Kelompok 3 :
SERANG
2022/2023
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat
dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas penulisan makalah mata kuliah
Farmakologi dan Toksikologi tepat waktu. Tidak lupa shalawat serta salam tercurah
kepada Rasulullah SAW yang syafa’atnya kita nantikan kelak.
Demikian yang dapat kami sampaikan. Akhir kata, semoga makalah farmakologi
dan toksikologi ini dapat bermanfaat.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Dengan kemajuan imunologi yang telah dicapai sekarang ini, maka konsep imunitas
dapat diartikan sebagai suatu mekanisme yang bersifat faali yang melengkapi manusia dan
binatang dengan suatu kemampuan untuk mengenal suatu zat sebagai asing terhadap dirinya,
yang selanjutnya tubuh akan mengadakan tindakan dalam bentuk netralisasi, melenyapkan
atau memasukkan dalam proses metabolisme yang dapat menguntungkan dirinya atau
menimbulkan kerusakan jaringan tubuh sendiri. Konsep imunitas tersebut, bahwa yang
pertama-tama menentukan ada tidaknya tindakan oleh tubuh (respons imun), adalah
kemampuan sistem limforetikuler untuk mengenali bahan itu asing atau tidak (Bellanti,1985:
Marchalonis, 1980; Roitt,1993).
Rangsangan terhadap sel-sel tersebut terjadi apabila kedalam tubuh terpapar suatu zat
yang oleh sel atau jaringan tadi dianggap asing. Konfigurasi asing ini dinamakan antigen
atau imunogen dan proses serta fenomena yang menyertainya disebut dengan respons imun
yang menghasilkan suatu zat yang disebut dengan antibodi. Jadi antigen atau imunogen
merupakan potensi dari zat-zat yang dapat menginduksi respons imun tubuh yang dapat
diamati baik secara seluler ataupun humoral. Dalam keadaan tertentu (patologik), sistem
imun tidak dapat membedakan zat asing (non-self) dari zat yang berasal dari tubuhnya
sendiri (self), sehingga sel-sel dalam sistem imun membentuk zat anti terhadap jaringan
1
tubuhnya sendiri. Kejadian ini disebut dengan Autoantibodi (Abbas dkk., 1991; Roit dkk.,
1993).
Bila sistem imun terpapar oleh zat yang dianggap asing, maka akan terjadi dua jenis
respons imun, yaitu respons imun non spesifik dan respons imun spesifik. Walaupun kedua
respons imun ini prosesnya berbeda, namun telah dibuktikan bahwa kedua jenis respons
imun diatas saling meningkatkan efektivitasnya. Respons imun yang terjadi sebenarnya
merupakan interaksi antara satu komponen dengan komponen lain yang terdapat didalam
system imun. Interaksi tersebut berlangsung bersama-sama sedemikian rupa sehingga
menghasilkan suatu aktivitas biologic yang seirama dan serasi (Grange, 1982; Goodman,
1991; Roit dkk., 1993).
1.2 Tujuan
1. Mampu mengetahui dan memahami penyakit seistem pertahanan imun
2. Mengetahui etiologi pada penyakit sistem pertahan imun
3. Mengetahui penatalaksanaan dan pengobatan penyakit sistem pertahan imun
4. Mengetahui komplikasi dari penyakit sistem pertahan imun
1.4 Manfaat
1. Dapat memberikan kontribusi bagi ilmu pengetahuan dalam terapi pengobatan sistem
pertahanan imun yang sesuai
2. Penanganan pertama dalam pengobatan Antihipertensi jika mengalami penyakit
sistem pertahanan imun
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sistem imun (kekebalan tubuh) adalah sistem pertahanan pada tubuh manusia yang
berfungsi untuk menjaga manusia dari benda-benda yang asing dalam tubuh manusia. pada
sistem imun ada istilah yang disebut imunitas. Imunitas adalah ketahanan tubuh atau
resistensi tubuh terhadap suatu penyakit. Jadi sistem imun pada tubuh manusia mempunyai
imunitas terhadap berbagai macam penyakit yang dapat membahayakan (Huldani, 2018).
Jika sistem kekebalan tubuh manusia dapat bekerja dengan benar, sistem ini akan
mampu melindungi tubuh terhadappaparan infeksi bakteri dan virus, serta menghancurkan
sel kanker dan zat asing lain dalam tubuh. Hal yang akan terjadi apabila sistem kekebalan
kurang optimal atau melemah dalam bekerja, maka akan didapatkan kemampuannya dalam
melakukan proses perlindungan terhadap tubuh yang berkurang optimal, sehingga potensial
sekali untuk menyebabkan patogen baik itu kuman, parasit maupun virus dapat berkembang
dalam tubuh. Selain sebagai perlindungan terhadap kuman, parasit dan virus, sistem
kekebalan juga memberikan pengawasan terhadap perkembangan dan munculnya sel tumor.
Apabila sistem imun mengalami hambatan dalam berkerja, maka dapat meningkatkan resiko
timbulnya beberapa jenis tumor dalam tubuh baik yang bersifat jinak maupun ganas
(Smeltzer & Bare, 2013).
3
Kemajuan dicapai dalam pengembangan berbagai vaksin dan obat-obat yang digunakan
dalam memperbaiki fungsi sistem imun dalam memerangi infeksi dan keganasan, atau
sebaliknya digunakan untuk menekan inflamasi dan fungsi sistem imun yang berlebihan
pada penyakit hipersensitivitas (Murrell, 2018).
Dalam pandangan modern sistim imun mempunyai tiga fungsi utama yaitu
pertahanan (defense), homeostasis, dan pengawasan (surveillance).
4
2. Faktor fisiologis, terutama yang menyangkut organ. Terganggunya fungsi organ
tubuh akan memengaruhi kinerja organ, salah satunya karena berat badan yang
berlebihan akan memengaruhi sistem peredaran darah berupa peredaran darah yang
kurang teratur sehingga dapat meningkatkan kerentanan terhadap penyakit tertentu.
3. Faktor hormon sitokinin. Kandungan kadar sitokinin dalam kinerja sistem sangat
dipengaruhi oleh pola tidur atau mode istirahat individu. Dampak dari
ketidakseimbangan kadar hormon sitokinin dapat memengaruhi sistem imun seluler,
yang melemahkan sistem imun.
4. Faktor penggunaan narkoba. Penggunaan obat antibiotik yang melebihi dosis akan
berdampak negatif, dosis tersebut akan menyebabkan bakteri menjadi lebih resisten
sehingga ketika infeksi berulang, sistem imun tubuh tidak mampu melawannya.
