FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2019
SKENARIO 2
I. KATA SULIT
Tidak ada
III. PERTANYAAN
1. Apa yang dimaksud dengan imunologi ?
2. Bagaimana patomekanisme dan patofisiologi reaksi imun terhadap
skenario tersebut ?
3. Organ-organ yang berperan pada reaksi imunologi terhadap
skenario ?
4. Bagaimana patomekanisme terjadinya inflamasi ?
5. Apa penyebab terjadinya gejala pada skenario ?
6. Bagaimana cara menangani kasus tersebut ?
7. Apa hasil pemeriksaan yang ditemukan serta pemeriksaan
penunjang ?
8. Apa faktor penyulit (komplikasi) pada kasus ?
9. Bagaimana cara pengobatan FCD imunologi pada kasus ?
10. Dalil – dalil yang berkaitan dengan skenario ?
IV. JAWABAN
1. Imunologi
Imunologi berasal dari bahasa Yunani yaitu ”Immunis” yang berarti
”charges” atau ”taxes” yang harus dibayar untuk memperoleh sesuatu, sehingga
imunitas diartikan bahwa agar tahan terhadap serangan penyakit infeksi perlu
melakukan sesuatu yaitu imunisasi. Imunologi adalah ilmu yang mempelajari
respon imun dalam arti luas dan peristiwa seluler dan molekuler yang terjadi
akibat masuknya benda asing dalam tubuh manusia.
Imunologi merukapan cabang ilmu biomedikal, yang
mempelajari semua aspek sistem imunitas (kekebalan tubuh) pada semua
organisme. Di dunia kedokteran terutama sangat fokus pada status imunologis
karena penyakit dan vaksinasi. Hal tersebut mengingatkan akan penemuan
vaksin oleh Jenner pada tahun 1796. Banyak vaksin yang telah ditemukan
seperti vaksin terhadap tetanus, tuberkulosis, polio, hepatitis, rabies, dan
brusellosis. Imunologi klinik mempelajari tentang penyakit yang disebabkan
adanya gangguan kekebalan tubuh, seperti defisiensi imunologi,alergi,
transplantasi, penyakit autoimun. Perkembangan imunologi, menempatkan
sistem kekebalan sebagai alat diagnosis dan terapi.
Organ Limfoid
Primer
a. Sumsum tulang
Fungsi Sumsum tulang:
Asal semua sel darah
Tempat proses pematangan untuk limfosit B
b. Timus
Fungsi timus:
a. Limfonodus
Fungsi limfonodus:
Menyaring limfe
Membentuk antibodi
Membentuk limfosit
Membatasi penyebaran sel tumor
c. Tonsila palatina
- Malt (Mucosa Associated Lymphoid Tissue).
Tersebar pada beberapa tempat antara lain:
Saluran gastroenterohepatika
Saluran respiratorius
Saluran urogenitalia
1. Malt
Tersebar pada beberapa tempat seperti pada saluran respirasi. Berdasarkan
skenario, keluhan yang ada yaitu batuk.
2. Kelenjar getah bening/ kelenjar limfe
Gejala yang ditemukan adalah pembengkakan pada leher sebelah kiri
3. Adanya TNF
Menimbulkan gejala demam yang disekresikan oleh kelenjar hypothalamus
4. Patomekanisme inflamasi
Inflamasi digambarkan pertama kali 2000 tahun yang lalu (Abad I) oleh
dr. Celcus (romawi) yang menerangkan tentang reaksi lokal terhadap jejas pada
jaringan, yang terkenal dengan istilah cardinal sign yaitu rubor (merah), tumor
(bengkak), calor(hangat), dan dolor (nyeri). Seabad kemudian dr. Galen
(Yunani) menambahkan functio laesa (gangguan fungsi) sebagai cardinal sign
yang kelima. Rubor dan calor terjadi akibat vasolidatasi kapiler yang
menyebabkan banyak darah ke daerah inflamasi sehingga memberi warna merah
dan rasa hangat. Hal ini merupakan bukti partisipasi pembuluh darah untuk
mendatangkan sel-sel dan protein yang berperan dalam respon inflamasi ke
jaringan diman dibutuhkan kehadirannya. ”Tumor” (bengkak) terjadi akibat
banyaknya cairan plasma yang keluar dari pembuluh darah, membawa sel-sel
inflamsi, mediator inflamasi dan kebutuhan lain masuk ke dalam jaringan.
