan percabangan simpodial. Daunnya
tunggal, bertangkai, letaknya berhadapan bersilang. Helai Daun berwarna hijau,
berbentuk bulat telur dengan panjang 2-20 cm dan lebar 1-8 cm, memiliki ujung
dan pangkal Daun runcing, bagian tepi Daun rata, permukaannya berambut
pendek yang jarang dan kaku sehingga teraba kasar dengan 3 tulang Daun yang
melengkung, dengan panjang petiolus 5-12 mm (Backer dan Bakhuizen, 1968,
Starr et al., 2003). Perbungaannya majemuk, keluar di ujung cabang berupa malai
rata dengan jumlah bunga tiap malai 2-7, kelopak berlekatan, memiliki jumlah
mahkota 5, warnanya ungu kemerahan, berbulu, dengan Daun pelindung dan
bersisik. Benang sari berwarna merah muda dengan jumlah 8-12, panjangnya
sekitar 3 cm, memiliki satu putik, kepala putik berbintik hijau, bakal buah beruang
4-6. Buah buni berbentuk bulat telur, yang masak akan merekah dan berbagi
dalam beberapa bagian, warnanya ungu tua kemerahan dengan biji kecil-kecil
berwarna cokelat (Starr et al., 2003, Sentra informasi IPTEK, 2009).

2.1.4 Kandungan Kimia Daun Senggani


Kandungan kimia yang dimiliki Daun Senggani antara lain saponin,
flavonoid dan tanin terhidrolisis yang biasa disebut dengan Nobotanin B
(Funatogawa et al., 2004, Hariaman, 2008, Sentra Informasi IPTEK, 2009).
7

Flavonoid mampu bertindak sebagai antioksidan dan berfungsi menetralisir


radikal bebas dan dengan demikian meminimalkan efek kerusakan pada sel dan
jaringan tubuh. (Kementrian Negara Riset dan Teknologi RI, 2001).

2.1.5 Khasiat dan Kegunaan Daun Senggani


Daun Senggani berkhasiat untuk mengatasi gangguan pencernaan
makanan (dispepsi), disentri basiler, diare, hepatitis, keputihan (leukorea) dan
sariawan. Selain itu Senggani juga sering dimanfaatkan untuk mengatasi darah
haid berlebihan, perdarahan rahim diluar waktu haid, penyembuh luka luar,
mimisan, berak darah (melena), wasir berdarah, radang dinding, pembuluh darah
disertai pembekuan darah di dalam salurannya (tromboangitis), air susu ibu (ASI)
tidak lancar, keracunan singkong, mabuk minuman keras, busung air, kudis dan
bisul (Winarno dan Sundari, 1996, Hariaman, 2008, Hossan., et al., 2009, Sentra
Informasi IPTEK, 2009).

2.2 Simplisia
2.2.1 Pengertian simplisia
Simplisia adalah bahan alamiah yang digunakan sebagai obat yang belum
mengalami pengolahan apapun juga, kecuali dinyatakan lain, berupa bahan
yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1989).

Simplisia terdiri dari :

1) Simplisia nabati adalah simplisia berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau
eksudat tanaman (Depkes RI, 1989).
2) Simplisia hewan adalah simplisia yang berupa hewan utuh, bagianhewan atau zat-
zat yang berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni
(Depkes RI, 1989).
3) Simplisia mineral adalah simplisia yang berupa mineral yang belum diolah atau
diolah dengan cara sederhana dan belum berupa zat kimia mumi (Depkes RI,
1989).
8

2.2.2 Tahap-tahap pembuatan Simplisia

Tahap-tahap pembuatan simplisia adalah sebagai berikut

(Depkes RI, 1989) :

1) Pengumpulan bahan baku

Tahap pengumpulan bahan baku sangat menentukan kualitas baku. Faktor


yang paling berperan dalam tahapan ini adalah masa panen dan lingkungan
tempat tumbuh.

2) Sortasi basah
Sortasi basah adalah pemelihan panen ketika tanaman masih segar. Sortasi
dilakukan terhadap tanah dan kerikil, rumput-rumputan, bahan tanaman lain atau
bagian-bagian lain dan tanaman yang tidak digunakan, dan bagian tanaman yang
rusak ( dimakan ulat dan sebagainya ).
3) Pencucian
Pencucian simplisia dilakukan untuk membersihkan kotoran yang melekat,
terutama bahan-bahan yang berasal dan dalam tanah dan juga bahan-bahan yang
tercemar pestisida. Pencucian bisa dilakukan dengan menggunakan air yang
berasal dan beberapa cumber seperti mata air, sumur, PAM dan mata air yang
lain.
4) Perajangan
Perajangan tidak hams dilakukan. Pada dasarnya prosesnya ini untuk
mempermudah proses pengeringan. Jika ukuran simplisia cukup kecil tipis, maka
proses ini dapat di abaikan.
5) Pengeringan
Proses pengeringan terutama bertujuan untuk menurunkan kadar air sehingga
bahan tersebut tidak mudah ditumbuhi kapang dan bakteri, menghilangkan
aktivitas enzim yang bisa menguraikan lebih lanjut kandungan zat aktif,
memudahkan dalam hal pengelolaan proses selanjutnya (ringkas, mudah
disimpan, tahan lama, dan sebagainya).
9

6) Sortasi kering
Sortasi kering adalah pemilihan bahan setelah mengalarni proses pengeringan,
Pemilihan di lakukan terhadap bahan-bahan yang terlalu gosong, bahan yang
rusak akibat terlindas roda kendaraan (misalnya dikeringkan di tepi jalan raya),
atau dibersihkan dari kotoran hewan.
7) Pengepakan dan penyimpanan
Simplisia perlu ditempatkan dalam suhu wadah tersendiri agar tidak saling
bercampur antara simplisia satu dengan yang lainnya. Selanjutnya, wadah-wadah
yang berisi simplisia menggunakan wadah yang inert atau tidak mudah bereaksi
dengan bahan lain, tidak beracun bagi bahan yang diwadahinya maupun bagi
manusia yang menanganinya, mampu melindungi bahan simplisia dari cemaran
mikroba, kotoran, dan serangga. Mampu melindungi bahan simplisia dari
penguapan kandungan aktif dan melindungi bahan simplisia dari pengaruh
cahaya, oksigen, dan uap air.

2.3 Ekstrak
2.3.1 Definisi Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan yang dapat berupa kering, kental dan cair, dibuat dengan
menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang sesuai, kemudian semua
atau hampir semua pelarut diuapkan dan masa atau serbuk yang tersisa diperlukan
sedemikian hingga memenuhi syarat baku yang telah ditetapkan (Anonim, 1995).

