Anda di halaman 1dari 27

Makassar, 20 Agustus 2019

LAPORAN PBL

“MODUL HEMATOLOGI”

BLOK IMUNOLOGI DAN HEMATOLOGI

Pembimbing : dr. Farah Ekawati Mulyadi

Disusun Oleh :

Kelompok 6A

Resti 11020180006
Putri Reni 11020180023
Muhammad Ardiansyah Paputungan 11020180067
Sitti Zhaharah Khairunnisah 11020180103
Ananda Putra Difa 11020180027
A. Dwi Hermin Alfian 11020180036
Ayudini Oktavia 11020120159
Adela Ainiyyah Calista Rahmat 11020180065
Andi Rizaldi Kurniawan Misbah 11020180076
Nurul Qalbi 11020180039

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya
sehingga laporan tutorial ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Aamiin.

Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam laporan tutorial ini, karena itu
kritik dan saran yang sifatnya membangun senantiasa kami harapkan guna
memacu kami menciptakan karya-karya yang lebih bagus.

Akhir kata, kami ingin menghaturkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan bantuan dalam penyusunan karya tulis ini, terutama kepada:
1. Dr. Sri Julyani selaku Sekretaris Blok Hematologi
2. Dr. Farah Ekawati Mulyadi selaku tutor
3. Teman-teman yang telah mendukung dan turut memberikan motivasi
dalam menyelesaikan laporan tutorial ini.

Semoga Allah SWT dapat memberikan balasan setimpal atas segala kebaikan dan
pengorbanan dengan limpahan rahmat dari-Nya. Aamiin yaa Robbal A’lamiin.

Makassar, 8 Agustus 2019

Kelompok 6A
SKENARIO 2

Seorang anak perempuan berusia 13 tahun dibawa orangtuanya ke PKM dengan


keluhan lemas sejak 6 bulan yang lalu, hilang timbul, dan memberat sejak 2 hari,
Pasien juga mengeluh mengalami pusing dan pengelihatan berkunang-kunang.
Keluhan gusi berdarah dialami 2 hari yang terjadi tiba-tiba. Kulit tampak memar
– memar dan petekie pada kedua ekstremitas superior. Ada demam naik turun
sejak 1 bulan yang lalu, tidak terlalu tinggi. Riwayat keluarga dengan keluhan
yang sama tidak ada. Pemeriksaan tanda vital didapatkan adanya takipneu. Mata
tampak pucat DD anemia aplastic, anemia pada leukemia

I. KATA SULIT
1. Takipneu
Merupakan pernapasan abnormal cepat dan dangkal, biasanya
didefinisikan lebih dari 60 hembusan per menit. Pernapasan abnormal
cepat adalah gejala yang sering disebabkan oleh penumpukan karbon
dioksida dalam paru-paru. Setiap kali kemampuan untuk membuang
karbon dioksida (CO2) menurun, terjadi penumpukan CO2 dalam
darah. Hasilnya adalah asidosis pernapasan, yang merangsang pusat
pernapasan di otak Anda untuk meningkatkan frekuensi napas dalam
upaya menormalkan pH darah.
(Referensi : Lyrawati Diana, Agustini L. Ni Luh Made. 2012. Sistem
Pernafasan:Assessment Patofisiologi dan Terapi
Gangguan Pernafasan. Universitas Brawijaya. Malang.)

2. Peteki
Merupakan perdarahan di kulit atau membran mukosa yang
diameternya kurang dari 2 mm.
(Referensi : Zoutis LB, Chiang VW. 2007.Comprehensive Pediatric
Hospital Medicine.China)
II. KALIMAT KUNCI
1. Perempuan 13 tahun
2. Keluhan lemas sejak 6 bulan yang lalu hilang timbul dan memberat
sejak 2 hari
3. Pusing dan penglihatan berkunang-kunang
4. Gusi berdarah dialami 2 hari secara tiba-tiba
5. Kulit memar dan peteki pada kedua ekstremitas superior
6. Demam naik turun 1 bulan yang lalu tidak terlalu tinggi
7. Adanya takipneu
8. Mata pucat
9. DD Anemia Aplastik / Anemia pada Leukimia

III. PERTANYAAN
1. Bagaimana proses hematopoeisis ?
2. Jelaskan proses metabolisme sel darah merah ?
3. Jenis-jenis anemia menurut morfologi dan penyebab ?
4. Jelaskan tanda-tanda dan gejala pada anemia ?
5. Jelaskan patomekanisme penyakit yang berhubungan dengan kasus ?
6. Apa saja komplikasi yang bisa terjadi pada penderita anemia ?
7. Jelaskan pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan pada gejala
anemia ?
8. Bagaimana penatalaksanaan pada penderita anemia pada skenario ?
9. Hal-hal apa saja yang dilakukan pada pencegahan anemia?
10. Dalil-dalil apa saja yang berhubungan dengan kasus ?
IV. JAWABAN
1. Hematopoeisis

