Anda di halaman 1dari 19

FAKULTAS KEDOKTERAN Makassar, 4 Juli 2017

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA


BLOK IMUNOLOGI DAN HEMATOLOGI

LAPORAN TUTORIAL MODUL 1


BLOK IMUNOLOGI
“SKENARIO 2”

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 12 PBL

DEWI DHARMA PUTRI ALIM (11020170005)


ANDI ANITA NUR FADHILAH RAHMAN (11020170027)
FITRAH PUTRA IRWAN (11020170050)
AMALIAH FILDZAH ASILAH HIDAYAT (11020170067)
PRYANTAMA SAPUTRA TUNA (11020170082)
NUR SAKINAH SAHRO (11020170097)
TRI DINI HARIANTI (11020170116)
ANDI NAILAH (11020170130)
NADYA VIDELIA WIJAYA (11020170142)
NOVITA ANGRIANI (11020170169)

TUTOR: dr. Zulfitriani Murfat


KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga laporan
tutorial ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Aamiin.

Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam laporan tutorial ini, karena itu kritik dan saran
yang sifatnya membangun senantiasa kami harapkan guna memacu kami menciptakan karya-
karya yang lebih bagus.

Akhir kata, kami ingin menghaturkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan
bantuan dalam penyusunan karya tulis ini, terutama kepada:
1. Dr. Sri Julyani selaku Sekretaris Blok Imunologi
2. Dr. Zulfitriani Murfat selaku tutor
3. Teman-teman yang telah mendukung dan turut memberikan motivasi dalam
menyelesaikan laporan tutorial ini.

Semoga Allah SWT dapat memberikan balasan setimpal atas segala kebaikan dan pengorbanan
dengan limpahan rahmat dari-Nya. Aamiin yaa Robbal A’lamiin.

Makassar, 4 Juli 2018

Kelompok 12
 SKENARIO 2 :
Seorang wanita umur 38 tahun datang ke poliklinik RS dengan keluhan batuk sejak 3 bulan yang
lalu, pasien sudah sering berobat ke puskesmas tapi batuknya tidak sembuh. Saat ini pasien
mengeluh batuknya susah keluar dan mengganggu terutama pada malam hari. Sebelumnya
pasien sering demam sejak 5 bulan yang lalu, kadang disertai menggigil tetapi demamnya tidak
terus menerus. Nafsu makan berkurang sejak sakit, kadang mual tetapi tidak muntah, pusing dan
lemas. Pada pemeriksaan fisik ditemukan benjolan pada daerah leher sebelah kiri, yang tidak
sakit pada penekanan. Riwayat penyakit sebelumnya dengan gejala yang sama tidak ada tetapi
ada riwayat penyakit sering flu disertai batuk dan sulit bernapas dialami pada umur 3 tahun
sampai SMP. Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga tidak diketahui.

 KATA SULIT DAN KALIMAT SULIT

KATA SULIT:

Tidak ada

KALIMAT SULIT:

1. Wanita umur 38 tahun


2. Batuk sejak 3 bulan yang lalu
3. Sering berobat ke puskesmas tapi batuknya tidak sembuh
4. Batuknya mengganggu pada malam hari
5. Demam sejak 5 bulan yang lalu
6. Nafsu makan berkurang, kadang mual tetapi tidak muntah, pusing dan lemas
7. Benjolan pada leher sebelah kiri
8. Sering flu disertai batuk disertai sesak nafas
 PERTANYAAN PENTING
1. Apa yang dimaksud dengan imunologi?
2. Bagaimana peran antigen,antibodi,dan mekanisme imun?
3. Bagaimana patomekanisme dan patofisiologi reaksi imunologi pada kasus?
4. Apa organ-organ yang berperan dalam reaksi imunologi pada skenario?
5. Bagaimana patomekanisme inflamasi?
6. Apa mekanisme imunologi dari tanda dan gejala batuk?
7. Apa penyebab bengkak pada leher?

