Anda di halaman 1dari 13

Etika Pengobatan Tradisional berbasis

kearifan lokal di Bali

Oleh :
AGUNG RAHMAWATI
NIM :2105010223

PROGRAM STUDI AYUR WEDA


Fakultas Kesehatan Universitas Hindu Indonesia
DENPASAR

Nama.agung rahmawati
NIM : 2105010223
TUGAS : " Etika Pengobatan Tradisional berbasis kearifan lokal di Bali".
Dibagi tiga bagian:
1.Sebelum pengobatan.
2.Selama pengobatan.
3.Setelah pengobatan

Etika
Menurut para ahli maka etika tidak lain adalah aturan prilaku, adat kebiasaan manusia dalam
pergaulan antara sesamanya dan menegaskan mana yang benar dan mana yang buruk.
Perkataan etika atau lazim juga disebut etik, berasal dari kata Yunani ETHOS yang berarti
norma-norma, nilai-nilai, kaidah-kaidah dan ukuran-ukuran bagi tingkah laku manusia yang
baik, seperti yang dirumuskan oleh beberapa ahli berikut ini :

a. Drs. O.P. SIMORANGKIR : etika atau etik sebagai pandangan manusia dalam
berprilaku menurut ukuran dan nilai yang baik.

b. Drs. Sidi Gajalba dalam sistematika filsafat : etika adalah teori tentang tingkah laku
perbuatan manusia dipandang dari segi baik dan buruk, sejauh yang dapat ditentukan oleh
akal. Dalam filsafat barat, etika merupakan salah satu cabang filsafat yang amat berpengaruh
sejak zaman Sokrates (470-399 SM). Etika membahas baik- buruk atau benar-tidaknya
tingkah laku dan tindakan manusia serta sekaligus menyoroti kewajiban-kewajiban manusia.
Menurut (dalam Rapar, 1996:62) para ahli etika membagi dalam beberapa kategori. Ada yang
membagi menjadi dua kategori antara etika deskriptif dengan etika normatif, ada pula yang
membagi etika antara etika normatif dengan metaetika, ada pula yang membagi menjadi tiga
yaitu, etika deskriptif, etika normatif, dan metaetika.Etika deskriptif menguraikan dan
menjelaskan tentang kesadaran dan pengalaman moral secara deskriptif. Hal tersebut bertolak
dari kenyataan bahwa ada berbagai fenomena moral yang dapat digambarkan dan diuraikan
secara ilmiah, seperti yang dapat dilakukan terhadap fenomena spiritual lainnya, misalnya
seni dan religi. Oleh karena itu, etika deskriptif digolongkan ke dalam bidang ilmu
pengetahuan empiris dan berhubungan erat dengan sosiologi. Dalam hubungannya dengan
sosiologi, etika deskriptif berupaya menemukan dan menjelaskan kesadaran, keyakinan, dan
pengalaman moral dalam suatu kultur tertentu. Etika deskriptif dapat dibagi menjadi dua
bagian. Pertama, sejarah moral, yang meneliti cita-cita, aturan-aturan dan norma-norma moral
yang pernah diberlakukan dalam kehidupan manusia pada kurun waktu dan suatu tempat
tertentu atau dalam suatu lingkungan besar yang mencakup beberapa bangsa. Kedua,
fenomena moral, yang berupaya menemukan arti dan makna moralitas dari fenomena moral
yang ada. Fenomenologi moral tidak bermaksud menyediakan petunjuk-petunjuk atau
patokan-patokan moral yang perlu dipegang oleh manusia. Karena itu fenomenologi moral
tidak mempermasalahkan apa yang benar dan apa yang salah (Rapar, 1996:62-63).