2.3.2 Metode Ekstraksi

1) Metode Ekstrak Secara Dingin

1) Maserasi
Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan
dengan merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Maserasi digunakan
untuk penyarian simplisia yang mengandung zat aktif yang mudah larut dalam
cairan penyari, tidak mengandung zat yang mudah mengembang dalam cairan
penyari, tidak mengandung benzoin, stirak dan lainnya. Cairan penyari yang
10

digunakan dapat berupa air, etanol, air-etanol, atau pelarut lainnya. Bila cairan
penyari digunakan air maka untuk terjadinya kapang dapat ditambahkan bahan
pengawet yang diberikan pada awal penyarian. Keuntungan cara penyarian
dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana
dan mudah diusahakan. Kerugiannya cara penyarian dengan maserasi adalah
pengerjaan lama dan pcnyariannya kurang sempurna (Anonim 1986).
Pembuatan maserasi kecuali dinyatakan lain (Anonim, 1979) :
Masukkan 10 bagian simplisia atau campuran simplisia dengan derajat halus
yang cocok kedalam sebuah bejana, tuang dengan 75 bagian cairan penyari lalu
tutup, biarkan selama 5 hari terlindung dan cahaya matahari sering diaduk, serkai,
peras, cuci ampas dengan cairan penyari secukupnya hingga diperoleh 100 bagian.
Pindahkan kedalam bejana tertutup, biarkan ditempat sejuk terlindung dan
cahaya selama 2 hari. Endapan tuangkan atau saring.
2) PerkoIasi
Perkolasi adalah cara penyarian yang dilakukan dengan mengalirkan
cairan penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi (Anonim 1986).
Prinsip perkolasi adalah sebagai berikut :
Serbuk simplisia ditempatkan dalam suatu bejana silinder yang bagian bawahnya
diberi sekat berpori. Cairan penyari dialirkan dan atas ke bawah melalui serbuk
tersebut, cairan penyari akan melarutkan zat aktif sel-sel yang dilalui sampai
mencapai keadaan jenuh. Cara perkolasi lebih baik dibandingkan dengan cara
maserasi (Anonim,1986), karena :
a. Aliran cairan penyari menyebabkan adanya pergantian larutan yang terjadi dengan
larutan yang kosentrasinya lebih rendah, sehingga meningkatkan derajat
perbedaan kosentrasi.
b. Ruangan diantara butir-butir serbuk simplisia membentuk saluran tempat mengalir
cairan penyari. Alat yang digunakan untuk perkolasi disebut perkolator,cairan
yang digunakan untuk menyari disebut cairan penyari atau menstrum, larutan zat
aktif yang keluar dari perkolator disebut sari atau perkolat, sedang sisa setelah
dilakukannya penyarian disebut ampas atau sisa perkolasi.
11

2) Metode Ekstraksi Secara Panas


a) Infusa
Infusa adalah sedian cair yang dibuat dengan menyari simplisia nabati dengan air
pada suhu 90°C selama 15 menit (Anonim, 1986).
Cara pembuatannya (Anonim,1979), adalah :
Simplisia dengan derajat yang halus kocok dalam panci dengan air secukupnya
panaskan campur diatas tangas air selama 15 menit terhitung mulai suhu mencapai
90º sambil sekali-sekali diaduk. Serkai selagi panas melalui kain flannel,
tambahkan air panas secukupnya melalui ampas hingga diperoleh volume
infusa yang dikehendaki. Kecuali dinyatakan lain dan kecuali simplisia tertentu,
infusa yang mengandung bukan bahan khasiat keras, dibuat dengan menggunakan
10% simplisia.

b) Sokhletasi
Uap cairan penyari naik ke atas melalui pipa samping, kemudian diembunkan
kembali oleh pendingin tegak. Cairan turun ke labu melalui tabung yang berisi
serbuk simplisia. Cairan penyari sambil turun melarutkan zat aktif serbuk
simplisia. Karena adanya sifon maka setelah cairan mencapai permukaan sifon,
seluruh cairan akan kembali ke labu. Cara ini lebih menguntungkan karena uap
panas tidak melalui serbuk simplisia, tetapi melalui pipa samping (Anonim,1986).

2.3.2 Persyaratan Ekstrak

Parameter spesifik ekstrak terdiri dari :


a. Identitas
Parameter identitas ekstrak terdiri dari :
1) Deskripsi tata nama yaitu nama ekstrak (generik, dagang, paten), nama latin
tumbuhan (sistematika botani), dan bagian tumbuhan yang digunakan.
2) Ekstrak dapat mempunyai senyawa identitas artinya senyawa tertentu yang
menjadi petunjuk spesifik dengan metode tertentu.
12

b. Organoleptik
Parameter ini mendeskripsikan bentuk, warna, bau, dan rasa.
Parameter non spesifik ekstrak terdiri dari:
a. Susut pengeringan
Susut pengeringan adalah pengukuran sisa zat setelah pengeringan pada
temperatur 105oC selama 30 menit atau sampai berat konstan, yang dinyatakan
sebagai nilai persen (%). Tujuannya untuk memberikan batasan maksimal
(rentang) tentang besarnya senyawa yang hilang pada proses pengeringan. Nilai
untuk susut pengeringan jika tidak dinyatakan lain adalah kurang dari 10%.
b. Kadar air
Kadar air adalah pengukuran kandungan air yang berada di dalam bahan.
Tujuannya untuk memberikan batasan maksimal (rentang) tentang besarnya
kandungan air di dalam bahan. Nilai untuk kadar air sesuai dengan yang tertera
dalam monografi.
c. Kadar abu
Untuk penentuan kadar abu, bahan dipanaskan pada temperatur dimana senyawa
organik dan turunannya terdestruksi dan menguap sehingga hanya tersisa unsur
mineral dan anorganik. Tujuannya adalah untuk memberikan gambaran tentang
kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai
terbentuknya ekstrak. Nilai untuk kadar abu sesuai dengan yang tertera dalam
monografi (Depkes RI, 2000).
d. Kadar abu yang tidak larut asam
Kadar abu yang tidak larut asam adalah jumlah benda anorganik asing dalam
ekstrak dinyatakan sebagai kadar abu yang tidak larut asam, dengan persyaratn
tidak boleh lebih dari 2%, kecuali jika dinyatakan lain.
e. Kadar sari larut etanol
Penetapan kadar sari larut etanol dilakukan untuk mengetahui kandungan terendah
zat yang larut dalam etanol tetapi kemungkinan tidak larut dalam air. Nilai untuk
kadar sari larut etanol sesuai dengan monografinya (Depkes RI, 1995 ).
13