 PEMBAHASAN

1. Imunologi berasal dari bahasa Yunani yaitu ”Immunis” yang berarti ”charges” atau
”taxes” yang harus dibayar untuk memperoleh sesuatu, sehingga imunitas diartikan
bahwa agar tahan terhadap serangan penyakit infeksi perlu melakukan sesuatu yaitu
imunisasi. Imunologi adalah ilmu yang mempelajari respon imun dalam arti luas dan
peristiwa seluler dan molekuler yang terjadi akibat masuknya benda asing dalam tubuh
manusia.
Imunologi merukapan cabang ilmu biomedikal, yang mempelajari semua aspek sistem
imunitas (kekebalan tubuh) pada semua organisme. Di dunia kedokteran terutama sangat
fokus pada status imunologis karena penyakit dan vaksinasi. Hal tersebut mengingatkan
akan penemuan vaksin oleh Jenner pada tahun 1796. Banyak vaksin yang telah
ditemukan seperti vaksin terhadap tetanus, tuberkulosis, polio, hepatitis, rabies, dan
brusellosis.
Imunologi klinik mempelajari tentang penyakit yang disebabkan adanya gangguan
kekebalan tubuh, seperti defisiensi imunologi,alergi, transplantasi, penyakit autoimun.
Perkembangan imunologi, menempatkan sistem kekebalan sebagai alat diagnosis dan
terapi.
2. Bagaimana peran antigen,antibodi,dan mekanisme imun?
Antigen bisa merupakan molekul biologik apa saja termasuk produk molekul
intermediat, karbohidrat, lipid, autocoids, hormon, dan makro molekul seperti
karbohidrat, fosfolipid, asam nukleik, dan protein yang dapat berikatan dengan antibodi
atau berupa peptida yang dapat berikatan dengan reseptor sel T. Kemampuan antibodi
mengikat antigen dimanfaatkan untuk mengambangkan teknik pemeriksaan dalam
menghitung jumlah satu antigen secara kuantitatif pada cairan biologis misalnya dalam
darah seperti ELISA (enzyme linkage immunosorbent assay) dan RIA
(Radioimmunoassay), serta untuk menilai keberadaan antigen secara kualitatif dan
semikuantitatif dalam jaringan seperti teknik imunohistokimia.

Antibodi adalah protein yang bersirkulasi dalam darah yang dihasilkan oleh
sel B dan sel plasma sebagai respon terhadap paparan antigen asing. Antibodi sangat
bervariasi dan spesifitasnya sehingga dapat mengenal antigen asing dan menjadi
mediator berarti antibodi bukanlah eksekutor membunuh antigen tapi memediasi
eksekutor lain (makrofag, komplemen, sel NK, sel mast) untuk eliminasi antigen.
Walaupun dikatakan antibodi dibuat meresponi antigen asing tapi dalam keadaan tidak
normal dapat juga berespon terhadap antigen sendiri sehigga menimbulkan penyakit
autoimun. Variasi antibodi yang dapat berbentuk tentu tergantung pada banyaknya
variasi clone sel B naif yang memiliki spesifisitas BCR yang berbeda yang diperikiran
sekitar 10 juta.
Sistim Imunitas terbagi 2 :
 sistim imun alamiah / non spesifik / innate / native
 fisik (kulit, silia, lendir, batuk)
 zat terlarut (enzim, asam lambung, keringat, komplemen, interferon)
 selular (sel fagosit, sel Mast, sel NK, basofil)
 Kekebalan bawaan / alamiah
 Komponen normal tubuh dan terdapat pada individu sehat
 Tersedia dan dapat berfungsi sejak lahir
 Pertahanan awal terhadap mikroba (bukan untuk jenis mikroba tertentu)
 Terdiri dari mekanisme pertahanan seluler dan biokimia
 Tersedia sebelum terjadi infeksi dan siap merespon dengan cepat terhadap adanya
infeksi.
 Jumlah pertahanan meningkat oleh adanya infeksi
 Respon dengan cara yang sama pada infeksi berulang
 Pertahanan fisik dan mekanik
 Kulit, selaput lendir, silia saluran napas, batuk, bersin
 Pertahanan tubuh terdepan
 Dalam kondisi sehat dan utuh, tidak dapat ditembus banyak jenis mikroba
 Kerusakan kulit atau selaput lendir akan meningkatkan resiko infeksi
 Pertahanan Biokimia
 Mikroba dapat masuk melalui kelenjar sebaseus dan follikel rambut
 pH asam keringat, sekresi sebaseus, asam lemak
 denaturasi protein membran sel untuk mencegah infeksi
 Enzim Lisozim (keringat, ludah, air mata, ASI) efektif terhadap kuman gram positif
 Enzim Laktooksidase (ASI, ludah) merusak dinding sel mikroba
 Asam hidroklorida lambung, enzim proteolitik, empedu dalam usus halus
 pH asam vagina, spermin semen, enzim mukosa saluran napas mukus epitel mukosa
dan silia
 Pertahanan Humoral
 Komplemen ; protein untuk proteksi thd infeksi dan berperan dalam respon inflamasi

