LAPORAN PENDAHULUAN
DIABETES MELITUS
Tes toleransi glukosa menunjukkan kelainan dan pasien menunjukkan asimtomatis. IGT
mungkin menunjukkan adanya diabetes dalam stadium dini. Mereka ini tidak
digolongkan sebagai penderita diabetes tetapi dianggap beresiko tinggi terhadap diabetes.
6. Manifestasi Klinis
Menurut Sujono & Sukarmin (2008) manifestasi klinis pada penderita DM, yaitu:
a) Gejala awal pada penderita DM adalah
1. Poliuria (peningkatan volume urine)
2. Polidipsia (peningkatan rasa haus) akibat volume urine yang sangat besar dan
keluarnya air yang menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehisrasi intrasel mengikuti
dehidrasi ekstrasel karena air intrasel akan berdifusi keluar sel mengikuti penurunan
gradien konsentrasi ke plasma yang hipertonik (sangat pekat). Dehidrasi intrasel
merangsang pengeluaran ADH (antidiuretic hormone) dan menimbulkan rasa haus.
3. Polifagia (peningkatan rasa lapar). Sejumlah kalori hilang kedalam air kemih,
penderita mengalami penurunan berat badan. Untuk mengkompensasi hal ini penderita
seringkali merasa lapar yang luar biasa.
4. Rasa lelah dan kelemahan otot akibat gangguan aliran darah pada pasien diabetes
lama, katabolisme protein diotot dan ketidakmampuan sebagian besar sel untuk
menggunakan glukosa sebagai energi.
b) Gejala lain yang muncul:
1. Peningkatan angka infeksi akibat penurunan protein sebagai bahan pembentukan
antibody, peningkatan konsentrasi glukosa disekresi mukus, gangguan fungsi imun
dan penurunan aliran darah pada penderita diabetes kronik.
2. Kelainan kulit gatal-gatal, bisul. Gatal biasanya terjadi di daerah ginjal, lipatan kulit
seperti di ketiak dan dibawah payudara, biasanya akibat tumbuhnya jamur.
3. Kelainan ginekologis, keputihan dengan penyebab tersering yaitu jamur terutama
candida.
4. Kesemutan rasa baal akibat neuropati. Regenerasi sel mengalami gangguan akibat
kekurangan bahan dasar utama yang berasal dari unsur protein. Akibatnya banyak sel
saraf rusak terutama bagian perifer.
5. Kelemahan tubuh
6. Penurunan energi metabolik yang dilakukan oleh sel melalui proses glikolisis tidak
dapat berlangsung secara optimal.
7. Luka yang lama sembuh, proses penyembuhan luka membutuhkan bahan dasar utama
dari protein dan unsur makanan yang lain. Bahan protein banyak diformulasikan untuk
kebutuhan energi sel sehingga bahan yang diperlukan untuk penggantian jaringan yang
rusak mengalami gangguan.
8. Laki-laki dapat terjadi impotensi, ejakulasi dan dorongan seksualitas menurun karena
kerusakan hormon testosteron.
9. Mata kabur karena katarak atau gangguan refraksi akibat perubahan pada lensa oleh
hiperglikemia.
7. Komplikasi
Menurut Price & Wilson (2006), komplikasi DM dibagi dalam 2 kategori mayor, yaitu
komplikasi metabolik akut dan komplikasi vaskular jangka panjang.
a) Komplikasi Metabolik Akut
1. Hyperglikemia.
Menurut Sujono & Sukarmin (2008) hiperglikemi didefinisikan sebagai kadar glukosa
darah yang tinggi pada rentang non puasa sekitar 140-160 mg/100 ml darah.
Hiperglikemia mengakibatkan pertumbuhan berbagai mikroorganisme dengan cepat
seperti jamur dan bakteri. Karena mikroorganisme tersebut sangat cocok dengan
daerah yang kaya glukosa. Setiap kali timbul peradangan maka akan terjadi
mekanisme peningkatan darah pada jaringan yang cidera. Kondisi itulah yang
membuat mikroorganisme mendapat peningkatan pasokan nutrisi. Kondisi ini akan
mengakibatkan penderita DM mudah mengalami infeksi oleh bakteri dan jamur.
Secara rinci proses terjadinya hiperglekemia karena defisit insulin tergambar pada
perubahan metabolik sebagai berikut:
Transport glukosa yang melintasi membran sel berkurang.