Etika normatif, etika normatif sering disebut juga sebagai filsafat moral (moral philosophy)
atau juga disebut etika filsafati (philosophical ethics). Etika normatif dapat dibagi ke dalam
dua teori, yaitu teori-teori nilai (teories of value) dan teori-teori keharusan (theories of
obligation). Teori-teori nilai mempersoalkan sifat kebaikan, sedangkan teori-teori keharusan
membahas tingkah laku. Namun ada juga yang membagi etika normatif kedalam dua bagian
yang berbeda, yaitu konsekuensialis (teleological) dan nonkonsekuensialis (deontological).
Konsekuensialis berpendapat bahwa moral suatu tindakan ditentukan oleh konsekuensinya,
sedangkan nonkonsekuensialis berpendapat bahwa moralitas suatu tindakan ditentukan oleh
sebab-sebab yang menjadi dorongan dari tindakan itu, atau ditentukan oleh sifat-sifat
hakikinya atau oleh keberadaannya yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan dan prinsip-
prinsip tertentu (Rapar, 1996:63)Metaetika, metaetika merupakan suatu studi analitis
terhadap disiplin etika. Metaetika secara khusus menyelidiki dan menetapkan arti serta makna
istilah-istilah normatif yang diungkapkan lewat pernyataan etis yang membenarkan atau
menyalahkan suatu tindakan. Istilah-istilah normatif yang sering mendapat perhatian khusus,
antara lain keharusan, baik, buruk, benar, salah, yang terpuji, yang tidak terpuji, yang adil,
yang semestinya dan sebagainya (Rapar, 1996;64).

Adapun Etika sasana balian di bali adalah :

1.Semua rahasia dari orang yang sakit harus disimpan, tidal boleh disebarluaskan atau
dibicarakan dengan orang lain.

2. Hidup para balian harus suci dan bersih, terlepas dari sifat loba, sombong dan
asusila.Didalam lontar tutur bhagawan çiwa sempurna ditegaskan bahwa, seorang balian
3.tidak boleh berlaku sombong, harus bertingkah laku yang baik sesuai dengan dharma, serta
semua nafsu hendaknya ditahan didalam hati.

4. Seorang balian tidak boleh was-was, ragu-ragu, apalagi malu-malu dalam hati harus teguh
dan mantap serta penuh keyakinan pada apa yang dikerjakan. Tidak goyah terhadap segala
hambatan, rintangan
5.gangguan, dan godaan yang datang dari dalam diri sendiri, yang mengakibatkan gagalnya
usaha yang sedang ditempuh. Tidak akan mundur sebelum berhasil mendapatkan apa yang
sedang dihayati, apa yang diinginkan yaitu kesembuhan dari orang yang sakit.

6.Seorang balian tidak boleh pamrih. Semua pengobatan berlangsung dengan tulus ikhlas
tanpa pamrih. Sebab semua balian yang benar-benar balian di Bali tahu akan akibat dari
kelobaan akan sesantun dan materi lainnya. Para balian harus tahu akan hak dan
kewajibannya, rendah hati tidak sombong, membatasi diri terhadap apa yang dapat
dilakukannya, menghormati kehidupan manusia, karena didalam raga sarira atau tubuh
manusia, bersemayam Sang Hyang Atma, Sang Hyang Bayu Pramana karena beliu dapat
mengutuk balian yang melanggar dharma sesana.Dan bila terkutuk kesaktian atau
kesidiannya dalam hal mengobati orang sakit dapat menurun dan luntur.

Pengertian Kearifan lokal adalah suatu bentuk kearifan lingkungan yang ada dalam
kehidupan bermasyarakat di suatu tempat atau daerah. Jadi merujuk pada lokalitas dan
komunitas tertentu. kearifan lokal merupakan tata nilai atau perilaku hidup masyarakat lokal
dalam berinteraksi dengan lingkungan tempatnya hidup secara arif.Maka dari itu kearifan
lokal tidaklah sama pada tempat dan waktu yang berbeda dan suku yang berbeda. Perbedaan
ini disebabkan oleh tantangan alam dan kebutuhan hidupnya berbeda-beda, sehingga
pengalamannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya memunculkan berbagai sistem
pengetahuan baik yang berhubungan dengan lingkungan maupun sosial. Sebagai salah satu
bentuk perilaku manusia, kearifan lokal bukanlah suatu hal yang statis melainkan berubah
sejalan dengan waktu, tergantung dari tatanan dan ikatan sosial budaya yang ada di
masyarakat. Sementara itu Keraf (2002) menegaskan bahwa kearifan lokal adalah semua
bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman atau wawasan serta adat kebiasaan atau etika
yang menuntun perilaku manusia dalam kehidupan di dalam komunitas ekologis. Semua
bentuk kearifan lokal ini dihayati, dipraktekkan, diajarkan dan diwariskan dari generasi ke
generasi sekaligus membentuk pola perilaku manusia terhadap sesama manusia, alam
maupun gaib.

