Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “KONSEP
ANTHROPOLOGI KESEHATAN” dengan tepat waktu.
Makalah ini diharapkan dapat memenuhi tugas mata kuliah Anthropologi
Kesehatan.
Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kritik dan saran
sangat kami harapkan dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Demikianlah makalah ini kami buat untuk memenuhi kebutuhan akan pengetahuan
kita semua. Semoga bermanfaat.
Terimakasih.
Palembang, 2020-02-08
Kelompok 2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Antropologi Kesehatan merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala sosiobudaya,
biobudaya, dan ekologi budaya dari “kesehatan” dan kesakitan yang dilihat dari segi-segi
fisik, jiwa, dan sosial serta perawatannya masing-masing dan interaksi antara ketiga segi
ini dalam kehidupan masyarakat, baik pada tingkat individual maupun tingkat kelompok
sosial keseluruhannya.
Antropologi Kesehatan menjelaskan secara komprehensif dan interpretasi berbagai
macam masalah tentang hubungan timbal-balik biobudaya, antara tingkah laku manusia
dimasa lalu dan masa kini dengan derajat “kesehatan” dan penyakit, tanpa mengutamakan
perhatian pada penggunaan praktis dari pengetahuan tersebut. Partisipasi profesional
“antropolog” dalam program-program yang bertujuan memperbaiki derajat “kesehatan”
melalui pemahaman yang lebih besar tentang hubungan antara gejala bio-sosial-budaya
dengan “kesehatan”, serta melalui perubahan tingkah laku sehat kearah yang diyakini
akan meningkatkan “kesehatan” yang lebih baik.
B. Tujuan
1. Mengetahui definisi antropologi kesehatan
2. Mengetahui hubungan antara social budaya dan biologi yang merupakan dasar dari
perkembangan antropologi kesehatan
3. Mengetahui perkembangan antropologi kesehatan dari sisi biological pole
4. Mengetahui perkembangan antropologi kesehatan dari sisi sosiocultural pole
5. Mengetahui perbedaan antara perkembangan antropologi kesehatan biological pole
dan sosiocultural pole
6. Mengetahui kegunaan antropologi kesehatan
C. Ruang lingkup
1. Antropologi kesehatan
2. Hubungan antara sosial budaya dan biologi yang merupakan dasar dari perkembangan
antropologi kesehatan
3. Perkembangan antropologi kesehatan dari sisi biological pole
4. Perkembangan antropologi kesehatan dari sisi sosiocultural pole
5. Perbedaan antara perkembangan antropologi kesehatan biological pole dan
sosiocultural pole.
6. Kegunaan antropologi kesehatan
BAB II
KONSEP TEORI
A. Pengertian Antropologi Kesehatan
Antropologi kesehatan menurut Landy yaitu mengkombinasikan dalam satu disiplin
ilmu pendekatan-pendekatan ilmu biologi, ilmu sosial, dan humaniora dalam menstudi
manusia, dalam proses perkembanganya merupakan perpaduan antara aspek biologi dan
aspek sosio-budaya.
Foster dan Anderson mendefinisikan antropologi kesehatan adalah suatu disiplin
biobudaya yang memperhatikan aspek-aspek biologis dan budaya berkenaan dengan
perilaku manusia, khususnya bagaimana cara kedua aspek ini berinteraksi sehingga
berpengaruh terhadap kesehatan dan penyakit.
Selain itu Mc Elroy dan Townsend juga mendefinisikan antropologi kesehatan
merupakan studi bagaimana faktor-faktor sosial dan lingkungan mempengaruhi kesehatan
dan mengetahui tentang cara-cara alternatif untuk mengerti dan merawat penyakit.
