Anda di halaman 1dari 9

Malpraktek dan Unforeseeable Risk dalam

Praktek Kedokteran
Abstrak

Malpraktek merupakan kegagalan tenaga kesehatan untuk menyediakan pelayanan kesehatan


yang baik kepada pasien. Malpraktek itu sendiri bisa dibagi nmenjadi tiga kategori yaitu
criminal malpraktek, civil malpraktek dan juga administratif malpraktek. Criminal malpraktek
pula dijabarkan menjadi tiga bentuk, yaitu intentional, negligence dan lack of skill. Namun,
untuk mengatakan bahwa seorang tenaga medis itu melakukan malpraktek ini haruslah
dibuktikan melalui pembuktian empat unsur kelalaiannya. Perlu diketahui juga apabila
berlakunya peristiwa buruk yang tidak dapat diduga sebelumnya (unforeseeable risk) yang
terjadi saat dilakukan tindakan medis yang sesuai standar namun masih mengakibatkan
kecederaan kepada pasien tidak termasuk ke dalam pengertian malpraktek atau kelalaian
medis. Jadi bukan semua kegagalan medis itu adalah akibat malpratek medis.

Kata kunci: malpraktek, unforeseeable risk

Abstract

Malpractice is a failure of health workers to provide good health services to patients.


Malpractice itself can be divided into three categories: criminal malpractice, civil malpractice
and also malpractice administration. Criminal malpractice is also translated into three forms,
namely intentional, negligence and lack of skill. However, to say that a medical worker doing
this malpractice must be proven by proving four elements of negligence. Also be aware if the
unforeseeable risk occurs when a medical procedure that is appropriate to the standard but
still causes injury to the patient is not included in the definition of malpractice or medical
negligence. So not all medical failures are due to medical malpractice.

Keywords: malpractice, unforeseeable risk

Pendahuluan

Di dalam praktek kedokteran terdapat aspek etik dan aspek hukum yang sangat luas dan
sering tumpang tindih pada sesuatu isu atau kejadian tertentu seperti informed consent, wajib

1
simpan rahasia kedokteran, profesionalisme dan lain lain. Bahkan di dalam praktek
kedoketeran, aspek etik sering kali tidak dapat dipisahkan dari aspek hukumnya oleh karena
banyaknya norma etik yang telah diangkat menjadi norma hukum atau sebaliknya norma
hukum yang mengandungi nilai-nilai etika.1

Ahli hukum menganggap bahwa standar prosedur dan standar pelayanan medis
dianggap sebagai domain hukum, padahal selama ini profesi menganggap bahwa memenuhi
standar profesi adalah bagian dari sikap etis dan sikap professional. Dengan demikian
pelanggaran standar profesi dapat dinilai sebagai pelanggaran etik dan juga sekaligus
pelanggaran hukum.1

Kemungkinan terjadi peningkatan ketidakpuasan pasien terhadap layanan dokter atau


rumah sakit atau tenaga kesehatan lainnya dapat terjadi sebagai akibat dari semakin tinggi
pendidikan rata-rata masyarakat sehingga membuat mereka lebih tahu tentang haknya dan lebih
asertif, semakin tingginya harapan masyarakat kepada layanan kedokteran sebagai hasil dari
luasnya arus informasi, komersialisasi dan tingginya biaya layanan kedokteran dan kesehatan
sehingga masyarakat semakin tidak toleran terhadap layanan yang tidak sempurna dan
provokasi oleh ahli hukum dan tenaga kesehatan sendiri.2

Skenario 6

Seorang wanita berusia 38 tahun dating ke RS dengan keluhan kaku pada jari tengah dan jari
manis tangan kanan.Untuk mengatasi keluhannya tersebut, maka harus dilakukan operasi.
Setelah dilakukan operasi, tangan pasien diletakkan pada suatu papan, kemudian dibebat
dengan kain kasa. Tetapi bebatan kain kasa terlalu kuat, sehingga darah tidak mampu mengalir
ke tangan tersebut. Setelah 2 hari, bebat dibuka, dan ternyata keempat jari pasien menghitam
(gangrene).