Selanjutnya Francis Wahono (2005) menjelaskan bahwa kearifan lokal adalah kepandaian
dan strategi-strategi pengelolaan alam semesta dalam menjaga keseimbangan ekologis yang
sudah berabad-abad teruji oleh berbagai bencana dan kendala serta keteledoran manusia.
Kearifan local tidak hanya berhenti pada etika, tetapi sampai pada norma dan tindakan dan
tingkah laku, sehingga kearifan lokal dapat menjadi seperti religi yang memedomani manusia
dalam bersikap dan bertindak, baik dalam konteks kehidupan sehari-hari maupun
menentukan peradaban manusia yang lebih jauh.

Adanya gaya hidup yang konsumtif dapat mengikis norma-norma kearifan lokal di
masyarakat. Untuk menghindari hal tersebut maka norma-norma yang sudah berlaku di suatu
masyarakat yang sifatnya turun menurun dan berhubungan erat dengan kelestarian
lingkungannya perlu dilestarikan yaitu kearifan lokal.

Dengan demikian kearipan lokal pengobatan tradisional di bali harus tetap dipertahankan dan
jangan sampai punah, karena pengobatan tradisional ini sudah ada dari zaman dahulu.Suku
bangsa Bali sebagai salah satu dari ratusan suku bangsa yang tersebar di Indonesia, secara
terun-temurun juga telah mengembangkan sistem kesehatan atau pengobatan secara
tradisional yang populer disebut dengan pengobatan usada, dan praktisi medisnya disebut
dengan balian.

Kondisi ini terjadi menurut berbagai kalangan karena pengobatan usada ini di samping
dianggap masih fungsional secara sosial dan lebih murah biayanya, juga cukup efektifnya
untuk menyembuhkan jenis atau golongan penyakit tertentu.

Kasus Pasien Yang Meminta pengobatan pada Balian Husada.di Bali


1. Sebelum Pengobatan.

5 bulan yang lalu lahirlah seorang bayi perempuan di Bali , dengan kelahiran tidak
sempurna, dia lahir dengan keadaan premature, yang ditolong kelahirannya dengan
seorang dokter dan bidan,dimana kelahiran bayi tersebut adalah dengan cara Caesar,
ini dilakukan karena sang ibu mengalami tensi tinggi waktu hamil,

Dan untuk menyelamatkan sang bayi terpaksa dilakukan operasi darurat, karena
jika tidak nyawa si bayi akan tidak tertolong lagi. Setelah lahir bayi tersebut
langsung masuk box inkubatur karena bayinya biru dan kekurangan berat badan, dan
sang ibu masih berada diruang bersalin untuk menjaga kondisi agar tetap sehat
sehabis melahirkan, dan dokter spesialis juga memberikan obat- obatan untuk
menolong si ibu agar tensinya tidak naik,

Dan Sang ibu ini dimasukan keruang ICU, karena kondisinya lemah, Setelah dapat
mengunap diruang ICU selama satu malam kondisi ibu ini sudah agak membaik dan
akhirnya dipindahkan keruang Vk, untuk perawatannya.Karena sang ibu sudah baik
keadaanya dan sudah bisa bicara, dan kodisi badannya sudah gak membaik, lalu sang
ibu ini mencoba menghubungi saya dengan cara dia menelpon saya, dan saya juga
kaget mendengar kabar tersebut, si ibu ini kebetulan dia adalah teman saya yang
bekerja pada suatu puskesmas di Bali. Saya pun dating membesuknya, keadaan ibu
tersebut masih sakit saya lihat, karena secsio operasinya yang agak lama, Dan dia juga
terlihat sedih, karena anaknya tidak bersamanya, anaknya ada di ruang bayi Bersama
incubator. Saya hanya bisa berdoa semoga semuanya akan baik -baik saja.

