PROPOSAL PENELITIAN
Disusun Oleh:
Meta Ayuditiawati, M.Farm., Apt ()
Email : -
Anggota (2) :
Email : -
i
Anggota (3) :
Jenis Kelamin :
Alamat :
No. Handphone :
Email : -
Institusi Mitra (jika ada) :
ii
Cirebon, Februari 2017
Koordinator,
Mengetahui,
Fitri Zakiah, S.Si., M.Farm., Apt H. Ahmad Azrul Zuniarto, S.Si.,M.Farm., Apt
NIDN 0408088008 NIDN 426066902
RENCANA ANGGARAN PENELITIAN
2 Bahan
Daun Senggani 1 kg 100.000 100.000
vaselin album 0,5 kg 100.000 100.000
adeps lanae 1kg 100.000 100.000
Betadine salep 1 50.000 50.000
Tikus Putih Jantan 15 100.000 1.500.000
Daun Senggani 1kg 75.000 1125.000
vaselin album 0,5 kg 100.000 100.000
Etanol 70% 1L 100.000 100.000
3 Alat
mortar 1 50.000 50.000
stemper 1 50.000 50.000
timbangan 1 100.000 100.000
plat dan pot salep 1 50.000 50.000
Maserator 1 50.000 50.000
mortar 1 50.000 50.000
stemper 1 1000.000 1000.000
4 Pengumpulan Data
-Konsumsi + transport @ 5 250 400.000 8.000.000
orang
-Analisis Data 1 300.000 300.000
6 Evaluasi
Laporan
dan Pembuatan
Cirebon,Februari 2019
Penulis
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN i
RENCANA ANGGARAN PENELITIAN iv
KATA PENGANTAR vi
DAFTAR ISI vii
DAFTAR TABEL x
DAFTAR GAMBAR xi
DAFTAR BAGAN xii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Batasan Masalah
2
1.3 Identifikasi Masalah
2
1.4 Perumusan Masalah
3
1.5 Tujuan Penelitian
3
1.6 Manfaat Penelitian
3
1.7 Hipotesa
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Senggani (Melastoma candidum D. Don)
5
2.1.1 Klasifikasi Tanaman Senggani 5
2.1.2 Nama Daerah 6
2.1.3 Morfologi Tanaman Senggani 6
2.1.4 Kandungan Kimia Daun Senggani 6
2.1.5 Khasiat dan Kegunaan Daun Senggani 7
2.2 Simplisia
7
2.2.1 Pengertian simplisia 7
2.2.2 Tahap-tahap pembuatan Simplisia 8
2.3 Ekstrak 9
2.3.1 Definisi Ekstrak
9
2.3.2 Metode Ekstraksi
9
2.4 Luka Sayat 11
2.4.1 Klasifikasi Luka 13
2.4.2 Pengobatan Luka Sayat 13
2.5 Salep 14
2.5.1 Pengertian Salep 15
2.5.2 Penggolongan Salep 15
2.5.3 Dasar Salep 16
2.5.4 Ketentuan Umum Cara Pembuatan Salep 16
2.5.5 Evaluasi Sediaan Salep Daun Senggani 17
2.6 Monografi Bahan 18
2.6.1 Kontrol Positif 19
2.6.2 Vaselin Album 19
2.6.3 Adeps Lanae 20
2.7 Hewan Uji 20
2.7.1 Pengertian Hewan Uji atau Hewan Percobaan 20
2.7.2 Klasifikasi Tikus Putih 21
2.7.3 Data Biologi Tikus Putih (Rattus norvegicus) 22
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Objek Penelitian 23
3.1.1 Populasi 23
3.1.2 Sampel dan Penarikan Sampe 23
3.1.3 Variabel dan Operasional Variabel 23
3.2 Metode Penelitian 25
3.3 Desain Penelitian 25
3.4 Prosedur Penelitian 26
3.4.1 Alat Penelitian 26
3.4.2 Bahan Penelitian 26
3.5 Langkah Kerja 26
3.5.1 Pengumpulan Bahan 26
3.5.2 Determinasi Tanaman 26
3.5.3 Pembuatan Simplisia 26
3.5.4 Pembuatan Ekstrak Daun Senggani 26
3.5.5 Pembuatan Salep 27
3.5.6 Evaluasi Sediaan Salep Daun Senggani 28
3.5.7 Uji Stabilitas Cycling Test 29
3.5.8 Uji Efektifitas Salep Daun Senggani 30
3.6 Teknik Pengolahan Data dan Analisa Data 30
3.6.1 Teknik Pengolahan Data 30
3.6.2 Analisa Data 31
BAB IV JADWAL PELAKSANAAN
4.1. Tempat Penelitian....................................................................................33
4.2. Waktu Penelitian......................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................34
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Halaman
1
2
3) Sediaan salep ekstrak Daun Senggani (Melastoma candidum D. Don) stabil pada
uji dan suhu tertentu.