Hematopoiesis merupakan proses pembentukan dan perkembangan sel-


sel darah. Tempat utama terjadinya hemopoiesis berada di yolk sac (kantung
kuning telur) pada beberapa minggu pertama gestasi. Sejak usia enam minggu
sampai bulan ke 6-7 masa janin, hati dan limpa merupakan organ utama yang
berperan dan terus memproduksi sel darah sampai sekitar 2 minggu setelah lahir.
Sumsum tulang adalah tempat yang paling penting sejak usia 6-7 bulan kehidupan
janin dan merupakan satu-satunya sumber sel darah baru selama masa anak dan
dewasa yang normal. Sel-sel yang sedang berkembang terletak di luar sinus
sumsum tulang dan sel yang matang dilepaskan ke dalam rongga sinus. Proses ini
terjadi pada masa prenatal (masih dalam kandungan) dan post natal (setelah lahir)
Sejak 3 bulan sebelum kelahiran, sumsum tulang menjadi lokasi utama
hematopoiesis dan akan berlanjut sebagai sumber sel darah setelah lahir dan
sepanjang kehidupan. Proses pembentukan darah dapat terjadi di nodus
limfatikus, lien, timus, hepar apabila individu dalam keadaan patologis (sumsum
tulang sudah tidak berfungsi atau kebutuhan meningkat). Pembentukan darah di
luar sumsum tulang ini disebut hematopoiesis ekstra meduler
Asal mula dari seluruh sel-sel dalam sirkulasi darah berasal dari sel stem
hematopoietik pluripoten yang mempunyai kemampuan untuk pembaharuan diri
dan mampu berkembang menjadi progenitor multipoten. Selanjutnya, progenitor
multipoten akan berkembang menjadi progenitor oligopoten yakni common
lymphoid progenitor (CLP) dan common myeloid progenitor (CMP). Sel induk
yang mempunyai komitmen untuk berdiferensiasi melalui salah satu garis turunan
sel dan membentuk suatu jalur sel khusus disebut sel stem committed
Berbagai sel stem committed bila ditumbuhkan dalam biakan akan
menghasilkan koloni tipe sel darah yang spesifik. Suatu sel stem committed yang
menghasilkan eritrosit disebut unit pembentuk koloni eritrosit (CFU-E/colony
forming unit-erythrocyte). Demikian pula unit yang membentuk koloni granulosit
dan monosit yang disebut CFU-GM, dan seterusnya. Sel punca myeloid dan sel
punca limfoid berkembang langsung menjadi sel prekursor. Generasi berikutnya
adalah sel prekursor (-blast). Setelah beberapa kali pembelahan, sel prekursor
akan berkembang menjadi bagian sesungguhnya dari darah, contohnya, monoblast
akan berkembang menjadi monosit

Gambar 1. Perkembangan Hematopoiesis

Sel induk pluripoten yang bereaksi terhadap berbagai rangsangan spesifik


akan membelah, berdiferensiasi, dan mengalami proses kematangan menjadi sub
set sel dewasa dengan fungsi spesifik. Berbagai bahan untuk stimulasi dibentuk
oleh sel di bawah pengaruh berbagai stres untuk mempertahankan homeostasis
dalam sistem imunitas. Bahan yang disekresi oleh sel-sel ini secara umum
dinamakan sitokin dan beraksi secara autokrin maupun parakrin. Salah satu ciri
kerja faktor pertumbuhan yang penting adalah bahwa dua faktor atau lebih dapat
bekerja sinergis dalam merangsang suatu sel tertentu untuk berproliferasi atau
berdiferensiasi. Kerja satu faktor pertumbuhan pada suatu sel dapat merangsang
produksi faktor pertumbuhan lain atau reseptor faktor pertumbuhan. Faktor
pertumbuhan dapat menyebabkan proliferasi sel, tetapi juga dapat menstimulasi
diferensiasi, maturasi, menghambat apoptosis, dan mempengaruhi fungsi sel
matur
Faktor pertumbuhan hematopoietik berupa hormon glikoprotein yang
mengatur proliferasi dan diferensiasi sel-sel progenitor hematopoietik dan fungsi
sel-sel darah matur. Faktor pertumbuhan dapat bekerja secara lokal di tempat
produksinya melalui kontak antar sel atau bersirkulasi dalam plasma. Limfosit T,
monosit dan makrofag serta sel stroma adalah sumber utama faktor pertumbuhan
kecuali eritropoietin, yang 90%-nya disintesis di ginjal dan trombopoietin yang
terutama diproduksi di hati
 Eritropoiesis
Eritropoiesis merupakan proses pembentukan dan perkembangan sel darah
merah. Sel induk unipotensial yang dapat membentuk eritrosit termuda adalah sel
proeritroblas yang dapat diidentifikasi secara morfologis dengan pewarnaan
sitokimia. Sel berinti pembentuk eritrosit ini biasanya tampak berkelompok-
kelompok dan biasanya tidak masuk ke dalam sinusoid. Selanjutnya pada tahap
retikulosit, sel kehilangan inti dan menjadi lebih bebas satu sama lain serta dapat
masuk ke dalam sinusoid untuk terus masuk dalam aliran darah. Sel induk
unipotensial yang committed akan mulai bermitosis sambil berdiferensiasi
menjadi sel eritrosit bila mendapat rangsangan eritropoietin
Proliferasi dan maturasi sel darah merah diatur oleh sitokin termasuk
eritropoietin sebagai faktor yang terpenting dalam mekanisme ini. Bila terjadi
hipoksia, nefron ginjal akan merespon dengan memproduksi eritropoietin.
Eritropoietin (EPO) merupakan suatu hormon glikoprotein dengan berat molekul
30 – 39 kD yang akan terikat pada reseptor spesifik progenitor sel darah merah
yang selanjutnya memberi sinyal merangsang proliferasi dan diferensiasi.
Sebaliknya bila terjadi peningkatan volume sel darah merah di atas normal
misalnya oleh karena transfusi, aktivitas eritropoietin di sumsum tulang akan
berkurang. Eritropoietin terutama dihasilkan oleh peritubular interstitial
(endotelial) ginjal (± 90%) dan sisanya (10-15%) dihasilkan di hati (Krantz,
1991). Produksi EPO akan meningkat pada keadaan anemia ataupun hipoksia
jaringan. Selain merangsang proliferasi sel induk unipotensial, eritropoetin juga
merangsang mitosis lebih lanjut sel promonoblas, normoblas basofilik dan
normoblas polikromatofil. Biasanya diperlukan 35x mitosis untuk mengubah
proeritroblas mencapai tahap terakhir dari sistem eritropoesis yang masih berinti.
Pada tahap ini inti sel sudah piknotis dan segera dikeluarkan dari sel. Sel eritrosit
termuda yang tidak berinti disebut retikulosit yang kemudian berubah menjadi
eritrosit

Gambar 2. Proses perkembangan eritrosit (Campbell, 2001)