B. Hubungan Antara Social Budaya dan Biologi yang Merupakan Dasar dari
Perkembangan Antropologi Kesehatan
Masalah kesehatan merupakan masalah kompleks yang merupakan resultante dari
berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun masalah buatan manusia,
social budaya, perilaku, populasi penduduk, genetika, dan sebagainya. Derajat kesehatan
masyarakat yang disebut sebagai psycho socio somatic health well being , merupakan
resultante dari 4 faktor, yaitu :
1. Environment atau lingkungan
2. Behaviour atau perilaku, Antara yang pertama dan kedua dihubungkan
dengan ecological balance
3. Heredity atau keturunan yang dipengaruhi oleh populasi, distribusi penduduk, dan
sebagainya
4. Health care service berupa program kesehatan yang bersifat preventif, promotif,
kuratif, dan rehabilitatif
Dari empat faktor tersebut di atas, lingkungan dan perilaku merupakan faktor yang
paling besar pengaruhnya (dominan) terhadap tinggi rendahnya derajat kesehatan
masyarakat. Tingkah laku sakit, peranan sakit dan peranan pasien sangat dipengaruhi
oleh faktor -faktor seperti kelas social, perbedaan suku bangsa dan budaya. Maka
ancaman kesehatan yang sama (yang ditentukan secara klinis), bergantung dari variable
– variabel tersebut dapat menimbulkan reaksi yang berbeda di kalangan pasien.
Misalnya dalam bidang biologi, antropologi kesehatan menggambarkan teknik dan
penemuan ilmu-ilmu kedokteran dan variasinya, termasuk mikrobiologi, biokimia,
genetik, parasitologi, patologi, nutrisi, dan epidemiologi.
Hal ini memungkinkan untuk menghubungkan antara perubahan biologi yang
didapatkan dengan menggunakan teknik tersebut terhadap faktor-faktor sosial dan
budaya di masyarakat tertentu.
A. Ide
Pada zaman sekarang banyak sekali orang yang kekurangan gizi atau mengalami gizi
buruk. Masalah ini sangat meresahkan sekali, karena asupan gizi itu penting sekali bagi
kelangsungan hidup manusia. Dengan gizi yang baik, manusia dapat hidup sehat karena
dengan mengonsumsi gizi yang baik dapat mencegah penyakit, meningkatkan daya tahan
tubuh sehingga bisa terhindar dari berbagai penyakit.
Kekurangan gizi ini bisa diakibatkan oleh panen yang gagal, kurangnya pengetahuan
masyarakat tentang gizi itu sendiri, dan bisa juga diakibatkan oleh kebiasaan-kebiasaan
atau pantangan-pantangan yang dianut atau dipercaya oleh suatu masyarakat, dimana
tidak boleh memakan atau mengkonsumsi suatu makanan yang justru mengandung
banyak gizi.
Dengan adanya masalah ini memotivasi penulis untuk menyusun tentang “Hubungan
Antara Antropologi Dengan Gizi”, untuk mengetahui secara lebih mendalam
kebiasaan-kebiasaan suatu masyarakat dalam hal makanan.Hal ini diharapkan dapat
memecahkan masalah atau setidaknya dapat memberikan pengetahuan kepada kita
tentang masalah kekurangan gizi ini supaya kita dapat memperbaiki tentang masalah gizi
ini, sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan orang banyak.
B. Pemikiran
Ilmu gizi merupakan salah satu ilmu terapan yang berkaitan dengan berbagai ilmu
dasar seperti ilmu kimia, biokimia, biologi, fisiologi, pathologi, ilmu pangan, dan lain-
lain. Lahirnya ilmu gizi diawali dengan penemuan tentang hal yang berkaitan dengan
penggunaan energi makanan meliputi proses pernapasan, oksidasi, dan kalorimetri.
Kata “gizi” berasal dari bahasa Arab Ghidza, yang berarti “makanan”. Di satu sisi
ilmu gizi berkaitan dengan makanan dan di sisi lain dengan tubuh manusia.
Menurut Almatsier (2004 : 3) zat gizi adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh
untuk melakukan fungsinya yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara
jaringan, serta mengatur proses-proses jaringan. Dengan demikian, apabila kita memilih
makanan sehari-hari kita harus memilih dengan baik karena makanan yang baik dapat
memberikan semua zat gizi yang dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh. Jadi apabila kita
memilih makanan, kita harus memilih makanan yang mengandung zat gizi yang berfungsi
seperti yang dikatakan Anderson (2006 : 8). Beliau menyatakan bahwa :
1. Memberi energi : zat-zat gizi yang dapat memberikan energi adalah karbohidrat,
lemak, dan protein. Oksidasi zat-zat gizi ini menghasilkan energi yang diperlukan
tubuh untuk melakukan kegiatan/aktivitas.