2.4 Luka Sayat


Vulnus scisum (luka sayat) adalah sayatan dari benda tajam atau jarum pada
permukaan kulit, merupakan luka terbuka akibat dari terapi untuk dilakukan
tindakan invasif, tepi luka tajam dan licin (Majid dan Prayogi, 2013).
2.4.1 Klasifikasi Luka
1) Berdasarkan Sifatnya, luka dapat dibedakan menjadi :
a. Luka disengaja, misalnya luka terkena radiasi atau bedah
b. Luka tidak disengaja (trauma)
c. Luka terbuka akibat gesekan
d. Luka tertutup
e. Luka puncture (akibat luka tusukan)
f. Hautration (luka akibat alat perawatan luka)
(Muttaqin Arief, 2009)
2) Berdasarkan Penyebabnya :
Menurut (Kozier, 1995, Taylor 1997) :
a) Vulnus excoriasi (luka lecet) : penyebabnya karena kecelakaan atau jatuh yang
menyebabkan lecet pada permukaan kulit merupakan luka terbuka tetapi yang
terkena hanya daerah kulit.
b) Vulnus scisum (luka sayat) : penyebabnya adalah sayatan dari benda tajam atau
jarum merupakan luka terbuka akibat dari terapi untuk dilakukan tindakan
invasif, tepi luka tajam dan licin.
c) Vulnus laceratum (luka robek) : penyebabnya adalah karena benturan dengan
benda tumpul, dengan ciri luka tepi luka tidak rata dan perdarahan sedikit luka
dan meningkatkan resiko infeksi.
d) Vulnus punctum (luka tusuk) : penyebabnya adalah benda runcing tajam atau
sesuatu yang masuk ke dalam kulit, merupakan luka terbuka dari luar tampak
kecil tapi didalam mungkin rusak berat. Jika yang mengenai abdomen/thorax
disebut vulnus penetrosum (luka tembus).
e) Vulnus morsum (luka gigitan) : penyebabnya adalah gigitan binatang atau
manusia, kemungkinan infeksi besar bentuk luka tergantung dari bentuk gigi.
14

f) Vulnus combustio (luka sayat) : penyebabnya karena thermis, radiasi, elektrik


ataupun kimia. Jaringan kulit rusak dengan berbagai derajat mulai dari lepuh
(bula — carbonisasi/hangus). kolagen yang berlebih diserap dan sisanya mengerut
sesuai dengan regangan yang ada. Selama proses ini dihasilkan jaringan parut
yang pucat, tipis, dan lemas serta mudah digerakkan dan dasar. Terlihat
pengerutan maksimal pada luka. Pada akhir fase ini, perupaan luka kulit mampu
menahan regangan kira-kira 80% kemampuan kulit normal. Hal ini tercapai kira-
kira 3-6 bulan setelah penyembuhan
2.4.2 Pengobatan Luka Sayat
Obat – obatan topikal yang digunakan untuk Luka (Luckmann, Sorensen, 1993 :
2004)
1) Krim Silver Sulfadiazine 1%
Spektrum luas, termasuk jamur
Penggunaan : 2x/hari, tebal 1/16 inci
Efek samping : Leukopenia (rendahnya jumlah total leukosit disbanding normal
yaitu 5.000 – 10.000/mm) setelah 2 – 3 hari pemakaian.
2) Mefenic Acid
Spektrum luas, mempunyai aktifitas terhadap jamur meskipun sedikit.
Penggunaan : Tak usah dibalut. 2x/hari, 1/16 inci
Efek samping : Ruam pada otot Hyperchloremic metabolisme acidosis dari
diuresis bicarbonate karena hambatan anhydrase carbonic.
Perawatan : Kaji kekuatan manajemen nyeri. Jika nyeri dan rasa tak nyaman
berlanjut maka perlu dipertimbangkan penggunaan topikal lainnya.
3) Larutan Mafenid Acid
Spektrum luas
Penggunaan : Balutan tipis diperlukan dan dibasahi dengan larutan untuk luka.
Efek samping : Menimbulkan rasa nyeri pruritus
Perawatan : Gunakan secara hati – hati pada klien dengan gagal ginjal.
4) Silver Nitrate 5%
Spektrum luas
Penggunaan : Balutan tebal diperlukan dan dibasahi dengan larutan untuk luka.
15

Efek samping : Ruam pada kulit, hyponatremia, hypochloremia, hypokalemia


Perawatan : Kaji kekuatan manajemen nyeri. Cek serum elektrolit setiap hari.
Penetrasi terhadap eschar buruk.
(Maji dan Prayogi, 2013).
2.5 Salep
2.5.1 Pengertian Salep
Salep adalah bentuk sediaan setengah padat ditujukan untukpemakaian
topical pada kulit atau selaput lender, umumnya dibuat dengan melarutkan atau
mensuspensikan obat ke dalam salep dasar (Anonim, 1995).
Salep dasar adalah zat pembawa dengan massa lembek, mudah dioleskan,
umumnya berlemak, dapat digunakan bahan yang telah mempunyai massa lembek
atau cair, zat padat yang terlebih dahulu diubah menjadi massa yang lembek
(Anonim, 1979).
Persyaratan salep (Anonim, 1979) antara lain:
1. Pemerian : Tidak boleh berbau tengik.
2) Kadar : Kecuali dinyatatakan lain dan untuk salep yang
mengandung obat keras atau obat
narkotik, kadar bahan obat adalah 10%.
3) Homogenitas : Jika dioleskan pada sekeping kaca atau
bahan transparan lain yang cocok, harus
menunjukan susunan yang homogen.
4) Penandaan : Pada etiket harus tertera "obat luar".
5) Dasar Salep : Kecuali dinyatakan lain, sebagai bahan
dasar salep atau basis salep digunakan
vaselin putih atau vaselin album.
16

2.5.2 Penggolongan Salep

Berdasarkan buku Ilmu Meracik Obat (Aniel, 1997), salep dapat dibagi menjadi:

