Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH IMUNOLOGI

SISTEM IMUN NON SPESIFIK

OLEH : KELOMPOK 1 (S1-4C)

1. ANGGI WAHYU RINTIANI (1801084)

2. DINDA PUTRI UTAMI (1801090)

3. ELSYA YEFI (1801092)

4. INDAH PUTRIANA (1801097)

5. NASYA APRILLA N (1801104)

6. VONIA PISTA (1801120)

7. SEPTI ERMAWATI (1901121)

8. WINDA OKTAVIA RAISA (1901125)

Dosen Pengampu : Nofri Hendri Sandi, M.Farm., Apt.

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU

YAYASAN UNIV RIAU

PEKANBARU

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga

makalah Imunologi “Sistem Imun Non Spesifik” ini dapat tersusun hingga selesai.

Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan dari pihak yang

telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan

pengalaman bagi para pembaca. Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk

maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Kami sudah berusaha maksimal untuk menyelesaikan makalah ini, karena

keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami. Oleh karena itu kami sangat

mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan

makalah ini.

Pekanbaru, Februari 2020

Tim Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .....................................................................................................i

DAFTAR ISI ...................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN ...........................................................................................1

1.1 Latar Belakang ...........................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................2

1.3 Tujuan Penulisan ........................................................................................3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................4

2.1 Pengertian Sistem Imun .............................................................................4

2.2 Fungsi Sistem Imun ...................................................................................4

2.3 Pengertian dan Konsep Sistem Imun Non Spesifik ...................................5

2.4 Komponen Sistem Imun Non Spesifik dan Fungsinya ..............................7

2.5 Mekanisme Kerja Sistem Imun Non Spesifik ..........................................17

2.6 Sifat Sistem Imun Non Spesifik ...............................................................25

2.7 Inflamasi ...................................................................................................28

BAB III PENUTUP......................................................................................................31

3.1 Kesimpulan ..............................................................................................31

3.2 Saran .........................................................................................................32

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................33

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Manusia terus menerus berkontak dengan agen eksternal yang dapat membahayakan

jika masuk kedalam tubuh. Yang paling serius adalah mikroorganisme penyebab penyakit.

Jika bakteri atau virus akhirnya masuk kedalam tubuh, maka tubuh dilengkapi oleh sistem

pertahanan internal yang kompleks dan multifaset. Sistem imun yang memberi perlindungan

terus menerus terhadap invasi oleh agen asing. Selain itu, permukaan tubuh yang terpajan

(terekspos) ke lingkungan eksternal, misalnya sistem integumen (kulit) berfungsi sebagai lini

pertama pertahanan untuk mencegah masuknya mikroorganisme asing. Sistem imun juga

melindungi tubuh dari kanker dan untuk mempermudah perbaikan jaringan yang rusak.

(Sherwood, 2012).

Setiap saat tubuh kita selalu terpapar dengan mikroorganisme yang dapat menyebabkan

infeksi di mana pada umumnya kita kebal terhadap infeksi tersebut karena adanya sistem

kekebalan tubuh yang melindungi tubuh kita. Sistem imun terdiri dari dua komponen utama

yaitu sistem imun non spesifik dan sistem imun spesifik. Sistem imun non spesifik merupakan

sistem kekebalan lini pertama sedangkan sistem imun spesifik merupakan lini pertahanan

kedua dan juga berfungsi untuk mengenali terjadinya serangan berikutnya oleh

mikroorganisme patogen yang sama. Masing-masing dari sistem imun mempunyai komponen

seluler dan humoral, walaupun demikian kedua sistem imun tersebut saling berkerja sama

dalam menjalankan fungsinya untuk mempertahankan tubuh (Radji, 2015).

Fungsi utama dari sistem imunitas tubuh adalah membedakan antara sel tubuh sendiri

(self) dan sel yang berasal dari luar tubuh (nonself). Kemampuan untuk membedakan antara

self dan non self sangat penting dalam mempertahankan tubuh dari serangan mikroorganisme

1
patogen ataupun keberadaan sel-sel yang tidak dikehendaki misalnya sel-sel tumor.

Mikroorganisme yang masuk kedalam tubuh dapat bereplikasi secara intraseluler misalnya

virus, beberapa jenis bakteri tertentu ataupun secara ekstraselular misalnya infeksi oleh

sebagian besar bakteri, jamur dan parasit. Untuk mengatasi hal tersebut, sesuai dengan jenis

mikroorganisme patogen yang menyerang tubuh, maka terdapat perbedaan komponen sistem

imun yang bekerja secara intraseluler dan ekstraseluler. Perlu diingat bahwa tidak semua

mikroorganisme yang masuk kedalam tubuh dapat menyebabkan penyakit infeksi, karna

sistem kekebalan tubuh pada umumnya mampu mengeliminasi infeksi sebelum berkembang

menjadi penyakit. Penyakit infeksi dapat terjadi jika jumlah mikroorganisme yang masuk

dalam jumlah yang cukup tinggi dan bila imunitas tubuh tidak mampu melawan atau menurun

(immunocompromised). Walaupun demikian, disamping efek yang menguntungkan tersebut,

sistem imun memiliki sifat yang merugikan antara lain dapat menyebabkan kerusakan pada

sel atau jaringan tertentu akibat dari efek inflamasi, atau adanya respon imun terhadap sel

tubuh sendiri yang disebut penyakit autoimun (Radji, 2015).