2.4 Klasifikasi Sistem Imun
Sejak lahir setiap individu sudah dilengkapi dengan sistem pertahanan, sehingga
tubuh dapat mempertahankan keutuhannya dari berbagai gangguan yang dirancang dari uar
maupun dari dalam tubuh. Sistem imun dirancang untuk melindungi inang (host) dari
patogen-patogen penginvasi dan untuk menghilangkan penyakit. Sistem imun berdasarkan
responnya terhadap suatu jenis penyakit diklasifikasikan sebagai sistem imun bawaan
(innate imunity system) atau sering juga disebut respon/sistem imun non spesifik dan sistem
imun adaptif (adaptive immunity system) atau respon/sistem imun spesifik. Dengan uraian
sebagai berikut :
1. Sistem imun non spesifik/non adaptif (innate imunity system)
Sistem imun non spesifik adalah sistem imun yang melawan penyakit dengan
cara yang sama kepada semua jenis penyakit. Sistem kekebalan ini dimiliki oleh
sesorang sejak lahir. Sistem imun tidak membeda-bedakan responnya kepada setiap
jenis penyakit, oleh karena itu disebut non spesifik. Mekanisme kekebalan ini efektif
terhadap mikroorganisme tersebut. Sistem imun ini berkerja cepat dan selalu siap
jika tubuh di datangkan suatu penyakit.
Kekebalan non spesifik ada yang bersifat eksternal, ada pula yang bersifat
internal kekebalan eksternal disebut juga sebagai perlindungan permukaan, karena
melindungi bagian luar tubuh. Kekebalan internal lebih bersifat perlindungan seluler
dan kimiawi.
a. Kekebalan eksternal
Kekebalan eksternal terdiri dari jaringan epitelium yang melindungi tubuh
kita (kulit dan jaringan mukus) beserta sekresi yang dihasilkannya. Selain
5
sebagai penghalang masuknya penyakit, epitelium tersebut menghasilkan zat-zat
pelindung. Misalnya, hasil sekresi kulit bersifat asam sehingga beracun bagi
bakeri. Air ludah (saliva) dan air mata juga dapat membunuh bakteri. Mukus
(lendir) menjebak mikroorganisme sehingga tidak dapat masuk ke dalam saluran
pencernaan dan pernapasan.
b. Kekebalan internal
Kekebalan internal akan melawan bakteri, virus, atau zat-zat asing yang
mampu melewati kekebalan eksternal. Kekebalan internal berupa rangsangan
kimia dan melibatkan sel-sel fagositik, sel natural killer, protein anti mikroba
yang melawan zat asing yang telah masuk dalam tubuh, serta peradangan
(inflamasi) dan demam.
Sel-sel fagositik yang berperan dalam kekebalan internal antara lain netrofil,
makrofag, dan eosinofil. Netrofil akan bersifat fagositik (memakan) jika bertemu
dengan materi penginfeksi didalam jaringan. Makrofag akan berikatan dengan
polisakarida dipermukaan tubuh mikroba dan kemudian menelan mikroba
tersebut. Eosinofil bertugas untuk menyerang parasit yang berukuran besar,
misalnya cacing.
Sel natural killer menyerang sel parasit dengan cara mengerluarkan senyawa
penghancur yang disebut perforin. Sel natural kiler dapat melisiskan dan
membunuhh sel kanker serta virus sebelum sistem kekebalan adaptif diaktifkan.
Protein antimikroba meningkatkan pertahanan tubuh dengan cara menyerang
mikroorganisme secara langsung maupun dengan cara menghambat reproduksi
mikroorganisme. Salah satu protein antimikroba yang penting untuk melindungi
sel dari serangan virus adalah interferon.
Kekebalan internal lainnya adalah respon peradangan (inflamasi) dan demam.
Peradangan dipicu oleh trauma fisik, panas yang berlebihan, dll. Peradangan
bersifat lokal atay hanya muncul pada area terinfeksi sedangkan demam
menyebar keseluruh tubuh.
Respon/imum non spesifik punya 4 jenis pertahanan
a) Pertahanan fisik/mekanis
Pertahanan fisik dapat berupa kulit, lapisan mukosa/lendir, silia pada
saluran nafas, mekanisme batuk dan bersin. Pertahanan fisik ini umunya
melindungi tubuh dari penyakit yang berasal dari lingkungan kita. Pertahanan
ini merupakan pelindung pertama pada tubuh kita.
6
b) Pertahanan biokimia
Pertahanan biokimia ini adalah pertahanan yang berupa zat-zat kimia
yang akan menangani mikroba yang lolos dari pertahanan fisik. Pertahanan
ini dapat berupa pH asam yang dikeluarkan oleh kelenjar keringat, asam
lambung yang diproduksi oleh lambung, air susu, dan saliva.
c) Pertahanan humoral
Pertahanan ini disebut humoral karena melibatkan molekul-molekul
yang larut untuk melawan mikroba. Biasanya molekul yang bekerja adalah
molekul yang berada di sekitar daerah yang dilalui oleh mikroba. Contoh
molekul larut yang bekerja pada pertahanan ini adalah Interferon (IFN),
Defensin, Kateisidin, dan Sistem Komplemen.
d) Pertahanan seluler
Pertahanan ini melibatkan sel-sel sistem imun dalam melawan
mikroba. Sel-sel tersebut ada yang ditemukan pada sirkulasi darah dan ada
juga yang di jaringan. Netrofil, Basofil, Eosinofil, Monosit, dan sel NK.
2. Respon imun spesifik/adaptif (adaptive immunity system)
Sistem Pertahanan Tubuh Spesifik merupakan pertahanan tubuh terhadap
patogen tertentu yang masuk ke dalam tubuh. Sistem ini bekerja apabila patogen
telah berhasil melewati sistem pertahanan tubuh non spesifik. Sistem pertahanan
tubuh spesifik terdiri atas beberapa komponen, yaitu:
1) Limfosit
a) Limfosit B (Sel B)
Proses pembentukan dan pematangan sel B terjadi di sumsum tulang. Sel B
berperan dalam pembentukan kekebalan humoral dengan membentuk antibodi. Sel B
dapat dibedakan menjadi :
Sel B plasma, berfungsi membentuk antibodi.
Sel B pengingant, berfungsi mengingat antigen yang pernah masuk ke dalam
tubuh serta menstimulasi pembentukan sel B plasma jika terjadi infeksi
kedua.