1) Menurut konsistensinya:
a) Unguenta Salep yang mempunyai konsistensi seperti mentega,
tidak mencair pada suhu biasa.
b) Cream atau krim : Salep yang banyak mengandung air,
mudah diserap kulit, yang dapat dicuci
dengan air.
c) Pasta : Salep yang mengandung lebih dari 50%
zat padat atau serbuk, suatu salep tebal.
) Cerata : Salep berlemak yang mengandung persentase lilin atau wax yang
tinggi sehingga konsistensinya lebih keras.
) Gelones : Salep lebih halus, umumnya cair dan sedikit mengandung atau tanpa
mukosa. Sebagai basisnya, biasanya terdiri dari campuran sederhana dari minyak
dan lemak dengan titik lebur rendah.
2) Menurut sifat farmakologi atau terapeutik dan penetrasinya:
a) Salep epidermis (epidermis ointment; salep penutup), melindungi kulit dan
menghasilkan efek lokal, dan tidak diabsorpsi.
b) Salep endodermis, salep yang bahan obatnya menembus
kedalam kulit, tetapi tidak melalui kulit atau selaput lendir.
c) Salep diadermis, salep yang bahan obatnya menembus kedalam tubuh
melalui kulit dan mencapai efek yang diinginkan.
2.5.3 Dasar Salep
Salep dasar I, umumnya digunakan Vaselin Putih, Vaselin Kuning, campuran
terdiri dari 50 bagian Malam Putih, dan 950 bagian
Vaselin Putih, campuran terdiri dari 50 bagian Malam Kuning dan 950
Vaselin Kuning atau salep dasar lemak lainnya seperti minyak lemak Nabati,
lemak hewan atau campuran Paraffin cair dan Paraffin padat. Salep dasar I sangat
lengket pada kulit dan sukar dicuci; agar mudah dicuci dapat diatmbahkan
surfaktan dalam jumlah yang sesuai.
17

Salep dasar II, umumnya digunakan Lemak Bulu Domba, zat utama Lemak Bulu
Domba terutama Kolesterol, campuran terdiri dari 30 bagian stearialkohol, 80
bagian Malam Putih dan 860 bagian Vaselin Putih, atau salep dasar serap lainnya
yang cocok. Salep Dasar II mudah menyerap Air.
Salep dasar III, umumnya digunakan digunakan campuran yang terdiri dari 0,25
bagian Metil Paraben, 0,15 bagian Propil Paraben, 10 bagian Natrium Laurilsulfat,
120 bagian Propylenglicol, 250 bagian Vaselin Putih dan air secukupnya hingga
1000 bagian, atau salep dasar emulsi lainnya yang cocok. Salep dasar III mudah
dicuci.
Salep dasar IV, umumnya digunakan digunakan campuran yang terdiri
dari 25 bagian Poliglikol 1500, 40 bagian Poliglikol, Propilenglicol atau Gliserol
secukupnya hingga 100 bagian, atau dasar salep larut lainnya yang cocok.
2.5.4 Ketentuan Umum Cara Pembuatan Salep
1. Peraturan Salep Pertama
Zat – zat yang larut dalam campuran lemak dilarutkan kedalamnya,
jika perlu dengan pemanasan.
Contohnya : Oleum Ricini, Oleum Sesami, Oleum Cocos
2. Peraturan Salep Kedua
Bahan – bahan yang dapat larut dalam air, jika tidak ada peraturan –
peraturan lain, dilarutkan terlebih dahulu dalam air, asalkan air yang digunakan
dapat diserap seluruhnya oleh basis salep. Jumlah air yang dipakai dikurangi dari
basis.
3. Peraturan Salep Ketiga
Bahan – bahan yang sukar atau hanya sebagian dapat larut dalam
lemak dan air, harus diserbuk terlebih dahulu kemudian diayak dengan pengayak
B40.
4. Peraturan Salep Keempat
Salep – salep yang dibuat dengan jalan mencairkan, campurannya
harus digerus sampai dingin (Salep Gandapura dan minyak Gandapura) (Anonim,
1979).
18

2.5.5 Evaluasi Sediaan Salep Daun Senggani


Pengujian Salep Ekstrak Daun Senggani (Melastoma candidum
D.Don) meliputi uji Homogenitas, uji pH, uji Organoleptis, uji Stabilitas.
Pengamatan ini dilakukan selama 4 minggu.
1. Uji Organoleptis
Pemeriksaan untuk pengolesan dan kekerasan sediaan dilakukan pemeriksaan
organoleptis meliputi bentuk, bau, warna dan homogenitas sediaan. Sediaan
dinyatakan stabil apabila bau, warna, dan homogenitas secara visual sama seperti
setelah pembuatan dan berdasarkan pengamatan secara visual tidak ditumbuhi
jamur. (Anonim, 2000)
2. Uji Homogenitas
Jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok, harus
menunjukan susunan yang homogen. Bila massa salep tidak tersisa bahan
padatnya atau teksturnya rata menandakan homogen. (Anonim, 2000)
3. Uji Daya Sebar
Salep diambil 50 mg, lalu diletakkan diatas plat kaca, biarkan selama 1 menit,
ukur diameter sebar salep, kemudian tambahkan 50 mg beban tambahan
diamkan selama 1 menit, lalu diukur diameter sebarnya. Hal tersebut dilakukan
berulang sampai didapat diameter sebar yang konstan. Replikasi dilakukan
sebanyak 3 kali. Daya sebar salep yang baik dibagi atas dasar sifat viskositasnya
yaitu semitiff adalah sediaan semisolid yang mempunyai viskositas yang tinggi
yaitu 3-5 cm (Garge, dkk, 2002) sedang kan sediaan semisolid yang mempunyai
viskositas rendah atau disebut semifluid yaitu 5-7 cm. (Garge, dkk, 2002). Daya
sebar yang baik menjamin pelepasan obat yang memuaskan (Astuti, 2010).
4. Uji Daya Lekat
Sambil diambil 50 mg salep, lalu dioleskan pada plat kaca dengan luas 2,5 cm.
Kedua plat ditempelkan sampai plat menyatu, diletakkan dengan beban seberat
500 gr selama 5 menit setelah itu beban dilepaskan, lalu diberi beban pelepasan 75
gr untuk pengujian. Waktu dicatat sampai kedua plat saling lepas. Replikasi
dilakukan sebanyak 3 kali. Daya lekat salep yang baik lebih dari 1 detik
(Nevi,2006).
19

5. Uji pH
Uji pH, dilakukan dengan menggunakan alat bernama pH meter. Karena pH
meter bekerja hanya pada zat yang berbentuk larutan, maka salep harus dibuat
dalam bentuk larutan terlebih dahulu. Salep dan air dicampur dengan
perbandingan 3 gr : 10 ml air, kemudian diaduk hingga homogen dan didiamkan
agar mengendap. Setelah itu, pH diukur dengan pH meter. Nilai pH akan tertera
pada layar pH meter.
6. Uji Stabilitas Cycling Test
Tujuan dari uji ini adalah sebagai simulasi produk selama proses distribusi dalam
kendaraan yang pada umumnya jarang dilengkapi alat pengontrol suhu (Sanjay,
dkk., 2003).
Oleh karena itu, pada uji ini dilakukan pada suhu atau kelembaban pada interval
waktu tertentu sehingga produk dalam kemasannnya akan mengalami stress yang
bervariasi dari pada stress yang statis. Misalnya dengan menyimpan sediaan pada
suhu 4°C selama 24 jam lalu menyimpannya pada suhu 40°C selama 24 jam,
waktu penyimpanan pada dua suhu yang berbeda tersebut dianggap sebagai satu
siklus dan dilakukan selama 12 hari. Perlakuan selama 12 hari tersebut akan
menghasilkan stress yang lebih tinggi daripada menyimpan pada suhu 4°C atau
40°C saja (Cannel, 2008). Apabila tiga siklus selama proses cyclingtest tidak
terjadi perubahan yang signifikan, dapat diartikan bahwa produk stabil selama
proses distribusinya (Sanjay, dkk., 2003)