Terjadilah peninggian jumlah cairan intertisial yang disebur edema yang
menyebabkan pembengkakan pada daerah inflamasi. Jadi ”tumor” yang dilihat
oleh dr. Celcus sebenarnya adalah pembengkakan jaringan oleh karena edema.
Dolor terjadi akibat adanya rangsangan pada ujung-ujung saraf oleh mediator
inflamasi misalnya bradikinin yang memicu terjadinya nyeri dan penekanan
ujung-ujung saraf oleh edema. Pembengkakan dan rasa nyeri ini selanjutnya
menimbulkan gangguan fungsi.
- Batuk
Batuk merupakan mekanisme refleks yang sangat penting untuk menjaga
jalan napas tetap terbuka (paten) dengan cara menyingkirkan hasil sekresi lendir
yang menumpuk pada jalan napas. Tidak hanya lendir yang akan disingkirkan
oleh refleks batuk tetapi juga gumpalan darah dan benda asing. Namun, sering
terdapat batuk yang tidak bertujuan untuk untuk mengeluarkan lendir maupun
benda asing, seperti batuk yang disebabkan oleh iritasi jalan napas. Jalan napas
dapat terjadi hiperreaktif sehingga hanya dengan iritasi sedikit saja sudah dapat
menyebabkan refleks batuk. Batuk merupakan gejala yang paling sering
ditemukan pada infeksi jalan napas atas. Jika batuk tidak hilang selama tiga
minggu sebaliknya dilakukan pemeriksaan foto toraks untuk menentukan
kemungkinan adanya tuberkulosis, karsinoma bronkus atau penyakit paru lain.
Batuk termasuk elemen utama untuk membersihkan saluran napas dari dahak,
dan dahak merupakan stimulus untuk terjadinya batuk.
- Bengkak
Infeksi pada kasus disebabkan oleh bakteri yang masuk saluran
pernapasan menuju alveoli, sehingga terjadilah infeksi primer.Dari infeksi
primer ini, akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus
(limfangitis lokal) dan juga diikuti dengan pembesaran kelenjar getah bening
hilus (limfangitis regional).
Peradangan pada saluran getah bening akan memengaruhi permeabilitas
membran. Permeabilitas membran akan meningkat dan akhirnya menimbulkan
akumulasi cairan dalan rongga pleura. Kebanyakan terjadinya efusi pleura
akibat dari tuberkulosis paru melalui fokus subpleura yang robek atau melalui
aliran getah bening. Sebab lain dapat juga diakibatkan dari robeknya perkijuan
ke arah saluran getah bening yang menuju rongga pleura, iga, atau kolumna
vertebralis.
Adapun bentuk cairan efusi akibat tuberkulosis paru adalah eksudat yang berisi
protein dan terdapat pada cairan pleura akibat kegagalan aliran protein getah
bening. Cairan ini biasanya serosa, namun kadang-kadang bisa juga hemarogi.
- Sesak nafas
Pada penyakit TB paru yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan adanya
sesak nafas akan ditemukan pada penyakit TB paru yang sudah lanjut dimana
infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru
Gejala batuk-batuk lama kadang disertai pilek serimg terjadi karena daya tahan
tubuh pasien yang rendah sehingga mudah terserang infeksi virus seperti
influeza.
b. Pemeriksaan radiologis
Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis
untuk menemukan lesi TB. Lokasi lesi TB umumnya di daerah apex paru tetapi
dapat juga mengenai lobus bawah atau daerah hilus menyerupai tumor paru.