Sel B pembelah, berfungsi membentuk sel B plasma dan sel B pengingat. b
a) Limfosit T (Sel T)
7
Proses pembentukan sel T terjadi di sumsum tulang, sedangkan proses
pematangannya terjadi di kelenjar timus. Sel T berperan dalam pembentukan
kekebalan seluler, yaitu dengan cara menyerang sel penghasil antigen secara
langsung. Sel T juga membantu produksi antibodi oleh sel B plasma. Sel T dapat
dibedakan menjadi :
Sel T pembunuh, berfungsi menyerang patogen yang masuk dalam tubuh, sel
tubuh yang terinfeksi, dan sel kanker secara langsung.
Sel T pembantu, berfungsi menstimulasi pembentukan sel B plasma dan sel T
lainya serta mengaktivasi makrofag untuk melakukan fagositosis.
Sel T supresor, berfungsi menurunkan dan menghentikan respons imun
dengan cara menurunkan produksi antibodi dan mengurangi aktivitas sel T
pembunuh. Sel T supresor akan bekerja setelah infeksi berhasil ditangani.
2) Antibodi (Immunoglobulin/Ig)
Antibodi akan dibentuk saat ada antigen yang masuk ke dalam tubuh.
Antigen adalah senyawa protein yang ada pada patogen sel asing atau sel kanker.
Antibodi disebut juga immunoglobulin atau serum protein globulin, karena berfungsi
untuk melindungi tubuh melalui proses kekebalan (immune). Antibodi merupakan
senyawa protein yang berfungsi melawan antigen dengan cara mengikatnya, untuk
selanjutnya ditangkap dan dihancurkan oleh makrofag. Suatu antibodi bekerja secara
spesifik untuk antigen tertentu. Karena jenis antigen pada setiap kuman penyakit
bersifat spesifik, maka diperlukan antibodi yang berbeda untuk jenis kuman yang
berbeda. Oleh karena itu, diperlukan berbagai jenis antibodi untuk melindungi tubuh
dari berbagai kuman penyakit.
Antibodi tersusun dari dua rantai polipeptida yang identik, yaitu dua rantai
ringan dan dua rantai berat. Keempat rantai tersebut dihubungkan satu sama lain oleh
ikatan disulfida dan bentuk molekulnya seperti huruf Y. Setiap lengan dari molekul
tersebut memiliki tempat pengikatan antigen. Beberapa cara kerja antibodi dalam
menginaktivasi antigen yaitu :
Netralisasi (menghalangi tempat pengikatan virus, membungkus bakteri dan
atau opsonisasi)
Aglutinasi partikel yang mengandung antigen, seperti mikrobia
Presipitasi (pengendapan) antigen yang dapat larut
Fiksasi komplemen (aktivasi komplemen)
8
Ada lima jenis antibodi yaitu IgG, IgA, IgM, IgD, IgE.
1) IgG merupakan komponen utama didalam Ig serum dengan kadar di dalam
darah sekitar 75% dari semua immunoglobulin. IgG dapat menembus
plasenta dan masuk ke fetus dan berperan dalam imunitas bayi sampai
berusia 6-9 bulan. IgG dan komplemen bekerja saling membantu di dalam
sebagai opsonin pada pemusnahan antigen. IgG juga berperan di dalam
imunitas sellular.
2) IgA ditemukan dalam jumlah yang sedikit didalam darah. IgA di dalam
serum dapat mengagglutinasi kuman. Mengganggu motilitasnya hingga
memudahkan fagositosis oleh sel PMN.
3) IgM merupakan antibodi dalam respon imun primer terhadap kebanyakan
antigen. IgM dapat mencegah gerakan mikroorganisme patogen,
memudahkan fagositosis dan merupakan aglutinator poten protein.
4) IgD ditemukan dengan kadar yang sangat rendah didalam sirkulasi. IgD
merupakan 1% dari total immunoglobulin dan ditemuksan banyak pada sel
membran sel B bersama IgM dan berfungsi sebagai reseptor pada aktivasi sel
B..
5) IgE ditemukan dalam serum dengan kadar yang rendah di dalam serum dan
meningkat pada penyakit alergi, infeksi cacing.
Sistem imun memiliki bentuk berupa lapisan-lapisan pertahanan tubuh. Sistem imun
dalam kinerjanya memiliki tiga macam bentuk strategi pertahanan tubuh yaitu:
1. Barier fisik
Kulit utuh memegang peranan penting seperti yang dijelaskan Eka dan Wani
(2021), dalam proteksi utama dan sebagai barier fisik yang berfungsi untuk
menghentikan invasi yang dilakukan oleh mikroorganisme. Sekresi yang dikeluarkan
dari kulit, baik meliputi lendir, asam keringat, maupun asam lemak memiliki
peranannya dalam penghancuran dan pertumbuhan suatu bakteri pada permukaan
kulit. pengurangan
2. Respons imun alami
9
Respons imun alami menurut Hewajuli dan Dharmayanti (2015), dapat
diartikan sebagai imunitas bawaan yang telah dimiliki sejak awal. Imunitas bawaan
akan teraktivasi ketika suatu sistem kekebalan mulai mengenali sifat kimiawi dari
antigen.
3. Respons imun adaptif
Imunitas adaptif memiliki resistansi yang bersifat khusus, imunitas adaptif
merupakan lapisan perlindungan ke-3 yang tercipta akibat adanya suatu bentuk
adaptasi ketika terpapar bakteri atau virus. Kekebalan dari respons imun adaptif tidak
muncul saat lahir, tetapi berkembang secara berkala dengan seberapa besar macam-
macam antigen yang menyerang tubuh individu tersebut. Respons imun adaptif
seperti yang dijelaskan oleh Djauhari et al. (2020), dapat diperoleh dan berkembang
dengan cara mempelajari pada setiap antigen yang menyerang dan mengembangkan
memori pengingat untuk mengenalinya pada jangka waktu ke depan jika terjadi
penyerangan lagi. Respons kekebalan tubuh khusus (adaptif) dalam kinerjanya akan
menyesuaikan segala bentuk serangan ke antigen tertentu karena sistem ini akan
mengenali, beradaptasi, dan mengingat bentuk serangan/infeksi yang terjadi.