2.6 Monografi Bahan


2.6.1 Kontrol Positif
Salep Betadine
Komposisi : Povidone iodine 10%
Indikasi : Mencegah infeksi pada luka bakar minor, luka sayat, luka garukan dan
lecet. Terapi untuk infeksi kulit karena bakteri dan jamur, dan ulkus statis.
Dosis : Oleskan pada area yang sakit lalu ditutup dengan pembalut steril. Terapi
dapat diulang sampai timbul efek yang diinginkan
Kemasan : Salep 10% x 5 gram x 1
20

2.6.2 Vaselin Album


Vaselin Album adalah campuran hidrokarbon setengah padat yang telah
diputihkan, diperoleh dari minyak mineral. Pemerian Massa lunak, lengket,
bening, putih; sifat ini tetap setelah zat dileburkan dan dibiarkan hingga dingin
tanpa diaduk. Berflouresensi lemah, juga jika dicairkan; tidak berbau ; hampir
tidak berasa.
Kelarutan Praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol (95 %) P; larut dalam
kloroform P, dalam eter P dan dalam eter minyak tanah P. Larutan kadang-kadang
beropalesensi lemah. Jarak lebur antara 380 dan 560 Serapan ultraviolet serapan –
1 cm larutan 0,05 % b/v dalam trimetilpentana P pada 290 nm, tidak lebih dari
0,5. Keasaman-kebasaan Memenuhi syarat yang tertera pada Paraffinum solidum.
Sisa pemijaran Tidak lebih dari 0,1 % Zat organik asing jika dipanaskan,
menguap, uap tidak berbau tajam. Penyimpanan Dalam wadah tertutup baik.
Khasiat dan penggunaan Zat tambahan. (FI III halaman 633)
2.6.3 Adeps Lanae
Adeps Lanae, Pemerian: massa seperti lemak, lengket, warna kuning bau khas.
Kelarutan: tidak larut dalam air, dapat bercampur dengan air lebih kurang 2x
beratnya, agak sukar larut dalam etanol dingin, lebih larut dalam etanol panas,
mudah larut dalam eter dan klorofom kegunaan: emulsifying agent, basis salep.
(FI IV, hal 57)

2.7 Hewan Uji

2.7.1 Pengertian Hewan Uji atau Hewan Percobaan

Smith dan Mangkoewidjojo (1988) menyatakan bahwa hewan laboratorium atau


hewan percobaan atau hewan uji adalah hewan yang sengaja dipelihara dan
diternakkan untuk digunakan sebagai hewan model untuk mempelajari dan
mengembangkan berbagai macam bidang ilmu dalam skala penelitian atau
pengamatan laboratorik. Penggunaan tikus sebagai hewan percobaan
didasarkan atas pertimbangan ekonomis dan kemampuan hidup tikus hanya
2-3 tahun dengan lama produksi 1 tahun.
21

Kelompok tikus laboratorium pertama-tama dikembangkan di Amerika


Serikat antara tahun 1887-1893. Keunggulan tikus putih sebagai hewan
laboratorium diantaranya lebih cepat dewasa, tidak memperlihatkan perkawinan
musiman, sangat mudah ditangani, dapat ditinggal sendirian dalam kandang
asalkan dapat mendengar suara tikus lain dan umumnya lebih cepat berkembang
biak.
Terdapat beberapa galur tikus yang sering digunakan dalam penelitian
antara lain Wistar, Sprague-Dawley, Long Evans, dan Holdzman.

2.7.2 Klasifikasi Tikus Putih

Klasifikasi tikus putih (Rattus Norvegicus) adalah sebagai berikut:


Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Sub Filum : Vertebrata
Kelas : Mamalia
Ordo : Rodentia
Famili : Muridae
Genus : Rattus
Spesies : Rattus Norvegicus (Krinke, 2000)

Gambar 2.12 Tikus Putih (Rattus Norvegicus)

2.7.3 Data Biologi Tikus Putih (Rattus norvegicus)


22

Smith dan Mangkoewidjojo (1988) menyatakan bahwa data


biologis tikus putih (Rattus norvegicus) adalah sebagai berikut :
Lama hidup : 2-3 tahun,bisa sampai 4 tahun
Lama produksi ekonomis : 1 tahun
Lama kehamilan : 20-22 hari
Umur dewasa : 40-60 hari
Umur kawin : 8-10 minggu ( jantan dan betina )
Perkawinan : Pada waktu estrus
Berat dewasa : 300-400 gr jantan, 250-300 gr betina
Siklus kelamin : Poliestrus
Siklus estrus : 4-5 hari
Lama estrus : 9-20 jam
Ovulasi : 8-11 jam sesudah timbul
estrus, spontan
Fertilisasi : 7-10 jam sesudah kawin
Implantasi : 5-6 hari sesudah fertilisasi
Pernapasan : 65-115/menit, turun menjadi 50 dengan
anestesi, naik sampai 150 dalam stress
Denyut jantung : 250 bit/menit, turun menjadi 200
dengan anestesi, naik sampai 550
dalam stres.
Tekanan darah : 90-180 sistole, 60-145 diastole, turun
menjadi 80 sistole, 55 diastole dengan
anestesi.
Aktivitas : nokturnal (malam)
Konsumsi makanan : 15-30 gr/hari (dewasa)
Konsumsi minuman : 20-45 ml/hari (dewasa)
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Obyek Penelitian


3.1.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan jumlah anggota dari suatu himpunan yang
diketahui karakteristiknya berdasarkan inferensi atau generalisasi. (Sudibyo
Supardi dan Surahman, 2014)
Populasi dalam penelitian ini adalah tanaman Senggani (Melastoma
candidum D. Don) dan tikus.