Sepuluh hari kemudian, saya mendapat kabar dari nya, jika dia sudah pulang
kerumah Bersama bayinya, tetapi bayinya tidak bisa menikmati susu ibu, karena sang
ibu tidak bisa mengeluarkan air susu.

Akhirnya sang bayi selalu dapat susu formula setiap hari, dan sang bayi setiap
pagi hari anatara jam 6.30- 7.30 harus tetap mendapatkan sinar matahari pagi, agar
pertumbuhan vitamin D yang didapat dari sinar matahari dapat terserap.

Sementara sang ibu sering mengalami pusing yang tiba- tiba, pada hal obat dokter
selalu diminumnya dengan teratur, obat penurun tensi selalu diminumnya dan tidak
pernah telat. Dan dia selalu mengeluh pada saya tentang penyakit tersebut, dan saya
akhirnya menanyakan, kepadanya, tentang pola makannya waktu kehamilannya.
Akhirnya dia pun bercerita, waktu kehamilannya hamper setiap hari memakan cumi-
cumi bakar, Udang, dan buah duren, dia suka itu karena rasanya sangat enak dan
lezat.

Akhirnya terjawablah sudah dari pertanyaan saya tadi bagaimana penyebab teman
saya ini bisa mengalami hypertennsi, karena factor makanannya yang tidak bisa
dikontrol. Dia selalu meminta pada saya obat apa yang harus diminumnya karena dia
bosan dengan obat rumah sakit. Yang ada dalam benak saya beruntung saya sekolah
Ayur Weda dan saya akan menanyakannya nanti pada dosen saya apa obat hypertensi.

2. Selama Pengobatan.

1. Pasien yang saya obati ini, saya harus tahu dulu nama siapa, tinggal dimana

2. saya harus tahu dulu keadaan tubuhnya, apakah sempurna atau tidak sempurna

3. Saya akan melihat dulu panca indranya,dari rambut,apakah sering rontok atau
tidak, beruban atau tidak beruban, ada kutu rambut atau ketombe, atau ada sakit
kulit dirambut, wajah, dilihat apakah warna wajahnya kuning atau merah, atau ada
sakit bisul, atau ada sakit kulitnya, mata,juga saya lihat apakah matanya merah,
atau kuning,, bisa melihat atau tidak, ada luka dimata atau tidak, ada air mata suka
keluar atau tidak dan hidung juga saya lihat apakah menegeluarkan darah atau
tidak atau mengeluarkan air atau tidak, atau mengeluarkan lender atau tidak, dll
begitu pula mulut apakah mulutnya senpengok atau tidak, apakah ada sariawan
atau tidak,dan warna bibirnya apakah biru atau putih,ada sariwan atau tidak,
kuping,apakah dikuping ada congek atau tidak apakah ada luka dikupingnya dll
kulit diwajah.pun kita harus mengetahuinya.

4. Saya akan melihat juga di leher, apakah ada benjolan dilehernya, apakah ada sakit
kulit dilehernya, apakah ada luka dilehernya,

5. Anggota badan tangan dan kaki juga saya lihat apaj=kaha da sesuatu penyakitnya
disana.

6. Dan saya tanyakan juga, bagaimana bernapasnya, apakah ada keluhan

7. Saya juga tanyakan bagaimana tentang nafsu makannya

8. Saya tanyakan juga tentang bagaimana tidurnya

9. Dan sya lihat juga kuku tangan dan kakinya.

10. Saya tanya juga warna ludahnya

11. Saya tanya juga warna kencingnya, apakah mengalami kesulitan dalam kencing

12. Saya tanyaa juga keringat badannya,

13. Saya juga tannyakan berat badnnya.

14. Saya juga tanyakan apakah diperut ada yang sakit

15. Saya tanyakan juga apakah persendian tulangnya ada yang ngilu atau nyeri

16. Sayatanya juga babnya bagaimana dan berwarana apa

17. Saya tanyakan juga hasil rotgen atau Usgnya jika memiliki

18. Saya juga tanyakan hasil laboratoriumnya

19. Dan yang terpenting saya tanyakan jika bangun tidur adakah keluhannya
20. Dan saya tanyakan juga jika mau tidur adakah kendalanya susah tidur?