Pada mekanisme sistem kekebalan tubuh, apabila ada zat/benda yang
dianggap asing, zat/benda tersebut akan dikenali dan direspons oleh sistem
kekebalan tubuh nonspesifik/alami. Respons yang diberikan bisa saja tidak berhasil
mengenali atau menghambat zat/benda asing tersebut. Jika hal ini terjadi, secara
otomatis tubuh akan mengaktifkan sistem kekebalan tubuh spesifik atau adaptif.
Aktivasi sistem imun spesifik menyebabkan dua jenis respons imun aktif. Walaupun
kedua jenis respons imun tersebut memiliki proses yang berbeda, keduanya telah
menunjukkan bahwa fungsinya sebagai respons antigenik akan terus meningkat
efektivitasnya. Dasar terjadinya respons imun.
2.6 Komponen Sistem Imun
Sistem imun dilengkapi dengan kemampuan untuk memberikan respons imun
non spesifik, misalnya fagositosis, maupun kemampuan untuk memberikan respons
imun spesifik yang dilakukan oleh sel-sel dan jaringan limfoid yang tergolong
kedalam system limforetikuler (Oppenheim dkk., 1987; Abbas dkk., 1991; Roit dkk.,
1993). Sistem ini terdiri atas sejumlah organ limfoid yaitu:
1) kelenjar timus
2) kelenjar limfe
3) limfa
10
4) Tonsil
11
Tekanan psikologi yang berkepanjangan dapat mengganggu mekanisme
sistem imun dalam tubuh. Apabila otak merasa tertekan, otak akan menghasilkan
hormon kortisol yang jika berlebihan akan berdampak negatif bagi sistem
kekebalan tubuh kita.
2.8 Gangguan Pada Sistem Imun
Penyakit autoimun adalah penyakit yang timbul karena kegagalan sistem
imunitas untuk membedakan sel tubuh dengan sel asing sehingga sistem imunitas
menyerang tubuh sendiri. Normalnya, sistem kekebalan tubuh menjaga tubuh dari
serangan organisme asing, seperti bakteri atau virus. Seseorang yang menderita
penyakit autoimun, sistem kekebalan tubuhnya melihat sel tubuh yang sehat sebagai
organisme asing. Sehingga sistem kekebalan tubuh akan melepaskan protein yang
disebut autoantibodi untuk menyerang sel-sel tubuh yang sehat.
Pada keadaan kondisi yang normal, banyak sel T dan antibodi bereaksi
dengan peptida self. Terdapat sel khusus (terletak di timus dan sumsum tulang) yang
menyajikan limfosit muda dengan antigen self yang dihasilkan pada tubuh dan untuk
membunuh sel yang dianggap antigen self, akhirnya mencegah autoimunitas.
Contohnya pada penyakit lupus didapatkan gangguan pada hampir semua sistem
organ, ditandai dengan munculnya gejala seperti demam, nyeri sendi, ruam kulit,
kulit sensitif, sariawan, bengkak pada tungkai, sakit kepala, kejang, nyeri dada, sesak
napas, pucat, dan perdarahan. Berikut salah satu jenis penyakit autoimun yaitu lupus.
1) Lupus (Systemic Lupus Erythematosus/SLE)
Systemic Lupus Erythematosus (SLE) atau yang lebih dikenal dengan
penyakit lupus, adalah inflamasi atau peradangan pada beberapa tempat di tubuh
akibat pengenalan antigen tubuh oleh antibodi. Inflamasi ini bisa terjadi pada
beberapa organ tubuh sehingga mengakibatkan kerusakan dan menyebabkan
kematian. Gejala SLE cukup bervariasi, namun yang paling khas adalah
terbentuknya ruam (rash) pada pipi yang berbentuk kupu-kupu (Gambar 2.1)
(Baratawidjaja KG, 2012).
12
Gambar 2.1
Ruam dengan bentuk kupu-kupu pada individu yang terkena SLE
13
terbuka (ulserasi) di lapisan lembab (mukosa) mulut, hidung, atau, yang lebih
jarang, alat kelamin.
A. Epidemiologi Lupus
SLE diperkirakan mempengaruhi antara 322.000 dan 1,5 juta orang di
Amerika Serikat. Prevalensi yang tepat sulit untuk ditentukan karena
banyak tanda dan gejala SLE mirip dengan kelainan lain. Diagnosis dapat
ditunda selama bertahun-tahun, dan kondisi ini mungkin tidak pernah
didiagnosis pada beberapa individu yang terkena. Wanita mengembangkan
SLE sekitar sembilan kali lebih sering daripada pria. Ini paling sering
terjadi pada wanita yang lebih muda, memuncak selama masa subur,
namun 20 persen kasus SLE terjadi pada orang di atas usia 50 tahun
(Siagian, Ernawati, 2018)
Masih belum didapatkan data pasti mengenai prevalensi SLE di
Indonesia. Di AS,angka yang paling dapat dipercaya adalah 0,05 – 0,1%
dari populasi, namun didapatkan angka yang berbeda pada berbagai
laporan. Beberapa ras, seperti kaum kulit hitam, keturunan asli Amerika,
dan keturunan Hispanik, berisiko lebihtinggi terhadap SLE dan dapat
mengalami penyakit yang lebih parah. Prevalensi SLE di seluruh duni
tidak berbeda dengan laporan dari AS; penyakit ini kelihatannya lebih
sering ditemukan di Cina, di Asia Tenggara, dan di antara keturunan kulit
hitam di Karibia namun jarang ditemukan pada keturunan kulit hitam di
Afrika.
B. Etiologi Lupus
Etiologi dari masih belum diketahui secara jelas, namun diperkirakan
bersifat multifaktorial berhubungan dengan genetik, lingkungan, dan
faktor hormonal. Faktor-faktor ini menyebabkan terjadinya kerusakan
yang irreversibel pada toleransi imun yang dimanifestasikan dengan
adanya respon imun terhadap antigen nuklear endogen. (Kasper., et.al.
2018)
Penyakit Sistemik Lupus Erythematosus (SLE) ini lebih kerap ditemui
di kalangan kaum wanita. Ini menunjukkan bahwa hormon yang terdapat
pada wanita mempunyai peranan besar, walau bagaimanapun perkaitan
antara Sistemik Lupus Erythematosus (SLE) dan hormon wanita saat ini
masih dalam kajian. Penyakit Sistemik Lupus Erythematosus (SLE)
14
bukanlah suatu penyakit keturunan. Walau bagaimanapun, mewarisi
gabungan gen tertentu meningkatkan lagi risiko seseorang itu mengidap
penyakit Sistemik Lupus Erythematosus (SLE).