 Diproduksi ; hepatosit dan monosit sebagai opsonin untuk meningkatkan fagositosis,


fc. kemotaktik dan menyebabkan lisis bakteri

 Interferon ; sitokin glikoprotein yang bersifat antivirus

 Diproduksi ; makrofag, sel NK, sel2 tubuh yg berinti

 Bekerja pd infeksi virus intraseluler (sumber infeksi)

 Protein fase akut

 Disintesis oleh hati saat terjadi infeksi

 C-reaktive protein ;
 Untuk menilai aktivitas penyakit inflamasi

 Meningkat pada infeksi akut sebagai respon imun non spesifik

 Kadar yg tinggi menunjukkan infeksi yang persisten

 Mannan binding lectin ;

 Mengaktifkan komplemen dan berperan sebagai opsonin

 Mengikat reside mannosa pd permukaan bakteri

 Kolectin

 Protein yg berfungsi sebagai opsonin yg mengikat hidrat arang pada permukaan


kuman

 Pertahanan Selular
Fagosit ;
 Sel MN (monosit dan magrofag) dan sel PMN (granulosit)
 Fungsi ; menangkap antigen, mengolah dan mempresentasikan ke sel T
 Berinteraksi dgn komplemen dan sistim imun spesifik
 Fagositosis yg efektif dpt mencegah terjadinya infeksi
 Fase penghancuran kuman ;
1. Kemotaktis
2. Menangkap
3. Memakan
4. Fagositosis
5. Memusnahkan dan mencerna
Makrofag
 Monosit dlm sirkulasi bermigrasi ke jaringan dan berdiferensiasi menjadi
makrofag ;
 sel Kupffer hati, Histiosit jaringan ikat, makrofag alveolar paru, sel Glia otak, sel
Langerhans kulit
 Berperan dalam respon imun nonspesifik dan spesifik
Sel Natural Killer
 Golongan limfosit dengan granul besar dgn banyak sitoplasma
 berfungsi dlm imunitas nonspesifik terhadap virus dan sel tumor
Sel Mast
 Berperan dalam reaksi alergi, pertahanan pejamu, parasit dalam usus
 dan invasi bakteri
 Faktor non imun dpt mengaktifkan dan degranulasi sel mast

