Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

PATOFISIOLOGI

‘IMUNOLOGI’

OLEH
ANAK AGUNG ISTRI DYAH MAHESWARI (18071009)

PROGRAM STUDI
TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK
INSTITUT ILMU KESEHATAN MEDIKA PERSADA BALI
DENPASAR
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan dan rahmat-
Nya sehingga dapat diselesaikannya makalah ini tepat pada waktunya. Adapun maksud
penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah patofisiologi.

Diselesaikannya makalah yang berjudul ”Imunologi” ini tidaklah mudah, mengingat


kemampuan penulis yang masih terbatas dalam berbagai aspek. Meskipun pada akhirnya
makalah ini dapat diselesaikan, tentu hal itu tidak lepas dari berbagai pihak yang membantu
penulis dalam penulisan makalah ini, oleh karena itu disampaikan terimakasih kepada semua
pihak yang telah memberikan bantuannya.

Penulis menyadari dalam penyusunan makalah ini masih belum sempurna, oleh karena itu
saran dan kritik yang konstruktif sangat diharapkan demi perbaikan makalah selanjutnya.
Akhirnya penulis bermanfaat bagi pembaca.

Denpasar, 20 Juni 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………… i
DAFTAR ISI………………………………………………………..………………… ii
BAB 1 PENDAHULUAN.............................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang……………………………………………………..………. 1
1.2 Rumusa Masalah……………………………………………………..……. 1
1.3 Tujuan Penulisan……………………………………………………..……. 2

BAB II PEMBAHASAN................................................................................................ 3
2.1 Pengertian Sistem Pertahanan Tubuh…………………………………...….. 3
2.2 Perbedaan Sistem Imun Non Spesifik dan Sistem Imun............................... 7
2.3 Kelainan Akibat Respon Imun.……………………………………………... 8
2.4 Aplikasi praktis imunologi………………..………… .…………..……….... 9

BAB III PENUTUP....................................................................................................... 11


3.1 Kesimpulan……………………………………………. ………………..... 11
3.2 Saran……………………………………………………. ……………….. 11
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tubuh manusia akan selalu terancam oleh paparan bakteri, virus, parasit, radiasi
matahari dan polusi. Hal ini menimbulkan gangguan dan penyakit pada tubuh. Namun
tubuh manusia mempunyai kemampuan untuk melawan gangguan-gangguan tersebut
dengan sistem yang dikenal dengan sistem pertahanan tubuh (Sudiono, 2014).

Sistem pertahanan tubuh merupakan sistem yang berfungsi untuk mencegah terjadinya
kerusakan tubuh atau timbulnya penyakit. Sistem pertahananan tubuh sangat mendasar
peranannya bagi kesehatan. Jika sistem pertahanan melemah, kemapuannya melindungi
tubuh akan berkurang sehingga menyebabkan patogen, termasuk virus yang menyebabkan
demam dan flu dapat berkembang dalam tubuh. Sistem pertahanan juga memberikan
pengawasan terhadap sel tumor (Sudiono, 2014).

Sistem imun adalah serangkaian molekul, sel dan organ yang bekerja sama dalam
mempertahankan tubuh dari serangan luar. Kesehatan tubuh bergantung pada kemapuan
sistem imun untuk mengenali dan menghancurkan serangan dari luar tubuh (Sudiono,
2014).
Sistem kekebalan tubuh atau imun seseorang berbeda-beda, sesuai dengan kondisi
seseorang, proses mekanisme tubuh terhadap keadaan di sekitar lingkungannnya berbeda-
beda,karena pertahanan tubuh seseorang dalam respon cuaca atau kondisi dimana si tubuh
rentan terhadap virus atau penyakit di sekitarnya, antibody dalam tubuh seseoerang sesuai
dengan kondisi badan (Sudiono, 2014).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, adapun rumusan masalah yang dapat dirumuskan
yaitu:
1. Apa yang dimaksud dengan sistem pertahanan tubuh?
2. Apa saja perbedaan sistem imun non spesifik dan sistem imun spesifik?
3. Apa saja kelainan akibat respon imun?
4. Apa saja aplikasi praktis imunologi?
1
2

1.3 Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, adapun tujuan penulisan yang dapat dirumuskan
yaitu:
1. Agar mengetahui apa yang dimaksud dengan sistem pertahanan tubuh.
2. Agar mengetahui apa saja perbedaan sistem imun non spesifik dan sistem imun
spesifik.
3. Agar mengetahui apa saja kelainan akibat respon imun.
4. Agar mengetahui apa saja aplikasi praktis imunologi.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Sistem Pertahanan Tubuh atau Sistem Imun

Sistem pertahanan tubuh yaitu sistem yang menghadapi, mengidentifikasi,


memberikan perlindungan dan membunuh substansi patogen atau agens asing yang masuk
kedalam tubuh. Sel atau organ khusus pada organisme akan memberikan perlindungan dari
pengaruh luar biologis sehingga tidak mudah terkena penyakit atau infeksi (Radji, 2010;
Sudiono, 2014; sloane, 2015).