Dari faktor genetik, orang yang memiliki keluarga dengan LES
memiliki kemungkinan 30 kali lebih besar untuk mengalami LES
dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki riwayat keluarga.3,6 Dari
faktor lingkungan LES biasanya dipicu diantaranya oleh sinar ultraviolet
B, kebiasaan diet mengkonsumsi lemak jenuh, obat-obatan dan virus
infeksius atau endogen.
C. Patofisiologi Lupus
SLE terjadi karena terganggunya mekanisme regulasi yang dalam
keadaan normal mencegah autoimunitas patologis. Adanya faktor pemicu
pada pasien yang memiliki predisposisi genetik akan menghasilkan
abnormalitas pada sel CD4+ yang mengakibatkan hilangnya toleransi sel T
terhadap self antigen. Sebagai akibatnya muncul sel T autoreaktif yang
akan menyebabkan induksi serta ekspansi sel B baik yang memproduksi
autoantibodi maupun yang berupa sel memori. (Anonim.2013)
Pada LES, antigen yang diserang oleh autoantibodi adalah antigen
yang terutama terletak pada nukleoplasma. Antibodi ini disebut ANA (anti
nuclear antibody). Dengan antigennya yang spesifik, ANA membentuk
kompleks imun yang beredar dalam sirkulasi dan menimbulkan gangguan,
seperti gangguan eliminasi kompleks imun, gangguan pemrosesan
kompleks imun dalam hati dan penurunan ambilan kompleks imun pada
limpa. Gangguan-gangguan ini menyebabkan terbentuknya deposit
kompleks imun di luar sistem fagosit mononuklear. Kompleks imun ini
akan mengendap pada berbagai macam organsehingga terjadi fiksasi
komplemen pada organ tersebut. Peristiwa ini menyebabkan aktivasi
komplemen yang menghasilkan substansi penyebab timbulnya keluhan
atau gejala pada organ seperti ginjal, sendi, pleura, kulit dan sebagainya
15
Gambar 2.2
Patofisiologi SLE
D. Manefestasi Klinik
Keluhan utama dan pertama sistemik lupus eritematosus (SLE) adalah
artralgia, dapat juga timbul artritis nonerosif pada dua atau lebih sendi
perifer. Pasien mengeluh lemas, lesu dan capek sehingga menghalanginya
beraktivitas. Demam pegal linu seluruh tubuh, nyeri otot dan penurunan
berat badan terdapat kelainan kulit spesifik berupa bercak malar
menyerupai kupu-kupu dimuka dan eritema umum yang menonjol.
Terdapat kelainan kulit menahun berupa bercak diskoid yang bermula
sebagai eritema papul atau plak bersisik. Dapat pula terjadi kelaian darah
berupa anemia hemoditik, kelainan ginjal, pneumonitis, kelainan jantung,
gastrointestinal, gangguan saraf dan kelainan psikatrik. 5 Pemeriksaan
diagnostik yaitu :
a. Pemeriksaan Antibodi Antinuklear
b. Laju Endap Darah
c. Pemeriksaan Urin
d. Pemeriksaan Serum
E. Terapi LES
Terapi LES dilakukan secara bersamaan dan berkesinambungan agar
tujuan terapi dapat tercapai. Berikut pilar terapi LES.Secara garis besar,
16
tujuan, indikasi dan teknis pelaksanaan program rehabilitasi yang
dimaksud melibatkan, yaitu:
a. Program Rehabilitasi
1. Istirahat
2. Terapi fisik
3. Terapi dengan modalitas
4. Ortotik
5. Lain-lain.
b. Terapi Medikasi
1. Pengobatan LES ringan
Penghilang nyeri seperti paracetamol.
Obat anti inflamasinon-steroidal (OAINS), sesuai panduan
diagnosis dan pengelolaan nyeri dan inflamasi.
Glukokortikoid topikal untuk mengatasi ruam (gunakan preparat
dengan potensi ringan)
Kortikosteroid dosis rendah seperti prednison < 10 mg/hari atau
yang setara. Gunakan tabir surya topikal minimal dengan SPF 15.
2. Pengobatan LES sedang
Pada LES sedang diperlukan beberapa rejimen obat-obatan
tertentu serta mengikuti protokol pengobatan yang telah ada. Misal
pada serosistis yang refrakter: 20 mg/ hari prednison atau yang setara.
3. Pengobatan LES berat atau mengancam nyawa
Pada LES berat atau yang mengancam nyawa diperlukan obat-
obatan sebagaimana tercantum di bawah ini. Glukokortikoid Dosis
Tinggi Lupus nefritis, serebritis atau trombositopenia: 40 – 60 mg/hari
(1 mg/kgBB) prednison atau yang setara selama 4-6 minggu yang
kemudian diturunkan secara bertahap, didahului pemberian
metilprednisolon intra vena 500 mg sampai 1 gram/hari selama 3 hari
bertutut-turut.
Obat imunosupresan atau sitotoksik
Terdapat beberapa obat kelompok imunosupresan atau sitotoksik
yang biasa digunakan pada LES, yaitu azatioprin, siklofosfamid,
metotreksat, siklosporin, mikofenolat mofetil. Pada keadaan
17
tertentu seperti lupus nefritis, lupus serebritis, perdarahan paru atau
sitopenia, seringkali diberikan gabungan antara kortikosteroid dan
imunosupresan atau sitotoksik karena memberikan hasil
pengobatan yang lebih baik.
BAB III
METODELOGI
18
akan bertambah hebat bila terpajan sinar matahari. Sejak 22 hari sebelum
timbul ruam kemerahan, penderita mengeluh panas badan terus-menerus
yang dirasakan siang sama dengan malam. Untuk keluhan panas badannya
penderita sudah berobat ke dokter namun sampai saat ini belum ada
perbaikan. Penderita juga mengeluhkan badan terasa lemah.