Glukogenesis (pembentukkan glikogen dari glukosa) berkurang dan tetap terdapat
kelebihan glukosa dalam darah.
Glikolisis (pemecahan glukosa) meningkat, sehingga cadangan glikogen berkurang
dan glukosa hati dicurahkan ke dalam darah secara terus menerus melebihi
kebutuhan.
Glukoneogenesis pembentukan glukosa dari unsur karbohidrat meningkat dan lebih
banyak lagi glukosa hati yang tercurah kedalam darah hasil pemecahan asam amino
dan lemak.
c. Gula darah sewaktu < 140 mg/dl digunakan untuk skrining bukan diagnostik.
d. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). GD < 115 mg/dl ½ jam, 1 jam, 1 ½ jam < 200 mg/dl,
2 jam < 140 mg/dl.
e. Tes toleransi glukosa intravena (TTGI) dilakukan jika TTGO merupakan kontraindikasi
atau terdapat kelainan gastrointestinal yang mempengaruhi absorbsi glukosa.
f. Tes toleransi kortison glukosa, digunakan jika TTGO tidak bermakna. Kortison
menyebabkan peningkatan kadar glukosa abnormal dan menurunkan penggunaan gula
darah perifer pada orang yang berpredisposisi menjadi DM kadar glukosa darah 140
mg/dl pada akhir 2 jam dianggap sebagai hasil positif.
g. Glycosetat hemoglobin, memantau glukosa darah selama lebih dari 3 bulan.
h. C-Pepticle 1-2 mg/dl (puasa) 5-6 kali meningkat setelah pemberian glukosa.
i. Insulin serum puasa: 2-20 mu/ml post glukosa sampai 120 mu/ml, dapat digunakan
dalam diagnosa banding hipoglikemia atau dalam penelitian diabetes.
Kriteria Diagnosik.
Kriteria diagnostik WHO untuk Diabetes Melitus pada orang dewasa yang tidak hamil,
pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan:
a) Glukosa plasma sewaktu/random > 200 mg/dl (11,1 mmol/L).
b) Glukosa plasma puasa/nuchter > 140 mg/dl (7,8 mmol/L).
c) Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75
gram karbohidrat (2 jam post prandial (pp)) > 200 mg/dl (11,1 mmol/L). (World Health
Organization, Diabetes Melitus, Report of a WHO study group. Teach Report Series No.
727, 1985) kutipan dalam Brunner & Suddarth (2002).
9. Penatalaksanaan
a) Diet
Tujuan utama penatalaksanaan diet pada DM adalah:
1. Mencapai dan kemudian mempertahankan kadar glukosa darah mendekati kadar
normal.
2. Mencapai dan mempertahankan lipid mendekati kadar yang optimal.
3. Mencegah komplikasi akut dan kronik.
4. Meningkatkan kualitas hidup.
Pada dasarnya harus mengikuti prinsip berikut:
1. Cukup kalori atau mempertahankan BB idaman
2. Perhatikan bila ada komplikasi. Sesuaikan dengan komplikasi itu
3. Cukup vitamin dan mineral
1) Tepat jumlah :
Jumlah kalori harus diperhitungkan dengan benar.
Tepat jumlah: karbohidrat 60-70%, protein 10-15%, lemak 20-25%. Jumlah
kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut dan
kegiatan jasmani .
Penentuan gizi penderita dilaksanakan menurut Brocca:
Catatan: laki-laki dibawah 160 cm atau perempuan dibawah 150 cm berlaku rumus
Ada beberapa cara yang dibutuhkan untuk menghitung jumlah kalori yang
dibutuhkan pasien:
Menghitung kebutuhan basal dengan cara mengalikan BB dengan 30 untuk
laki-laki dan 25 untuk wanita, dan ditambah sesuai kegiatan yang dilakukan:
Ringan Sedang Berat
100-200Kcal/jm 200-350Kcal/jam 400-900Kcal/jm
Mengendarai Kerja RT Aerobik
mobil Bersepeda Bersepeda
Memancing Jalan cepat Memanjat
Kerja Lab Berkebun Menari, lari
Kerja Sepak bola
sekertaris Tennis
Mengajar
2) Tepat Jenis
Bahan makanan yang harus dihindari: gula murni dan bahan makanan yang
diolah dengan menggunakan gula murni seperti: gula pasir, gula jawa, madu,
sirop. alkohol (Alkohol dapat memperburuk penderita hiperlipidemia dan dapat
mencetuskan hipoglikemia terutama jika tidak makan).