Zat asing yang masuk tersebut terdiri dari senyawa organik dan anorganik baik hewan,
tumbuhan, jamur, bakteri, virus, parasit, debu, polusi dan bahan iritan lainnya yang terdapat
dalam lingkungan sekitar juga sel-sel tubuh yang mati atau sel-sel yang bermutasi yang
tumbuh tidak terkendali. Bagian-bagian yang dianggap bukan bagian dari tubuh (non-self)
akan dimusnakan oleh sistem imunitas tubuh. Kemampuan tubuh untuk menyingkirkan bahan
asing yang masuk kedalam tubuh tergantung pada kemapuan sistem untuk mengenal molekul-
molekul asing atau antigen yang terdapat pada permukaan bahan asing tersebut dan kemapuan
untuk melakukan reaksi yang tepat untuk menyingkirkan antigen. Kemapuan ini dimiliki oleh
komponen sistem pertahanan tubuh yang terdapat dalam jaringan limfoid yang letaknya
tersebar keseluruh tubuh (Sudiono, 2014).

Imunologi adalah ilmu yang mempelajari tentang proses pertahanan atau imunitas
tubuh terhadap senyawa makromolekul atau organisme asin yang masuk kedalam tubuh.
Banyak jenis penyakit yang dulu tidak diketahui sebab-sebabnya, kini dapat dijelaskan proses
penyakitnya berdasarkan imunologi (Sudiono, 2014).

Sistem imun terdiri dari dua komponen utama yaitu sistem imun nonspesifik dan
sistem imun spesifik (Radji,2010).

2.1.1 Sistem Imun Non Spesifik

Dikatakan tidak spesifik karena berlaku untuk semua organisme dan memberikan
perlindungan umum terhadap berbagai jenis agens. Oleh beberapa ahli pertahanan ini
dimasukan ke pertahanan non-imun. Ahli lain menyebut sebagai pertahanan imun bawaan
lahir atau imunitas alami (Sloane, 2015).
5

Adapun elemen penting pada sistem imun non spesifik :

1) anatomi tubuh sebagai barier terhadap infeksi:


a. faktor fisik
1. Kulit. Kulit menjadi penghalang bagi masuknya patogen karena lapisan luar kulit
mengandung keratin dan sedikit air sehingga pertumbuhan mikroorganisme terhambat
2. Asam laktat. Terdapat dalam keringat sebasea dalam mempertahankan pH kulit
tetap rendah sehingga sebagian besar mikroorganisme tidak mampu bertahan hidup
dalam kondisi ini
3. Cilia, mengangkut keluar mikroorganise yang masuk saluran nafas yang melekat
pada sel epitel
4. Mukus : menjebak mikroba dan partikel asing lainnya serta menutup masuknya
bakteri atau virus
5. Granulosit. Mengenali dan menghancurkan mikroorganisme ( Setiadi, 2007).

b. Faktor mekanik
1. Bersin, keluarnya udara yang terjadi dengan keras lewat hidung dan mulut sebagai
bentuk pertahanan tubuh terhadap benda asing yang masuk ke dalam hidung
2. Bilasan air mata, saat ada benda asing yang masuk ke mata, maka mata akan
memberi respon dengan memproduksi air mata berlebih
3. Urine dan feses, jika berlebih maka tubuh segera memberi respon untuk
mengeluarkannya ( Setiadi, 2007).

c. Faktor kimiawi
1. Asam lambung, membunuh bakteri yang tidak tahan asam
2. Asiditas vagina, membunuh bakteri yang tidak tahan asam
3. Cairan empedu, membunuh bakteri yang tidak tahan asam (Setiadi, 2007).
2) Barier humoral terhadap infeksi
Apabila mikroorganisme dapat menembusi barier jaringan maka sistem imun
nonspesifik lainnya akan bekerja, antara lain adalah inflamasi akut. Faktor-faktor humoral
berperan penting pada proses inflamasi yang ditandai dengan edema dan mobilisasi sel-sel
fadositosis. Faktor- faktor humoral ini terdapat di dalam serum ataupun daerah sekitar infeksi
(Setiadi,2007).