Atau yg ini( ata maoo dari jurnal lain)
Indepamid 1,25-2,5(5) 1
2 Diuretik kuat(loop)
Busetanid 0,5-2(10) 2
Furosemid 20-80(320) 2
Torsemid 2,5-5(10) 1
19
Spironolakton 25-50(100) 2 atau 3
Triamteren 50-100(150) 1 atau 2
4 Beta-bloker
Acebutol 25-50(100) 1
Bisoprol 2,5-10(20) 1
Nadolol 50-100(240) 1
10-40(60) 1
Timolol
Cerrteolol 2,5-5(10) 2
Pindolol 10-40(60)
6 – blockers
Carvediol 12,5 – 25 (50) 2
Labetalol 200 – 800 (1200) 2
7 Periver Antagonis Andrenergic
Reserpin 0,05 – 0,25
20
3.3 Contoh obat obatan
3.3.1 Golongan Diuretik Thiazid
No Klasifikasi Keterangan
1 Nama Dagang Klortalidon
2 Mekanisme kerja Cara kerjanya dapat mempengaruhi ginjal supaya
mengeluarkan cairan dan garam yang tidak
diperlukan oleh tubuh melalui urine
3 Indikasi Mengontrol tekanan darah, mencegah komplilasi
hipertensi
4 Bentuk obat Tablet
5 Dosis Dewasa: dosis awal 12,5–25 mg/hari, diberikan
tanpa atau dengan obat antihipertensi lain
21
8 Efek samping Otot terasa lemah, kram, sakit perut, mual dan
muntah
No Klasifikasi Keterangan
1 Nama dagang Diuvar, Farsix, Furosemid, Gralixa, Uresix
2 Mekanisme kerja Furosemide bekerja dengan cara mengurangi
penyerapan kembali elektrolit yaitu natrium ke
dalam darah pada saluran ginjal, sehingga urin
yang dihasilkan menjadi lebih banyak.
3 Indikasi Mengatasi penumpukan cairan yang ada di dalam
tubuh
4 Bentuk obat Injeksi, sirup, tablet
5 Dosis Dewasa: Dosis awal 40 mg per hari. Dosis dapat
diturunkan menjadi 20 mg per hari.
Lansia: Dosis awal 20 mg per hari.
6 Cara pemberian Oral, injeksi
7 Kontraindikasi Furosemide tidak boleh digunakan pada keadaan
gagal ginjal, penyakit Addison, dan dehidrasi.
8 Efek samping ruam-ruam pada kulit, rasa gatal, bahkan bengkak
atau sakit, vertigo, ganguan irama jantung, dan
mulut kering
22
3.3 Gambar Obat Spironolactone
No Klasifikasi Keterangan
1 Nama dagang Tablet: Spirola, Carpiaton, Spirolacton, Letonal,
Aldactone
2 Mekanisme kerja bekerja pada bagian distal dari tubulus ginjal
dimana akan terjadi peningkatan ekskresi natrium
dan air serta pengurangan ekskresi Kalium
sehingga berefek sebagai diuretik dan
antihipertensi.
3 Indikasi obat ini membantu menurunkan tekanan darah dan
membantu mengurangi risiko stroke, gagal jantung,
dan gagal jantung
4 Bentuk obat Tablet
5 Dosis Dewasa:awalnya 100 mg setiap hari, dapat
disesuaikan hingga 400 mg setiap hari sesuai
respons
23
3.3.4 Golongan Beta-Bloker
No Klasifikasi Keterangan
1 Nama dagang Betaloc Zok, Fapresor, Lopresor, Loprolol
2 Mekanisme kerja Obat ini bekerja dengan menghambat zat kimia
seperti epinefrin yang ada pada jantung dan
pembuluh darah sehingga dapat menurunkan
denyut jantung, tekanan darah, dan tekanan pada
jantung.
3 Indikasi Obat yang digunakan untuk mengobati hipertensi
(tekanan darah tinggi)
4 Bentuk obat Tablet salut, injeksi
5 Dosis Dewasa (suntik IV): dalam 12 jam setelah nyeri
dada, dosis 5 mg sebanyak 3 kali dengan interval
pemberian setiap 2 menit.
Dewasa (tablet): dalam 15 menit setelah pemberian
dosis suntik IV, dosis awal 50 mg setiap 6 jam
selama 48 jam berikutnya
Dewasa (tablet): dosis awal 100 mg satu atau dua
kali sehari, lalu ditingkatkan secara bertahap setiap
minggu sesuai kebutuhan. Dosis pemeliharaan 200
mg satu atau dua kali per hari (dosis maksimum
400 mg per hari).
Dewasa (tablet lepas lambat): dosis awal 25–100
mg sekali sehari, lalu ditingkatkan secara bertahap
setiap minggu sesuai kebutuhan (dosis maksimum
400 mg per hari).
6 Cara pemberian Oral, I.V
7 Kontraindikasi Jangan menggunakan metoprolol jika mempunyai
kondisi medis Blok atrioventrikular derajat 2 atau
3, Sindrom sinus, Hipotensi dan Gagal jantung
8 Efek samping Pusing, insomnia, kelelahan, sakit kepala, vertigo,
kebingungan, bradikardia, sesak napas, hipotensi,
fenomena Raynaud, gagal jantung, edema perifer,
24
sinkop, nyeri dada, palpitasi, gangren, klaudikasio
No Klasifikasi Keterangan
1 Nama dagang Dexacap, Vapril, Acepress, Tensicap, Farmoten,
Forten, Prix, Otoryl, Acendril, Etapril, Sacntensi,
Tensobon, Captensi
2 Mekanisme kerja bekerja dengan melakukan penghambatan kinerja
enzim ACE sehingga kadar angiotensin menurun
dan menyebabkan peningkatan kadar brakinin.
Penurunan kadar angiotensin berpengaruh terhadap
retensi air dan natrium, selain itu menyebabkan
terjadinya vasodilatasi kapiler dan penurunan
tekanan darah
3 Indikasi Captopril digunakan untuk membantu mengobati
tekanan darah tinggi dan gagal jantung.
4 Bentuk obat Tablet
5 Dosis hipertensi : 12,5mg 3 kali sehari, bisa dinaikkan
maksimal 450mg; gagal jantung : 12,5-25mg
3 x sehari
6 Cara pemberian Oral
7 Kontraindikasi Hindari penggunaan pada pasien dengan kondisi:
Memiliki riwayat angioedema yang berhubungan
dengan pengobatan ACE, edema angioneurotik
herediter atau idiopatik. penggunaan bersamaan
dengan aliskiren pada pasien dengan diabetes
mellitus atau gangguan ginjal dan wanita hamil
8 Efek samping Mual dan muntah Pusing, vertigo, Diare, sembelit,
gangguan nafsu makan,
Gatal dan ruam pada kulit
25
3.3.6 Golongan Angiotensin Receptor Blocker ( ARB )
No Klasifikasi Keterangan
1 Nama dagang Acetensa, Angioten, Cozaar, Insaar, Losartan
Potassium, Losargard, Lifezar, Santesar
2 Mekanisme Kerja Obat ini bekerja dengan menghambat reseptor
angiotensin II sehingga pembuluh darah yang
sebelumnya menyempit akan melebar. Dengan
begitu, jantung akan lebih mudah memompa darah
dan tekanan darah akan turun
3 Indikasi Losartan digunakan untuk menurunkan tekanan
darah pada penderita hipertensi dan gagal jantung
kongesti
4 Bentuk Obat Kaplet, Tablet
5 Dosis Dewasa: 50 mg setiap hari. Dosis bersifat
individual dan dapat ditingkatkan hingga 100 mg
sekali sehari sesuai dengan respons klinis.