 Trombopoiesis
Trombopoiesis merupakan proses pembentukan dan perkembangan
trombosit. Trombosit berasal dari fragmentasi membran pseudopodial
megakariosit dewasa yang kemudian disebut sebagai protrombosit. Diperkirakan
bahwa satu sel megakariosit mampu membentuk 1000–3000 trombosit sebelum
residu inti dieliminasi oleh makrofag melalui fagositosis. Proses ini melibatkan
reorganisasi membran megakariosit dan komponen sitoskeleton termasuk aktin
dan tubulin . Selama tahap akhir maturasi protrombosit, organel sel yang terdapat
di sitoplasma dan granula berpindah menuju ujung distal protrombosit.
Gambar 3. Proses Perkembangan Trombosit
Trombosit memiliki peran penting dalam usaha tubuh untuk
mempertahankan keutuhan jaringan bila terjadi luka. Trombosit ikut serta dalam
usaha menutup luka, sehingga tubuh tidak mengalami kehilangan darah dan
terlindung dari penyusupan benda asing. Sebagian trombosit akan pecah dan
mengeluarkan isinya, yang berfungsi untuk menstimulasi aktivitas trombosit dan
sel-sel leukosit dari tempat lain untuk menuju jaringan luka. Sebagian dari isi
trombosit yang pecah tersebut juga aktif dalam mengkatalisis proses pembekuan
darah, sehingga luka tersebut selanjutnya disumbat oleh gumpalan yang terbentuk.
Jumlah trombosit normal yaitu ketika jumlahnya sama dengan atau lebih dari 150
x 109/L
Faktor yang mengendalikan aktivitas trombopoiesis berupa suatu hormon
glikoprotein, yang disebut trombopoietin (TPO). Hormon ini diproduksi terutama
di hati dan di ginjal yang berfungsi untuk menstimulasi produksi dan diferensiasi
megakariosit yang nantinya akan berkembang menjadi trombosit. Trombopoietin
merupakan stimulus yang sangat penting untuk perkembangan sel progenitor
hematopoietik yang akan berkembang menjadi megakariosit.
Hormon ini juga bersinergi dengan sitokin hematopoietik yang lain,
termasuk SCF, IL-11, dan eritropoietin untuk menginduksi proliferasi sel-sel
progenitor darah. Hormon ini juga menyebabkan pematangan trombosit,
menurunkan level ADP, kolagen, dan trombin yang dibutuhkan untuk proses
agregasi megakariosit, serta meningkatkan adhesi trombosit ke fibrinogen dan
fibronektin
 Granulopoiesis

Gambar 4. Proses Perkembangan Granulopoiesis


Gambar komposit ini menunjukkan berbagai tahapan granulopoiesis untuk
neutrofil. Granulopoiesis dimulai ketika myeloblast berdiferensiasi menjadi
promyelosit neutrofilik yang secara ireversibel terikat pada garis sel neutrofilik.
Promyelocyte adalah sel besar dengan butiran azurophilic nonspesifik berwarna
ungu. Promyelocytes berkembang menjadi myelocytes yang ditandai oleh adanya
butiran spesifik atau sekunder yang lebih kecil. Selama tahap ini jumlah granula
spesifik per sel meningkat dan jumlah granula azurofilik per sel menurun, yang
mengakibatkan hilangnya basofilia sitoplasma. Produksi granul berhenti pada
akhir tahap myelocyte dan tahap sisanya ditandai terutama dengan pengurangan
ukuran sel dan perubahan bentuk nuklir. Ketika nukleus menjadi pipih dan
kromatin selanjutnya terkondensasi, sel disebut metamyelocyte. Ketika nukleus
menjadi berbentuk tapal kuda, itu disebut sel pita. Sel dianggap sebagai neutrofil
dewasa ketika nukleus tersegmentasi menjadi lobus.

2. Metabolisme sel darah merah


Sel darah merah atau eritrosit yaitu jenis sel darah yang paling banyak dan
berfungsi membawa oksigen ke jaringan- aringan tubuh lewat darah. Bagian
dalam eritrosit terdiri dari hemoglobin, sebuah biomolekul yang dapat melingkar-
lingkar oksigen. Hemoglobin akan mengabil oksigen dari paru-paru, dan oksigen
akan dilepaskan saat eritrosit melewati pembuluh kapiler. Warna merah sel darah
merah sendiri berasal dari warna hemoglobin yang unsur pembuatnya yaitu zat
besi.

Eritrosit (sel darah merah) dihasilkan pertama kali di dalam kantong


kuning (yolk sac) . Proses pembentukan eritrosit dikata eritropoisis.Sejak usia 6
minggu sampai bulan ke 6 dan 7 masa janin.Sumsum tulang Setelah beberapa
bulan akhir, eritrosit terbentuk di dalam hati, limfa, dan sumsum tulang
(Sherwood,2001). Produksi eritrosit dirangsang oleh hormon eritropoietin. Setelah
dewasa eritrosit diproduksi di sumsum tulang membranosa. Sel pembentuk
eritrosit yaitu hemositoblas yaitu sel batang myeloid yang terdapat di sumsum
tulang. Semakin bertambah usia seseorang, maka produktivitas sumsum tulang
semakin turun.sumsum kuning berlemak yang tidak mampu melakukan eritropesis
secara betahap menggantikan sumsum merah,yang hanya tersisa
disternum,vertebra,iga,dasar tengkorak,dan ujung-ujung atas ekstermitas yang
paling panjang.

Sumsum merah tidak hanya membuat sel darah merah tetapi juga yaitu
sumber leukosit dan trombosit, eritrosit. Rata-rata umur sel darah merah belum
cukup lebih 120 hari. Sel-sel darah merah menjadi rusak dan dihancurkan dalam
sistem retikulum endotelium terutama dalam limfa dan hati

3. Jenis-jenis anemia menurut morfologi dan penyebab

Berdasarkan gambaran morfologik, anemia diklasifikasikan menjadi tiga jenis


anemia

1) Anemia normositik normokrom.