 sistim imun didapat / spesifik / adaptive


 humoral (sel limfosit B ; imunoglobulin)
 selular (sel limfosit T ; Th1, Th2, CTL)
Sistim pertahanan tubuh terhadap benda asing yg sdh diketahui dapat bekerja sendiri
tanpa bantuansistim imun nonspesifik
Di bagi 2 jenis ;
Sistim imun humoral yang diperankan oleh Limfosit B
Adanya benda asing / antigen menyebabkan sel B berdifferensiasi menjadi sel Plasma utk
menghasilkan antibodi
Sistim imun selular yang diperankan oleh Limfosit T terdiri dari subset sel (Th1, Th2,
Tdht, CTL) berfungsi utk imunitas thd bakteri intraseluler, virus, jamur, parasit dan
proses keganasan
o CD4 ; mengaktifkan Th1 dan makrofag utk membunuh mikroba
o CD8 ; memusnahkan sel terinfeksi
Gambar 2-1. Lapisan pertahanan. Lapis I terdiri atas pertahanan fisik, kimia dan peran flora
normal. Lapis II diperankan oleh sel mast, neutrofil (PMN), komplemen, sel dendritik,
makrofag , sel Natural Killer (NK) dan antibodi natural (imunitas innate). Lapis III diperankan
sel B dan sel T (imunitas adaptif).
3. Bagaimana patomekanisme dan patofisiologi reaksi imunologi pada kasus?
Paru merupakan port d’entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena
ukurannya yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang
terhirup, dapat mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh
mekanisme imunologis non spesifik. Makrofag alveolus akan menfagosit kuman TB dan
biasanya sanggup menghancurkan sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada sebagian
kecil kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman akan
bereplikasi dalam makrofag. Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang biak,
akhirnya akan membentuk koloni di tempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB di
jaringan paru disebut Fokus Primer GOHN. Dari focus primer, kuman TB menyebar
melalui saluran limfe menuju kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang
mempunyai saluran limfe ke lokasi focus primer. Penyebaran ini menyebabkan
terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis)
yang terkena. Jika focus primer terletak di lobus paru bawah atau tengah, kelenjar limfe
yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika focus primer terletak di
apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks primer merupakan
gabungan antara focus primer, kelenjar limfe regional yang membesar (limfadenitis) dan
saluran limfe yang meradang (limfangitis). Waktu yang diperlukan sejak masuknya
kuman TB hingga terbentuknya kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa
inkubasi TB. Hal ini berbeda dengan pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain,
yaitu waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman hingga timbulnya gejala penyakit.
Masa inkubasi TB biasanya berlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan rentang waktu
antara 2-12 minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga mencapai
jumlah 103 -104 , yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons imunitas seluler. 4
Selama berminggu-minggu awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan logaritmik kuman
TB sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum tersensitisasi terhadap tuberculin,
mengalami perkembangan sensitivitas. Pada saat terbentuknya kompleks primer inilah,
infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi. Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya
hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu timbulnya respons positif terhadap uji
tuberculin. Selama masa inkubasi, uji tuberculin masih negatif. Setelah kompleks primer
terbentuk, imunitas seluluer tubuh terhadap TB telah terbentuk. Pada sebagian besar
individu dengan system imun yang berfungsi baik, begitu system imun seluler
berkembang, proliferasi kuman TB terhenti. Namun, sejumlah kecil kuman TB dapat
tetap hidup dalam granuloma. Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB baru yang
masuk ke dalam alveoli akan segera dimusnahkan. Setelah imunitas seluler terbentuk,
focus primer di jaringan paru biasanya mengalami resolusi secara sempurna membentuk
fibrosis atau kalsifikasi setelah mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar
limfe regional juga akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya
biasanya tidak sesempurna focus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup
dan menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini. Kompleks primer dapat juga
mengalami komplikasi. Komplikasi yang terjadi dapat disebabkan oleh focus paru atau di
kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru dapat membesar dan menyebabkan
pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis perkijuan yang berat, bagian tengah
lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus sehingga meninggalkan rongga di jaringan
paru (kavitas). Kelenjar limfe hilus atau paratrakea yang mulanya berukuran normal saat
awal infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut. Bronkus dapat
terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal dapat menyebabkan
ateletaksis. Kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis perkijuan dapat merusak
dan menimbulkan erosi dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB endobronkial atau
membentuk fistula. Massa kiju dapat menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus
sehingga menyebabkan gabungan pneumonitis dan ateletaksis, yang sering disebut
sebagai lesi segmental kolaps-konsolidasi. Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya
imunitas seluler, dapat terjadi penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran
limfogen, kuman menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer.
Sedangkan pada penyebaran hematogen, kuman TB masuk ke dalam sirkulasi darah dan
menyebar ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran hematogen inilah yang menyebabkan
TB disebut sebagai penyakit sistemik.
4. Apa organ-organ yang berperan dalam reaksi imunologi pada skenario?