Anak: 6-18 tahun> 20-
Lansia > 75 tahun: 25 mg setiap hari
6 Cara pemberian Oral
7 Kontraindikasi Hipersensitif (Reaksi Alergi) terhadap Losartan.
Penggunaan bersamaan dengan aliskiren (Obat
untuk Tekanan darah tinggi esensial) pada pasien
diabetes. Penderita gangguan ginjal (GFR ) dan
Ibu hamil.
8 Efek samping Efek samping yang mungkin terjadi adalah:
Mialgia (Nyeri otot), Nyeri punggung dan
kaki ,Insomnia (Susah tidur), Hidung tersumbat,
Diare, Dispepsia (Gangguan pencernaan)
Kram otot
26
3.3.7 Golongan Antagonis Kalsium
27
BAB IV
PEMBAHASAN
Hipertensi merupakan masalah kesehatan yang perlu segera ditangani karena jumlah
penderita yang terus meningkat. Hipertensi juga disebut sebagai pembunuh buta atau
pembunuh senyap. Hipertensi dapat membunuh seseorang secara tiba-tiba tanpa mengetahui
gejalanya terlebih dahulu. Hipertensi adalah suatu keadaan atau kondisi dimana tekanan
darah seseorang meningkat di atas kisaran normal sehingga menyebabkan penyakit bahkan
kematian. Seseorang disebut hipertensi jika tekanan darahnya melebihi batas normal, yaitu
lebih dari 1
0/90 mmHg. Tekanan darah meningkat seiring dengan peningkatan sistolik yang tingginya
bergantung pada masing-masing penderita, dalam hal ini tekanan darah bervariasi dalam
batas-batas tertentu sesuai dengan posisi tubuh, usia dan tingkat stres yang dirasakan.
28
Hipertensi dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan penyebabnya yaitu. hipertensi primer
dan hipertensi sekunder, yang diberikan pada penjelasan di bawah ini:
a. Hipertensi primer atau hipertensi esensial disebabkan oleh peningkatan tekanan
arteri yang terus menerus akibat kontrol homeostatis yang tidak teratur. mekanisme
b. Hipertensi sekunder, atau hipertensi ginjal, adalah hipertensi yang diketahui
penyebabnya. Hampir semua hipertensi sekunder berhubungan dengan sekresi
hormon dan disfungsi ginjal. Umumnya, hipertensi sekunder dapat diobati dengan
pengobatan yang tepat dari penyebabnya.
3.1 Terapi Hipertensi :
Apabila penyakit hipertensi tidak ditangani maka dapat menyebabkan komplikasi
yang seriius, sehingga untuk pencegahan dan penanggulangan dapat dilakukan dengan
pengobatan secara farmakologi
3.1.1 Non farmakologi
Gaya hidup sehat telah terbukti menurunkan tekanan darah dan umumnya sangat
bermanfaat dalam mengurangi risiko masalah kardiovaskular. Pola hidup sehat yang
dianjurkan adalah:
Penurunan berat badan
Mengurangi asupan garam
Berolahraga
Mengurangi konsumsi alkohol
Berhenti merokok
29
f) Diuretik hemat kalium dapat menyebabkan hiperkalemia dan spironolakton dapat
menyebabkan ginekomastia.
2. -bloker
a) Mekanisme kerjanya belum diketahui secara pasti, namun diduga dapat menurunkan
frekuensi dan kekuatan kontraksi otot jantung serta mencegah pelepasan renin dari
ginjal.
b) Kemanjuran klinis dari ẞ blocker tidak jauh berbeda.
c) Bisoprolol, metoprolol, atenolol dan acebutol dalam dosis rendah selektif untuk B,
sehingga memiliki efek yang relatif kecil pada bronkokonstriksi.
d) Pindolol, penbutol, carteolol dan acebutol memiliki aktivitas simpatomimetik
intrinsik (ISA) atau antagonis reseptor B parsial.
e) Propranolol dan metoprolol menjalani metabolisme lintas pertama yang ekstensif,
sedangkan atenolol dan nadolol memiliki waktu paruh yang panjang dan
memerlukan penyesuaian dosis pada pasien dengan gangguan ginjal.
f) Jangan berhenti mengonsumsi ẞ blocker secara tiba-tiba, karena dapat
menyebabkan angina, infark miokard, dan takikardia.
g) Pada pasien DM, B-blocker dapat menutupi gejala hipoglikemia, jika harus
diberikan, pilih yang kardioselektif. h) B-blocker dikontraindikasikan pada penderita
asma dan gagal jantung
3. ACE-inhibitor
30
b) Berbeda dengan penggunaan penghambat ACE, obat ini tidak mencegah pemecahan
brandykinin, sehingga tidak terjadi efek samping kronis baru.
c) Semua kelas obat ini memiliki efikasi yang relatif sama dan efeknya aditif ketika
diuretik tiazid ditambahkan untuk meningkatkan efikasi.
d) Golongan obat ini, setara dengan penghambat ACE, dapat diubah jika pasien
mengalami efek samping batuk.
e) Obat golongan ini dikontraindikasikan pada wanita hamil karena mungkin bersifat
teratogenik
5. Ca-antagonis
a) Menyebabkan relaksasi otot polos jantung dan pembuluh darah dengan memblokir
saluran Ca."
b) Semua agen kecuali amlodipine adalah agen inotropik negatif.
c) Verapamil menyebabkan konstipasi pada 7% pengguna.
d) Efek samping GI ESO pusing, pembilasan, sakit kepala dan edema perifer lebih
lanjut. vasodilator efek. lebih umum dengan hidropiridin dibandingkan dengan
verapamil atau diltiazem.
e) Penggunaan tablet reguler dan pelepasan nifedipin atau Ca blocker lainnya secara
intermiten dapat menyebabkan hipotensi berat (ESO farmakologis), sehingga lebih
aman untuk memberikan formulasi kerja lama.