3.1.2 Sampel dan Penarikan Sampel


1) Sampel
Sampel adalah sebuah gugus atau sejumlah tertentu anggota perhimpunan
yang dipilih dengan cara tertentu agar mewakili populasi. (Sudibyo Supardi dan
Surahman, 2014)
Sampel yang digunakan adalah daun Senggani (Melastoma candidum D.
Don) dan tikus putih jantan
2) Penarikan Sampel
Penarikan sampel dalam penilitian ini dilakukan secara acak atau random
sampling

3.1.3 Variabel dan Operasional Variabel


1) Variabel
Yang menjadi variabel penelitian adalah :
a) Variabel bebas : Variabel yang menjadi sebab terjadinya perubahan atau
mempengaruhi timbulnya variabel terikat. Variabel bebas pada uji ini adalah
konsentrasi salep daun Senggani (Melastoma candidum D. Don) dengan
konsentrasi 2,5%, 5% dan 7,5%.

23
24

b) Variabel terikat : Variabel / faktor yang muncul akibat adanya variabel bebas.
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kesembuhan luka sayat pada tikus
putih
c) Variabel kontrol : Variabel yang dikendalikan atau dibuat konstan sehingga
hubungan variabel bebas terhadap variabel terikat tidak dipengaruhi oleh faktor
dari luar yang akan diteliti.
Kontrol Positif : Salep Betadine
Kontrol negatif : Basis salep

2. Operasional Variabel
Bagan Operasional variabel dapat dilihat pada bagian 3.1 sebagai berikut :

K+

X1

X2 Y

X3

K-

Bagan 3.1 Operasional Variabel

Keterangan :
X1 = Salep ekstrak daun Senggani (Melastoma candidum D. Don) 2,5%
X2 = Salep ekstrak daun Senggani (Melastoma candidum D. Don) 5%
X3 = Salep ekstrak daun Senggani (Melastoma candidum D. Don) 7,5%
K+ = Salep Betadine
K- = Basis salep
Y = Kesembuhan luka sayat pada tikus putih jantan
25

3.2 Metode Penelitian


Penelitian ini adalah penelitian eksperimen, yaitu suatu penelitian dengan
melakukan kegiatan percobaan yang bertujuan untuk menyelidiki kemungkinan
saling sebab hubungan sebab akibat dengan cara mengadakan intervasi atau
mengenakan perlakuan kepada satu atau lebih kelompok eksperimen, kemudian
hasil (akibat) dari intervasi tersebut dibandingkan dengan kelompok yang tidak
dikenakan perlakuan (kelompok kontrol). (Notoatmodjo, 2012)
3.3 Desain Penelitian
Bagan Desain penelitian dapat dilihat pada bagan 3.2 sebagai berikut :

Pengumpulan Bahan
Baku
Determinasi Menyiapkan Tikus Putih
Jantan

Pembuatan Luka Sayat


Pada Tikus Putih Jantan

Pembuatan Simplisia

Pembuatan Ekstrak
Daun Senggani
Uji Sediaan dan Uji Pengolahan Data
Stabilitas

Pembuatan Salep Ekstrak Uji Efektifitas Salep Daun


Daun Senggani Senggani

Kesimpulan

Bagan 3.2 Desain Penelitian


26

3.4 Prosedur Penilitian

3.4.1 Alat Penelitian


Alat – alat yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut :
Maserator, mortar, stemper, timbangan, plat dan pot salep

3.4.2 Bahan Penelitian


Bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut:
Daun Senggani, vaselin album, adeps lanae, Betadine salep, Tikus Putih Jantan

3.5 Langkah Kerja

3.5.1 Pengumpulan Bahan


Bahan didapat dari kota Kuningan dengan keadaan segar.

3.5.2 Determinasi Tanaman


Determinasi merupakan upaya membandingkan suatu tumbuhan dengan
tumbuhan lain yang sudah dikenal sebelumnya dicocokkan atau dipersamakan.
Determinasi dilakukan di laboratorium Sekolah Tinggi Farmasi (STF) YPIB
Cirebon dengan menggunakan kepustakaan buku flora: untuk sekolah C.G.G.J
Van Steenis (1978).

3.5.3 Pembuatan Simplisia


1) Daun Senggani (Melastoma candidum D. Don) ditimbang
2) Dicuci sampai bersih
3) Setelah dicuci, dijemur atau diangin – anginkan sampai kering
4) Haluskan simplisia dengan blender sampai menjadi serbuk.

3.5.4 Pembuatan Ekstrak Daun Senggani


1) Menimbang Simplisia Daun Senggani Sebanyak 100 gram
2) Memasukkan kedalam maserator
27

3) Menambahkan pelarut etanol 750 ml


4) Rendam simplisia dengan pelarut dalam maserator selama 5 hari sambil
sesekali diaduk, kemudian serkai dengan kain flannel, ampasnya ditampung
kemudian tambahkan etanol sampai 250 ml, kemudian didiamkan selama 2 hari
5) Mengukur volume, masukkan kedalam cawan penguap kemudian uapkan
sehingga diperoleh ekstrak kental

3.5.5 Pembuatan Salep


1) Formulasi Salep
Tabel formula 3.1 Formulasi Salep

Komposisi Fungsi Persyaratan Formula

Ekstrak daun 2,5%, 5%,


Zat aktif  
senggani 7,50%

Adeps lanae Basis Salep 10 - 30 % 15%

Vaselin album Basis Salep 50 - 90 % 82,50%

2) Penimbangan Bahan
Tabel formula 3.2 Penimbangan Bahan

  Formula

K0
Komposisi Fungsi Formula Formula Formula
(Basis I (2,5%) III (5%) III (7,5%)
salep)
Ekstrak Daun
Zat aktif 0 2,5 gr 5 gr 7,5 gr
Senggani
Bahan
Adeps Lanae 10 gr 10 gr 10 gr 10 gr
dasar
28

Vaselin Bahan
90 gr 87,5 gr 85 gr 82,5 gr
Album dasar
Bobot Salep   100 gr 100 gr 100 gr 100 gr

3) Cara Pembuatan
1. Timbang semua bahan
2. Masukkan sedikit vaselin album gerus sampai homogen
3. Tambahkan ekstrak kental daun sintrong kedalam mortar gerus
sampai homogen
4. Tambahkan adeps lanae gerus sampai homogen
5. Tambahkan sisa vaselin album gerus sampai homogen
6. Masukkan kedalam pot salep
7. Kemas beri etiket