Jaringan atau organ limfoid secara kolektif adalah jaringan yang memproduksi,
menyimpan, atau memproses limfosit. Jaringan-jaringan ini mencakup sumsum tulang,
kelenjar limfe, limpa, timus, tonsil, adenoid, apendiks, dan agregat jaringan limfoid di
lapisan dalam saluran cerna yang dinamai bercak Peyer atau gut-associated lymphoid
tissue (GALT, jaringan limfoid terkait usus). Jaringan limfoid berada di tempat-tempat
strategis untuk menghambat masuknya mikroorganisme sebelum mikroorganisme
tersebut memiliki kesempatan untuk berespons terhadap mikroba yang terhirup,
sementara mikroorganisme yang masuk melalui saluran cerna segera dihadapi oleh
limfosit di apendiks dan GALT.

Organ Limfoid
Primer
a. Sumsum tulang
Fungsi Sumsum tulang:
Asal semua sel darah
Tempat proses pematangan untuk limfosit B
b. Timus
Fungsi timus:

 Tempat proses pematangan untuk limfosit T


 Mengeluarkan hormon timosin
 Menyaring limfe
 Membentuk antibodi
 Membentuk limfosit
 Membatasi penyebaran sel tumor

c. Bursa of fabricus

Sekunder
A. Limfonodus
Fungsi limfonodus:

 Menyaring limfe
 Membentuk antibodi
 Membentuk limfosit
 Membatasi penyebaran sel tumor

B. Lien / Limpa / Spleen


Fungsi lien:
 Menyaring darah
 Membentuk antibodi
 Menghancurkan eritrosit tua
 Membentuk limfosit dan monosit
 Menampung kelebihan darah
 Membentuk pigmen bilirubin yang berasal dari eritrosit

C. Tonsila palatina
D. Malt (Mucosa Associated Lymphoid Tissue).
Tersebar pada beberapa tempat antara lain:
 Saluran gastroenterohepatika
 Saluran respiratorius
 Saluran urogenitalia
Berdasarkan kasus, organ yang terkait adalah:

 Malt
Tersebar pada beberapa tempat seperti pada saluran respirasi. Berdasarkan skenario,
keluhan yang ada yaitu batuk.
 Kelenjar getah bening/ kelenjar limfe
Gejala yang ditemukan adalah pembengkakan pada leher sebelah kiri
 Adanya TNF
Menimbulkan gejala demam yang disekresikan oleh kelenjar hypothalamus
5. Bagaimana patomekanisme inflamasi?

Inflamasi adalah respon pertahanan tubuh untuk mengeleminasi penyebab jejas pada jaringan
atau sel (cell injury), membersihkan jaringan dari sisa-sisa kerusakan, dan membangun jaringan
baru. Penyebab inflamasi adalah agen infeksi (yang banyak dibicarakan dalam respon imum),
benda asing, jejas sel misalnya trauma fisik, suhu, dan kimiawi serta iskemia yang menimbulkan
kerusakan jaringan. Respon inflamasi dengan tiga tujuan tersebut dapat berlangsung oleh karena
peranan berbagai faktor sel-sel inflamasi, pembuluh darah, dan mediator inflamasi.
Pembangunan jaringan baru dimaksudkan untuk menggantikan jaringan rusak tetapi bisa terjadi
sel yang mati tidak diganti dengan sel atau jaringan yang fungsional sama sehingga
kemungkinan bekas jaringan rusak terganti oleh jaringan fibrous maka terbentuklah scar
(jaringan parut).