1.2. Rumusan Masalah

1. Apa itu sistem imun ?

2. Apa saja fungsi sistem imun ?

3. Apa pengertian dan konsep sistem imun non spesifik ?

4. Apa saja komponen sistem imun non spesifik dan fungsinya ?

5. Bagaimana mekanisme kerja sistem imun non spesifik ?

6. Apa saja sifat sistem imun non spesifik ?

7. Bagaimana proses inflamasi yang merupakan bagian dari system imun non spesifik ?

2
1.3. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui apa itu sistem imun

2. Mengetahui fungsi sistem imun

3. Mengetahui pengertian dan konsep sistem imun non spesifik

4. Mengetahui komponen sistem imun non spesifik dan fungsinya

5. Mengetahui mekanisme kerja sistem imun non spesifik

6. Mengetahui sifat sistem imun non spesifik

7. Mengetahui bagaimana proses inflamasi

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Sistem Imun

Sistem imun adalah suatu sistem pertahanan tubuh yang kompleks yang memberikan

perlindungan terhadap adanya invasi zat-zat asing kedalam tubuh. Berbagai senyawa organik

dan an-organik, baik yang hidup maupun mati yang berasal dari hewan, tumbuhan, jamur,

bakteri, virus, parasit, debu, polusi, uap, asap dan bahan iritan lainnya yang terdapat dalam

lingkungan sekitar yang masuk ke dalam tubuh dapat menimbulkan penyakit dan kerusakan

jaringan. Selain itu sel-sel tubuh yang mati atau sel tubuh yang bermutasi yang tumbuh tidak

terkendali, merupakan bahan yang tidak diinginkan dan harus dikeluarkan atau dimusnahkan.

(Radji, 2015)

2.2 Fungsi Sistem Imun

Sistem imun merupakan sistem sel-sel, enzim, dan protein yang rumit. Yang memberi

perlindungan dan membuat kita resisten atau kebal terhadap infeksi yang disebabkan oleh

berbagai mikroorganisme, misalnya bakteri, virus, dan fungi. Sistem imun mampu melakukan

lebih dari melawan infeksi dan melindungi kita terhadap penyakit infeksi, fungsi-fungsi

lainnya meliputi membuang dan mendestruksi sel-sel yang rusak atau mati, serta

mengidentifikasi dan mendestruksi sel-sel maligna, sehingga membantu mencegah terjadinya

perkembangan lebih lanjut menjadi tumor (Peate, 2018).

Ada 3 fungsi imunitas innate, yaitu :

1. Respon awal terhadap mikroba untuk mencegah, mengontrol, dan menghilangkan

infeksi pada manusia. Keberhasilan atau kegagalan imunitas innate sangat di pengaruhi

oleh tingkat virulensi patogen. Kegagalan terutama disebabkan oleh adanya kemampuan
4
patogen untuk menghindar dari respon imun, makanya diperlukan adanya respon imun

yang lebih kuat untuk mengatasi keadaan ini yaitu imunitas adaptif.

2. Memicu timbulnya imunitas adaptif terhadap patogen dan memengaruhi penampilan

imunitas adaptif agar lebih optimal mengeliminasi patogen sesuai tipe patogen

(ekstraseluler atau intraseluler). Tidak ada imunitas adaptif tanpa imunitas innate.

Perangkat imunitas innate tetap dipakai selama imunitas adaptif berlangsung, tergantung

pada kebutuhan sesuai tipe patogen yang di lawan.

3. Imunitas innate bukan hanya merespon pathogen, tetapi juga mengeliminasi sel-sel mati

dan produknya, berperan sebagai cleaning service sehingga proses penyembuhan

(repair) jaringan dapat berlangsung. Berbagai keadaan yang mengakibatkan kematian

sel (mis. Hipoksia, trauma) tanpa kehadiran mikroba dapat memicu munculnya respon

imunitas innate yang mengakibatkan inflamasi steril.