a. Sistem komplemen
b. Sistem koagulasi
c. Laktoferin dan transferin

1
d. Interferon
e. Lisozim
f. Interleukin-1

3). Barier seluler terhadap infeksi

Salah satu proses penting dalam inflamasi adalah memobilisasi sel polimorfonuklear
dan makrofag ke tempat infeksi. Beberapa sel di bawah ini merupakan lini utama dalam
sistem imun non spesifik ( Setiadi, 2007)

a Neutrofil, merupakan sel polimorfonuklear yang dibutuhkan berada pada situs


dimana mereka menelan dan membunuh mikroorganisme secara intraseluler. Selain
itu juga berperan pada kerusakan jaringan kolateral selama proses inflamasi
berlangsung.

b Basofil dapat mengeluarkan histamin dan heparin yang juga terlibat dalam
manifestasi reaksi alergi

c Eosinofil,mengeluarkan zat-zat kimia yang berperan sangat efektif dalam


membunuh jenis parasit tertentu

d Makrofak, berfungsi memfagositosis dan membunuh makroorganisme baik secara


intraseluler maupun secara ekstraseluler. Makrofag juga berperan dalam perbaikan
jaringan dan sebagai antigen precenting cells yang dibutuhkan untuk menginduksi
respon imun spesifik

e Monosit, sel yg akan menjadi makrofag dan bersifat fagositik

f Natural killer dan lymphokine activated killer cells, berperan penting dalam
imunitas nonspesifik terhadap infeksi virus dan pemantauan terhadap adanya sel-sel
tumor dalam tubuh.

2.1.2 Sistem Imun Spesifik

Sistem imun spesifik (adaptive immunity) adalah suatu sistem yang dapat mengenali
suatu subtansi asing yang masuk ke dalam tubuh dan dapat memacu perkembangan respon
imun yang spesifik terhadap sustansi tersebut. Sel-sel yang berperan penting pada sistem
imun spesifik adalah sel limfosit B dan sel limfosit T. Substansi yang dapat merangsang
terjadinya respon imun spesifik disebut dengna antigen. Sedangkan respon tubuh terhadap
masuknya antigen tersebut adalah dengan pembentukan antibodi (Radji, 2010).
7

Limfosit B adalah sel yang berasal dari sel induk di dalam sumsum tulang yang
tumbuh menjadi sel plasma, menghasilkan antibodi yang secara tidak langsung dapat
mendestruksi benda asing. Jika dirangsang oleh suatu antigen, limfosit B akan mengalami
pematangan sehingga menghasilkan antibodi. (Radji, 2010).

Limfosit T adalah suatu sel yang terbentuk jika sel induk dari sumsum tulang pindah
ke kelenjar timus mengalami pembelahan dan pematangan. Limfosit T tinggal di dalam
pembuluh getah bening dan berfungsi sebagai bagian dari sistem pengawasan kekebalan
tubuh dan berperan dalam imunitas yang diperantarai oleh sel dengan menghancurkan sel-sel
yang terinvasi oleh virus dan sel mutan melalui cara nonfagositik (Radji, 2010).

1) Antigen

Antigen/imunogen merupakan suatu substansi yang berperan penting dalam sistem respon
imun. Antigen dapat merangsang terbentuknya suatu antibodi yang spesifik. Pada umumnya
antigen terdiri dari protein dan polisakarida (Radji, 2010; Sloane, 2015).

Gambar 2.1 Antigen (Radji,2010)

Pada setiap antigen terdapat determinan antigenik (epitop) dan hapten. Epitop yaitu
kelompok kimia terkecil dari suatu antigen yang mampu membangkitkan respon imun dan
hepten adalah senyawa kecil yang jika sendirian tidak dapat menginduksi respon imun tetapi
dapat menjadi imunogenik jika bersatu dengan carier (Setiadi, 2007)

2) Antibodi

Antibodi merupakan suatu protein (imunoglobulin) yang dibuat oleh tubuh sebagai respon
terhadap masuknya antigen , dapat mengenali dan mengikat antigen secara spesifik. Oleh
sebab itu antibodi dapat membantu proses perusakan dan pemusnahan antigen (Radji, 2010;
Irianto, 2014; Sloane, 2015).