3.5.6 Evaluasi Sediaan Salep Daun Senggani


Pengujian Salep Ekstrak Daun Senggani (Melastoma candidum D.Don) meliputi
uji Homogenitas, uji pH, uji Organoleptis, uji Stabilitas. Pengamatan ini dilakukan
selama 4 minggu.
1. Uji Organoleptis
Pemeriksaan untuk pengolesan dan kekerasan sediaan dilakukan pemeriksaan
organoleptis meliputi bentuk, bau, warna dan homogenitas sediaan. Sediaan
dinyatakan stabil apabila bau, warna, dan homogenitas secara visual sama seperti
setelah pembuatan dan berdasarkan pengamatan secara visual tidak ditumbuhi
jamur. (Anonim, 2000)
2. Uji Homogenitas
Jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok, harus
menunjukan susuna yang homogen. Bila massa salep tidak tersisa bahan padatnya
atau teksturnya rata menandakan homogen. (Anonim, 2000)

3. Uji Daya Sebar


29

Salep diambil 50 mg, lalu diletakkan diatas plat kaca, biarkan selama 1 menit,
ukur diameter sebar salep, kemudian tambahkan 50 mg beban tambahan diamkan
selama 1 menit, lalu diukur diameter sebarnya. Hal tersebut dilakukan berulang
sampai didapat diameter sebar yang konstan. Replikasi dilakukan sebanyak 3 kali.

4. Uji Daya Lekat


Sambil diambil 50 mg salep, lalu dioleskan pada plat kaca dengan luas 2,5 cm.
Kedua plat ditempelkan sampai plat menyatu, diletakkan dengan beban seberat
500 gr selama 5 menit setelah itu beban dilepaskan, lalu diberi beban pelepasan
100 gr untuk pengujian. Waktu dicatat sampai kedua plat saling lepas. Replikasi
dilakukan sebanyak 3 kali.

5. Uji pH
Uji pH, dilakukan dengan menggunakan alat bernama pH meter. Karena pH meter
bekerja hanya pada zat yang berbentuk larutan, maka salep harus dibuat dalam
bentuk larutan terlebih dahulu. Salep dan air dicampur dengan perbandingan 3 gr :
10 ml air, kemudian diaduk hingga homogen dan didiamkan agar mengendap.
Setelah itu, pH diukur dengan pH meter. Nilai pH akan tertera pada layar pH
meter.

3.5.7 Uji Stabilitas Cycling Test


Tujuan dari uji ini adalah sebagai simulasi produk selama proses distribusi dalam
kendaraan yang pada umumnya jarang dilengkapi alat pengontrol suhu (Sanjay,
dkk., 2003).
Oleh karena itu, pada uji ini dilakukan pada suhu atau kelembaban pada interval
waktu tertentu sehingga produk dalam kemasannnya akan mengalami stress yang
bervariasi dari pada stress yang statis. Misalnya dengan menyimpan sediaan pada
suhu 4℃ selama 24 jam lalu menyimpannya pada suhu 40℃ selama 24 jam,
waktu penyimpanan pada dua suhu yang berbeda tersebut dianggap sebagai satu
siklus dan dilakukan selama 12 hari. Perlakuan selama 12 hari tersebut akan
menghasilkan stress yang lebih tinggi daripada menyimpan pada suhu 4℃ atau
30

40℃ saja (Cannel, 2008). Apabila tiga siklus selama proses cyclingtest tidak
terjadi perubahan yang signifikan, dapat diartikan bahwa produk stabil selama
proses distribusinya (Sanjay, dkk., 2003)

3.5.8 Uji Efektivitas Salep Daun Senggani


1) Siapkan 15 ekor tikus masing – masing dibagi dalam 5 kelompok dan dalam setiap
kelompok berjumlah 3 ekor
2) Berikan luka sayat pada masing – masing tikus dengan cara menyayat pisau sayat
pada punggung tikus sepanjang 2 cm
3) Dioleskan Salep Ekstrak Daun Senggani pada masing – masing kelompok
4) Lakukan pengujian Salep Ekstrak Daun Senggani
5) Evaluasi penyembuhan luka sayat
a) Nilai 1 : luka sangat terbuka
b) Nilai 2 : luka terbuka
c) Nilai 3 : luka agak tertutup
d) Nilai 4 : luka tertutup
e) Nilai 5 : luka sembuh

3.6 Teknik Pengolahan Data Dan Analisa Data


3.6.1 Teknik Pengolahan Data
Analisis data yang berupa penyusutan luas luka sayat dan derajat
kesembuhan luka sayat hasil uji efektivitas salep ekstrak Daun Senggani
(Melastoma candidum D. Don) terhadap luka sayat pada tikus putih jantan
dilakukan dengan menggunakan uji Anava satu arah (One Way Anova) dan uji t
pada tingkat kepercayaan 95%. (Sudjana. 2002). Yang bertujuan untuk
mengetahui efektivitas salep ekstrak Daun Senggani (Melastoma candidum D.
Don) terhadap luka sayat pada tikus putih jantan.

3.6.2 Analisa Data


31

1) Uji Normalitas
Langkah awal untuk melakukan uji ANOVA satu arah yaitu dilakukan uji
normalitas. Data dikatakan normal jika nilai (Sig) > 0,05. Nilai 0,05 (5%) didapat
dari nilai probabilitas keyakinan untuk analisa data. Tujuan dilakukannya uji
normalitas yaitu untuk mengetahui apakah data yang didapatkan dari penelitian
berdristribusi normal atau tidak.

2) Uji Homogenitas
Uji homogenitas juga diperlukan sebelum melakukan uji ANOVA satu
arah. Data dikatakan homogen jika nilai (Sig) > 0,05. Tujuan dilakukannya uji
homogenitas yaitu untuk mengetahui apakah data yang didapatkan homogen atau
tidak.
3) Analisis Varian (Anava)
Kriteria pembacaan hasil yaitu sebagai berikut:
a. Jika nilai signifikannya < 0,05 dan atau jika Fhitung > Ftabel maka Ho ditolak dan H1
diterima.
b. Jika nilai signifikannya > 0,05 dan atau jika Fhitung < Ftabel maka Ho diterima dan H1
ditolak

Tabel 3.3 Anava


Derajat
Jumlah Kuadrat Kuadrat
Sumber Variasi Kebiasaan
- kuadrat (JK) Tengah
(dk)
Rata - rata 1 Ry R=Ry
Antar
K-1 Py P=Py/(K-1)
Perlakuan
Kekeliruan
k
eksperimen ∑ (n i−1¿)¿ E=Ey/Ʃ(ni-1)
i=1 Ey
(dalam (Sc2=E)
 
perlakuan)
32

∑ n−1 ∑ y2
Jumlah Total i=1 _
   
Sumber : Sudjana, 2002
Keterangan tabel dapat dilihat sebagai berikut :
1) Ʃy2 = Jumlah kuadrat – kuadrat (JK) antar pengamatan
k k