Pada awal penyakit saat lesi masih menyerupai sarang-sarang pneumonia,
gambaran radiologinya berupa bercak-bercak seperti awan dan dengan batas-
batas yang tidak tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat maka bayangan
terlihat berupa bulatan dengan batas yang tegas dan disebut tuberkuloma
Pada kalsifikasi bayangannya tampak sebagai bercak-bercak padat dengan
densitas tinggi. Pada atelektasis terlihat seperti fibrosis yang luas dengan
penciutan yang dapat terjadi pada sebagian atau satu lobus maupun pada satu
bagian paru. Gambaran TB milier terlihat berupa bercak-bercak halus yang
umumnya tersebar merata pada seluruh maka diameter keseluruhan semua
lubang melebihi 4 cm.
c. Pemeriksaan bakteriologis
Tuberkulosis paru pada orang dewasa dapat ditegakkan dengan
ditemukannya BTA positif pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Hasil
pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari tiga pemeriksaan
dahak SPS (Sewaktu-Pagi-Sewaktu) BTA hasilnya positif.
b). Pasien dengan sputum BTA negatif adalah pasien yang pada
pemeriksaan sputumnya secara mikroskopis tidak ditemukan BTA sama sekali,
tetapi pada biakannya positif (Hapsari, 2007).
Bila hanya 1 spesimen yang positif perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut
yaitu foto rontgen dada atau pemeriksaan spesimen SPS diulang.
1). Kalau hasil rontgen mendukung Tb, maka penderita didiagnosis sebagai
penderita TB BTA positif.
2). Kalau hasil rontgen tidak mendukung TB, maka pemeriksaan dahak SPS
diulangi. Bila ketiga spesimen dahak negatif, diberikan antibiotik spektrum luas
(misalnya, Kotrimoksasol atau Amoksisilin) selama 1-2 minggu.
Bila tidak ada perubahan, namun gejala klinis mencurigakan TB, ulangi
pemeriksaan dahak SPS.
1). Kalau hasil SPS positif, didiagnosis sebagai penderita tuberkulosis BTA
positif.
2). Kalau hasil SPS tetap negatif, lakukan pemeriksaan foto rontgen dada,
untuk mendukung diagnosis TB:
Diagnosis TB paru sesuai alur yang dibuat oleh Depkes RI (2006), sebagaimana
bisa dilihat di sebagai berikut :
Pada saat ini uji tuberkulin tidak mempunyai arti dalam menentukan diagnosis
TBC pada orang dewasa sebab sebagian besar masyarakat sudah terinfeksi
dengan Mycobacterium tuberculosis karena tingginya prevalensi TBC. Suatu uji
tuberkulin positif hanya menunjukkan bahwa yang bersangkutan pernah
terpapar dengan mycobacterium tuberculosis.
Kelemahan tes ini adalah adanya positif palsu yakni pada pemberian BCG atau
terinfeksi dengan Mycobacterium lain, negatif palsu pada pasien yang baru 2-10
minggu terpajan TB, anergi, penyakit sistemik serta (Sarkoidosis, LE), penyakit
eksantematous dengan panas yang akut (morbili, cacar air, poliomielitis), reaksi
hipersensitivitas menurun pad penyakit hodgkin, pemberian obat imunosupresi,
usia tua, malnutrisi, uremia, dan penyakit keganasan. Untuk pasien dengan HIV
positif, tes mantoux ± 5 mm, dinilai positif (Bahar, 2007).