1
Gambar 2.2 Klasifikasi Anti Bodi (Radji,2010)

Antibodi bersifat sangat spesifik dalam mengenali determinan antigenik dari suatu antigen
sehingga apabila suatu mikroorganisme mempunyai beberapa determinan antigenik maka
tubuh akan memproduksi beberapa antibodi sesuai jenis epitop yang dimiliki oleh setiap
mikroorganisma (Irianto, 2014).

Setiap antibodi mempunyai sedikitnya dua situs identik yang dapat berikatan dengan
determinan antigenik yang disebut antigen-binding sites. Jumlah dari antigen-binding sites
setiap antibodi disebut valensi dari antibodi (Irianto, 2014).

2.1.2 Interkasi Antigen-Antibodi

Sisi pengikat antigen pada regio variabel antibodi akan berikatan dengan sisi
penghubung determinan antigenikpada antigen untuk membentuk kompleks antigen-antibodi
(atau imun). Pengikatan ini memungkinkan inaktivasi antigen melalui proses fiksasi,
netralisasi, aglutinasi dan presipitasi (Sloane, 2015).

a. Fiksasi komplemen

Terjadi jika bagian molekul antibodi mengikat komplemen. Ikatan molekul komplemen
diaktivasi melalui jalur klasik, yang memicu efek cascade untuk mencegah terjadinya
kerusakan akibat organisme atau toksin penyusup. Efek yang paling penting meliputi :

(1.) Opsonisasi
Partikel antigen diselubungi antibodinatau komponen komplemen yang
memfasilitasi proses fagositosis partikel ( Sloane, 2015).
(2.) Sitolisis
9

Kombinasi dari faktor-faktor komplemen multipel mengakibatkan rupturnya


membran plasma bakteri atau penyusup lain dan menyebabkan isi selular keluar
(Sloane, 2015).
(3.) Inflamasi
Produk komplemen berkontribusi dalam inflamasi akut melalui aktivasi sel
mast, basofil dan trombosit darah (Sloane, 2015).
b. Netralisasi
Terjadi saat antibodi menutup sisi toksik antigen dan menjadikannya tidak berbahaya
(Sloane, 2015).
c. Aglutinasi
Terjadi jika antigen adalah materi partikulat, seperti bakteri atau sel-sel merah (Sloane,
2015)
d. Presipitasi
Terjadi jika antigen dapat larut. Reaksi presipitasi terjadi antara antigen dan antibodi
dapat dipakai secara klinis untuk mendeteksi dan mengukur salah satu komponen
berikut :
(1.) Imunoelektroforesis
Imunoelektroforesis adalah suatu metode untuk menganalisis campuran
antigen (protein) dan antibodinya. Protein digerakan pada bidang listrik untuk
dipisahkan dan kemudian dibiarkan berdifusi dalam jeli agar tempat setiap protein
membentuk garis presipitin dengan antibodinya (Sloane, 2015).
(2.) Radioimunoassai
Didasarkan pada pengikatan kompetitif secara radioaktif antara antigen
berlabel dan antigen tanpa label untuk sejumlah kecil antibodi (Sloane, 2015).

2.2 Perbedaan Sistem Imun Non Spesifik dan Sistem Imun Spesifik

Walaupun sistem imunitas nonspesifik dan sistem imunitas spesifik berfungsi untuk
mempertahankan tubuh terhadap serangan berbagai mikroorganisme, akan tetapi terdapat
beberapa perbedaan diantara keduanya :

1
Gambar 2.3 Perbedaan Sistem Pertahan Tubuh (Radji, 2010)

1) Sistem imun spesifik memerlukan waktu untuk dapat bereaksi terhadap serangan
mikroorganisme, sedangkan sistem imun nonspesifik pada umumnya dapat langsung dan
segera mengatasi adanya proses infeksi di dalam tubuh (Radji, 2010).

2) Sistem imun spesifik bersifat antigen spesifik sehingga hanya bereaksi dengan organisme
yang dapat menginduksi respon imunitas terhadap jenis antigen yang spesifik tersebut,
sedangkan sistem imun nonspesifik tidak bersifat antigen spesifik dan dapat bereaksi dengan
baik dengan berbagai jenis organisme (Radji, 2010)

3) Sistem imun spesifik mempunyai kemampuan untuk dapat mengenali jenis organisme
asing yang masuk ke dalam tubuh dan dapat bereaksi lebih cepat terhadap adanya invasi
organisme yang sama yang telah dikenalinya, sedangkan sistem imun nonspesifik tidak
menunjukan adanya immunological memory terhadap suatu organisme asing yang masuk
kedalam tubuh (Radji, 2010; Sudiono, 2014).