6. Alfa Satu Bloker
a) Prazosin, terazosin, dan doxazosin adalah penghambat α-selektif dan tidak bekerja
pada reseptor α dan karenanya tidak menyebabkan takikardia refleks.
b) Ini memiliki efek samping SSP seperti kelesuan/kelemahan, mimpi jernih dan
depresi yang ditandai dengan hipotensi ortostatik.
7. Agonis 2- reseptor (Klonidin dan Metildopa)
a) Menurunkan tekanan darah dengan mengurangi aktivitas simpatis seperti detak
jantung, curah jantung, resistensi perifer, aktivitas renin plasma, dan refleks
baroreseptor.
b) Penggunaan kronis obat ini dapat menyebabkan retensi Na dan air, terutama dengan
metildopa. Dosis rendah clonidine dan guanfacine atau guanabans dapat digunakan
untuk mengobati hipertensi ringan tanpa penambahan diuretik.
c) Sedasi dan mulut kering adalah efek samping yang umum karena efek utamanya
dan juga dapat menyebabkan depresi.
d) Penghentian pengobatan secara tiba-tiba dapat menyebabkan hipertensi rebound.
8. Vasodilator
a) Hydralazine dan minoxidil bekerja langsung pada vasodilator otot polos arteri
dengan meningkatkan kadar cGMP intraseluler.
b) Pasien harus menerima diuretik atau ẞ blocker sebelum mengambil golongan obat
ini. Clonidine dapat diberikan kepada pasien yang kontraindikasi ẞ blocker.
c) Hydralazine menyebabkan sindrom seperti lupus yang bergantung pada dosis dan
dapat dihindari pada dosis di bawah 200 mg.
31
d) Minoksidil adalah vasodilator yang lebih kuat daripada hidralazin dan diindikasikan
untuk pengobatan hipertensi yang tidak terkontrol.
Kondisi khusus itu supaya tujuan umum pengobatan yang mengurangi morbiditas,
mortalitas, dan perlindungan organ dapat tercapai.
1. Gagal Jantung
a) Diuretik merupakan terapi pilihan utama karena dapat mengurangi udem dengan efek
diuresisnya. Diuretik kuat mungkin diperlukan, terutama pasien dengan tekanan
sistolik yang besar.
b) ACE inhibitor juga merupakan obat pilihan pertama berdasarkan pada bukti-bukti uji
klini yang terbukti paling baik dalam menurunkan morbiditas dan mortalitas. Pada
pasien gagal jantung yang mempunyai kadar renin dan angiotensin II tinggi, terapi
harus dimulai dengan dosis kecil untuk menghindari hipotensi orthostatik.
c) ARB dapat sebagai alternatif ACE inhibitor pada pasien yang tidak dapat menerima
ACE inhibitor
2. Pasien Yang Telah Mengalami Infark Jantung (Postmyocardial Infarction)
a) B bloker mengurangi stimulasi kerja jantung dan akan menurunkan resiko terjadinya
infark berikutnya dan meninggal mendadak karena infark.
b) ACE inhibitor meningkatkan fungsi jantung dan dapat mengurangi kejadian infark. 3
3. Pasien Dengan Resiko Tinggi (High Coronary Disease Risk)
a) B bloker merupakan terapi lini pertama pada angina kronik stabil (chronic stable
angina) dan tidak stabil (unstable angina), dan myocardial infarction.
b) CCBs (kecuali dihidropiridin verapamil dan diltiazem) menurunkan tekanan darah
dan mengurangi kebutuhan oksigen jantung. Dihidropiridin CCBs mungkin
menyebabkan stimulasi jantung dan harus dicadangkan sebagai pilihan ke 2 atau ke
3.
4. Diabetes Millitus
a) Sasaran TD pada penderita DM adalah kurang dari 130/80 mm Hg.
b) Semua pasien DM dan hipertensi harus diterapi dengan menggunakan baik ACE
inhibitor atau ARB. Kedua golongan
32
4.1 Gambar Daun salam
Daun salam bisa dijadikan sebagai obat tradisional untuk penyakit hipertensi,
karena mempunyai mineral yang berfungsi untuk memperlancar aliran darah. Cara
pembuatannya sangat sederhana, hanya dengan merebus 10 lembar daun salam
dengan tiga gelas air, lalu biarkan air rebusan tersebut tersisa hingga satu gelas.
2. Mentimun
3. Blewah
33
Blewah terdapat kandungan yang berguna untuk menjaga tekanan darah.
Yaitu di antaranya ada mineral pottasium, Dengan mengkonsumsi blewah kita dapat
terus menjaga tekanan darah kita agar tetap normal.
4. Mengkudu
34
d. Minum obat secara teratur dan sesuai anjuran dokter. Ketahui efek samping obat
yang Anda gunakan
e. Berhati-hatilah saat menggunakan obat bebas.Selain hal diatas, salah satu cara
pemeliharaan kesegaran jasmani dengan melakukan senam, karena dapat
merangsang aktifitas kerja jantung untuk melkaukan perubahan yang
menguntungkan dalam tubuh seseorang yang melaksanakannya.
d) Manfaat senam hipertensi
a. Meningkatkan daya tahan jantung dan paru-paru serta membakar kelebihan lemak
tubuh akibat aktivitas, menguatkan dan membentuk otot dan berbagai bagian tubuh
lainnya seperti pinggang, paha, pinggul, perut, dll.
b. Meningkatkan kelenturan, keseimbangan, koordinasi, kelincahan, daya tahan dan
kemampuan melakukan aktivitas atau olahraga lainnya.
c. Ketika seseorang termotivasi untuk berolahraga secara teratur, itu adalah penurunan
berat badan. mendapatkan program penurunan berat badan.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Obat antihipertensi adalah obat yang digunakan untuk menurunkan tekanan darah
tinggi hingga mencapai tekanan darah normal. Semua obat antihipertensi bekerja pada
satu atau lebih tempat kontrol anatomi, dan efek ini terjadi dengan mengganggu
mekanisme kontrol tekanan darah normal.
1. diuretik
4. Antagonis kalsium
5. Penghambat ACE
6. Vasodilator
35
agar konsentrasi obat dalam plasma tidak tiba-tiba mencapai puncak yang tinggi
(menyebabkan hipotensi berat). Perawatan tidak boleh dihentikan secara tiba-tiba, tetapi
secara bertahap, untuk menghindari risiko peningkatan tekanan darah yang kuat (efek
rebound).
5.2 Saran
36
DAFTAR PUSTAKA