Anemia normositik normokrom disebabkan oleh karena perdarahan akut,


hemolisis, dan penyakit-penyakit infiltratif metastatik pada sumsum tulang.
Terjadi penurunan jumlah eritrosit tidak disertai dengan perubahan konsentrasi
hemoglobin (Indeks eritrositnormalpada anak: MCV 73–101fl, MCH 23 –31pg,
MCHC 26 –35%),bentuk dan ukuran eritrosit.

2) Anemia makrositik hiperkrom

Anemia dengan ukuran eritrosit yang lebih besar dari normal dan
hiperkromkarena konsentrasi hemoglobinnyalebih dari normal. (Indeks eritrosit
pada anak MCV > 73 fl, MCH = > 31 pg, MCHC = > 35%). Ditemukan pada
anemia megaloblastik (defisiensi vitamin B12, asam folat), serta anemia
makrositik non-megaloblastik (penyakit hati,dan myelodisplasia)
3) Anemia mikrositik hipokrom
Anemia dengan ukuran eritrosit yang lebih kecildarinormal dan
mengandung konsentrasi hemoglobin yang kurang dari normal. (Indeks eritrosit :
MCV < 73fl, MCH <23 pg, MCHC 26 -35%).
Penyebab anemia mikrositik hipokrom:
1) Berkurangnya zat besi : Anemia Defisiensi Besi.
2) Berkurangnya sintesis globin : Thalasemia dan Hemoglobinopati.
3)Berkurangnya sintesis heme: Anemia Sideroblastik.

Gambar 1. Morfologi Sel Darah Merah pada Anemia

Berdasarkan penyebab, jenis anemia dibagi menjadi :

1. Anemia defisiensi besi yaitu anemia yang terjadi karena kekurangan zat
besi.
2. Anemia megaloblastik yaitu anemia yang terjadi karena kekurangan vitamin
B12.
3. Anemia hemolitik yaitu anemia yang terjadi karena pemecahan sel-sel darah
lebih cepat dari pembentukan.
4. Anemia aplastik yaitu anemia yang terjadi karena gangguan pembentukan
sel-sel darah.
5. Anemia penyakit kronik yaitu penurunan kadar Hb.
4. Gejala dan tanda anemia

Gejala dan tanda anemia ( kurang darah ) yang paling sering ditunjukkan antara
lain sebagai berikut :

1. Kulit Wajah terlihat Pucat

Penderita anemia biasanya jelas terlihat pada wajah dan kulit yang terlihat
pucat.

2. Kelopak Mata Pucat

Selain wajah kelopak mata pasien yang mengalami kurang darah juga
terlihat pucat. ini merupakan salah satu gejala umum anemia. pemeriksaan
biasanya dilakukan dengan cara meregangkan kelopak mata. dan melihat
warna kelopak mata bagian bawah.

3. Ujung Jari Pucat

Pemeriksaan bisa kita lakukan dengan cara menekan ujung jari, normal nya
setelah di tekan daerah tersebut akan berubah jadi merah. Tetapi, pada orang
yang mengalami anemia, ujung jari akan menjadi putih atau pucat.

4. Mudah lelah

Terlalu mudah lelah, padahal aktivitas yang dilakukan tidaklah berat, jika
anda merasa mudah lelah sepanjang waktu dan berlangsung lama
kemungkinan anda mengalami penyakit anemia. hal ini terjadi karena
pasokan energi tubuh yang tidak maksimal akibat kekurangan sel-sel darah
merah yang berfungsi sebagai alat transportasi alami didalam tubuh.

5. Denyut Jantung menjadi tidak teratur

Denyut jantung yang tidak teratur, terlalu kuat dan memiliki kecepatan
irama denyut jantung yang tidak normal. hal ini terjadi sebagai akibat tubuh
kekurangan oksigen. sehingga jantung berdebar secara tidak teratur.
pemeriksaan ini hanya bisa dilakukan oleh petugas kesehatan.

6. Sering merasa Mual

Biasanya penderita anemia sering mengalami Mual pada pagi hari. hampir
sama seperti tanda-tanda kehamilan. mual pada pagi hari biasa disebut
dengan Morning sickness.
7. Sakit kepala

Salah satu dampak kekurangan sel darah merah yaitu otak menjadi
kekurangan Oksigen. sehingga menyebabkan nyeri pada kepala. karena
inilah penderita Anemia sering mengeluh sakit kepala.

8. Kekebalan tubuh menurun

Kekebalan tubuh / sistem pertahanan tubuh terhadap penyakit menurun dan


biasanya penderita anemia sangat mudah terkena penyakit lain sebagai
akibat melemahnya imun tubuh.

9. Sesak napas

Penderita Anemia sering kali merasa sesak nafas dan merasa terengah-
engah ketika melakukan aktivitas, hal ini terjadi karena kurangnya oksigen
didalam dalam tubuh, akibat kurangnya sel darah merah.Selain dari faktor
penyebab anemia, penyakit kurang darah juga dipengaruhi oleh beberapa
faktor resiko lain seperti :

a. Faktor dari keturunan


b. Kurangnya asupan zat gizi
c. Penyakit dan gangguan usus serta operasi yang berkaitan dengan usus
kecil.
d. Pendarahan Menstruasi yang berlebihan.
e. Kehamilan.
f. Penyakit kronis seperti penyakit kanker, dan gagal ginjal.