2. Pertumbuhan dan pemelihara jaringan tubuh : protein, mineral, dan air adalah bagian
dari jaringan tubuh. Oleh karena itu, diperlukan untuk membentuk sel-sel baru,
memelihara, dan mengganti sel-sel yang rusak.
3. Mengatur proses tubuh : protein, mineral, air, dan vitamin diperlukan untuk mengatur
proses tubuh. Protein mengatur keseimbangan air di dalam sel, bertindak sebagai
buffer dalam upaya memelihara netralitas tubuh dan membentuk antibodi sebagai
pangkal organisme yang bersifat infektif dan bahan-bahan asing yang dapat masuk ke
dalam tubuh.
Setelah mengetahui betapa pentingnya gizi bagi kesehatan atau fungsi tubuh kita,
maka kita harus senantiasa menjaga agar jangan sampai kita ini kekurangan ataupun
kelebihan gizi, karena akan berbahaya. Menurut Almatsier (2004 : 9) bahwa gangguan
gizi disebabkan oleh faktor primer dan sekunder. Faktor primer adalah bila susunan
makanan seseorang salah dalam kuantitas dan atau kualitas yang disebabkan oleh
kurangnya penyediaan pangan, kurang baiknya distribusi pangan, kemiskinan,
ketidaktahuan, kebiasaan makan yang salah, dan sebagainya.Faktor sekunder meliputi
semua faktor yang menyebabkan zat-zat gizi tidak sampai di sel-sel tubuh setelah
makanan dikonsumsi.
Dari empat bilyun manusia di dunia, ratusan juta orang menderita gizi buruk dan
kekurangan gizi.Angka yang tepat tidak ada, tidak ada sensus mengenai kelaparan dan
perbedaan antara gizi cukup dan gizi kurang merupakan jalur yang lebar, bukan suatu
garis yang jelas.Apapun tolok ukur kita, kelaparan (dan sering mati kelaparan)
merupakan hambatan yang paling besar bagi perbaikan kesehatan di sebagian terbesar
negara-negara di dunia.Kekurangan gizi menurunkan daya tahan tubuh terhadap infeksi,
menyebabkan banyak penyakit kronis, dan menyebabkan orang tidak mungkin
melakukan kerja keras. Kekurangan gizi ini selain dari ketidakmampuan negara-negra
non industri untuk menghasilkan cukup makanan untuk memenuhi kebutuhan penduduk
mereka yang berkembang, juga muncul karena kepercayaan-kepercayaan keliru yang
terdapat di mana-mana, mengenai hubungan antara makanan dan kesehatan, dan juga
tergantung pada kepercayaan-kepercayaan, pantangan-pantangan dan upacara-upacara,
yang mencegah orang memanfaatkan sebaik-baiknya makanan yang tersedia bagi
mereka.
Anderson (2006 : 311) menyatakan karena pengakuan bahwa masalah gizi di seluruh
dunia didasarkan atas bentuk-bentuk budaya maupun karena kurang berhasilnya
pertanian, maka semua organisasi pengembangan internasional maupun nasional yang
utama menaruh perhatian tidak semata-mata pada pertambahan produksi makanan,
melainkan juga pada kebiasaan makanan tradisional yang berubah, untuk mencapa
keuntungan maksimal dari gizi yang diperoleh dari makanan yang tersedia.
Karena kebiasaan makan hanya dapat dimengerti dalam konteks budaya yang
menyeluruh, maka program-program pendidikan gizi yang efektif yang mungin menuju
kepada perbaikan kebiasaan makan harus didasarkan atas pengertian tentang makanan
sebagai suatu pranata sosial yang memenuhi banyak fungsi.Studi mengenai makanan
dalam konteks budayanya yang menunjuk kepada masalah-masalah yang praktis ini, jelas
merupakan suatu peranan para ahli antropologi yang sejak pertama dalam penelitian
lapangannya telah mengumpulkan keterangan tentang praktek-praktek makan dan
kepercayaan tentang makanan dari penduduk yang mereka observasi.