Inflamasi digambarkan pertama kali 2000 tahun yang lalu (Abad I) oleh dr. Celcus (romawi)
yang menerangkan tentang reaksi lokal terhadap jejas pada jaringan, yang terkenal dengan istilah
cardinal sign yaitu rubor (merah), tumor (bengkak), calor(hangat), dan dolor (nyeri). Seabad
kemudian dr. Galen (Yunani) menambahkan functio laesa (gangguan fungsi) sebagai cardinal
sign yang kelima. Rubor dan calor terjadi akibat vasolidatasi kapiler yang menyebabkan banyak
darah ke daerah inflamasi sehingga memberi warna merah dan rasa hangat. Hal ini merupakan
bukti partisipasi pembuluh darah untuk mendatangkan sel-sel dan protein yang berperan dalam
respon inflamasi ke jaringan diman dibutuhkan kehadirannya. ”Tumor” (bengkak) terjadi akibat
banyaknya cairan plasma yang keluar dari pembuluh darah, membawa sel-sel inflamsi, mediator
inflamasi dan kebutuhan lain masuk ke dalam jaringan. Terjadilah peninggian jumlah cairan
intertisial yang disebur edema yang menyebabkan pembengkakan pada daerah inflamasi. Jadi
”tumor” yang dilihat oleh dr. Celcus sebenarnya adalah pembengkakan jaringan oleh karena
edema. Dolor terjadi akibat adanya rangsangan pada ujung-ujung saraf oleh mediator inflamasi
misalnya bradikinin yang memicu terjadinya nyeri dan penekanan ujung-ujung saraf oleh edema.
Pembengkakan dan rasa nyeri ini selanjutnya menimbulkan gangguan fungsi.
6. Apa mekanisme imunologi dari tanda dan gejala batuk?

Batuk merupakan mekanisme refleks yang sangat penting untuk menjaga jalan napas
tetap terbuka (paten) dengan cara menyingkirkan hasil sekresi lendir yang menumpuk
pada jalan napas. Tidak hanya lendir yang akan disingkirkan oleh refleks batuk tetapi
juga gumpalan darah dan benda asing. Namun, sering terdapat batuk yang tidak bertujuan
untuk untuk mengeluarkan lendir maupun benda asing, seperti batuk yang disebabkan
oleh iritasi jalan napas. Jalan napas dapat terjadi hiperreaktif sehingga hanya dengan
iritasi sedikit saja sudah dapat menyebabkan refleks batuk. Batuk merupakan gejala yang
paling sering ditemukan pada infeksi jalan napas atas. Jika batuk tidak hilang selama tiga
minggu sebaliknya dilakukan pemeriksaan foto toraks untuk menentukan kemungkinan
adanya tuberkulosis, karsinoma bronkus atau penyakit paru lain. Batuk termasuk elemen
utama untuk membersihkan saluran napas dari dahak, dan dahak merupakan stimulus
untuk terjadinya batuk.

Mekanisme Batuk dapat dibagi menjadi empat fase yaitu :


 Fase iritasi
Iritasi dari salah satu saraf sensoris nervus vagus di laring, trakea, bronkus besar, atau
serat afferen cabang faring dari nervus glosofaringeus dapat menimbulkan batuk. Batuk
juga timbul bila reseptor batuk di lapisan faring dan esofagus, rongga pleura dan saluran
telinga luar dirangsang.
 Fase inspirasi
Pada fase inspirasi glotis secara refleks terbuka lebar akibat kontraksi otot abduktor
kartilago aritenoidea. Inspirasi terjadi secara dalam dan cepat, sehingga udara dengan
cepat dan dalam jumlah banyak masuk ke dalam paru. Hal ini disertai terfiksirnya iga
bawah akibat kontraksi otot toraks, perut dan diafragma, sehingga dimensi lateral dada
membesar mengakibatkan peningkatan volume paru. Masuknya udara ke dalam paru
dengan jumlah banyak memberikan keuntungan yaitu akan memperkuat fase ekspirasi
sehingga lebih cepat dan kuat serta memperkecil rongga udara yang tertutup
sehingga menghasilkan mekanisme pembersihan yang potensial.