5. Patomekanisme Anemia pada kasus.


A. Anemia Aplastik
Patofisiologi
Mekanisme terjadinya anemia aplastik diperkirakan melalui:
1) Kerusakan sel induk (seed theory)
2) Kerusakan lingkungan mikro (soil theory)
3) Mekanisme imunologik

Penyebab Anemia Aplastik

I. Primer
1) Kelainan Kongenital:
a. Fanconi
b. nonFanconi
c. dyskreatosis congenita
2) Idiopatik: penyebabnya tidak dapat ditentukan
II. Sekunder:
1) Akibat radiasi, bahan kimia, atau obat
2) Akibat obat-obat idiosinkratik
3) Karena penyebab lain:
a. Infeksi virus: hepatitis virus/virus lain
b. Akibat kehamilan

Bahan Kimia atau obat penyebab Anemia Aplastik

Bahan Kimia

1) Hidrokarbon siklik: benzene & trinitrotulena


2) Insektisida: chlordane atau DDT
3) Arsen anorganik

Obat-obat

1) Obat-obat yang “dose dependent”


a. Obat sitostatika
b. Preparat emas
2) Obat yang “dose independent” (idiosinkratik):
a. Khloramfenikol: 1/60.000 – 1/20.000 pemakaian

Kerusakan sel induk telah dapat dibuktikan secara tidak langsung


melalui keberhasilan transplantasi sumsum tulang pada penderita anemia aplastik,
yang berarti bahwa penggantian sel induk dapat memperbaiki proses patologik
yang terjadi. Teori kerusakan lingkungan mikro dibuktikan dengan percobaan
tikus percobaan yang diberikan radiasi, sedangkan teori imunologik ini dibuktikan
secara tidak langsung melalui keberhasilan pengobatan imunosupresif. Kelainan
imunologik diperkirakan menjadi penyebab dasar dari kerusakan sel induk atau
lingkungan mikro sumsum tulang. Patofisiologi timbulnya anemia aplastik
digambarkan secara skematik pada bagan berikut:

Sel induk hemopoietik

Kerusakan sel induk

Gangguan lingkungan Mikro

Mekanisme imunologik

Pansitopenia

Eritrosit ↑↓ Leukosit ↑↓ Trombosit ↑↓

Sindroma anemia Mudah infeksi Perdarahan

- febris - kulit

- ulkus mulut/ - mukosa

pharynx - organ dalam

- sepsis

B. Anemia pada leukimia


Patofisiologi
Proses patofisiologi leukemia akut dimulai dari transformasi ganas sel
induk hematologik atau turunannya. Profilerasi ganas sel induk ini
menghasilkan sel leukemia akan mengakibatkan:
1. Penekanan hemopoiesis normal sehingga terjadi bone marrow failure
2. Infiltrasi sel leukemia ke dalam organ sehingga menimbulkan
organomegaly
3. Katabolisme sel meningkat sehingga terjadi keadaan hiperkatabolik.

Skema patofisiologi timbulnya gejala-gejala klinik leukemia akut dapat


dilihat pada bagan berikut:

Faktor predisposisi
Faktor etiologi
Faktor pencetus

Mutasi somatik sel


induk

Kaheksia Proliferasi neoplastik &


Differentiation arrest

Katabolisme↑
Akumulasi sel muda
pada sumsum tulang
Keringat

malam
HIPER- GAGAL SUMSUM TULANG
Gagal
ginjal KATABOLIK

Anemia, Perdarahan & Infeksi


Asam urat

Sel leukemia
Gout Inhibisi hemopoesis normal

INFILTRASI KE ORGAN

Tulang Darah RES Tempat ekstra meduler lain

Nyeri Sindroma Limfadenopati Meningitis, Lesi Kulit,


tulang Pembesaran Testis
Hiperviskositas Hepatomegali

Splenomegali
6. Komplikasi

Anemia juga menyebabkan daya tahan tubuh berkurang. Akibatnya,


penderita anemia akan mudah terkena infeksi. Gampang batuk-pilek, gampang
flu, atau gampang terkena infeksi saluran napas, jantung juga menjadi gampang
lelah, karena harus memompa darah lebih kuat. Pada kasus ibu hamil dengan
anemia, jika lambat ditangani dan berkelanjutan dapat menyebabkan kematian,
dan berisiko bagi janin. Selain bayi lahir dengan berat badan rendah, anemia bisa
juga mengganggu perkembangan organ-organ tubuh, termasuk otak (Sjaifoellah,
1998).
Komplikasi dari anemia :

1. Gagal ginjal
Dengan berkurangnya asokan oksigen ke jaringan misalnya pada ginjal akan
terjadi kerusakan ginjal yang dapat menyebabkan gagal ginjal.

2. Hipoksia
Adalah penurunan pemasokan oksigen ke jaringan sampai di tingkat fisiologik.
Hb berfungsi untuk mengangkut oksigen ke seluruh tubuh. Jika terjadi penurunan
Hb maka akan terjadi hipoksia bahkan dapat menyebabkan kematian.

3. Anemia pada ibu hamil


Seorang wanita hamil yang menderita anemia gizi besi kemungkinan besar akan
melahirkan bayi yang mempunyai persediaan zat besi sedikit atau tidak
mempunyai persediaan zat besi sama sekali di dalam tubuhnya. Jika setelah lahir
bayi tersebut tidak mendapatkan asupan zat besi yang mencukupi, bayi akan
beresiko menderita anemia. Anemia berat yang tidak diobati dalam kehamilan
muda dapat dapat menyebabkan abortus dan dalam kehamilan tua dapat
menyebabkan partus lama, perdarahan postpartum. Selain itu, anemia pada ibu
hamil juga dapat mengakibatkan daya tahan ibu menjadi rendah terhadap infeksi.
Anemia gizi besi pada wanita hamil mengakibatkan peningkatan angka kesakitan
dan kematian ibu, peningkatan angka kesakitan dan kematian janin dan
peningkatan risiko bayi dengan berat badan lahir rendah.
7. Pemeriksaan Penunjang

Kelainan laboratorik yang dapat dijumpai pada anemia aplastik adalah :

1. Anemia normokromik normositer disertai retikusitopenia

2. Anemia sering berat dengan kadar Hb<7 g/dl

3. Leukopenia dengan relatif limfositosis, tidak dijumpai sel muda dalam darah
tepi

4. Trombositopenia, yang bervariasi dari ringan sampai sangat berat

5. Sumsum tulang: hipoplasia sampai aplasia. Aplasia tidak menyebar secara


merata pada seluruh sumsum tulang, sehingga sumsum tulang yang normal
dalam satu kali pemeriksaan tidak dapat menyingkirkan diagnosis anemia
aplastik, harus diulangi pada tempat-tempat yang lain.