21. Dan saya tanyakan juga berapa lama merasakan sakitnya.

22. Dan saya tanyakan juga makanan yang dimakannya.

23. Dan saya tanyakan juga apakah kepalanya sering pusing

24. Dan saya tanyakan juga adakah riwat sakit lainnya sebelum dari sakit sekarang.

25. Saya tanyakan juga berapa berat badan dan tinggi bannya

26. Saya tanyakan juga berapa tensinya?

27. Apakah pasiennya ada patah tulang atau tidak

28. Apakah pasiennya bisa duduk atau tiduran atau tidak ?

29. Saya tanyakan juga apakah ada mual atau muntah ?

Saya tanyakan ini karena dalam husada bali atau pengobatan tradisional berbasis
kearipan local bali sudah ada tata cara pengobatannya. Dan saya akan mengikutinya.
Dengan demikian, menurut konsepsi orang Bali sehat tidak hanya menyangkut bebas
dari sakit atau penyakit, tetapi juga untuk menikmati seterusnya tanpa terputus-putus
terhadap keadaan fisik, mental dan spiritual yang bahagia dan utuh. Konsep dari
keadaan keseimbangan yang benar dan hakeki, tidak hanya menyangkut berfungsinya
sistem dan organ tubuh manusia dengan baik dan lancar, psikis dan spiritual, tetapi
juga menyangkut keseimbangan hubungan secara dinamis dengan lingkungan yang
lebih luas, yakni hubungan harmonis dengan sesama ciptaan Tuhan (bhuana,
makrokosmos), antaranggota keluarga sendiri, tetangga, teman dekat dan anggota
masyarakat secara lebih luas, dan antara kita dengan Tuhan Sang Pencipta.

Dalam kosmologi Bali alam semesta dipandang sebagai sesuatu yang bersifat nyata
(sekala) dan dapat ditangkap dengan panca indra serta bersifat tidak nyata
(niskala/gaib) yang tidak dapat ditangkap dengan panca indra, tetapi dipercaya ada.
Secara keseluruhan isi alam semesta ini terdiri atas lima unsur, yaitu (1) bayu, (2) teja,
(3) apah, (4) akasa, dan (5) pertiwi. Semua unsur itu disebut Panca Maha Bhuta yang
keseluruhannya merupakan sumber dari kehidupan manusia.

Alam semesta sebagai kesatuan kehidupan terwujud dalam dua kosmos, yaitu
makrokosmos dan mikrrolosmos. Makrokosmos merupakan suatu wadah
keseimbangan dunia yang amat besar tak terhingga, tetapi tetap diakui memiliki batas
yang jelas dengan keadaan yang bersifat teratur dan tetap (fixed) dengan Tuhan
sebagai pusat pengendali keseimbangan alam sermesta. Sebaliknya, mikrokosmos
adalah manusia itu sendiri yang merupakan reflika dari makrokosmos dengan unsur-
unsur Panca Maha Bhuta sebagai inti kehidupan. Walaupun manusia merupakan
reflika dari makrokosmos dan memiliki kemampuan untuk mencipta, namun mereka
pun menyadari akan keterbatasan akan kemampuannya dan tidak pernah bisa menolak
kehendak-Nya. Dalam kehidupan masyarakat Bali, penggambaran keterbatasan
manusia dihadapan-Nya tererfleksi dalam sebutan-sebutan, seperti Tuhan Maha
Besar (Sang Hyang Widhy), Maha Tahu (Sang Hyang Wisesa), Maha Kosong ( Sang
Hyang Embang), Maha Kuasa (Sang Hyang Wisesa), Maha Pencipta (Sang Hyang
Rekha), dan seterusnya.