Makanan yang dibatasi: sumber hidrat arang kompleks seperti: nasi, Lemak
jenuh , lontong, ketan ,jagung, roti, singkong, talas, kentang, sagu, mie.
Batasi natrium untuk menghindari hipertensi
3) Tepat jadwal.
Antara porsi besar dengan makanan selingan diberi jarak 3 jam
b) Olah raga.
Latihan jasmani teratur 3-4 kali tiap minggu selama + ½ jam. Adanya kontraksi otot akan
merangsang peningkatan aliran darah dan penarikan glukosa ke dalam sel. Penderita
diabetes dengan kadar glukosa darah >250mg/dl dan menunjukkan adanya keton dalam
urine tidak boleh melakukan latihan sebelum pemeriksaan keton urin menunjukkan hasil
negatif dan kadar glukosa darah mendekati normal. Latihan dengan kadar glukosa tinggi
akan meningkatkan sekresi glukagon, growth hormon dan katekolamin. Peningkatan
hormon ini membuat hati melepas lebih banyak glukosa sehingga terjadi kenaikan kadar
glukosa darah.Untuk pasien yang menggunakan insulin setelah latihan dianjurkan makan
camilan untuk mencegah hipoglikemia dan mengurangi dosis insulinnya yang akan
memuncak pada saat latihan.
Obat-obatan
Indikasi pengobatan insulin
1. Ketoasidosis diabetikum/koma hiperosmolar non ketotik
2. Diabetes dengan berat badan kurang
3. Diabetes yang mengalami stres (infeksi, operasi dll)
4. Diabetes kehamilan
5. Diabetes tipe 1
6. Kegagalan pemakaian obat hiperglikami oral
Golongan obat-obat DM
(1) Golongan sulfoniluria: merangsang sel beta pankreas mengeluarkan insulin.
(2) Golongan binguanid: merangsang sekresi insulin yang tidak menyebabkan
hipoglikemia.
(3) Alfa glukosidase inhibitor: menghambat kerja insulinalfa glukosidase didalam
saluran cerna sehingga dapat menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan
hiperglikemia post prandial.
(4) Insulin sensitizing agent: efek farmakologi meningkatkan sensitifitas berbagai
masalah akibat resistensi insulin.
o Kerja cepat: RI (regular insulin) dengan masa kerja 2-4 jam contoh obat: actrapid.
o Kerja sedang: NPN dengan masa kerja 6-12 jam.
o Kerja lambat: PZI (protamme zinc insulin) masa kerja 18-24 jam.
c) Penyuluhan Kesehatan
Informasi yg perlu diberikan :
1. Patofisiologi sederhana: definisi diabetes , batas-batas
kadar glukosa darah dan efek terapi insulin ,makanan dan stress
2. Pendekatan terapi : cara pemberian insulin,
3. Dasar-dasar diit,
4. Pemantauan kadar glukosa darah, keton urin.
5. Pengenalan, penanganan dan pencegahan: hipoglikemia hiperglikemia.
6. Informasi pragmatis: dimana membeli dan menyimpan insulin, kapan bagaimana cara
menghubungi dokter.
2. Konsep Asuhan Keperawatan
a) Pengkajian
1) Identitas
Nama, usia (DM Tipe 1 Usia < 30 tahun. DM Tipe 2 Usia > 30 tahun, cenderung
meningkat pada usia > 65 tahun), kelompok etnik di Amerika Serikat golongan
Hispanik serta penduduk asli Amerika tertentu memiliki kemungkinan yang lebih
besar, jenis kelamin, status, agama, alamat, tanggal MRS, diagnosa masuk.
Pendidikan dan pekerjaan, orang dengan pendapatan tinggi cenderung mempunyai
pola hidup dan pola makan yang salah. Cenderung untuk mengkonsumsi makanan
yang banyak mengandung gula dan lemak yang berlebihan. Penyakit ini biasanya
banyak dialami oleh orang yang pekerjaannya dengan aktivitas fisik yang sedikit.
2) Keluhan utama
(1) Kondisi hiperglikemi:
Penglihatan kabur, lemas, rasa haus dan banyak kencing, dehidrasi, suhu tubuh
meningkat, sakit kepala.