Definis Malpraktek

Malpraktek menurut World Medical Association, adalah “Medical mapratice involves


the physician’s failure to conform to the standard of care for treatment of the patient’s
condition, or lack of skill, or negligence in providing care to the patient which is the direct
cause of an injury to the patient”.1 Jadi apabila seseorang tenaga kesehatan tidak mampu
mencapai standar kesehatan yang ditetapkan kepada kondisi pasien, atau tidak kompetensi atau
lalai dalam melayani pasien dengan baik yang meyebabkan terjadinya kecelakan kepada
pasien, hal ini dikatakan malpraktek.2

2
Menurut Black’ Law Dictionary, dari segi hukum, Black’ Law Dictionary menyatakan
bahwa malpraktek dapat terjadi karena suatu tindakan yang disengaja (intentional) seperti
misconfuct tertentu, tindakan kelalaian (negligence) ataupun suatu kekurangan
kemahiran/tidak kompeten yang tidak beralasan.1 Namun, perlu diketahui juga, seorang dokter
mempunyai hak mereka yang tertentu sehingga mereka dilindungi saat menjalankan tugas
seperti yang tertera pasa pasal 50 UU no 29 tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran yaitu
“dokter dan dokter gigi berhak memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan
tugas sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional”.2

Suatu peristiwa dapat dikatakan sebagai malpraktek dapat dilhat dari dua aliran, yaitu
aliran modern dan aliran tradisional. Menuru aliran modern malpraktek terjadi jika memenuhi
lima unsur, yaitu;3

 Adanya kewajibaan yang berhubungan dengan kerusakan


 Adanya pengingkaran kewajiban
 Adanya hubungan sebab akibat antara tindakan yang mengingkari kewajiban dengan
kerusakan
 Pengingkaran kewajiban merupakan faktor penyebab yang substansial (proximate
cause)
 Kerusakan itu nyata adanya

Sementara itu, pandangan tradisional melihat malpraktek terjadi jika telah ditemukan
adanya unsur-unsur berikut;3

 Adanya pelimphan amanah


 Adanya pengingkaran amanah
 Adanya musibah akibat pengingkaran amanah

Menurut Jonsen et.al, menilai suatu perbuatan sebagai malpraktek atau bukan dapat
dinilai dari empat hal. Pertama, indikasi medis (medical indication) yang diberikan oleh dokter.
Pertimbangan ini meliputi diagnosis dan prognosis penyakit, indikasi pengobatan terhadap
penyakit yang diderita. Kedua ialah keinginan pasien (patient preferences) dengan mengetahui
keinginan pasien dan mengusahakan dipenuhinya keinginan tersebut, dengan
mempertimbangkan pula kemampuan atau kompetensi pasien untu mengambil keputusan
terhadap sesuatu tindakan medis.1,2

3
Ketigaialah kualitas hidup (quality of life). Pertimbangan tentang padangan pasien
terhadap keinginan pasien untuk hidup atau sembuh, serta mempertimbangkan pandangan
dokter. Keempat ialah keadaan sosial budaya masyarakat (contextual features). Keadaan sosial
budaya masyarakat menjadi pertimbangan untuk mengambil keputusan medis. Keadaan ini
termasuk didalamnya ada tidaknya dorongan masyarakat kepada pasien untuk hidup. Dapat
pula dijadikan pertimbangan, yaitu kedaan ekonomi pasien.1

Sedangkan Mohamad, menyatakan bahwa malpraktek adalah istilah hukum. Ia


membedakan antara medical error dengan malpraktek. Suatu kasus baru bisa dikatakan sebagai
malpraktek jika telah diadukan korban dan dibuktikan melalui pengadilan. Jadi, menurut dia
sepanjang kesalahan dokter belum bisa dibuktikan melalui pengadilan, hal tersebut masih
belum bisa dikatakan sebagai malpraktek.2

Unforeseeable Risk

Malpraktek juga sering disalahartikan dengan kegagalan medis yang tidak dapat
diduga. Maka, tidak semua kegagalan medis adalah akibat malpraktek medis. Suatu peristiwa
buruk yang tidak dapat diduga sebelumnya (unforeseeable) yang terjadi saat dilakukan
tindakan medis yang sesuai standar tetapi mengakibatkan kecederaan kepada pasien tidak
termasuk ke dalam pengertian malpraktek atau kelalaian medis.3

Dengan demikian adverse events (hasil yang tidak diharapkan) dapat terjadi sebagai
akibat dari peristiwa tanpa adanya error dan dapat pula disebabkan oleh error. Adverse events
akibat error dianggap dapat dicegah (preventable). Apabila preventable, adverse events
tersebut telah menimbulkan kerugian, maka ia memenuhi semua unsur kelalaian medis
menurut hukum, sehingga disebut sebagai negligence adverse events.4

Suatu adverse events (hasil yang tidak diharapkan) di bidang medis sebenanya dapat
diakibatkan oleh beberapa kemungkinan yaitu;4

 Hasil dari suatu perjalanan penyakitnya sendiri, tidak berhubungan dengan tindakan
medis yang dilakukan dokter
 Hasil dari risiko yang tidak dapat dihindari, yaitu risiko yang tidak dapat diketahui
sebelumnya (umforeseeable) atau risiko yang meskipun telah diketahui sebelumnya
(foreseable) tetapi tidak dapat atau tidak mungkin dihindari (unavoidable) karena
tindakan yang dilakukan adalah satu-satunya cara terapi. Risiko seperti ini haruslah
diinformasikan kepada pasien terlebih dahulu

4
 Hasil dari suatu kelalaian medis
 Hasil dari suatu kesengajaan

Berkaitan dengan risiko tersebut, setiap tindakan medis mengundang risiko buruk,
sehingga harus dilakukan tindakan pencegahan ataupun tindakan mereduksi risiko. Namun
demikian sebagian besar diantaranya tetap dapat dilakukan oleh karena risiko tersebut dapat
diterima (acceptable) sesuai dengan “state-of-the-art” ilmu dan teknologi kedokteran.

Risiko yang dapat diterima adalah apabila risiko yang derajat probabilitas dan
keparahannya cukup kecil, dapat diantisipasi, diperhitungkan atau dapat dikendalikan,
misalnya efek samping obat, pendarahan dan infeksi pada pembedahan dan lain-lain. Selain
itu, risiko yang derajat probabilitas dan keparahannya besar juga dapat diterima untuk
dilakukan pada kondisi tertentu, yaitu apabila tindakan medis yang berisiko tersebut harus
dilakukan karena merupakan satu-satunya cara yang harus ditempuh, teruatama dalam keadaan
gawat darurat.5

Criminal Malpraktek

Criminal malpraktek dibagi menjadi tiga yaitu; intentional (secara sedar), negligence
dan lack of skill. Professional misconduct merupakan salah satu criminal malpraktek yang
tergolong dalam intentional. Professional misconduct merupakan pelanggaran standar secara
sengaja (deliberate violation). Hal ini merupakan satu bentuk pelanggaran perilaku profesi dan
bentuk pelanggaran ketentuan etik, ketentuan disiplin profesi, hukum administratif serta hukum
pidana dan perdata.5 Antara pidana umum atau bentuk professional misconduct adalah:6,7

 Pembohongan (fraud)
 Keterangan palsu
 Penahanan pasien
 Buka rahasia kedokteran tanpa hak
 Aborsi illegal
 Euthanasia
 Penyerangan seksual

Selain itu, bentuk criminal malpraktek yang lainnya adalah lack of skill. Lack of skill
atau kompetensi kurang atau diluar kompentesi/kewenangan sering menjadi penyebab error

5
atau kelalaian. Kompetensi kurang ini sering dikaitan dengan institusi dokter tersebut. Kesalah
ini berlaku karena dokter tidak mempunyai kompetensi atau ilmu yang cukup untuk melakukan
sesuatu tindakan medis namun, pada kondisi tertentu, dokter dibenarnya melakukan tindakan
medis yang diluar kepakarannya seperti pada kondisi lokal tertentu yang tidak cukup
kakitangan tenaga kesehatan.4.5

Negligence/kelalaian merupakan jenis malpraktek yang tersering dilakukan. Hal ini


terkadang dilakukan bukan karena kesengajaan. Prinsip dari berlakunya kelalaian adalah tidak
melakukan yang seharusnya dilakukan, melakukan yang seharusnya tidak dilakukan oleh
orang-orang yang sekualifikasi pada situasi dan kondisi yang identik. Kelalaian dapat terjadi
dalam 3 bentuk yaitu; malfeasance, misfeasance dan nonfeasance. 3

Malfeasance berarti melakukan tindakan yang melanggar hukum atau tidak tepat/layak
(unlawful or improper), misalnya melakukan tindakan medis tanpa indikasi. Misfeasance pula
berarti melakukan pilihan tindakan medis yang tepat tetapi dilaksanakan dengan tidak tepat
(improper performance) yaitu misalnya melakukan tindakan medis dengan menyalahi
prosedur. Selanjutnya adalah nonfeasance adalah tidak melakukan tindakan medis yang
merupakan kewajiban baginya.3

Pembuktian Malpraktek

Bentuk-bentuk kelalaian feasance, misfeasance dan nonfeasance sejalan dengan


bentuk-bentuk error (mistakes, slips and lapses), namun pada kelalaian tersebut harus
memenuhi keempat unsur kelalaian dalam hukum khususnya adanya kerugian, sedangkan
error tidak selalu mengakibatkan kerugian. Demikian pula adanya latent error yang todak
secara langsung menimbulkan dampak buruk.3,4

Suatu perbuatan atau sikap dokter atau dokter gigi dianggap lalai apabila memenuhi
empat unsur di bawah ini, yaitu;7

 Duty atau kewajiban dokter atau dokter gigi untuk melakukan sesuatu tindakan atau
tidak melakukan sesuatu tindakan tertentu terhadap pasien tertentu pada situasi dan
kondisi tertentu
 Dereliction of the duty atau penyimpangan kewajiban tersebut
 Damage atau kerugian, yaitu segala sesuatu yang dirasakan oleh pasien sebagai
kerugian akibat dari layanan kesehatan/kedokteran yang diberikan oleh pemberi
layanan

6
 Direct causal relationship atau hubungan sebab akibat yang nyata

Dalam hal ini harus terdapat hubungan sebab akibat antara penyimpangan kewajiban
dengan kerugian yang setidakanya merupakan “procimate cause” ada hubungan kausal
(langsung) antara penyebab (causal) dan kerugian (damage) yang diderita oleh karenanya dan
tidak ada peristiwa atau tindakan sela diantaranya dan hal ini haruslah dibuktikan jelas. Hasil
(outcome) negatif tidak dapat sebagai dasar menyalahkan dokter melakukan malpraktek.

Seorang dokter atau dokter gigi yang menyimpang dari standar profesi dan melakukan
kesalahan profesi belum tentu melakukan malpraktek medis yang dapat dipidana, malpraktek
medis yang dipidana membutuhkan pembuktian adanya unsur cupla lata atau kelalaian berat
dan pula berakibat fatal atau serius. Hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 359 KUHP, pasal
360,pasal 361 KUHP yang dibutuhkan pembuktian culpa lata dari dokter atau dokter gigi.7

Dengan demikian untuk pembuktian malpraktek secara hukum pidana meliputi unsur;7

 Telah menyimpang dari standar profesi kedokteran


 Memenuhi unsur culpa lata atau kelalaian berat
 Tindakan menimbulkan akibat serius, fatal dan melanggar pasal 359, pasal 360, KUHP

Adapun unsur-unsur dari pasal 359 dan pasal 360 sebagai berikut;

 Adanya unsur kelalaian (culpa)


 Adanya wujud perbuatan tertentu
 Adanya akibat luka berat atau matinya orang lain
 Adanya hubungan kausal antara wujud perbuatan dengan akibat kematian orang lain itu

Cara pembuktian yang mudah bagi pasie, yakni dengan mengajukan fakta-fakta yang
dideritai olehnya sebagai hasil layan/tindakan dokter (doktrin res ipsa loquitur). Doktrin res
ipsa loquitur dapat diterapkan apabila fakta-fakta yang ada memenuhi kriteria;7

 Fakta tidak mungkin ada/terjadi apabila dokter tidak lalai

7
 Fakta itu terjadi memang berada dalam tanggungjawab dokter
 Fakta itu terjadi tanpa ada kontribusi dari pasien

Civil Malpraktek

Civil malpraktek berlaku apabila dokter tidak melaksanakan kewajibannya (ingkar


janji), yaitu tidak memberikan prestasinya sebagaimana yang telah disepakati. Sebagai contoh,
seorang dokter ahli kandungan sepakat menolong sendiri persalinan seorang wanita sesuai
keinginan wanita tersebut di suatu rumah sakit swasta. Mengingat pembukaan jalan lahir baru
mencapai satu sentimeter, makan dokter meninggalkannya untuk suatu keperluan yang tidak
diperkira lama. Ketika dokter itu telah kembali di tempat ternyata pasien telah melahirkan
dalam keadaan selamat dengan dibantu oleh dokter lain.4,5 Dalam kasus seperti ini dokter dapat
digugat atas civil makpratek untuk membayar ganti rugi immaterial, yaitu perasaan cemas
selama menunggu kedatangan dokter yang sangat dipercayainya.6

Kondisi-kondisi yang boleh dikatogerikan sebagai civil malpratek karena;

 Tidak melakukan (negative act) apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan.
 Melakukan (positive act) apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi
terlambat.
 Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi tidak sempurna
 Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya dilakukan

Administratif Malpraktek

Dikatakan administratif malpratek apabila dokter melanggar hukum tata usaha negara.
Pemerintah berhak mengeluarkan berbagai macam peraturan di bidang kesehatan seperti
tentang pensyaratan bagi tenaga kesehatan untuk menjalankan profesi medis, batas
kewenangan serta kewajibannya. Apabila aturan tersebut dilanggar makan tenaga kesehatan
yang bersangkutan dapat dipersalahkan.6

Contoh yang dapat dikategorikan sebagai administratif malpratek adalah antara lain;7

 Menjalankan praktek kedokteran tanpa lisensi atau izin


 Menjalankan tindakan medis yang tidak sesuai lisensi atau izin yang sudah kedaluwarsa

8
 Tidak membuat rekam medic

Kesimpulan

Malpraktek merupakan tindakan yang tidak wajar dilakukan oleh tenaga kesehatan
dalam dunia praktek kedokteran. Hal ini karena malpraktek bisa mengakibatkan kecederaan
atau kerugian kepada pasien yang dirawat. Malpraktek bisa dilakukan dalam pelbagai bentuk,
tergantung atas kesalahan yang dilakukan oleh pesalah. Namun, bukan semua kegagalan medis
adalah akibat dari kesalahan medis. Peristiwa yang tidak dapat diduga sebelumnya yang terjadi
saat dilakukan tindakan medis yang sesuai standar tetapi mengakibatkan kecederaan kepada
pasien tidak dikategorikan sebagai malpraktek atau kelalaian medis.

Daftar Pustaka

1. Nasution BJ.Hukum kesehatan pertanggungjawaban dokter.Jakarta:Rineka


Cipta;2005.h.11-35
2. Chrisdiono M dan Achadiat. Dinamika etika dan hukum kedokteran dalam tantangan
zaman.Jakarta:EGC;2006.h.11-31.
3. Amir A. Bunga rampai hukum kedokteran.Jakarta:Widya Medika;1997.h.30-4.
4. Gunawandi J. Persetujuan tindakan medis ( informed consent).Pasien, Dokter, dan
Hukum.Jakarta: FK UI; 2007.h.2, 24-6.
5. Haryani S. Sengketa medik: alternatif penyelesaian antara dokter dengan pasien.
Jakarta: Diadit Media; 2005.h.10.
6. Hanafiah JM. Etika kedokteran dan hukum kesehatan edisi 4.Jakarta: EGC;
2008.h.25-30
7. Prodjodikoro W.Tindak-tindak pidana tertentu di Indonesia.Bandung: Refika
Aditama; 2008.h.21-9

Anda mungkin juga menyukai