Orang Bali, di samping percaya bahwa mereka tidak kuasa untuk menolak kehendak-
Nya, baik berkenaan dengan hal-hal yang dianggap buruk, seperti kematian,
kesakitan, kecelakaan, kesengsaraan, dan lain-lain, maupun hal-hal yang baik, seperti
keselamatan, kebahagiaan, kesehatan, kemuliaan dan rejeki, dan sebagainya. Mereka
juga percaya bahwa manusia akan bisa terhindar dari hal-hal yang dianggap buruk
jika mereka senantiasa mampu menjaga dan menciptakan keseimbangan atau
keharmonisan hubungan dengan alam, dengan manusia lain, dan dengan Tuhan.
Prinsip keharmonisan hubungan antara manusia dengan alam, dengan sesama
manusia, dan dengan Tuhan oleh orang Bali sangat populer disebut dengan Tri Hita
Karan, yaitu tiga penyebab utama kebahagian dan keselarasan hidup manusia.
Kosmologi orang Bali yang menekankan pada prinsip keseimbangan atau keteraturan
hubungan dan ketidakseimbangan kosmos (mikrokosmos-makrokosmos) tersebut
senantiasa dijadikan sebagai konsep dasar untuk mencegah dan sekaligus
menanggulangi berbagai hal yang dianggap buruk, seperti terganggunya kesehatan
atau sakit, kecelakaan, kesengsaraan, ketidakberuntungan, perceraian, dan bahkan
kematian. Dalam konteks sistem medis etnis Bali atau Usada dan konsepsi balian
tentang sehat-sakit, bahwa orang bisa disebutkkan sebagai manusia sehat apabila
semua sistem dan unsur pembentuk tubuh (panca maha bhuta) yang terdiri dari:
pertiwi, apah, bayu, teja dan akasa, dan unsur dalam tubuh (tri dosha), yaitu udara
(vatta), api (pitta), dan air (kapha) serta, aksara panca brahma yang terdiri dari: aang,
bang, tang, ang, ing) dan aksara panca tirta yang terdiri dari: nang, mang, sang, sing,
dan wang, berada dalam keadaan seimbang dan dapat berfungsi dengan baik.
Sebaliknya manusia akan menjadi sakit apabila unsur-unsur panca brahma sebagai
kekuatan panas, dan unsur-unsur panca tirta sebagai kekuatan dingin saat berinteraksi
dengan udara, ada dalam keadaan tidak seimbang. Atau di antara keduanya, (unsur
panas dan dingin ) ada dalam kondisi yang berlebihan sehingga fungsi-fungsi unsur
pembentuk tubuh (panca maha butha) terganggu. Terganggunya fungsi unsur-unsur
tubuh inilah yang menyebabkan orang menjadi sakit. Dengan kata lain, terganggunya
keseimbangan unsur-unsur pembentuk tubuh dan fungsi unsur dalam tubuh manusia
dapat menyebabkan orang bersangkutan menjadi sakit. Karena itu, mengembalikan
keseimbangan seperti semula usur-unsur dan fungsi pembentuk tubuh merupakan
prinsip dan tindakan utama dalam proses penyembuhan penyakit.

Menurut sistem pengobatan usada Bali yang bersandarkan pada sistem pengobatan
Ayurveda dan naskah-naskah pengobatan kuno yang ada di Bali, bahwa berfungsinya
sistem organisme tubuh manusia secara normal dikendalikan oleh tiga unsur humoral,
yaitu unsur udara (vatta), unsur api (pitta), dan unsur air (kapha). Ketiga unsur
tersebut dalam sistem pengobatan Ayurveda dan pengobatan usada Bali disebut
dengan istilah Tridosha. Konsepsi tentang Tridosha (adanya tiga unsur cairan dalam
tubuh) manusia itu selajutnya dijadikan sebagai salah satu kerangka dasar pijakan
oleh sebagian balian usada di Bali dalam menjalankan profesinya, baik dalam tahap
menegakkan diagnosis maupun terapinya. Dalam kosmologi berkenaan dengan
konsepsi orang Bali tentang Tuhan atau Ida Sang Hyang Widhi Wase, bahwa Bhatara
Ciwa dipandang sebagai segala sumber yang ada di dunia, atau menciptakan semua
yang ada di jagad raya ini, termasuk berbagai jenis penyakit dan obatnya. Tuhan
dalam wujudnya sebagai Trimurti bermanifestasi sebagai dewa Brahma yang menjadi
sumber panas, dewa Wisnu menjadi sumber air yang bersifat dingin, dan dewa Iswara
menjadi sumber udara. Dengan mengacu pada konsepsi itu, maka masyarakat Bali
secara global menggolongkan jenis dan penyebab sakit menjadi dua, yaitu penyakit
yang bersifat fisik (sekala) dan nonfisik (niskala); demikian juga penyebabnya ada
yang dipandang karena faktor yang bersifat alamiah (naturalistik), ada juga yang
bersifat nonalamiah (personalistik), dan supranaturalistik, atau gabungan dari kedua
atau ketiganya.