2) Institusi pendidikan
Menambah referensi keilmuan dalam menunjang proses pembelajaran mahasiswa
dalam bidang kefarmasian.
3) Masyarakat
Memberikan informasi yang akurat kepada masyarakat tentang manfaat dan
khasiat dari Daun Senggani (Melastoma candidum D. Don) secara luas sehingga
dapat dipergunakan secara optimal terutama dalam bentuk sediaan salep.
5
6
2.2 Simplisia
2.2.1 Pengertian simplisia
Simplisia adalah bahan alamiah yang digunakan sebagai obat yang belum
mengalami pengolahan apapun juga, kecuali dinyatakan lain, berupa bahan
yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1989).
1) Simplisia nabati adalah simplisia berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau
eksudat tanaman (Depkes RI, 1989).
2) Simplisia hewan adalah simplisia yang berupa hewan utuh, bagianhewan atau zat-
zat yang berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni
(Depkes RI, 1989).
3) Simplisia mineral adalah simplisia yang berupa mineral yang belum diolah atau
diolah dengan cara sederhana dan belum berupa zat kimia mumi (Depkes RI,
1989).
8
2) Sortasi basah
Sortasi basah adalah pemelihan panen ketika tanaman masih segar. Sortasi
dilakukan terhadap tanah dan kerikil, rumput-rumputan, bahan tanaman lain atau
bagian-bagian lain dan tanaman yang tidak digunakan, dan bagian tanaman yang
rusak ( dimakan ulat dan sebagainya ).
3) Pencucian
Pencucian simplisia dilakukan untuk membersihkan kotoran yang melekat,
terutama bahan-bahan yang berasal dan dalam tanah dan juga bahan-bahan yang
tercemar pestisida. Pencucian bisa dilakukan dengan menggunakan air yang
berasal dan beberapa cumber seperti mata air, sumur, PAM dan mata air yang
lain.
4) Perajangan
Perajangan tidak hams dilakukan. Pada dasarnya prosesnya ini untuk
mempermudah proses pengeringan. Jika ukuran simplisia cukup kecil tipis, maka
proses ini dapat di abaikan.
5) Pengeringan
Proses pengeringan terutama bertujuan untuk menurunkan kadar air sehingga
bahan tersebut tidak mudah ditumbuhi kapang dan bakteri, menghilangkan
aktivitas enzim yang bisa menguraikan lebih lanjut kandungan zat aktif,
memudahkan dalam hal pengelolaan proses selanjutnya (ringkas, mudah
disimpan, tahan lama, dan sebagainya).
9
6) Sortasi kering
Sortasi kering adalah pemilihan bahan setelah mengalarni proses pengeringan,
Pemilihan di lakukan terhadap bahan-bahan yang terlalu gosong, bahan yang
rusak akibat terlindas roda kendaraan (misalnya dikeringkan di tepi jalan raya),
atau dibersihkan dari kotoran hewan.
7) Pengepakan dan penyimpanan
Simplisia perlu ditempatkan dalam suhu wadah tersendiri agar tidak saling
bercampur antara simplisia satu dengan yang lainnya. Selanjutnya, wadah-wadah
yang berisi simplisia menggunakan wadah yang inert atau tidak mudah bereaksi
dengan bahan lain, tidak beracun bagi bahan yang diwadahinya maupun bagi
manusia yang menanganinya, mampu melindungi bahan simplisia dari cemaran
mikroba, kotoran, dan serangga. Mampu melindungi bahan simplisia dari
penguapan kandungan aktif dan melindungi bahan simplisia dari pengaruh
cahaya, oksigen, dan uap air.