6. Besi serum normal atau meningkat, TIBC normal, HbF meningkat.

7. Darah Lengkap: Jumlah masing-masing sel darah (eritrosit, leukosit,


trombosit)

8. Hapusan Darah Tepi: Ditemukan normokromik normositer

Gambar 2. Gambaran hapusan darah tepi

9. Pemeriksaan Sumsum Tulang: Aspirasi sumsum tulang biasanya


mengandung sejumlah spikula dengan daerah yang kosong, dipenuhi lemak
dan relatif sedikit sel hematopoiesis. Limfosit, sel plasma, makrofag dan sel
mast mungkin menyolok dan hal ini lebih menunjukkan kekurangan sel-sel
yang lain daripada menunjukkan peningkatan elemenelemen ini. Pada
kebanyakan kasus gambaran partikel yang ditemukan sewaktu aspirasi adalah
hiposelular. Pada beberapa keadaan, beberapa spikula dapat ditemukan
normoseluler atau bahkan hiperseluler, akan tetapi megakariosit rendah.
International Aplastic Study Group mendefinisikan anemia aplastik berat bila
selularitas sumsum tulang kurang dari 25% atau kurang dari 50% dengan
kurang dari 30% sel hematopoiesis terlihat pada sumsum tulang.

Gambar 3. Gambaran sumsum tulang belakang pada orang normal (kiri) dan
pada anemia aplastik (kanan)

10.Pemeriksaan Flow cytometry dan FISH (Fluorescence In Situ


Hybridization) Sel darah akan diambil dari sumsum tulang, tujuannya untuk
mengetahui jumlah dan jenis sel-sel yang terdapat di sumsum tulang. Serta
untuk mengetahui apakah terdapat kelainan genetik atau tidak.

11.Tes Fungsi Hati dan Virus Anemia aplastik dapat terjadi pada 2-3 bulan
setelah episode akut hepatitis. Tes ini juga dinilai jika mempertimbangkan
dilakukannya bone marrow transplantasion

12. Level Vitamin B-12 dan Folat menyingkirkan anemia megaloblastik

13.Pemeriksaan Radiologis Pemeriksaan radiologis umumnya tidak dibutuhkan


untuk menegakkan diagnosa anemia aplastik. Survei skletelal khusunya
berguna untuk sindrom kegagalan sumsum tulang yang diturunkan, karena
banyak diantaranya memperlihatkan abnormalitas skeletal.

8. Penatalaksaan

Anemia Aplastik

Secara garis besar terapi untuk anemia aplastic terdiri atas:


1) Terapi kausal.
2) Terapi suportif.
3) Terapi untuk memperbaiki fungsi sumsum tulang: terapi untuk
merangsang pertumbuhan sumsum tulang.
4) Terapi definitive yang terdiri atas:
a. Pemakaian anti-lymphocyte globuline.
b. Transplantasi sumsum tulang.

Terapi Kausal

Terapi kausal adalah usaha untuk menghilangkan agen penyebab.


Hindarkan pemaparan lebih lanjut terhadap agen penyebab yang diketahui,
tetapi sering hal ini sulit dilakukan karena etiologinya yang tidak jelas atau
penyebabnya tidak dapat dikoreksi.

Terapi Suportif

Terapi untuk mengatasi akibat pansitopenia,

1) Untuk mengatasi infeksi antara lain:


a. Higiene mulut
b. Identifikasi sumber infeksi serta pemberian antibiotic yang tepat
dan adekuat. Sebelum ada hasil biakan berikan antibiotik
berspektrum luas yang dapat mengatasi kuman gram positif dan
negatif. Biasanya dipakai derivat penisilin semisintetik (ampisilin)
dab gentamisin. Sekarang lebih sering dipakai sefalosporin
generasi ketiga. Jika hasil biakan sudah datang, sesuaikan
antibiotik dengan hasil tes kepekaan. Jika dalam 5-7 hari panas
tidak turun, pikirkan infeksi jamur, dapat diberikan amphotericin—
B atau flukonasol parenteral.
c. Transfusi granulosit konsentrat diberikan pada sepsis berat kuman
gram negatif, dengan neutropenia berat yang tidak memberikan
respons pada antibiotic adekuat. Granulosit konsentrat sangat sulit
dibuat dan masa efektifnya sangat pendek.
2) Usaha untuk mengatasi anemia: berikan transfuse packed red cell
(PRC) jika hemoglobin <7 g/dl atau ada tanda payah jantung atau
anemia yang sangat simtomatik. Koreksi sampai Hb 9-10 g%, tidak
perlu sampai Hb normal, karena akan menekan eritropoiesis internal.
Pada penderita yang akan dipersiapkan untuk transplantasi sumsum
tulang pemberian transfuse harus lebih berhati-hati.
3) Usaha untuk mengatasi perdarahan: berikan transfusi konsentrat
trombosit jika terdapat perdarahan major atau trombosit < 20.000/mm3.
Pemberian trombosit berulang dapat menurunkan efektivitas trombosit
karena timbulnya antibodi antitrombosit. Kortikosteroid dapat
mengurangi perdarahan kulit.

Terapi untuk Memperbaiki Fungsi Sumsum Tulang

Beberapa tindakan di bawah ini diharapkan dapat merangsang


pertumbuhan sumsum tulang meskipun penelitian menunjukkan hasil yang
tidak memuaskan, contohnya:

1) Anabolik steroid: dapat diberikan oksimetolon atau stanozol.