Secara fisik atau naturalistik, berdasarkan pada gejala-gejala atau simtomatisnya,


masyarakat Bali menggolongkan penyakit ke dalam tiga kelompok, yaitu (1) penyakit
yang tergolong panes (panas), (2) nyem (dingin), dan (3) sebaa (panas-dingin).
Sebaliknya, kualitas dan kasiat bahan obat dan obat yang dibuat untuk mengobati
jenis penyakit tersebut, juga diklasifikasi ke dalam tiga kelompok, yaitu (1) berkasihat
anget (hangat), (2) berkasiat tiis (sejuk), dan (3) berkasiat dumelada (sedang).
Penggolongan penyakit dan jenis obat tersebut jika mengacu pada konsep
kepercayaan terhadap wujud Tuhan sebagai Brahma, Wisnu dan Iswara
(Trimurti/Tripusrusa/Trisakti ) maka Brahma dipandang sebagai wujud api yang
menciptakan penyakit panes, maka obat yang diciptakan kualitasnya berkasiat anget;
Wisnu yang menciptakan penyakit nyem, maka obat yang diciptakan berkasiat tiis,
dan Iswara yang menciptakan penyakit sebaa, maka obat yang diciptakan berkasiat
dumelade/jumelade. Dalam lontar Wrehaspati Tatwa (sloka 33) penyakit diistilahkan
dengan dukha. Menurut lontar ini terdapat tiga macam dukha atau penyakit, yaitu , (1)
penyakit yang diakibatkan oleh kekuatan supranatural, (2) adhyatmika duka yaitu
penyakit yang disebabkan oleh adanya gangguan mental, dan (3) bhautika dukha
adalah penyakit yang diakibatkan oleh berbagai mahluk renik yang disebut butha.
Lebih lanjut dalam sloka 52 dijelaskan bahwa ada tiga cara mengatasi dukha tersebut,
yaitu (1) tresna dosaksaya, yaitu berusaha melenyapkan dosa akibat dari perbuatan
atau dengan pengendalian diri, (2) indriya yogamarga yaitu melepaskan diri dari kitan
duniawi dengan melakukan yoga, dan (3) jnana bhudireka yaitu memupuk
pengetahuan spiritual. Etiologi atau Sebab-Sebab Sakit

Pada banyak suku bangsa yang belum sepenuhnya menerima konsepsi


penyakit secara biomedis, hiduplah konsepsi universal sebagai anggapan umum
(representation colectives) tentang sebab-sebab penyakit yang bersifat nyata dan tidak
nyata. Ke dalam kelompok yang pertama tercakup penyebab penyakit, seperti (1)
karena luka, (2) makan berlebihan, (3) badan terlalu lelah, (4) patah tulang atau
terbebtur benda-benda keras, dan lain-lainnya. Ke dalam kategori kedua tercakup
sebab-sebab sakit, seperti (1) karena jiwa menghilang, (2) tubuh dimasuki roh jahat,
(3) kena ilmu sihir, (4) pengaruh gaib agresif, (5) melalaikan kewajiban adat dan
agama, (6) tubuh kemasukan benda-benda gaib tertentu, dan (7) melanggar sesuatu
pantangan agama/adat tertentu. Etiologi atau Sebab-Sebab Sakit