Dalam buku karya Anderson (2006 : 312), Norge Jerome menyatakan bahwa
“Antropologi Gizi” meliputi disiplin ilmu tentang gizi dan antropologi. Bidang itu
memperhatikan gejala-gejala antropologi yang mengganggu status gizi dari
manusia.Dengan demikian, evolusi manusia, sejarah dan kebudayaan, dan adaptasinya
kepada variabel gizi yang berubah-ubah dalam kondisi lingkungan yang beraneka ragam
menggambarkan bahan-bahan yang merupakan titik perhatian dalam antropologi gizi.
Menurut Anderson (2006 : 312) ada dua aspek penting dari antropologi gizi :
a) Sifat sosial, budaya, dan psikologis dari makanan (yaitu peranan-peranan sosial
budaya dari makanan yang berbeda dengan peranan-peranan gizinya).
b) Cara-cara dimana dimensi-dimensi sosial budaya dan psikologi dari makanan
berkaitan dengan masalah gizi yang cukup, terutama dalam masyarakat-masyarakat
tradisional.
Menurut Anderson (2006 : 313) menyatakan bahwa para ahli antropologi memandang
kebiasaan makan sebagai suatu kompleks kegiatan masak-memasak, masalah kesukaran
dan ketidaksukaran, kearifan rakyat, kepercayaan-kepercayaan, pantangan-pantangan, dan
takhayul-takhayul yang berkaitan dengan produksi, persiapan, dan konsumsi makanan.
Pendeknya, sebagai suatu kategori budaya yang penting, ahli-ahli antropologi melihat
makanan mempengaruhi dan berkaitan dengan banyak kategori budaya lainnya.
Setelah mengetahui betapa kuatnya kepercayaan-kepercayaan kita atau suatu
masyarakat mengenai apa yang dianggap makanan dan apa yang dianggap bukan
makanan, sehingga terbukti sangat sukar untuk meyakinkan orang untuk menyesuaikan
makanan tradisional mereka demi kepentingan gizi yang baik. Karena pantangan agama,
takhayul, kepercayaan tentang kesehatan, dan suatu peristiwa yang kebetulan dalam
sejarah ada bahan-bahan yang bergizi baik yang tidak boleh dimakan, mereka
diklasifikasikan sebagai “bukan makanan”. Dengan kata lain, penting untuk membedakan
antara nutrimen dengan makanan. Anderson (2006 : 313) menyatakan bahwa nutrimen
adalah suatu konsep biokimia, suatu zat yang mampu untuk memelihara dan menjaga
kesehatan organisme yang menelannya. Makanan adalah suatu konsep budaya, suaty
pernyataan yang sesungguhnya mengatakan “zat ini sesuai bagi kebutuhan gizi kita.”
Dalam kebudayaan bukan hanya makanan saja yang dibatasi atau diatur, akan tetapi
konsep tentang makanan, kapan dimakannya, terdiri dri apa dan etiket makan. Di antara
masyarakat yang cukup makanan, kebudayaan mereka mendikte, kapan mereka merasa
lapar dan apa, serta berapa banyak mereka harus makan agar memuaskan rasa lapar. Jadi
dengan demikian, nafsu makan lapar adalah suatu gejala yang berhubungan namun
berbeda. Anderson (2006 : 315) menyatakan nafsu makan, dan apa yang diperlukan untuk
memuaskan adalah suatu konsep budaya yang dapat sangat berbeda antara suatu
kebudayaan dengan kebudayaan lainnya. Sebaliknya, lapar menggambarkan suatu
kekurangan gizi yang dasar dan merupakan suatu konsep fisiologis.