Oksimetolon diberikan dalam dosis 2-3 mg/kgBB/hari. Efek terapi
tampak setelah 6-12 minggu. Awasi efek samping berupa virilisasi dan
gangguan fungsi hati.
2) Kortikosteroid dosis rendah sampai menengah: fungsi steroid dosis
rendah belum jelas. Ada yang memberikan prednisor 60-100 mg/hari,
jika dalam 4 minggu tidak ada respon sebaiknya dihentikan karena
memberikan efek samping yang serius.
3) GM-CSF atau G-CSF dapat diberikan untuk meningkatkan jumlah
netrofil, tetapi harus diberikan terus menerus. Eritropoetin juga dapat
diberikan untuk mengurangi kebutuhan transfuse sel darah merah.
Terapi Definitif

Terapi definitif adalah terapi yang dapat memberikan kesembuhan


jangka panjang. Terapi definitif untuk anemia aplastic terdiri atas 2 jenis
pilihan terapi:

1) Terapi imunosupresif antara lain:


a. Pemberian anti lymphocyte globuline: Anti lymphocyte globuline
(ALG) atau anti thymocyte globulin (ATG) dapat menekan proses
imunologik. ALG mungkin juga bekerja melalui peningkatan
pelepasan haemopoietic growth factor. Sekitar 40-70% kasus
memberi respons pada ALG, meskipun sebagian respons bersifat
tidak komplit (ada defek kualitatif/kuantitatif). Pemberian ALG
merupakan pilihan utama untuk penderita anemia aplastik yang
berumur diatas 40 tahun.
b. Terapi imunosupresif lain: pemberian metilprednisolon dosis tinggi
dengan/atau sisklosporin-A dilaporkan memberikan hasil pada
beberapa kasus, tetapi masih memerlukan konfirmasi lebih lanjut.
Pernah juga dilaporkan keberhasilan pemberian siklofosfamid
dosis tinggi.
2) Transplantasi sumsum tulang
Transplantasi sumsum tulang merupakan terapi definitif yang
memberikan harapan kesembuhan, tetapi biayanya sangat mahal,
memerlukan peralatan canggih, serta adanya kesulitan dalam mencari
donor yang kompatibel. Transplantasi sumsum tulang yaitu:
a. Merupakan pilihan untuk kasus berumur dibawah 40 tahun.
b. Diberikan siklosporin A untuk mengatasi GvHD (graft versus host
disease).
c. Transplantasi sumsum tulang memberikan kesembuhan jangkan
panjang pada 60-70% kasus, dengan kesembuhan komplit.
9. Pencegahan Anemia

Beberapa jenis anemia tidak dapat dihindari, akan tetapi anemia yang
disebabkan oleh kekurangan vitamin dan zat besi dapat dicegah dengan cara
mengatur pola makan. Beberapa makanan yang dapat membantu mencegah
anemia antara lain adalah:

- Makanan yang kaya akan zat besi, seperti daging sapi, kacang-kacangan,
sereal yang diperkaya zat besi, sayuran berdaun hijau gelap, dan buah
kering
- Makanan yang kaya akan asam folat, seperti buah-buahan, sayuran
berdaun hijau gelap, kacang hijau, kacang merah, kacang tanah, gandum,
sereal, pasta, dan nasi.
- Makanan yang kaya akan vitamin B12, seperti daging, susu, keju, sereal,
dan makanan dari kedelai (tempe atau tahu).
- Makanan yang kaya akan vitamin C, seperti jeruk, merica, brokoli, tomat,
melon, dan stroberi. Makanan-makanan tersebut dapat membantu
penyerapan zat besi.

Jika terdapat kekhawatiran bahwa makanan yang dikonsumsi tidak mengandung


cukup vitamin, disarankan untuk mengonsumsi multivitamin. Bagi vegetarian,
hendaknya berkonsultasi kepada ahli gizi untuk mengatur pola makan agar
kebutuhan zat besi bagi tubuh tetap tercukupi dengan baik.

Jika pada keluarga terdapat riwayat munculnya penderita anemia bawaan seperti
anemia sel sabit atau thalassemia, hendakya dikonsultasikan kepada dokter.
Konsultasi ini bertujuan untuk memperkirakan jika terdapat risiko anemia serupa
yang dapat muncul pada anak.Anemia juga dapat muncul sebagai komplikasi dari
penyakit malaria. Jika akan bepergian ke tempat yang umum ditemukan penyakit
malaria, konsultasikan ke dokter terkait obat pencegah malaria. Pencegahan dapat
juga dilakukan dengan cara menghindari gigitan nyamuk, misalnya menggunakan
kelambu, obat anti nyamuk, atau insektisida.
10. Makna Berobat

Dalam bahasa arab, usaha untuk mendapatkan kesembuhan biasa

disebut dengan istilah At-Tadawi yang artinya menggunakan obat; diambil dari
akar kata dawa (mufrad) yang bentuk jamaknya adalah Adwiyah. Kalimat dawa
yang biasa diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan arti obat; adalah
segala yang digunakan oleh manusia untuk menghilangkan penyakit yang
mereka derita. Sementara penyakit yang akan diobati, dalam bahasa arab biasa
disebut dengan istilah Daa-un, bentuk masdar dari kata Daa-un. Bentuk jamak
dari kalimat “Adaa-u” adalah “Adwaa-u”.

