Abstract
Medical malpractice so far seems to be understood as a criminal matter rather than
of civil matter by the public in Indonesia. It is possible because the Indonesian Penal Code
(KUHP) provides some provisions which are relevant to several medical malpractice cases,
mainly if the cases in question involving bodily injury even though it happened because of
negligence. Negligence which causes bodily injury or death constitutes as criminal act under
Indonesian Penal Code. Since the cases involved bodily injury of the patients or even death,
most of the people associated the settlement of medical malpractice cases to the work of the
police. That is why we can see from the news that most of the victims or their family submit
the cases mentioned to the police for seeking justice. Yet, there were only a few in number
those who sued the defendants in civil court.
Keyword: Negligence, Medical malpractice
Abstrak
Malpraktik medis sejauh ini tampaknya dipahami sebagai masalah criminal daripada
materi sipil oleh masyarakat di Indonesia.Hal ini dimungkinkan karena KUHP Indonesia
(KUHP) memberikan beberapa ketentuan yang relevan dengan beberapa kasus malpraktik
medis, terutama jika kasus tersebut melibatkan cedera meskipun itu terjadi karena kelalaian.
Kelalaian yang menyebabkan luka-luka atau kematian merupakan sebagai tindak pidana di
1
bawah KUHP Indonesia. Karena kasus melibatkan cedera pasien atau bahkan kematian,
sebagian besar orang terkait penyelesaian kasus malpraktik medis untuk pekerjaan polisi.
Itulah sebabnya kita bisa melihat dari berita bahwa sebagian besar korban atau keluarga
mereka menyerahkan kasus disebutkan kepada polisi untuk mencari keadilan namun, hanya
ada sedikit jumlahnya mereka yang menggugat terdakwa di pengadilan sipil.
Kata kunci: Kelalaian, Malpraktik medis
Pendahuluan
Zaman sekarang ini tidak jarang ditemui kasus-kasus antara dokter dan pasien,
dimana pasien menuntut sang dokter. Situasi tersebut bisa dikarenakan kesalahan seorang
dokter maupun bukan kesalahan dokter. Tidak jarang juga karena tindakan yang dilakukan
seorang dokter sampai menyebabkan pasien meninggal. Sebagai seorang dokter harus
melakukan segala sesuatu dengan baik dan benar sesuai ketentuan yang berlaku. Meskipun
begitu sering kali sebagai seorang dokter lupa akan apa yang harus dilakukan dan yang tidak
harus dilakukan.
Definisi Malpraktek
Blacks Law Dictionary mendefinisikan malpraktik sebagai professional misconduct
or unreasonable lack of skill atau failure of one rendering professional services to exercise
that degree of skill and learning commonly applied under all the circumstances in the
community by the average prudent reputable member of the profession with the result injury,
loss or damage to the recipient of those services or to those entitled to rely upon them
(bahasa mudahnya: lalai). 1
Dari segi hukum, di dalam definisi di atas dapat ditarik pemahaman bahwa malpraktik
dapat terjadi karena tindakan yang disengaja (intentional) seperti misconduct tertentu,
tindakan kelalaian (negligence), ataupun suatu kekurang-mahiran/ ketidak-kompetenan yang
beralasan. Malpraktik dapat dilakukan oleh profesi apa saja, tidak hanya oleh dokter.
Profesional dibidang hukum, perbankan dan akuntansi adalah beberapa profesional lain di
luar kedokteran yang dapat ditunjuk sebagai pelaku malpraktik dalam pekerjannya masingmasing. 1
Professional misconduct yang merupakan kesengajaan dapat dilakukan dalam bentuk
pelanggaran ketentuan etik, ketentuan disiplin profesi, hukum administratif, serta hukum
pidana dan perdata, seperti melakukan kesengajaan yang merugikan pasien, fraud,
2
penahanan pasien, pelanggaran wajib simpan rahasia kedoktean, aborsi ilegal, euthanasia,
penyerangan seksual, misrepresentasi atau fraud, keterangan palsu, menggunakan iptekdok
yang belum teruji/diterima, berpraktek tanpa SIP, berpraktek di luar kompetensinya, sengaja
melanggar standar, dan lain-lain. 1
Selain itu malpraktik juga dapat terjadi sebagai akibat kelalaian. Sementara itu
ketidak-kompetenan dapat menuju ke suatu tindakan misconduct ataupun suatu kelalaian. 1
Dengan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kesimpulan adanya malpraktik
bukanlah dilihat dari hasil tindakan medis pada pasien melainkan harus ditinjau dari
bagaimana proses tindakan medis tersebut dilaksanakan. 1
Suatu hasil yang tidak diharapkan di bidang medik sebenarnya diakibatkan oleh
beberapa kemungkinan yaitu:
1. Hasil dari suatu perjalanan penyakitnya sendiri, tidak berhubungan dengan
tindakan medis yang dilakukan dokter.