 Fase kompresi
Fase ini dimulai dengan tertutupnya glotis akibat kontraksi otot adduktor kartilago
aritenoidea, glotis tertutup selama 0,2 detik. Pada fase ini tekanan intratoraks meninggi
sampai 300 cm H2O agar terjadi batuk yang efektif. Tekanan pleura tetap meninggi
selama 0,5 detik setelah glotis terbuka . Batuk dapat terjadi tanpa penutupan glotis karena
otot-otot ekspirasi mampu meningkatkan tekanan intratoraks walaupun glotis tetap
terbuka.

 Fase ekspirasi/ ekspulsi


Pada fase ini glotis terbuka secara tiba-tiba akibat kontraksi aktif otot ekspirasi, sehingga
terjadilah pengeluaran udara dalam jumlah besar dengan kecepatan yang tinggi disertai
dengan pengeluaran benda-benda asing dan bahan-bahan lain. Gerakan glotis, otot-otot
pernafasan dan cabang-cabang bronkus merupakan hal yang penting dalam fase
mekanisme batuk dan disinilah terjadi fase batuk yang sebenarnya. Suara batuk sangat
bervariasi akibat getaran sekret yang ada dalam saluran nafas atau getaran pita suara.

Berdasarkan skenario, gejala batuk sering ditemukan. Batuk terjadi karena adanya iritasi
pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar dari
saluran napas bawah. Karen terlibatnya bronkus setiap penyakit tidak sama,mungkin saja
batuk baru ada setelah penyakit TB berkembang dalam jaringan paru yakni setelah
berminggu-minggu atau berbulan-bulan peradangan bermula. Sifat batuk dimulai dari
batuk kering (non-produktif) kemudian setelah timbul peradangan berubah menjadi
produktif (menghasilkan dahak). Keadaan lebih lanjut dapat berupa betuk darah karena
terdapat pembuluh darah kecil yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada TB terjadi pada
kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada dinding bronkus. Batuk ini sering sulit dibedakan
dengan batuk karena sakit: pneumonia,asma,bronkitis,alergi,penyakit paru obstruksi
kronik,dll.
7. Apa penyebab bengkak pada leher?
Infeksi pada kasus disebabkan oleh bakteri yang masuk saluran pernapasan menuju alveoli,
sehingga terjadilah infeksi primer.Dari infeksi primer ini, akan timbul peradangan saluran getah
bening menuju hilus (limfangitis lokal) dan juga diikuti dengan pembesaran kelenjar getah
bening hilus (limfangitis regional).

Peradangan pada saluran getah bening akan memengaruhi permeabilitas membran. Permeabilitas
membran akan meningkat dan akhirnya menimbulkan akumulasi cairan dalan rongga pleura.
Kebanyakan terjadinya efusi pleura akibat dari tuberkulosis paru melalui fokus subpleura yang
robek atau melalui aliran getah bening. Sebab lain dapat juga diakibatkan dari robeknya
perkijuan ke arah saluran getah bening yang menuju rongga pleura, iga, atau kolumna
vertebralis.

Adapun bentuk cairan efusi akibat tuberkulosis paru adalah eksudat yang berisi protein dan
terdapat pada cairan pleura akibat kegagalan aliran protein getah bening. Cairan ini biasanya
serosa, namun kadang-kadang bisa juga hemarogi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Prof. Dr. Syarifuddin Wahid, PhD, SpPA (K), SpF . 2016 . IMUNOLOGI LEBIH
MUDAH DIPAHAMI .Surabaya:Brilian Internasional.
2. Muwarni, Sri . 2015 . DASAR-DASAR MIKROBIOLOGI VETERINER . Malang: UB
press.
3. http://staff.ui.ac.id/system/files/users/retno.asti/material/patodiagklas.pdf
4. Setiati, Siti. 2017. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi VI. Jakarta: Interna
Publishing.
5. (Guyton. 2008)
6. Dr. R. Darmanto Djojodibroto, SpP. FCCP . 2009 . RESPIROLOGI (RESPIRATORY
MEDICINE). Jakarta: EGC
7. Muttaqin,Arif. Buku Ajar Asuhan Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan.Salemba
Medika

Anda mungkin juga menyukai