Pada awalnya terjadi pleuritis karena adanya fokus pada pleura sehingga
pleura robek atau fokus masuk melalui kelenjar limfe, kemudian cairan melalui
sel mesotelial masuk kedalam rongga pleura dan juga dapat masuk ke pembuluh
limfe sekitar pleura. Proses penumpukan cairan pleura karena proses
peradangan. Bila peradangan karena bakteri piogenik akan membentuk pus/
nanah sehingga terjadi empiema. Bila mengenai pembuluh darah sekitar pleura
dapat memyebabkan hemotoraks. Efusi cairan dapat berbentuk transudat,
terjadinya karena bukan dari primer paru seperti gagal jantung kongestif, sirosis,
sindrom nefrotik dan sebagainya. Efusi yang berbentuk eksudat karena proses
peradangan yang menyebabkan permeabilitas kapiler pembuluh darah pleura
meningkat sehingga sel mesotelial berubah menjadi bulat atau kuboid dan
akhirnya terjadi pengeluaran cairan ke rongga pleura.
Komplikasi lanjut dari TB paru karena adanya peradangan pada sel-sel otot
jalan nafas. Dari keradangan yang kronis itu menyebabkan paralisis silia
sehingga terjadi statis mukus dan adanya infeksi kuman. Karena adanya infeksi
sehingga menyebabkan erosi epitel, fibrosis, metaplasi sel skamosa serta
penebalan lapisan mukosa sehingga terjadi obstruksi jalan nafas yang
irreversibel (stenosis). Dari Infeksi tersebut terjadi proses inflamasi yang
menyebabkan bronkospasme sehingga terjadi obstruksi jalan nafas yang
reversibel. Selain itu dari proses inflamasi tadi juga dapat menyebabkan
hipertrofi hiperplasi kelenjar mukus sehingga produksi mukus berlebih akhirnya
terjadi erosi epitel, fibrosis, metaplasi skuamosa serta penebalan lapisan mukosa
sehingga terjadi obstruksi jalan nafas yang irreversibel. Dari obstruksi tadi juga
dapatmenyebabkan gagal nafas (Antariksa, 2009).
2. Hemoptitis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya saluran
nafas.
7. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal, dan
sebagainya.
9. Pengobatan Tuberkulosis
- menyembuhkan penderita
- mencegah kematian
- mencegah kekambuhan
1) Isoniasid (H)
Dikenal dengan INH, bersifat bakterisid, dapat membunuh 90% populasi kuman
dalam beberapa hari pertama pengobatan.
2) Rifampisin (R)
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman semi-dormant (persister) yang
tidak dapat dibunuh oleh Isoniasid.
3) Pirasinamid (Z)
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan
lsuasana asam.
4) Streptomisin (S)
Bersifat bakterisid
5) Etambutol (E)
Obat TBC diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis, dalam
jumlah cukup dan dosis tepat selama 6-8 bulan, supaya semua kuman (termasuk
kuman persister) dapat dibunuh. Dosis tahap intensif dan dosis tahap lanjutan
ditelan sebagai dosis tunggal, sebaiknya pada saat perut kosong. Apabila
paduan obat yang digunakan tidak adekuat (jenis, dosis, dan jangka waktu
pengobatan), kuman TBC akan berkembang menjadi kuman kebal obat
(resisten). untuk menjamin kepatuhan penderita menelan obat, pengobatan perlu
dilakukan dengan pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment)
oleh seorang Pengawas Minum Obat (PMO). Pengobatan TBC diberikan dalam
2 tahap, yaitu tahap intensif dan tahap lanjutan.
a. Tahap Intensif
Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi
langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap semua OAT, terutama
rifampisin. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat,
biasanya penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2
minggu. Sebagian besar penderita TBC BTA positif menjadi BTA negatif
(konversi) pada akhir pengobatan intensif.
b. Tahap Lanjutan
Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam
jangka waktu lebih lama.
disebut dengan istilah At-Tadawi yang artinya menggunakan obat; diambil dari
akar kata dawa (mufrad) yang bentuk jamaknya adalah Adwiyah. Kalimat dawa
yang biasa diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan arti obat; adalah
segala yang digunakan oleh manusia untuk menghilangkan penyakit yang
mereka derita. Sementara penyakit yang akan diobati, dalam bahasa arab biasa
disebut dengan istilah Daa-un, bentuk masdar dari kata Daa-un. Bentuk jamak
dari kalimat “Adaa-u” adalah “Adwaa-u”.