Makanan selain penting bagi kelangsungan hidup kita, juga penting bagi pergaulan
sosial. Anderson (2006 : 317) menyatakan tentang simbolik dari makanan :
a. Makanan sebagai ungkapan ikatan sosial
Barangkali di setiap masyarakat, menawarkan makanan (dan kadang-kadang
minuman) adalah menawarkan kasih sayang, perhatian, dan persahabatan.Menerima
makanan yang ditawarkan adalah mengakui dan menerima perasaan yang diungkapkan
dan untuk membalasnya.
b. Makanan sebagai ungkapan dari kesetiakawanan kelompok
Makanan sering dihargai sebagai lambang-lambang identitas suatu bangsa atau
nasional.Namun tidak semua makanan mempunyai nilai lambang seperti ini, makanan
yang mempunyai dampak yang besar adalah makanan yang berasal atau dianggap
berasal dari kelompok itu sendiri dan bkan yang biasanya dimakan di banyak negara
yang berlainan atau juga dimakan oleh banyak suku bangsa.
c. Makanan dan stress
Makanan memberi rasa ketenteraman dalam keadaan-keadaan yang menyebabkan
stres. Burgess dan Dean menyatakan bahwa sikap-sikap terhadap makanan sering
mencerminkan persepsi tentang bahaya maupun perasaan stres. Menurut mereka, suatu
cara untuk mengatasi stres ini dari dalam, sehubungan dengan ancaman terhadap jiwa
atau terhadap keamanan emosional adalah melebih-lebihkan bahaya dari luar, cara
lainnya adalah mempersalahkan ancaman dari dalam akibat pengaruh-pengaruh luar.
d. Simbolisme makanan dalam bahasa
Pada tingkatan yang berbeda, bahasa mencerminkan hubungan-hubungan psikologis
yang sangat dalam di antara makanan, persepsi kepribadian, dan keadaan
emosional.Dalam bahasa Inggris, yang pada ukuran tertentu mungkin tidak tertandingi
oleh bahasa lain, kata-kata sifat dasar yang biasa digunakan untuk menggambarkan
kualitas-kualitas makanan digunakan juga untuk menggambarkan kualitas-kualitas
manusia.
Setelah mengetahui betapa rumit masalah yang berhubungan dengan gizi ini ataupun
makanan karena berkaitan dengan kebudayaan masyarakat yang berbeda-beda, maka salah
satu cara adalah dengan memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang apa yang
sering belum dipelajari oleh masyarakat rumpun maupun masyarakat pedesaan adalah
hubungan antara makanan dan kesehatan serta antara makanan yang baik dengan
kehamilan, juga kebutuhan-kebutuhan akan makanan khusus bagi anak setelah
penyapihan. Anderson (2006 : 323) menyatakan bahwa dalam perencanaan kesehatan,
masalahnya tidak terbatas pada pencarian cara-cara untuk menyelesaikan lebih banyak
bahan makanan, melainkan harus pula dicarikan cara-cara untuk memastikan bahwa
bahan-bahan makanan yang tersedia digunakan secara efektif.
Kesenjangan yang besar dalam pemahaman tentang bagaimana makanan itu digunakan
dengan sebaik-baiknya.Barangkali yang terpenting dari kesenjangan itu adalah kegagalan
yang berulangkali terjadi untuk mengenal hubungan yang pasti antara makanan dan
kesehatan.Susunan makanan yang cukup cenderung ditafsirkan dalam rangka kuantitas,
bukan kualitasnya mengenai makanan yang pokok, yang cukup, bukan pula dari
keseimbangannya dalam hal berbagai makanan.Kesenjangan besar yang kedua dalam
kearifan makanan tradisional pada masyarakat rumpun dan masyarakat petani adalah
seringnya kegagalan mereka untuk mengenali bahwa anak-anak mempunyai kebutuhan-
kebutuhan gizi khusus, baik sebelum maupun sesudah penyapihan.