2.3 Ekstrak
2.3.1 Definisi Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan yang dapat berupa kering, kental dan cair, dibuat dengan
menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang sesuai, kemudian semua
atau hampir semua pelarut diuapkan dan masa atau serbuk yang tersisa diperlukan
sedemikian hingga memenuhi syarat baku yang telah ditetapkan (Anonim, 1995).
1) Maserasi
Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan
dengan merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Maserasi digunakan
untuk penyarian simplisia yang mengandung zat aktif yang mudah larut dalam
cairan penyari, tidak mengandung zat yang mudah mengembang dalam cairan
penyari, tidak mengandung benzoin, stirak dan lainnya. Cairan penyari yang
10
digunakan dapat berupa air, etanol, air-etanol, atau pelarut lainnya. Bila cairan
penyari digunakan air maka untuk terjadinya kapang dapat ditambahkan bahan
pengawet yang diberikan pada awal penyarian. Keuntungan cara penyarian
dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana
dan mudah diusahakan. Kerugiannya cara penyarian dengan maserasi adalah
pengerjaan lama dan pcnyariannya kurang sempurna (Anonim 1986).
Pembuatan maserasi kecuali dinyatakan lain (Anonim, 1979) :
Masukkan 10 bagian simplisia atau campuran simplisia dengan derajat halus
yang cocok kedalam sebuah bejana, tuang dengan 75 bagian cairan penyari lalu
tutup, biarkan selama 5 hari terlindung dan cahaya matahari sering diaduk, serkai,
peras, cuci ampas dengan cairan penyari secukupnya hingga diperoleh 100 bagian.
Pindahkan kedalam bejana tertutup, biarkan ditempat sejuk terlindung dan
cahaya selama 2 hari. Endapan tuangkan atau saring.
2) PerkoIasi
Perkolasi adalah cara penyarian yang dilakukan dengan mengalirkan
cairan penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi (Anonim 1986).
Prinsip perkolasi adalah sebagai berikut :
Serbuk simplisia ditempatkan dalam suatu bejana silinder yang bagian bawahnya
diberi sekat berpori. Cairan penyari dialirkan dan atas ke bawah melalui serbuk
tersebut, cairan penyari akan melarutkan zat aktif sel-sel yang dilalui sampai
mencapai keadaan jenuh. Cara perkolasi lebih baik dibandingkan dengan cara
maserasi (Anonim,1986), karena :
a. Aliran cairan penyari menyebabkan adanya pergantian larutan yang terjadi dengan
larutan yang kosentrasinya lebih rendah, sehingga meningkatkan derajat
perbedaan kosentrasi.
b. Ruangan diantara butir-butir serbuk simplisia membentuk saluran tempat mengalir
cairan penyari. Alat yang digunakan untuk perkolasi disebut perkolator,cairan
yang digunakan untuk menyari disebut cairan penyari atau menstrum, larutan zat
aktif yang keluar dari perkolator disebut sari atau perkolat, sedang sisa setelah
dilakukannya penyarian disebut ampas atau sisa perkolasi.
11
b) Sokhletasi
Uap cairan penyari naik ke atas melalui pipa samping, kemudian diembunkan
kembali oleh pendingin tegak. Cairan turun ke labu melalui tabung yang berisi
serbuk simplisia. Cairan penyari sambil turun melarutkan zat aktif serbuk
simplisia. Karena adanya sifon maka setelah cairan mencapai permukaan sifon,
seluruh cairan akan kembali ke labu. Cara ini lebih menguntungkan karena uap
panas tidak melalui serbuk simplisia, tetapi melalui pipa samping (Anonim,1986).
b. Organoleptik
Parameter ini mendeskripsikan bentuk, warna, bau, dan rasa.