2. Hasil dari suatu risiko yang tak dapat dihindari, yaitu risiko yang tak dapat
diketahui sebelumnya (unforseeable), atau risiko yang meskipun telah diketahui
sebelumnya tetapi dianggap acceptable, sebagaimana telah diuraikan di atas.
3. Hasil dari suatu kelalaian medik.
4. Hasil dari suatu kesengajaan. 1
Kelalaian bukanlah suatu pelanggaran hukum atau kejahatan, jika kelalaian itu tidak sampai
membawa kerugian atau cedera kepada orang lain dan orang itu dapat menerimanya. Ini
berdasarkan prinsip hukum De minimis noncurat lex, yang berarti hukum tidak
mencampuri hal-hal yang dianggap sepele. Tetapi jika kelalaian itu mengakibatkan kerugian
materi, mencelakakan bahkan merenggut nyawa orang lain, maka ini diklasifikasikan sebagai
kelalaian berat (culpa lata), serius dan kriminil.1
Tolak ukur culpa lata adalah:
1.
2.
3.
4.
Jadi malpraktek medik merupakan kelalaian yang berat dan pelayanan kedokteran di bawah
standar.1
Malpraktek medik murni (criminal malpractice) sebenarnya tidak banyak dijumpai. Misalnya
melakukan pembedahan dengan niat membunuh pasiennya atau adanya dokter yang sengaja
melakukan pembedahan pada pasiennya tanpa indikasi medik, (appendektomi, histerektomi
dan sebagainya), yang sebenarnya tidak perlu dilakukan, jadi semata-mata untuk mengeruk
keuntungan pribadi. Memang dalam masyarakat yang menjadi materialistis, hedonistis dan
konsumtif, di mana kalangan dokter turut terimbas, malpraktek di atas dapat meluas.2
Pasien/keluarga menaruh kepercayaan kepada dokter, karena:
1. Dokter mempunyai ilmu pengetahuan dan ketrampilan untuk menyembuhkan
penyakit atau setidak-tidaknya meringankan penderitaan.
2. Dokter akan bertindak hati-hati dan teliti
3. Dokter akan bertindak berdasarkan standar profesinya.2
Dokter dikatakan melakukan malpraktek jika:
1. Dokter kurang menguasai iptek kedokteran yang sudah berlaku umum di kalangan
profesi kedokteran
2. Memberikan pelayanan kedokteran di bawah standar profesi (tidak lege artis).
3. Melakukan kelalaian yang berat atau memberikan pelayanan dengan tidak hati-hati.
4. Melakukan tindakan medik yang bertentangan dengan hukum.2
Jika dokter hanya melakukan tindakan yang bertentangan dengan etik kedokteran, maka ia
hanya telah melakukan malpraktek etik. Untuk dapat menuntut penggantian kerugian karena
kelalaian, maka penggugat harus dapat membuktikan adanya 4 unsur berikut:
1.
2.
3.
4.
Kadang-kadang penggugat tidak perlu membuktikan adanya kelalaian yang tergugat. Dalam
hukum terdapat suatu kaedah yang berbunyi Res Ipsa Loquitur, yang berarti faktanya telah
berbicara, misalnya terdapatnya kain kasa yang tertinggal di rongga perut pasien, sehingga
menimbulkan komplikasi pasca bedah. Dalam hal ini maka dokterlah yang harus
membuktikan tidak adanya kelalaian pada dirinya.2
Kelalaian dalam arti perdata berbeda dengan arti pidana. Dalam arti pidana (kriminil),
kelalaian menunjukkan kepada adanya suatu sikap yang sifatnya lebih serius, yaitu sikap
yang sangat sembarangan atau sikap sangat tidak hati-hati terhadap kemungkinan timbulnya
4
resiko yang bisa menyebabkan orang lain terluka atau mati, sehingga harus bertanggung
jawab terhadap tuntutan kriminal oleh negara.2
Kelalaian dapat terjadi dalam tiga bentuk, yaitu: 2
a. Malfeasance: melakukan tindakan melanggar hukum atau tidak tepat atau tidak layak
(unlawfull/improper), misalnya: melakukan tindakan medis tanpa indikasi yang
memadai (pilihan tindakan medis tersebut sudah inproper).
b. Misfeasance: melakukan pilihan tindakan medis yang tepat namun dilaksanakan
dengan tidak tepat (improper performa), misalnya: melakukan tindakan medis
menyalahi prosedur.
c. Nonfeasance: tidak melakukan tindakan medis yang merupakan kewajiban.