∑ ¿1 ∑ ¿1 ykij
i i

2) y = j / Kn
3) Ry = jumlah kuadrat – kuadrat (JK) untuk rata – rata J2/Kn
k
4) Py = Wy = jumlah kuadrat – kuadrat (JK) antar perlakuan (∑ =1
i

J2i)n-Ry-Py
5) Ey = jumlah kuadrat – kuadrat kekeliruan eksperimen Ʃ y 2-Ry-Py Pengujian
menggunakan uji anava satu arah dengan tingkat signifikan a = 5% Nilai sig.
Menunjukan tingkat signifikan dari pengujian yang dilakukan sehingga dapat
langsung menentukan Ho ditolak atau diterima.
Berikut pedoman dalam membaca nilai sig :
a) Jika nilai sig. >a (0,05) maka Ho diterima yang menunjukan tidak ada perbedaan
yang signifikan
b) Jika nilai sig. <a (0,05) maka H o ditolak yang menunjukan ada perbedaan yang
signifikan.
BAB IV
JADWAL PELAKSANAAN

4.1 Tempat Penelitian


Penelitian dilaksanakan di laboratorium Sekolah Tinggi Farmasi YPIB Cirebon
jalan Perjuangan, Majasem, Cirebon, Jawa Barat.

4.2 Waktu Penelitian


Sedangkan waktu penelitian dapat dilihat pada tabel 4.1 sebagai berikut:

Tabel 4.1 Rancangan Waktu Penelitian

Rencana Tahun 2017 – 2018


Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul
Pengerjaan
Pengajuan Judul
Penelusuran Pustaka
Penyusunan
Proposal
Sidang Proposal
Penelitian
Analisis
Pengumpulan Data
dan Penelitian
Penyusunan Skripsi
Sidang Skripsi

33
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qiyanji, Muhammad Faris, 2013. Khasiat dan Manfaat Tanaman


Berkhasiat Obat. Naashirussunnah, Jakarta.

Andri, Cahyo, Kumoro; 2015, Tehnologi Ekstraksi Senyawa Bahan Aktif dari
Tanaman Obat., Plantaxin; Yogyakarta.

Anief, M., 2005. Ilmu meracik obat. Jakarta: Gajah Mada University Press.

Anief, M., 2010. Ilmu meracik obat. Jakarta: Gajah Mada University Press

Ansel, H.C., 2008, Penghantar Bentuk Sediaan Farmasi, ed IV. Alih bahasa
Ibrahim, F. Jakarta : UI Press.

Anonim.,1979 Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan


Repoblik indonesia.

Anonim, 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departement Kesehatan


Repoblik Indonesia

Backer, A.Bakhuizen Van Den Brink Jr. (1965). Flora Of Java Vol 2. Noordhoff
N.V.Groningen, The Netherlands.

Badan POM RI. 2008. Taksonomi: Koleksi Tanaman Obat, Kebun Tanaman Obat
Citeureup. BPOM RI, Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik
dan Produk Komplemen, Direktorat Obat Asli Indonesia. Jakarta.

Brown, DL. 2004. Wound. Philadelphia, USA: Lippincott Williams & Wilkins.

Dalimarta Setiawan, 2001. Atlas Tumbuhan Obat. Jilid I. Trubus Agriwidya,


Jakarta.

Faisal, Muhamad. 2006. Mengolah Dan Membuat Interpretasi Hasil OlahanSPSS


Untuk Penelitian Ilmiah. Jakarta: Edsa Mahkota.

Harbone. 2006. Metode Fitokimia. Bandung : ITB Bandung


35

Hariana. Arief. 2015, 262 Tumbuhan Obat dan Khasiatnya. Jakarta: Penebar
Swadaya.

Herbie, Tandi. 2015. Kitab Tanaman Berkhasiat Obat 226 Tumbuhan Obat Untuk
Penyembuhan Penyakit dan Kebugaran Tubuh. Yogyakarta: Octopus Publishing
House.

Hidayat, Syamsul. 2015, Kitab Tumbuhan Obat. Jakarta: Agriflo.

Judd, H. 2007. Wound care made incredibly easy. 1st ed. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins.

Misbahudin, 2013. Analis Data Penelitian Dengan Statistik. Jakarta : Bumi


Aksara

Nevi, S. 2006. Formulasi Sabun Transparan Minyak Nilam Sebagai Obat Jerawat.

Purnomo, Hari dan Syamsul, Eka siswanto. 2017. Buku Statistika Farmasi.
Yogyakarta : Grafika Indah

Pusponegoro AD, Bisono. 1997. Luka, trauma, syok dan bencana alam.
In:Sjamsuhidajat R, De Jong W, editor. Buku ajar Ilmu bedah. edisi revisi.
Jakarta: EGC:Penerbit bukukedokteran.

Sari, Y. 2007. Luka Tekan (Pressure ulcer): Penyebab dan Pencegahan. [Online]
www.inna.ppni.or.id/index.php?. Diakses pada tanggal 3 Oktober 2017.

Sjamsuhidajat, R. dan Jong, W.D. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC. Jakarta.

Smeltzer, Suzanne C. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Vol.3. Jakarta : Penerbit


Buku Kedokteran EGC.

Sudjarwo, S. A. 2004. The Signal Transduction of Curcumin as Antiinflamatory


Agent in Cultured Fibroblast. Jurnal Kedokteran YARSI. 2: 1-6.

Sugiyono.2013. Metode Pendekatan kuantitatif, kralitatif dan R & D. Bandung:


CV Alvabeta.

Suriadi, 2004. Perawatan Luka. Cetakan ke I . Jakarta: CV Sagung Solo


36

Susilowati, Silvia. 2012. 50 Herbal Dan Suplemen Memperpanjang Usia. Jakarta:


Penebar Swadaya.

Syamsuni, A .H. 2006. Ilmu resep. Jakarta: EGC,

Syamsuni, A.H. 2007. Ilmu resep. Jakarta: EGC.

Tjitrosoepomo, Gembong. 2004. Taksonomi tumbuhan (Spermatophyta). Gajah


Mada University Press. Yogyakarta.

Ulfa Zara Izzati, Andhi Fahrurrozi dan dan Mohammad Andrie. 2015. Efektivias
Penyembuhan Luka Bakar salep Ekstrak Etanol Daun Senggani pada Tikus Jantan
Galur Wistar. Skripsi. Universitas Tanjungpura.

Van Steenis, C.G.G.J.,1978, Flora untuk sekolah di indonesia, PT Pradnya


paramita , Jakarta.

Wijaya, Kusuma. 1992. Tanaman Berkhasiat Obat Indonesia. Cetakan ke 5.


Jakarta: Pustaka kartini.

Anda mungkin juga menyukai