Parameter non spesifik ekstrak terdiri dari:
a. Susut pengeringan
Susut pengeringan adalah pengukuran sisa zat setelah pengeringan pada
temperatur 105oC selama 30 menit atau sampai berat konstan, yang dinyatakan
sebagai nilai persen (%). Tujuannya untuk memberikan batasan maksimal
(rentang) tentang besarnya senyawa yang hilang pada proses pengeringan. Nilai
untuk susut pengeringan jika tidak dinyatakan lain adalah kurang dari 10%.
b. Kadar air
Kadar air adalah pengukuran kandungan air yang berada di dalam bahan.
Tujuannya untuk memberikan batasan maksimal (rentang) tentang besarnya
kandungan air di dalam bahan. Nilai untuk kadar air sesuai dengan yang tertera
dalam monografi.
c. Kadar abu
Untuk penentuan kadar abu, bahan dipanaskan pada temperatur dimana senyawa
organik dan turunannya terdestruksi dan menguap sehingga hanya tersisa unsur
mineral dan anorganik. Tujuannya adalah untuk memberikan gambaran tentang
kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai
terbentuknya ekstrak. Nilai untuk kadar abu sesuai dengan yang tertera dalam
monografi (Depkes RI, 2000).
d. Kadar abu yang tidak larut asam
Kadar abu yang tidak larut asam adalah jumlah benda anorganik asing dalam
ekstrak dinyatakan sebagai kadar abu yang tidak larut asam, dengan persyaratn
tidak boleh lebih dari 2%, kecuali jika dinyatakan lain.
e. Kadar sari larut etanol
Penetapan kadar sari larut etanol dilakukan untuk mengetahui kandungan terendah
zat yang larut dalam etanol tetapi kemungkinan tidak larut dalam air. Nilai untuk
kadar sari larut etanol sesuai dengan monografinya (Depkes RI, 1995 ).
13
Berdasarkan buku Ilmu Meracik Obat (Aniel, 1997), salep dapat dibagi menjadi:
1) Menurut konsistensinya:
a) Unguenta Salep yang mempunyai konsistensi seperti mentega,
tidak mencair pada suhu biasa.
b) Cream atau krim : Salep yang banyak mengandung air,
mudah diserap kulit, yang dapat dicuci
dengan air.
c) Pasta : Salep yang mengandung lebih dari 50%
zat padat atau serbuk, suatu salep tebal.
) Cerata : Salep berlemak yang mengandung persentase lilin atau wax yang
tinggi sehingga konsistensinya lebih keras.
) Gelones : Salep lebih halus, umumnya cair dan sedikit mengandung atau tanpa
mukosa. Sebagai basisnya, biasanya terdiri dari campuran sederhana dari minyak
dan lemak dengan titik lebur rendah.
2) Menurut sifat farmakologi atau terapeutik dan penetrasinya:
a) Salep epidermis (epidermis ointment; salep penutup), melindungi kulit dan
menghasilkan efek lokal, dan tidak diabsorpsi.
b) Salep endodermis, salep yang bahan obatnya menembus
kedalam kulit, tetapi tidak melalui kulit atau selaput lendir.
c) Salep diadermis, salep yang bahan obatnya menembus kedalam tubuh
melalui kulit dan mencapai efek yang diinginkan.
2.5.3 Dasar Salep
Salep dasar I, umumnya digunakan Vaselin Putih, Vaselin Kuning, campuran
terdiri dari 50 bagian Malam Putih, dan 950 bagian
Vaselin Putih, campuran terdiri dari 50 bagian Malam Kuning dan 950
Vaselin Kuning atau salep dasar lemak lainnya seperti minyak lemak Nabati,
lemak hewan atau campuran Paraffin cair dan Paraffin padat. Salep dasar I sangat
lengket pada kulit dan sukar dicuci; agar mudah dicuci dapat diatmbahkan
surfaktan dalam jumlah yang sesuai.
17
Salep dasar II, umumnya digunakan Lemak Bulu Domba, zat utama Lemak Bulu
Domba terutama Kolesterol, campuran terdiri dari 30 bagian stearialkohol, 80
bagian Malam Putih dan 860 bagian Vaselin Putih, atau salep dasar serap lainnya
yang cocok. Salep Dasar II mudah menyerap Air.