Macam-macam Malpraktek
Malpraktek dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu malpraktek etik dan malpraktek yuridis,
ditinjau dari segi etika profesi dan segi hukum.3
1. Malpraktek etik
Yang dimaksud dengan malpraktek etik adalah kesalahan profesi karena kelalaian dalam
melaksanakan etika profesi, maka sanksinya adalah sanksi etika yang berupa sanksi
administrasi
sesuai
dengan
tingkat
kesalahannya.
Malpraktek yuridis dibagi menjadi malpraktek civil, malpraktek pidana dan malpraktek
administratif.
a. Malpraktek perdata (civil malpractice)
Terjadi apabila terdapat hal-hal yang menyebabkan tidak dipenuhinya isi
perjanjian (wanprestasi) didalam transaksi terapeutik oleh dokter atau tenaga
kesehatan lain, atau terjadinya perbuatan melanggar hukum (onrechmatige
daad)
sehingga
menimbulkan
kerugian
pada
pasien.
terlambat melaksanakannya.
Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi
tertulis)
Ada kerugian
Ada hubungan sebab akibat (hukum kausal) antara perbuatan yang
ganti ruginya.
Secara faktual kerugian itu disebabkan oleh tindakan dibawah standar.3
6
Namun ada kalanya seorang pasien tidak perlu membuktikan adanya kelalaian
dokter. Dalam hukum ada kaidah yang berbunyi res ipsa loquitor yang
artinya fakta telah berbicara. Misalnya karena kelalaian dokter terdapat kain
kasa yang tertinggal dalam perut sang pasien tersebut akibat tertinggalnya kain
kasa tersebut timbul komplikasi paksa bedah sehingga pasien harus dilakukan
operasi kembali. Dalam hal demikian, dokterlah yang harus membuktikan
tidak adanya kelalaian pada dirinya.3
b. Malpraktek pidana (criminal malpractice)
Terjadi apabila pasien meninggal dunia atau mengalami cacat akibat dokter
atau tenaga kesehatan lainnya kurang hati-hati atua kurang cermat dalam
melakukan upaya penyembuhan terhadap pasien yang meninggal dunia atau
cacat tersebut. Malpraktek medis yang dipidana membutuhkan pembuktian
adanya unsure culpa lata atau kelaalaian berat atau zware schuld dan pula
adanya akibat fatal atau serius.
Malpraktek
pidana
karena
kesengajaan
(intensional)
karena
kecerobohan
(recklessness)
Misalnya melakukan tindakan yang tidak lege artis atau tidak sesuai
dengan standar profesi serta melakukan tindakn tanpa disertai
karena
kealpaan
(negligence)
memadai
(pilihan
tindakan
medis
tersebut
sudah
improper).
sifat
profesinya)
bertindak
hati-hati,
dan
telah
Pelanggaran
kedokteran
Pelanggaran administrasi mengenai pelayanan medis3
hukum
administrasi
tentang
kewenangan
praktek
dari
kewajiban)
ipsa loquitur). Doktrin res ipsa loquitur dapat diterapkan apabila fakta-fakta yang ada
memenuhi kriteria:
a. Fakta tidak mungkin ada/terjadi apabila dokter tidak lalai
b. Fakta itu terjadi memang berada dalam tanggung jawab dokter
c. Fakta itu terjadi tanpa ada kontribusi dari pasien dengan perkataan lain tidak
ada contributory negligence.4
10
Mengingat adanya risiko pada tindakan pengobatan oleh dokter, maka dipandang perlu
diterbitkan Undang-Undang No 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran yang mengatur
praktik kedokteran di Indonesia. Pengaturan Praktik Kedokteran dilaksanakan oleh Konsil
Kedokteran Indonesia (KKI) sebagai perwujudan otonomi profesi dalam melakukan
pengaturan diri (self regulation) pada profesi kedokteran dan kedokteran gigi. Pengaturan
praktik kedokteran oleh KKI bertujuan 1) untuk melindungi masyarakat dan 2) untuk
meningkatkan mutu praktik kedokteran dan kedokteran gigi.5
Untuk mencapai tujuan tersebut, pengaturan dilakukan oleh KKI melalui berbagai kegiatan
diantaranya:
1. Meregistrasi dokter/dokter gigi praktik (practitioner) melakui penilaian kredential.
Bila dinilai memenuhi persyaratan mutu, kepada yang bersangkutan akan diberikan
surat tanda registrasi (STR) sebagai bukti kewenangannya untuk melaksanakan
asuhan medis.