2.3 Beberapa Kelainan Akibat Respon Imun


Tujuan utama aktifitas sistem imun adalah untuk mempertahankan tubuh dari
serangan penyakit, namun demikian dalam keadaan tertentu respon imun seringkali dapat
memberikan hasil yang tidak diinginkan. Berikut adalah beberapa kelainan tubuh yang yang
berhubungan dengan respon imun yang berlebihan atau penurunan respon imun :
1. Hipersensitifitas
11

Hipersensitifitas adalah suatu respon antigenik yang berlebihan yang terjadi pada individu
yang sebelumya telah mengalami suatu sensitifitas dengan antigen atau alergen tertentu
(Biomed dan Radji, 2010; Sloane, 2015).
Berdasarkan mekanisme reaksi imunologik yang terjadi, reaksi hipersensitifitas dibagi
menjadi 4 golongan, yaitu :
• Tipe I (reaksi anafilaktik)
Reaksi anafilaktik terjadi dalam waktu cepat antara 2-30 menit dan bila jumlah antigen
yang masuk cukup banyak. Faktor penting terjadinya reaksi anafilaktik adalah IgE,
yang merupakan antibodi homositotropik atau reagin. Pada umumnya reaksi
anafilaktik bersifat sistematik, menyebabkan syok dan kegagalan pernafasan (Biomed
dan Radji, 2010).
• Tipe II (reaksi sitotoksik)
Reaksi sitotoksik pada umumnya terjadi akibat adanya aktifasi dari sistem komplemen
setelah mendapat rangsangan dari adanya kompleks antigen antibodi (Biomed dan
Radji, 2010).
• Tipe III ( reaksi kompleks imun)
Reaksi kompleks imun merupakan reaksi yang melibatkan antibodi terhadap antigen
yang larut dan bersirkulasi dalam serum. Reaksi kompleks imun merangsang
pembentukan antibodi terutama golongan IgG yang akan bereaksi dengan antigen
yang dikenali, membentuk komplek antigen antibodi yang dapat mengendap pad salah
satu jaringan tubuh sehingga menimbulkan reaksi inflamasi (Biomed dan Radji, 2010).
• TIPE IV (reaksi tipe lambat)
Reaksi hipersensitifitas tipe lambat merupakan reaksi yang melibatkan respon imun
seluler khususnya oleh sel T. Reaksi ini berlangsung lambat, umumnya baru timbul
lebih dari 12 jam setelah pemaparan dengan antigen. Hal ini disebabkan karena
migrasi sel T dan makrofag ke tempat adanya antigen memerlukan waktu yang
berkisar antara 12-24 jam (Biomed dan Radji, 2010).
2. Penyakit autoimun
Penyakit autoimun terjadi akibat kegagalan toleransi-diri imunologis yang menyebabkan
respons sistem imun melawan sel tubuh sendiri( Sloane, 2015).
Penyakit autoimun dapat terjai apabila seseorang kehilangan self-tolerance, sehingga
sistem imunnya tidk mampu membedakan antara sel atau jaringan tubuh sendiri (self) dengan
sel atau jaringan asing (non-self), sehingga jaringan tubuh dianggap sebagai antigen yang
harus dimusnahkan (Biomed dan Radji, 2010; Irianto, 2014).
3. Imunodefisiensi
Imunodefisiensi atau imunokompromais ialah fungsi sistem imun yang menurun atau
tidak berfungsi dengan baik. Keadaan imunodefisiensi dapat terjadi disebabkan oleh berbagai
hal, antara lain akibat infeksi, penggunaan obat (steroid, kemoterapi, imunosupresi, serum
anti-limfosit), neoplasma dan penyakit hematologik (Biomed dan Radji, 2010; Irianto, 2014 ).