Salep dasar III, umumnya digunakan digunakan campuran yang terdiri dari 0,25
bagian Metil Paraben, 0,15 bagian Propil Paraben, 10 bagian Natrium Laurilsulfat,
120 bagian Propylenglicol, 250 bagian Vaselin Putih dan air secukupnya hingga
1000 bagian, atau salep dasar emulsi lainnya yang cocok. Salep dasar III mudah
dicuci.
Salep dasar IV, umumnya digunakan digunakan campuran yang terdiri
dari 25 bagian Poliglikol 1500, 40 bagian Poliglikol, Propilenglicol atau Gliserol
secukupnya hingga 100 bagian, atau dasar salep larut lainnya yang cocok.
2.5.4 Ketentuan Umum Cara Pembuatan Salep
1. Peraturan Salep Pertama
Zat – zat yang larut dalam campuran lemak dilarutkan kedalamnya,
jika perlu dengan pemanasan.
Contohnya : Oleum Ricini, Oleum Sesami, Oleum Cocos
2. Peraturan Salep Kedua
Bahan – bahan yang dapat larut dalam air, jika tidak ada peraturan –
peraturan lain, dilarutkan terlebih dahulu dalam air, asalkan air yang digunakan
dapat diserap seluruhnya oleh basis salep. Jumlah air yang dipakai dikurangi dari
basis.
3. Peraturan Salep Ketiga
Bahan – bahan yang sukar atau hanya sebagian dapat larut dalam
lemak dan air, harus diserbuk terlebih dahulu kemudian diayak dengan pengayak
B40.
4. Peraturan Salep Keempat
Salep – salep yang dibuat dengan jalan mencairkan, campurannya
harus digerus sampai dingin (Salep Gandapura dan minyak Gandapura) (Anonim,
1979).
18
5. Uji pH
Uji pH, dilakukan dengan menggunakan alat bernama pH meter. Karena pH
meter bekerja hanya pada zat yang berbentuk larutan, maka salep harus dibuat
dalam bentuk larutan terlebih dahulu. Salep dan air dicampur dengan
perbandingan 3 gr : 10 ml air, kemudian diaduk hingga homogen dan didiamkan
agar mengendap. Setelah itu, pH diukur dengan pH meter. Nilai pH akan tertera
pada layar pH meter.
6. Uji Stabilitas Cycling Test
Tujuan dari uji ini adalah sebagai simulasi produk selama proses distribusi dalam
kendaraan yang pada umumnya jarang dilengkapi alat pengontrol suhu (Sanjay,
dkk., 2003).
Oleh karena itu, pada uji ini dilakukan pada suhu atau kelembaban pada interval
waktu tertentu sehingga produk dalam kemasannnya akan mengalami stress yang
bervariasi dari pada stress yang statis. Misalnya dengan menyimpan sediaan pada
suhu 4°C selama 24 jam lalu menyimpannya pada suhu 40°C selama 24 jam,
waktu penyimpanan pada dua suhu yang berbeda tersebut dianggap sebagai satu
siklus dan dilakukan selama 12 hari. Perlakuan selama 12 hari tersebut akan
menghasilkan stress yang lebih tinggi daripada menyimpan pada suhu 4°C atau
40°C saja (Cannel, 2008). Apabila tiga siklus selama proses cyclingtest tidak
terjadi perubahan yang signifikan, dapat diartikan bahwa produk stabil selama
proses distribusinya (Sanjay, dkk., 2003)
METODE PENELITIAN
23
24
b) Variabel terikat : Variabel / faktor yang muncul akibat adanya variabel bebas.
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kesembuhan luka sayat pada tikus
putih
c) Variabel kontrol : Variabel yang dikendalikan atau dibuat konstan sehingga
hubungan variabel bebas terhadap variabel terikat tidak dipengaruhi oleh faktor
dari luar yang akan diteliti.
Kontrol Positif : Salep Betadine
Kontrol negatif : Basis salep
2. Operasional Variabel
Bagan Operasional variabel dapat dilihat pada bagian 3.1 sebagai berikut :
K+
X1
X2 Y
X3
K-
Keterangan :
X1 = Salep ekstrak daun Senggani (Melastoma candidum D. Don) 2,5%
X2 = Salep ekstrak daun Senggani (Melastoma candidum D. Don) 5%
X3 = Salep ekstrak daun Senggani (Melastoma candidum D. Don) 7,5%
K+ = Salep Betadine
K- = Basis salep
Y = Kesembuhan luka sayat pada tikus putih jantan
25
Pengumpulan Bahan
Baku
Determinasi Menyiapkan Tikus Putih
Jantan
Pembuatan Simplisia
Pembuatan Ekstrak
Daun Senggani
Uji Sediaan dan Uji Pengolahan Data
Stabilitas
Kesimpulan
2) Penimbangan Bahan
Tabel formula 3.2 Penimbangan Bahan
Formula
K0
Komposisi Fungsi Formula Formula Formula
(Basis I (2,5%) III (5%) III (7,5%)
salep)
Ekstrak Daun
Zat aktif 0 2,5 gr 5 gr 7,5 gr
Senggani
Bahan
Adeps Lanae 10 gr 10 gr 10 gr 10 gr
dasar
28
Vaselin Bahan
90 gr 87,5 gr 85 gr 82,5 gr
Album dasar
Bobot Salep 100 gr 100 gr 100 gr 100 gr
3) Cara Pembuatan
1. Timbang semua bahan
2. Masukkan sedikit vaselin album gerus sampai homogen
3. Tambahkan ekstrak kental daun sintrong kedalam mortar gerus
sampai homogen
4. Tambahkan adeps lanae gerus sampai homogen
5. Tambahkan sisa vaselin album gerus sampai homogen
6. Masukkan kedalam pot salep
7. Kemas beri etiket
Salep diambil 50 mg, lalu diletakkan diatas plat kaca, biarkan selama 1 menit,
ukur diameter sebar salep, kemudian tambahkan 50 mg beban tambahan diamkan
selama 1 menit, lalu diukur diameter sebarnya. Hal tersebut dilakukan berulang
sampai didapat diameter sebar yang konstan. Replikasi dilakukan sebanyak 3 kali.
5. Uji pH
Uji pH, dilakukan dengan menggunakan alat bernama pH meter. Karena pH meter
bekerja hanya pada zat yang berbentuk larutan, maka salep harus dibuat dalam
bentuk larutan terlebih dahulu. Salep dan air dicampur dengan perbandingan 3 gr :
10 ml air, kemudian diaduk hingga homogen dan didiamkan agar mengendap.
Setelah itu, pH diukur dengan pH meter. Nilai pH akan tertera pada layar pH
meter.
40℃ saja (Cannel, 2008). Apabila tiga siklus selama proses cyclingtest tidak
terjadi perubahan yang signifikan, dapat diartikan bahwa produk stabil selama
proses distribusinya (Sanjay, dkk., 2003)
1) Uji Normalitas
Langkah awal untuk melakukan uji ANOVA satu arah yaitu dilakukan uji
normalitas. Data dikatakan normal jika nilai (Sig) > 0,05. Nilai 0,05 (5%) didapat
dari nilai probabilitas keyakinan untuk analisa data. Tujuan dilakukannya uji
normalitas yaitu untuk mengetahui apakah data yang didapatkan dari penelitian
berdristribusi normal atau tidak.
2) Uji Homogenitas
Uji homogenitas juga diperlukan sebelum melakukan uji ANOVA satu
arah. Data dikatakan homogen jika nilai (Sig) > 0,05. Tujuan dilakukannya uji
homogenitas yaitu untuk mengetahui apakah data yang didapatkan homogen atau
tidak.
3) Analisis Varian (Anava)
Kriteria pembacaan hasil yaitu sebagai berikut:
a. Jika nilai signifikannya < 0,05 dan atau jika Fhitung > Ftabel maka Ho ditolak dan H1
diterima.
b. Jika nilai signifikannya > 0,05 dan atau jika Fhitung < Ftabel maka Ho diterima dan H1
ditolak
∑ n−1 ∑ y2
Jumlah Total i=1 _
Sumber : Sudjana, 2002
Keterangan tabel dapat dilihat sebagai berikut :
1) Ʃy2 = Jumlah kuadrat – kuadrat (JK) antar pengamatan
k k
∑ ¿1 ∑ ¿1 ykij
i i
2) y = j / Kn
3) Ry = jumlah kuadrat – kuadrat (JK) untuk rata – rata J2/Kn
k
4) Py = Wy = jumlah kuadrat – kuadrat (JK) antar perlakuan (∑ =1
i
J2i)n-Ry-Py
5) Ey = jumlah kuadrat – kuadrat kekeliruan eksperimen Ʃ y 2-Ry-Py Pengujian
menggunakan uji anava satu arah dengan tingkat signifikan a = 5% Nilai sig.
Menunjukan tingkat signifikan dari pengujian yang dilakukan sehingga dapat
langsung menentukan Ho ditolak atau diterima.
Berikut pedoman dalam membaca nilai sig :
a) Jika nilai sig. >a (0,05) maka Ho diterima yang menunjukan tidak ada perbedaan
yang signifikan
b) Jika nilai sig. <a (0,05) maka H o ditolak yang menunjukan ada perbedaan yang
signifikan.
BAB IV
JADWAL PELAKSANAAN
33
DAFTAR PUSTAKA
Andri, Cahyo, Kumoro; 2015, Tehnologi Ekstraksi Senyawa Bahan Aktif dari
Tanaman Obat., Plantaxin; Yogyakarta.
Anief, M., 2005. Ilmu meracik obat. Jakarta: Gajah Mada University Press.
Anief, M., 2010. Ilmu meracik obat. Jakarta: Gajah Mada University Press
Ansel, H.C., 2008, Penghantar Bentuk Sediaan Farmasi, ed IV. Alih bahasa
Ibrahim, F. Jakarta : UI Press.
Backer, A.Bakhuizen Van Den Brink Jr. (1965). Flora Of Java Vol 2. Noordhoff
N.V.Groningen, The Netherlands.
Badan POM RI. 2008. Taksonomi: Koleksi Tanaman Obat, Kebun Tanaman Obat
Citeureup. BPOM RI, Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik
dan Produk Komplemen, Direktorat Obat Asli Indonesia. Jakarta.
Brown, DL. 2004. Wound. Philadelphia, USA: Lippincott Williams & Wilkins.
Hariana. Arief. 2015, 262 Tumbuhan Obat dan Khasiatnya. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Herbie, Tandi. 2015. Kitab Tanaman Berkhasiat Obat 226 Tumbuhan Obat Untuk
Penyembuhan Penyakit dan Kebugaran Tubuh. Yogyakarta: Octopus Publishing
House.
Judd, H. 2007. Wound care made incredibly easy. 1st ed. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins.
Nevi, S. 2006. Formulasi Sabun Transparan Minyak Nilam Sebagai Obat Jerawat.
Purnomo, Hari dan Syamsul, Eka siswanto. 2017. Buku Statistika Farmasi.
Yogyakarta : Grafika Indah
Pusponegoro AD, Bisono. 1997. Luka, trauma, syok dan bencana alam.
In:Sjamsuhidajat R, De Jong W, editor. Buku ajar Ilmu bedah. edisi revisi.
Jakarta: EGC:Penerbit bukukedokteran.
Sari, Y. 2007. Luka Tekan (Pressure ulcer): Penyebab dan Pencegahan. [Online]
www.inna.ppni.or.id/index.php?. Diakses pada tanggal 3 Oktober 2017.
Sjamsuhidajat, R. dan Jong, W.D. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC. Jakarta.
Ulfa Zara Izzati, Andhi Fahrurrozi dan dan Mohammad Andrie. 2015. Efektivias
Penyembuhan Luka Bakar salep Ekstrak Etanol Daun Senggani pada Tikus Jantan
Galur Wistar. Skripsi. Universitas Tanjungpura.