2. Melakukan pembinaan dan pengawasan kepada para praktisi diatas, melalui
penyusunan standar-standar praktik kedokteran diantaranya standar pendidikan
profesi, standar kompetensi, standar perilaku profesional dan manual-manual teknis
lainnya.
3. Melakukan penegakan disiplin profesi kedokteran berupa penilaian kinerja dan
perilaku profesional dari dokter/dokter gigi yang berpraktik, yang dalam hal ini
dilakukan oleh Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI)5
MKDKI adalah bagian dari KKI yang bersifat otonom dalam melaksanakan tugas
fungsionalnya. Tugas pokok MKDKI adalah menegakkan disiplin profesi kedokteran, yang
meliputi keahlian profesional (professional expertise) dan perilaku profesional (professional
behaviour)6
Keluhan pasien pada umumnya adalah, hasil pengobatan yang tidak sesuai harapan dan
komunikasi yang tidak adekuat, baik karena pasien tidak memahami penjelasan dokter atau
karena informasi dokter yang tidak memadai sehingga pasien tidak memahami
permasalahnya dan kemudian menimbulkan respons emosional.5
Bila pasien tidak puas pada pelayanan dokter/dokter gigi, ada beberapa langkah yang dapat
dilakukan, yaitu:
1. Menanyakan kepada dokter atau manajemen rumah sakit dalam rangka meminta
penjelasan tentang penanganan terhadapnya.
2. Bila pasien menduga adanya pelanggaran disiplin yang serius, dan dalam rangka
meningkatkan kinerja dokter/dokter gigi, sebaiknya pasien mengadukan keluhannya
11
pasien
secara
manusiawi
dengan
memperhatikan
segala
kebutuhannya.
f. Menjalin komunikasi yang baik dengan pasien, keluarga dan masyarakat sekitarnya.5
Penanganan Malpraktek
Walaupun dalam KODEKI telah tercantum tindakan-tindakan yang selayaknya
dilakukan oleh seorang dokter dalam menjalankan profesinya, akan tetapi sanksi bila terjadi
12
pelanggaran etik tidak dapat diterapkan dengan seksama. Dalam etik sebenarnya tidak ada
batas-batas yang jelas antara boleh atau tidak, oleh karena itu kadang kala sulit memberikan
sanksi-sanksinya.
Di negara-negara maju terdapat suatu Dewan Medis (Medical Council) yang bertugas
melakukan pembinaan etik profesi dan menanggulangi pelanggaran-pelanggaran yang
dilakukan terhadap etik kedokteran. Di negara kita IDI telah mempunya Majelis Kehormatan
Etik Kedokteran (MKEK), baik di tingkat pusat maupun di tingkat cabang. Walaupun
demikian, MKEK ini belum lagi dimanfaatkan dengan baik oleh para dokter ataupun
masyarakat. 6
Selama ini pasien dan atau keluarga mengadukan dokter yang diduga melakukan malpraktek
ke berbagai instansi dan badan seperti polisi, jaksa pengacara, IDI/MKEK, Dinas Kesehatan,
Menteri Kesehatan, LSM, Komnas HAM, dan media cetak/elektronik.
Dengan terbitnya UU R.I. No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, diharapkan bahwa
setiap orang yang merasa kepentingannya dirugikan atas tindakan dokter dapat mengadukan
kasusnya ke Majelis Kehormatan Disipin Kedokteran Indonesia (MKDKI) secara tertulis,
atau lisan jika tidak mampu secara tertulis. Pengaduan ini tidak menghilangkan hak setiap
13
orang untuk melaporkan adanya dugaan tindak pidana kepada pihak berwenang dan atau
menggugat kerugian perdata kepada pengadilan.
MKDKI memeriksa dan memberikan keputusan terhadap pengaduan tersebut.Apabila
ditemukan pelanggaran etik, MKDKI meneruskan pengaduan dimaksud kepada MKEK IDI.
Jika terdapat pelanggaran disiplin oleh dokter, MKDKI dapat memberikan sanksi disiplin
berupa peringatan tertulis, rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi (STR), atau Surat
Izin Praktik (SIP) atau wajib mengikutin pendidikan/pelatihan kembali di Institusi Pendidikan
Kedokteran. Tujuannya adalah untuk penegakan disiplin dokter, yaitu penegakan aturanaturan dan atau ketentuan penerapan keilmuan dalam hubungannya dengan pasien.