(2) Kondisi hipoglikemi
Tremor, perspirasi, takikardi, palpitasi, gelisah, rasa lapar, sakit kepala, susah
konsentrasi, vertigo, konfusi, penurunan daya ingat, patirasa di daerah bibir, pelo,
perubahan emosional, penurunan kesadaran.
3) Riwayat penyakit sekarang
Dominan muncul adalah sering kencing, sering lapar dan haus, berat badan
berlebih. Biasanya penderita belum tahu kalau itu penyakit DM, baru tahu setelah
memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan.
4) Riwayat kesehatan dahulu
DM dapat terjadi saat kehamilan, penyakit pankreas, gangguan penerimaan
insulin, gangguan hormonal, konsumsi obat-obatan seperti glukokortikoid,
furosemid, thiazid, beta bloker, kontrasepsi yang mengandung estrogen.
6) Neurosensori
Gejala: pusing, kesemutan, kebas, kelemahan pada otot, parastesia, gangguan
penglihatan.
Tanda: disorientasi, mengantuk, letargi, stupor/koma, gangguan memori, refleks
tendon menurun, kejang.
7) Pernapasan
Gejala: merasa kekurangan oksigen, batuk dengan atau tanpa sputum. Tanda:
pernapsan cepat dan dalam, frekuensi meningkat.
8) Seksualitas
Gejala: rabas vagina, impoten pada pria, kesulitan orgasme pada wanita.
9) Penyuluhan
Gejala: fakor resiko keluarga DM, PJK, HT, stroke, penyembuhan yang lambat,
penggunaan obat steroid, diuretik, dilantin, fenobarbitol. Mungkin atau tidak
memerlukan obat diabetik.
c. Diagnosa Keperawatan
1) Defisit volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan adanya
keseimbangan volume cairan dan tidak teijadi syok hipovlemik.
Kriteria hasil: TTV stabil (N.80-88 x/menit, TD: 100-140/80-90 mmHg, S: 36,5-
37°C, RR: 16-22 x/menit), nadi perifer teraba, turgor kulit baik, CRT < 2 detik,
haluaran urine >1500-1700 cc/hari, kadar elektrolit urin dalam batas normal.
2) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan
insulin.
Tujuan: setelahh diberikan tindakan 5x24 jam diharpakan nutrisi terpenuhi.
Kriteria hasil: peningkatan masa otot, nilai Hb normal, dapat menghabiskan porsi
makanan yang dihidangkan.
3) Resiko tinggi terhadap perubahan persepsi sensori penglihatan berhubungan
dengan gangguan mikrovaskular.
Tujuan: setelah diberikan tindakan selama 5x24 jam diharapkan tidak terjadi
perubahan persepsi sensori penglihatan.
Kriteria hasil: pasien tidak mengeluh penglihatannya kabur atau diplopia, visus
6/6, nilai laboratorium terkait eksitasi persarafan dalam batas: natrium: 135-147
meq/l, kalsium: 9-11 mg/dl, kalium: 3,5-5,5 meq/l, klorida: 100-106 meq/l.
4) Keletihan berhubungan dengan penurunan masa otot.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan 3x24 jam diharapkan adanya peningkatan
kemampuan dalam beraktivitas.
Kriteria hasil: pasien mengungkapkan badannya tidak letih atau berkurang, skala
kekuatan otot 5, menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam
aktivitas.
5) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan sirkulasi.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan selama 5x24 jam diharapkan integritas kulit
membaik dan tidak teijadi perluasan kerusakan.
Kriteria hasil: teijadi perbaikan status metabolik yang dibuktikan oleh gula darah
dalam batas normal, bebas dari drainase purulen, menunjukkan tanda-tanda
penyembuhan dengan tepi luka bersih, tidak terdapat pembengkakan pada luka.
6) Perubahan pola nafas berhubungan dengan asidosis metabolik.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan selama 5x24 jam diharapkan peningkatan
keefektifan pola nafas.
Kriteria hasil: RR: 18-24 x/menit, pernafasan reguler, tidak berbau keton.
7) Kurang pengetahuan mengenai penyakit berhubungan dengan kurang mengingat
intervestasi informasi.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan 1x24 jam diharapkan informasi mengenai
penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan.
Kriteria hasil: mengungkapkan pemahaman tentang penyakit misalnya dapat
menyebutkan penyakit, dapat mengidentifikasi hubungan tanda dan gejala dengan
proses penyakit.