1. Pengertian kalimat Tadawi dalam sisi bahasa tidak jauh berbeda dengan
makna tadawi yang dipahami oleh para ahli fikih (pakar hukum Islam) kalimat
Tadawi diartikan oleh para pakar hukum Islam dengan makna; “menggunakan
sesuatu untuk penyembuhan penyakit dengan izin Allah SWT; baik pengobatan
tersebut bersifat jasmani ataupun alternatif.”2
دَواءَ داٍءَ ﻟُِﻜﱢﻞ اﷲ ﻋﺒﺪ ﺑﻦ ﺟﺎﺑﺮ ﻋﻦ، اﻟﱠﺪا َء اﻟﱠﺪَوا ُء بَ أَََ ﺻﺎ ﻓَِﺈذَا، َ ﱠﻞ ﻋﱠ َﺰ اﷲِ ﺑِﺈْذِن ﺑـَََ ﺮأ
َ َوﺟ
Artinya: “Setiap penyakit pasti memiliki obat. Bila sebuah obat sesuai dengan
penyakitnya maka dia akan sembuh dengan seizin Allah Subhanahu wa Ta’ala.”
(HR. Muslim)
اﺳﺎﻣﺔ ﻋﻦ: ﺖ ﻛْ ُﻨ ُ ﻰ اﻟﻨﱠِﱢ ﱯ ﻋْﻨَ ِﺪ َ َاﷲِ ُرﺳْﻮ، أ َﻧـ َﺘََﺪاَوى؟
َ َوﺳﻠﱠ ََﻢ ﻋﻠَْﻴِ َﻪ اﷲُ ﺻﻠﱠ، َبُ اْﻷَْﻋَﺮا َوﺟﺎ َء َِت، ﻓَـ َﻘﺎَل: ل ﻳَﺎ
ﻓَـ َﻘﺎَل: اﷲِ ﻋﺒَﺎَ ِد ﻳَﺎ ﻧـَََ ﻌْﻢ، ﺗََﺪا َ ْووا، ﱠﻞ ﻋﱠ َﺰ اﷲَ ﱠن ﻓَِﺈ َ واِﺣ ٍَﺪ داٍءَ ﻏْﻴـ َ َﺮ ﺷَﻔﺎ ِء ﻟَﻪُ َوﺿ ََﻊ إِﻻﱠ داءَ ﻀْ َﻊ ﻳَ ﱂَْ َوﺟ.
ﻗَﺎﻟُﻮا: ﻗَﺎَل ﻫَﻮ ُ؟ ﻣ َﺎ: اْﱂَﺮُم
1. Prof. Dr. Syarifuddin Wahid, PhD, SpPA (K), SpF . 2016 . IMUNOLOGI
LEBIH MUDAH DIPAHAMI .Surabaya:Brilian Internasional.
2. http://staff.ui.ac.id/system/files/users/retno.asti/material/patodiagklas.pdf
3. Setiati, Siti. 2017. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi VI.
Jakarta: Interna Publishing.
4. (Guyton. 2008)
5. Dr. R. Darmanto Djojodibroto, SpP. FCCP . 2009 . RESPIROLOGI
(RESPIRATORY MEDICINE). Jakarta: EGC
6. Muttaqin,Arif. Buku Ajar Asuhan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan.Salemba Medika
7. DEPKES RI (2011). Pedoman nasional pengedalian tuberkulosis.
8. Safitri, fathiyah . 2009 . Diagnosis TB anak dan dewasa. ISTC (
International Standart for Tb Care )
9. Pratiwi, yohana ika.2004. Kesembuhan pengobatan tb paru.UNES
10. Suharmiati1, dan Herti Maryani1. 2011. Analisis Hubungan Penggunaan
Obat FDC/Kombipak pada Penderita yang Didiagnosis TB paru
Berdasarkan Karakteristik. Surabaya
11. http://repository.uin-suska.ac.id/3969/4/BAB%20III.pdf