Jika terdapat bukti-bukti awal adanya dugaan tindak pidana, MKDKI meneruskan pengaduan
tersebut kepada pihak yang berwenang dan atau pengadu penggugat kerugian perdata ke
pengadilan.6
Syok anafilaktik
Syok
anafilaktik
adalah
suatu
respons
hipersensitivitas
yang
diperantarai
oleh Immunoglobulin E (hipersensitivitas tipe I) yang ditandai dengan curah jantung dan
tekanan arteri yang menurun hebat. Hal ini disebabkan oleh adanya suatu reaksi antigenantibodi yang timbul segera setelah suatu antigen yang sensitif masuk dalam sirkulasi. Syok
anafilaktik merupakan salah satu manifestasi klinis dari anafilaksis yang merupakan syok
distributif, ditandai oleh adanya hipotensi yang nyata akibat vasodilatasi mendadak pada
pembuluh darah dan disertai kolaps pada sirkulasi darah yang dapat menyebabkan terjadinya
kematian. Syok anafilaktik merupakan kasus kegawatan, tetapi terlalu sempit untuk
menggambarkan anafilaksis secara keseluruhan, karena anafilaksis yang berat dapat terjadi
tanpa adanya hipotensi, seperti pada anafilaksis dengan gejala utama obstruksi saluran napas.
Mekanisme umum terjadinya reaksi anafilaksis dan anafilaktoid adalah berhubungan
dengan degranulasi sel mast dan basophil yang kemudian mengeluarkan mediator kimia yang
selanjutnya bertanggung jawab terhadap symptom. Degranulasi tersebut dapat terjadi melalui
kompleks antigen dan Ig E maupun tanpa kompleks dengan Ig E yaitu melalui pelepasan
histamine secara langsung. Mekanisme lain adalah adanya gangguan metabolisme asam
arachidonat yang akan menghasilkan leukotrien yang berlebihan kemudian menimbulkan
keluhan yang secara klinis tidak dapat dibedakan dengan meknisme diatas. Hal ini dapat
terjadi pada penggunaan obat-obat NSAID atau pemberian gama-globulin intramuscular.
14
Posisi: Segera penderita dibaringkan pada posisi yang nyaman /comfortable dengan
posisi kaki ditinggikan (posisi trendelenberg), dengan ventilasi udara yang baik dan
15
pendek, lebih berefek untuk jangka panjang. Dapat diberikan Hidrokortison 250-500 mg IV
atau metal prednisolon50-100 mg IV. 7
Bila terdapat bronkospasme yang tak respon dengan adrenalin dapat diberikan
aminophylin dengan dosis 6 mg/KgBB dala 50 ml NaCL 0.9% diberikan secara Iv dalam 30
menit. 7 Bila penderita menunjukan tanda-tanda perbaikan harus diobservasi minimal 6 jam
atau dirujuk ke RS bila belum menujukan respons.
Penutup
Malpraktek medik merupakan kelalaian yang berat dan pelayanan kedokteran di
bawah standar. Malpraktek dapat dibagi menjadi malpraktek etik dan malpraktek yuridis.
Selain itu dalam pelayanan kedokteran meskipun dokter telah berusaha sebaik mungkin,
terkadang timbul kejadian yang tidak diinginkan (adverse event) yang dapat berakibat
merugikan pasien. Apabila dokter sebenarnya dapat mencegah adverse event tetapi tidak
dilakukan maka dokter melakukan malpraktek.
Daftar Pustaka
1. Hanafiah MJ, Amir A. Etika kedokteran dan hukum kesehatan. Jakarta: EGC;
2009.h.87-9.
2. Sage WM, Kersh R. Medical malpractice. New York: Cambridge University;
2006.p.52-3.
3. McCellan FM. Medical malpractice:law, tactics, and ethics. Philadelphia: Temple
University; 2004.p.39.
4. Isfandyarie, Anny. Malpraktek dan resiko medik dalam kajian hukum pidana. Jakarta:
Prestasi Pustaka; 2005.h.46-7.
5. Samil RS. Etika kedokteran Indonesia. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo; 2004.h.178-180.
6. Jayanti NK. Penyelesaian hukum dalam malapraktik kedokteran. Yogyakarta:
Yustisia; 2009. h. 95-100.
7. Davey P. At a glance medicine. Jakarta: Erlangga; 2005. h. 128-9.
16