1
Gambar 2.4 Pasien SCID (Radji,2010)

Secara garis besar imunodefisiensi dibagi dalam 2 golongan, yaitu :


• Imunodefisiensi kongenital
Imunodefisiensi kongenital atau imunodefisiensi primer pada umumnya disebabkan
oleh kelainan respon imun bawaan yang dapat berupa kelainan dari sistem fagosit dan
komplemen atau kelainan dalam deferensiasi fungsi limfosit juga disebaabkan oleh
defisiensi sel induk limfoid yang ditandai oleh kelainan limfosit B dan limfosit T yang
dikenal dengan severe combined immunodeficiency (Biomed dan Radji, 2010 ;
Irianto, 2014).
• Imunodefisiensi dapatan (acquired immune deficiency )
Imunodefisiensi dapatan ini disebabkan oleh berbagai faktor antara lain infeksi virus
yang dapat merusak sel limfosit, malnutrisi, penggunaan obat-obat sitotoksik dan
kortikosteroid, serta akibat penyakit kanker (Biomed dan Radji, 2010; Irianto, 2014)

2.4 Aplikasi Praktis Imunologi

1) Vaksin Dan Imunisasi

Vaksin adalah suatu suspensi mikroorgnisme atau substansi mikroorganisme yang


digunakan untuk menginduksi sistem imunitas sedangkan imunisasi atau juga yang sering
disebut dengan vaksinasi merupakan suatu cara untuk meningkatkan imunitas seseorang
terhadap invasi mikroorganisme patogen atau toksin (Radji, 2010).

Imunisasi dapat terjadi secara alamiah dan buatan dimana masing-masing dapat
diperoleh secara aktif dan secara pasif (Radji, 2010).
13

a) Imunisasi aktif adalah pemberian suspensi, substansi atau toksin mikroorganisme yang
sudah dimatikan atau dilemahkan untuk merangsang agar tubuh memproduksi
antibodi sendiri (Radji, 2010).
1. Imunisasi aktif alami terjadi jika seseorang terpapar satu penyakit khusus dan
sistem imun memproduksi antibodi serta limfosit khusus.
2. Imunisasi aktif buatan merupakan hasil vaksinasi. Vaksin dibuat dari patogen
yang mati atau dilemahkan atau toksin yang telah diubah. Vaksin dapat
merangsang sistem imun
b) Imunisasi pasif adalah penyuntikan sejumlah antibodi sehingga kadar antibodi dalam
tubuh meningkat (Radji, 2010).
1. Imunisasi pasif secara alamiah dapat terjadi melalui
a. Imunisasi maternal melalui plasenta. IgG dari ibu dapat dipindahkan melalui
plasenta kepada janinnya, sehingga bayi itu mempunyai kekebalan terhadap
beberapa mikroorganisme patogen
b. imunisasi maternal melalui kolostrum. IgG dari ibu dapat dipindahkan melalui
air susu imunisasi pasif buatan.
2. Imunisasi pasif buatan dapat dilakukan dengan cara menyuntikan antibodi tertentu
ke dalam tubuh seseorang yang memerlukan antibodi segera untuk mengatasi
keadaan defisiensi antibodi di dalam tubuhnya.

1
6

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa,
1. Sistem pertahanan tubuh yaitu sistem yang menghadapi, mengidentifikasi,
memberikan perlindungan dan membunuh substansi patogen atau agens asing
yang masuk kedalam tubuh yang dibedakan menjadi sistem pertahanan tubuh non-
spesifik dan sistem pertahanan tubuh spesifik.
2. Walaupun sistem imunitas nonspesifik dan sistem imunitas spesifik berfungsi
untuk mempertahankan tubuh terhadap serangan berbagai mikroorganisme, akan
tetapi terdapat beberapa perbedaan diantara keduanya, yaitu dari waktu untuk
mengenali mikroorganisme, dan tindakan terhadap mikroorganisme.
3. Ada beberapa kelainan tubuh yang yang berhubungan dengan respon imun yang
berlebihan atau penurunan respon imun yaitu, hipersensitivitas, penyakit
autoimun, dan imunodefisiensi.
4. Aplikasi praktis sistem pertahanan tubuh adalah berupa vaksin dan imunisasi.

3.2 Saran

Untuk menjaga sistem pertahanan tubuh agar tetap berjalan sesuai fungsinya,
sangatlah tepat jika dianjurkan untuk menjaga dan menerapkan pola hidup yang sehat dan
sebisa mungkin jauhi penyakit-penyakit yang bisa menular atau yang bisa merusak sistem
pertahanan tubuh, seperti dewasa ini yaitu AIDS. Ingat mencegah lebih baik daripada
mengobati.
DAFTAR PUSTAKA

Radji,M. 2010. Imunologi dan Virologi. Jakarta: PT. ISFI.

Irianto, K. 2014. Anatomi dan Fisiologi. Bandung: Alfabeta.

Setiadi. 2007. Anatomi dan Fisiologi Manusia. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Sloane, E. 2015. Anatomi dan fisiologi. jakarta: EGC.

Sudiono, J. 2014. Sistem Kekebalan Tubuh. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai