Jadi malpraktek medik merupakan kelalaian yang berat dan pelayanan kedokteran di bawah
standar.1
Malpraktek medik murni (criminal malpractice) sebenarnya tidak banyak dijumpai. Misalnya
melakukan pembedahan dengan niat membunuh pasiennya atau adanya dokter yang sengaja
melakukan pembedahan pada pasiennya tanpa indikasi medik, (appendektomi, histerektomi
dan sebagainya), yang sebenarnya tidak perlu dilakukan, jadi semata-mata untuk mengeruk
keuntungan pribadi. Memang dalam masyarakat yang menjadi materialistis, hedonistis dan
konsumtif, di mana kalangan dokter turut terimbas, malpraktek di atas dapat meluas.2
Pasien/keluarga menaruh kepercayaan kepada dokter, karena:
1. Dokter mempunyai ilmu pengetahuan dan ketrampilan untuk menyembuhkan
penyakit atau setidak-tidaknya meringankan penderitaan.
2. Dokter akan bertindak hati-hati dan teliti
3. Dokter akan bertindak berdasarkan standar profesinya.2
Dokter dikatakan melakukan malpraktek jika:
1. Dokter kurang menguasai iptek kedokteran yang sudah berlaku umum di kalangan
profesi kedokteran
2. Memberikan pelayanan kedokteran di bawah standar profesi (tidak lege artis).
3. Melakukan kelalaian yang berat atau memberikan pelayanan dengan tidak hati-hati.
4. Melakukan tindakan medik yang bertentangan dengan hukum.2
Jika dokter hanya melakukan tindakan yang bertentangan dengan etik kedokteran, maka ia
hanya telah melakukan malpraktek etik. Untuk dapat menuntut penggantian kerugian karena
kelalaian, maka penggugat harus dapat membuktikan adanya 4 unsur berikut:
1.
2.
3.
4.
Kadang-kadang penggugat tidak perlu membuktikan adanya kelalaian yang tergugat. Dalam
hukum terdapat suatu kaedah yang berbunyi Res Ipsa Loquitur, yang berarti faktanya telah
berbicara, misalnya terdapatnya kain kasa yang tertinggal di rongga perut pasien, sehingga
menimbulkan komplikasi pasca bedah. Dalam hal ini maka dokterlah yang harus
membuktikan tidak adanya kelalaian pada dirinya.2
Kelalaian dalam arti perdata berbeda dengan arti pidana. Dalam arti pidana (kriminil),
kelalaian menunjukkan kepada adanya suatu sikap yang sifatnya lebih serius, yaitu sikap
yang sangat sembarangan atau sikap sangat tidak hati-hati terhadap kemungkinan timbulnya
resiko yang bisa menyebabkan orang lain terluka atau mati, sehingga harus bertanggung
jawab terhadap tuntutan kriminal oleh negara.2
Macam-macam Malpraktek
Malpraktek dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu malpraktek etik dan malpraktek yuridis,
ditinjau dari segi etika profesi dan segi hukum.3
1. Malpraktek etik
Yang dimaksud dengan malpraktek etik adalah kesalahan profesi karena kelalaian dalam
melaksanakan etika profesi, maka sanksinya adalah sanksi etika yang berupa sanksi
administrasi
sesuai
dengan
tingkat
kesalahannya.
2. Malpraktek yuridis
Malpraktek yuridis dibagi menjadi malpraktek civil, malpraktek pidana dan malpraktek
administratif.
a. Malpraktek perdata (civil malpractice)
sehingga
menimbulkan
kerugian
pada
pasien.
terlambat melaksanakannya.
Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi
tertulis)
Ada kerugian
Ada hubungan sebab akibat (hukum kausal) antara perbuatan yang
ganti ruginya.
Secara faktual kerugian itu disebabkan oleh tindakan dibawah standar.3
Namun ada kalanya seorang pasien tidak perlu membuktikan adanya kelalaian
dokter. Dalam hukum ada kaidah yang berbunyi res ipsa loquitor yang
artinya fakta telah berbicara. Misalnya karena kelalaian dokter terdapat kain
kasa yang tertinggal dalam perut sang pasien tersebut akibat tertinggalnya kain
kasa tersebut timbul komplikasi paksa bedah sehingga pasien harus dilakukan
operasi kembali. Dalam hal demikian, dokterlah yang harus membuktikan
tidak adanya kelalaian pada dirinya.3
b. Malpraktek pidana (criminal malpractice)
Terjadi apabila pasien meninggal dunia atau mengalami cacat akibat dokter
atau tenaga kesehatan lainnya kurang hati-hati atua kurang cermat dalam
melakukan upaya penyembuhan terhadap pasien yang meninggal dunia atau
cacat tersebut. Malpraktek medis yang dipidana membutuhkan pembuktian
adanya unsure culpa lata atau kelaalaian berat atau zware schuld dan pula
adanya akibat fatal atau serius.
Malpraktek
pidana
karena
kesengajaan
(intensional)
karena
kecerobohan
(recklessness)
Misalnya melakukan tindakan yang tidak lege artis atau tidak sesuai
dengan standar profesi serta melakukan tindakn tanpa disertai
karena
kealpaan
(negligence)
(pilihan
tindakan
medis
tersebut
sudah
improper).
sifat
profesinya)
bertindak
hati-hati,
dan
telah
Pelanggaran
kedokteran
Pelanggaran administrasi mengenai pelayanan medis3
hukum
administrasi
tentang
kewenangan
praktek
1. Cara langsung
Oleh Taylor membuktikan adanya kelalaian memakai tolok ukur adanya 4 D yakni:
a. Duty (kewajiban)
Dalam hubungan perjanjian tenaga dokter dengan pasien, dokter haruslah
bertindak berdasarkan:
Adanya indikasi medis
Bertindak secara hati-hati dan teliti
Bekerja sesuai standar profesi
Sudah ada informed consent
b. Dereliction
of
Duty
(penyimpangan
dari
kewajiban)
Ketika memberikan pelayanan kepada pasien, terjadilah hubungan yang disebut kontrak
terapeutik. Dalam hubungan tersebut timbul hak, kewajiban dan tanggungjawab yang
mengikat para pihak dengan dilandaskan pada niat baik, kepercayaan dan kesetaraan. Di satu
pihak pasien dengan jujur menjelaskan masalahnya dan mempercayakan pengobatannya
kepada dokter dan di pihak lain dokter akan memberikan pelayanan yang terbaik untuk
menolong pasien tersebut. Dalam perikatan ini, dokter harus berupaya sebaik mungkin
(inspannings verbintenis) sesuai standar profesi namun tidak dibenarkan untuk menjamin
hasil pengobatannya karena memang bukan perikatan hasil (resultaat verbintenis).5
Sekalipun dokter telah berupaya sebaik mungkin, adakalanya hasil pengobatan tidak sesuai
dengan harapan pasien ataupun dokter, ketidakberhasilan itu dapat berupa antara lain
timbulnya nyeri kronik, kecacatan, koma atau bahkan kematian. Kejadian tidak diharapkan
(KTD) ini disebut dengan adverse event. KTD dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Perjalanan penyakit yang tidak dapat dihentikan misal karena keganasan atau stadium
yang sudah lanjut; atau karena komplikasi penyakit yang terjadi kemudian.
2. Merupakan risiko yang tidak dapat diketahui atau dibayangkan sebelumnya
(unforeseeable risk)
3. Merupakan risiko yang sudah dapat diketahui namun dapat diterima oleh pasien
(foreseeable but accepted)
4. Akibat dari kegagalan dokter melaksanakan pelayanan yang layak (reasonable care)
dalam melaksanakan tugas profesionalnya, tanpa alasan yang dapat dibenarkan.5
Dalam hal nomer 1,2,3 diatas, dokter tidak harus bertanggungjawab selama dokter tersebut
telah melakukan asuhan medis sesuai standar profesi. Bila terjadi yang nomer 4, dokter dapat
dimintai pertangungjawaban karenanya.5
Mengingat adanya risiko pada tindakan pengobatan oleh dokter, maka dipandang perlu
diterbitkan Undang-Undang No 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran yang mengatur
praktik kedokteran di Indonesia. Pengaturan Praktik Kedokteran dilaksanakan oleh Konsil
Kedokteran Indonesia (KKI) sebagai perwujudan otonomi profesi dalam melakukan
pengaturan diri (self regulation) pada profesi kedokteran dan kedokteran gigi. Pengaturan
praktik kedokteran oleh KKI bertujuan 1) untuk melindungi masyarakat dan 2) untuk
meningkatkan mutu praktik kedokteran dan kedokteran gigi.5
Untuk mencapai tujuan tersebut, pengaturan dilakukan oleh KKI melalui berbagai kegiatan
diantaranya:
1. Meregistrasi dokter/dokter gigi praktik (practitioner) melakui penilaian kredential.
Bila dinilai memenuhi persyaratan mutu, kepada yang bersangkutan akan diberikan
surat tanda registrasi (STR) sebagai bukti kewenangannya untuk melaksanakan
asuhan medis.
2. Melakukan pembinaan dan pengawasan kepada para praktisi diatas, melalui
penyusunan standar-standar praktik kedokteran diantaranya standar pendidikan
profesi, standar kompetensi, standar perilaku profesional dan manual-manual teknis
lainnya.
3. Melakukan penegakan disiplin profesi kedokteran berupa penilaian kinerja dan
perilaku profesional dari dokter/dokter gigi yang berpraktik, yang dalam hal ini
dilakukan oleh Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI)5
MKDKI adalah bagian dari KKI yang bersifat otonom dalam melaksanakan tugas
fungsionalnya. Tugas pokok MKDKI adalah menegakkan disiplin profesi kedokteran, yang
meliputi keahlian profesional (professional expertise) dan perilaku profesional (professional
behaviour)6
Keluhan pasien pada umumnya adalah, hasil pengobatan yang tidak sesuai harapan dan
komunikasi yang tidak adekuat, baik karena pasien tidak memahami penjelasan dokter atau
karena informasi dokter yang tidak memadai sehingga pasien tidak memahami
permasalahnya dan kemudian menimbulkan respons emosional.5
Bila pasien tidak puas pada pelayanan dokter/dokter gigi, ada beberapa langkah yang dapat
dilakukan, yaitu:
1. Menanyakan kepada dokter atau manajemen rumah sakit dalam rangka meminta
penjelasan tentang penanganan terhadapnya.
2. Bila pasien menduga adanya pelanggaran disiplin yang serius, dan dalam rangka
meningkatkan kinerja dokter/dokter gigi, sebaiknya pasien mengadukan keluhannya
kepada MKDKI. Pengaduan tentang kinerja dokter/dokter gigi dapat disampaikan
oleh pasien atau keluarganya, atau oleh otoritas kesehatan seperti dinas kesehatan,
departemen kesehatan, sarana kesehatan, dan lain-lain.5
pasien
secara
manusiawi
dengan
memperhatikan
segala
kebutuhannya.
f. Menjalin komunikasi yang baik dengan pasien, keluarga dan masyarakat sekitarnya.5
Syok anafilaksis
Syok
anafilaktik
adalah
suatu
respons
hipersensitivitas
yang
diperantarai
oleh Immunoglobulin E (hipersensitivitas tipe I) yang ditandai dengan curah jantung dan
tekanan arteri yang menurun hebat. Hal ini disebabkan oleh adanya suatu reaksi antigen-
antibodi yang timbul segera setelah suatu antigen yang sensitif masuk dalam sirkulasi. Syok
anafilaktik merupakan salah satu manifestasi klinis dari anafilaksis yang merupakan syok
distributif, ditandai oleh adanya hipotensi yang nyata akibat vasodilatasi mendadak pada
pembuluh darah dan disertai kolaps pada sirkulasi darah yang dapat menyebabkan terjadinya
kematian. Syok anafilaktik merupakan kasus kegawatan, tetapi terlalu sempit untuk
menggambarkan anafilaksis secara keseluruhan, karena anafilaksis yang berat dapat terjadi
tanpa adanya hipotensi, seperti pada anafilaksis dengan gejala utama obstruksi saluran napas.
Mekanisme umum terjadinya reaksi anafilaksis dan anafilaktoid adalah berhubungan
dengan degranulasi sel mast dan basophil yang kemudian mengeluarkan mediator kimia yang
selanjutnya bertanggung jawab terhadap symptom. Degranulasi tersebut dapat terjadi melalui
kompleks antigen dan Ig E maupun tanpa kompleks dengan Ig E yaitu melalui pelepasan
histamine secara langsung.
Mekanisme lain adalah adanya gangguan metabolisme asam arachidonat yang akan
menghasilkan leukotrien yang berlebihan kemudian menimbulkan keluhan yang secara klinis
tidak dapat dibedakan dengan meknisme diatas. Hal ini dapat terjadi pada penggunaan obatobat NSAID atau pemberian gama-globulin intramuscular.
Penatalaksanaan Syok Anafilaksis
Bila kita mencurigai adanya reaksi anafilaksis segera bertindak dan jangan ditunggutunggu. Salah seorang penulis mengatakan Do not wait until it is fully developed artinya
segeralah bertindak. 6
Apakah yang harus kita lakukan bila berhadapan dengan penderita syok anafilaksis?
1.
Posisi: Segera penderita dibaringkan pada posisi yang nyaman /comfortable dengan
posisi kaki ditinggikan (posisi trendelenberg), dengan ventilasi udara yang baik dan
Daftar Pustaka
1. Hanafiah MJ, Amir A. Etika kedokteran dan hukum kesehatan. Jakarta: EGC; 2009.h.87-9.
2. Sage WM, Kersh R. Medical malpractice. New York: Cambridge University; 2006.p.52-3.
3. McCellan FM. Medical malpractice:law, tactics, and ethics. Philadelphia: Temple University;
2004.p.39.
4. Isfandyarie, Anny. Malpraktek dan resiko medik dalam kajian hukum pidana. Jakarta: Prestasi
Pustaka; 2005.h.46-7.
5. Samil RS. Etika kedokteran Indonesia. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo; 2004.h.178-180.
6. Davey P. At a glance medicine. Jakarta: Erlangga; 2005. h. 128-9.