1. Pengertian kalimat Tadawi dalam sisi bahasa tidak jauh berbeda dengan
makna tadawi yang dipahami oleh para ahli fikih (pakar hukum Islam) kalimat
Tadawi diartikan oleh para pakar hukum Islam dengan makna; “menggunakan
sesuatu untuk penyembuhan penyakit dengan izin Allah SWT; baik pengobatan
tersebut bersifat jasmani ataupun alternatif.”2

B. Hukum Mengobati Penyakit dalam Pandangan Islam

Para ahli fikih dari berbagai mazhab; yaitu ulama mazhab Hanafi, Maliki,
Syafi’I dan ulama mazhab hambali sepakat tentang bolehnya seseorang
mengobati penyakit yang dideritanya. Pendapat para ulama tersebut
didasarioleh banyaknya dalil yan menunjukkan kebolehan mengobati penyakit.
Di antara dalil-dalil tersebut adalah:3 Pertama, diriwayatkan oleh Imam
Muslim:

‫دَواءَ داٍءَ ﻟُِﻜﱢﻞ اﷲ ﻋﺒﺪ ﺑﻦ ﺟﺎﺑﺮ ﻋﻦ‬، ‫اﻟﱠﺪا َء اﻟﱠﺪَوا ُء بَ أَََ ﺻﺎ ﻓَِﺈذَا‬، َ ‫َوﺟ َﱠﻞ ﻋﱠ َﺰ اﷲِ ﺑِ َِﺈذِن ﺑـَََ ﺮأ‬

Artinya: “Setiap penyakit pasti memiliki obat. Bila sebuah obat sesuai dengan
penyakitnya maka dia akan sembuh dengan seizin Allah Subhanahu wa Ta’ala.”
(HR. Muslim)
Hadits di atas mengisyaratkan diizinkannya seseorang Muslim mengobati
penyakit yang dideritanya. Sebab, setiap penyakit pasti ada obatnya. Jika obat
yang digunakan tepat mengenai sumber penyakit, maka dengan izin Allah SWT
penyakit tersebut akan hilang dan orang yang sakit akan mendapatkan
kesembuhan. Meski demikian, kesembumbuhan kadang terjadi dalam waktu
yang agak lama, jika penyebab penyakitnya belum diketahui atau obatnya
belum ditemukan.

Kedua, diriwayatkan oleh Ahmad, Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad, Abu


Dawud, Ibnu Majah, dan At-Tirmidzi:

‫اﺳﺎﻣﺔ ﻋﻦ‬: ‫ﺖ ﻛ ُﻨ‬ ُ ‫ﺳﻠ َﻢ ﻋﻠَﻴِ َﻪ اﷲُ ﺻﻠﱠﻰَ اﱠِﻟﻨﱢﱯ ﻋﻨَ ِﺪ‬ َ َِ ‫بُ اﻷَﻋَﺮا َوﺟﺎ َء‬، ‫ﻓَـ َﻘﺎ َل‬: ‫ل ﻳَﺎ‬
َ‫ َو ﱠ‬، ‫ت‬ َ ‫اﷲِ ُرﺳ َﻮ‬،
‫ﻓَـ َﻘﺎ َل أ َﻧـ َﺘَﺪاَوى؟‬: ‫اﷲِ ﻋﺒَﺎ َ ِد ﻳَﺎ ﻧـَََ ﻌﻢ‬، ‫ﺗَﺪاَووا‬، ‫ﱠﻞ ﻋﱠ َﺰ اﷲَ ﱠن ﻓَِﺈ‬ َ ‫ﱂ َوﺟ‬
َ َ َ‫َوﺿَ َﻊ إِﻻﱠ داءَ ﻀ َﻊ ﻳ‬
ُ‫واِﺣٍ َﺪ داٍءَ ﻏﻴـ َ َﺮ ﺷَﻔﺎ ِء ﻟَﻪ‬. ‫ﻗَﺎﻟُﻮا‬: ‫ﻗَﺎ َل ﻫَﻮ ُ؟ ﻣ َﺎ‬: ‫ُﺮم ََ ََاﳍ‬

Artinya: “Aku pernah berada di samping Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa


sallam. Lalu datanglah serombongan Arab dusun. Mereka bertanya, “Wahai
Rasulullah, bolehkah kami berobat?” Beliau menjawab: “Iya, wahai para hamba
Allah, berobatlah. Sebab Allah Subhanahu wa Ta’ala tidaklah meletakkan
sebuah penyakit melainkan meletakkan pula obatnya, kecuali satu penyakit.”
Mereka bertanya: “Penyakit apa itu?” Beliau menjawab: “Penyakit tua.” (HR.
Ahmad, Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan
At-Tirmidzi, beliau berkata bahwa hadits ini hasan shahih).

Hadits di atas menunjukkan bahwa setiap penyakit ada obatnya terkecuali


penyakit tua. Rasulullah Saw. menganggap tua sebagai penyakit. Sebab
penyakit tersebut merusak kondisi si sakit, sebagaimana penyakit penyakit lain
yang biasanya mengakibatkan seseorang meninggal atau berat dalam menjalani
hidup.
Daftar Pustaka

1. Abbas dan Litchman, 2005 . Chen, et al., 2012


2. Sherwood, Lauralle (2001). Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta : EGC.

3. http://digilib.unimus.ac.id.

4. Jurnal Anemia, Berita Ilmiah, Universitas Muhammadiyah Malang,2017

5. Sylvia A. Price. 2012. Patofisiologi, Konsep – Konsep Klinis Proses – Proses


Penyakit, Jakarta : EGC.

6. Noer, Sjaifoellah. 1998. Standar Perawatan Pasien. Monica Ester : Jakarta.


repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25583/4/Chapter%2011.pdf
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30001/4/Chapter%2011.pdf

7.https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/48499e8dd124c2ac4026
9796189dd820. Pdf

8.https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/48499e8dd124c2ac4026
9796189dd820. Pdf

9. Coyer, SM. (2005). Anemia: Diagnosis and Management. JPEDHC, 19(6), pp. 380-
385.

Goodnough, LT. Schrier, SL. (2014). Evaluation and Management of Anemia in the
Elderly. Am J Hematol, 89(1), pp. 88-96.

Miller, RE. Kids Health (2018). Anemia.

NHS Choices UK (2018). Health A-Z. Iron Deficiency Anaemia.

Mayo Clinic (2017). Diseases and Conditions. Anemia.

WebMD (2018). Understanding Anemia – the Basics.

10. http://repository.uin-suska.ac.id/3969/4/BAB%20III.pdf

Anda mungkin juga menyukai