Pada banyak suku bangsa yang belum sepenuhnya menerima konsepsi


penyakit secara biomedis, hiduplah konsepsi universal sebagai anggapan umum
(representation colectives) tentang sebab-sebab penyakit yang bersifat nyata dan tidak
nyata. Ke dalam kelompok yang pertama tercakup penyebab penyakit, seperti (1)
karena luka, (2) makan berlebihan, (3) badan terlalu lelah, (4) patah tulang atau
terbebtur benda-benda keras, dan lain-lainnya. Ke dalam kategori kedua tercakup
sebab-sebab sakit, seperti (1) karena jiwa menghilang, (2) tubuh dimasuki roh jahat,
(3) kena ilmu sihir, (4) pengaruh gaib agresif, (5) melalaikan kewajiban adat dan
agama, (6) tubuh kemasukan benda-benda gaib tertentu, dan (7) melanggar sesuatu
pantangan agama/adat tertentu. . Sedangkan di dalam lontar usada berisi tentang
ajaran pengobatan, yaitu jenis penyakit dan jenis tanaman yang dapat dipergunakan
untuk obat.

Lontar yang khusus memuat tentang bahan obat yang berasal dari tumbuh-tumbuan
dikenal dengan Lontar Usada Taru Premana. Di dalam usada ini secara mitologi
tumbuh-tumbuhan itu dapat berbicara dan menceritrakan khasiat dirinya. Karena itu,
setiap balian usada di Bali pasti tahu dan menggunakan usada ini sebagai pegangan
dalam menjalankan profesinya. Walaupun demikian, sejalan dengan pengaruh
perkembangan pengetahuan moderen di bidang kesehatan, para balian di Bali dalam
praktiknya, di samping menggunakan metode pengobatan dan obat-obatan tradisional
berdasarkan ilmu yang tertulis dalam lontar usada,

Setelah menyimak dari tulisan diatas dan ternyata pasien ini memang membawa surat
keterangan dari rumah sakit yang menyatakan hypertensi dengan ukuran tensinya
180/130 mmHg dan hanya keluha kepala sering pusing-pusing. Dan kondisi yang saya
sebutkan diatas adalah normal. Adanya ketidak seimbangan didalam tubuh atau ini
penyebabnya, karena memakan makanan yg berlebihan .

Ternyata pengobatannya hanya ada di husada bali di taruh pramana.yaitu dengan


pengobatan bawang putih, atau daun seledri atau kapulaga. Ini dicampur dengan jahe
merah dan daun pegagang.cara pengobatannya 5 siung bawang putih dicampur
dengan satu jempol jahe merah dan 5 lembar daun pegangang.Di rebus dengan air 200
ml dan diminum setiap hari pada pagi hari diminum dalam keadaan hangat hangat
dan diminum sampai kondisi membaik,

Dan pantangannya jangan makan cumi- cumi Namun, ada pula beberapa makanan laut
yang sarat akan kolesterol, contohnya cumi-cumi. Penderita penyakit jantung dan kolesterol
tinggi sebaiknya tidak menyantap seafood yang satu ini karena setiap 100 gram atau 1 piring
kecil cumi-cumi mengandung sekitar 233 mg kolesterol. atau udang Seafood dan ikan beku
juga tergolong kumpulan makanan penyebab darah tinggi khususnya jika diolah dengan
sodium yang tinggi., jangan makan garam, jangan makan kulit ayam, bahan olahan seperti
sosis dan buger,

Adapun persyaratan yang harus diingat, :

1. Pada waktu membawa obat /termaksuk juga waktu mencari bahan -bahan obat
jangan sampai terkena bayangan badan

2. Proses pengolahan pilih hari baik, purnama atau kajeng kliwon

3. Untuk membuat obat dan yang meminum obat terlebih dahulu harus berdoa.

3.Setelah Pengobatan

Setelah pasien tersebut mematuhi semua saran -saran yang saya berikan, dan
menurutinya atas seizin Hyang Widhi Wase, setelah minum ramuan tersebut kepala pasien
tersebut pusingnya mulai hilang, dan badannya sudah terasa ringan, dapat bekerja dengan
kosentrasi baik, pikiran yang dirasakan sudah mulai tenang. Karena semua pantangan yang
diberikan sudah dilaksanakan dengan baik. Dan pasien tersebut juga sudah menjaga paktor
makanannya. Setelah satu bulan berikutnya dicoba untuk ukur tenssinya ternyata sudah
normal 120/80 mmHg. Hanya ucapkan puji syukur pada Yang Pecipta. OM Om Om.

Anda mungkin juga menyukai