Setelah mengetahui keterkaitan atau hubungan antara gizi atau makanan dengan
antropologi atau kebudayaan, bagi kita yang menaruh perhatian pada usaha memperbaiki
tingkatan gizi dari masyarakat yang menderita kurang gizi, jelaslah bahwa analisis klinis
dari kekurangan gizi baru merupakan langkah awal. Kemajuan akan sedikit sekali tercapai,
kecuali apabila petugas penyuluhan juga memahami fungsi-fungsi sosial dari makanan,
arti simbolik, dan kepercayaan yang terkait dengannya. Pengetahuan mengenai
kepercayaan lokal tersebut dapat dipakai dalam perencanaan perbaikan gizi. Dalam buku
Anderson (2006 : 330) Cassel telah menunjukkan netapa pengidentifikasian makanan-
makanan sehat dalam makanan kuno orang Zulu dapat membangkitkan perhatian mereka
terhadap makanan dan dengan motivasi nasionalistik bersedia menerima banyak
perubahan-perubahan demi peningkatan gizi mereka.
Kemiskinan dan kekurangan akan gizi yang memadai pada tingkatan tertentu membatasi
kemungkinan untuk memperbaiki gizi jutaan penduduk yang menderita kurang pangan.
Sebaliknya, sungguh mengecewakan untuk melihat bahwa betapa seringnya praktek-
praktek budaya menimbulkan kekurangan kebutuhan dasar. Kesadaran akan praktek-
praktek demikian dan pengetahuan tentang “hambatan-hambatan” yang harus diatasi untuk
dapat merubah mereka adalah sangat penting untuk membantu masyarakat
memaksimalkan sumber-sumber pangan yang tersedia bagi mereka. Di sinilah antropologi
memberikan sumbangan besar kepada ilmu gizi dalam lapangan penelitian dan pengajaran.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Antropologi kesehatan merupakan bagian dari ilmu antropologi yang sangat penting
sekali, karena di dalam antropologi kesehatan diterangkan dengan jelas kaitan antara
manusia, budaya, dan kesehatan sehingga kita dapat mengetahui kaitan antara budaya
suatu masyarakat dengan kesehatan masyarakat itu sendiri.
Masalah kesehatan merupakan masalah kompleks yang merupakan resultante dari
berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun masalah buatan manusia,
social budaya, perilaku, populasi penduduk, genetika, dan sebagainya.
Antropologi kesehatan memiliki beberapa kegunaan, salah satunya yaitu
memberikan suatu cara untuk memandang masyarakat secara keseluruhan termasuk
individunya.
Hubungan antara antropologi dengan gizi itu sangat erat sekali, karena banyak sekali
orang yang kekurangan gizi yang bukan diakibatkan oleh masalah ekonomi, akan tetapi
diakibatkan oleh kepercayaan atau kebudayaan mereka yang melarang memakan
makanan yang sebenarnya mengandung banyak gizi. Hal ini menimbulkan sesuatu
yang sangat mengecewakan. Di satu sisi terdapat masyarakat yang kekurangan gizi
karena mereka tidak bisa mendapatkannya karena masalah ekonomi, di sisi lain
terdapat masyarakat yang kekurangan gizi akibat kebudayaan mereka tidak
mengizinkan atau melarang mereka memakan makanan tersebut yang seharusnya
dipergunakan dengan sebaik-baiknya karena makanan tersebut sangat bermanfaat bagi
mereka.
B. Saran
Setelah membaca makalah ini, penulis berharap pembaca lebih mendapatkan
pengetahuan tentang hubungan antara antropologi dengan gizi, sehingga pembaca dapat
mengetahui tentang pentingnya gizi dan pengaruh antropologi terhadap gizi suatu
masyarakat, sehingga pembaca mendapatkan pengetahuan tentang cara-cara
meningkatkan derajat kesehatan.Akhirnya, semoga penyusunan makalah ini dapat
bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, Sunita. (2004). Prinsip Dasar Ilmu Gizi.Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Anderson, Foster. (2006). Antropologi Kesehatan.Jakarta : UI Press.
FKM UI. (2007). Gizi dan Kesehatan Masyarakat.Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
http://keperawatansemester1.blogspot.com/2011/04/perkembangan-antropologi-
kesehatan.html
http://siskadewi1993.blog.com/perkembangan-antropologi-kesehatan/