2.3 Pengertian dan Konsep Sistem Imun Non Spesifik

Innate immunity atau kekebalan alami adalah pertahanan paling awal pada manusia

untuk mengeliminasi mikroba patogen bagi tubuh. Innatte immunity merupakan kekebalan

non-spesifik. Artinya semua bentuk mikroba yang masuk akan dieliminasi tanpa

memperhatikan jenis dari mikroba itu. Pada imunitas bawaan ini memiliki dua sistem

pertahanan, pertahanan tingkat pertama dan pertahanan tingkat kedua. Pada pertahanan

tingkat pertama tubuh akan dilindungi dari segala macam mikroba patogen yang menyerang

tubuh secara fisik, kimia dan flora normal. Dan pertahanan kedua yang dilakukan oleh tubuh

untuk melawan mikroba patogen meliputi fagosit, inflamasi demam dan substansi

antimikroba. Yang termasuk sel fagosit adalah makrofag, sel dendrit, neutrofil. Sedangkan

Inflamasi merupakan respon tubuh terhadap sel yang rusak. Repon ini ditandai dengan adanya

kemerahan, nyeri, panas, bengkak. Tujuan inflamasi adalah untuk membatasi invasi oleh

5
mikroba agar tidak menyebar lebih luas lagi, serta memperbaiki jaringan atau sel yang telah

rusak oleh mikroba. Jenis pertahanan kedua yang terakhir yaitu substansi mikroba.

Substansi mikroba yang dimaksud adalah komplemen. Sistem komplemen merupakan

sistem yang penting dalam innate immunity karena fungsinya sebagai opsonisator untuk

meningkatkan fagositosis sel fagosit dan kemoatrtaktor untuk menarik sel-sel radang yang

menyebabkan inflamasi.

Innate immunity, atau sering disebut imunitas alamiah, merupakan mekanisme pertama

yang akan terjadi saat infeksi berlangsung, terjadi secara cepat terhadap infeksi mikrobia, dan

terjadi antara jam ke-0 sampai jam ke-12 infeksi. Sistem imun turunan terdiri dari berbagai sel

dan mekanisme yang mempertahankan tubuh suatu organisme dari infeksi organisme lain,

secara non-spesifik. Ini berarti sel-sel dari sistem imun turunan mengenali dan merespon

patogen dalam cara yang umum, namun tidak seperti sistem imun adaptif, sistem imun

turunan tidak menyediakan kekebalan yang protektif dan jangka panjang bagi organisme yang

memilikinya. Sistem imun turunan menyediakan pertahanan menengah melawan infeksi, dan

dapat ditemukan pada semua tumbuhan dan hewan.

6
2.4 Komponen Sistem Imun Non-Spesifik dan Fungsinya

Imunitas non spesifik fisiologik berupa komponen normal tubuh, selalu ditemukan pada

individu sehat dan siap mencegah mikroba masuk tubuh dan dengan cepat menyingkirkannya.

Jumlahnya dapat ditingkatkan oleh infeksi, misalnya jumlah sel darah putih meningkat selama

fase akut pada banyak penyakit. Disebut non spesifik karena tidak ditujukan terhadap mikroba

tertentu, telah ada dan siap berfungsi sejak lahir. Mekanismenya tidak menuntujukkan

spesifisitas terhadap bahan asing dan mampu melindungi tubuh terhadap banyak patogen

potensial. Sistem tersebut merupakan pertahanan terdepan dalam menghadapi berbagai

serangan mikroba dan dapat memberikan respon langsung (Baratawidjaja, 2012).

a. Pertahanan Fisik atau Mekanik

Dalam sistem pertahanan fisik atau mekanik, kulit, selaput lendir, silia saluran napas,

batuk dan bersin, merupakan garis pertahanan terdepan terhadap infeksi. Keratinosid dan

lapisan epidermis kulit sehat dan epitel mukosa yang utuh tidak dapat ditembus kebanyakan

mikroba. Kulit yang rusak akibat luka bakar dan selaput lendir saluran napas yang rusak oleh

asap rokok akan meningkatkan resiko infeksi. Tekanan oksigen yang tinggi diparu bagian atas

membantu hidup kuman obligat aerob seperti tubekulosis (Baratawidjaja, 2012).

b. Pertahanan Biokimia

Bahan yang disekresi mukosa saluran napas (enzim dan antibodi) dan telinga berperan

dalam pertahanan tubuh secara biokimiawi. Mukus yang kental melindungi sel epitel mukosa

dapat menangkap bakteri dan bahan lainnya yang selanjutnya dikeluarkan oleh gerakan silia.

Asap rokok, alkohol dapat merusak mekanisme tersebut sehingga memudahkan terjadinya

infeksi oportunistik (Baratawidjaja, 2012).

7
Udara yang kita hirup, kulit dan saluran cerna mengandung banyak mikroba, biasanya

berupa bakteri dan virus, kadang jamur atau parasit. Sekresi kulit yang bakterisida, asam

lambung, mukus dan silia di saluran nafas membantu menurunkan jumlah mikroba yang

masuk tubuh, sedang epitel yang sehat biasanya dapat mencegah mikroba masuk ke dalam

tubuh. Dalam darah dan sekresi tubuh, enzim lisosom memusnahkan banyak bakteri dengan

merusak dinding selnya. IgA juga merupakan pertahanan permukaan mukosa, memusnahkan

banyak bakteri dengan merusak dinding selnya. Flora normal (biologis) terbentuk bila bakteri

non patogenik menempati permukaan epitel. Flora tersebut dapat melindungi tubuh melalui

kompetisi dengan patogen untuk makan dan tempat menempel pada epitel serta produksi

bahan antimikrobiol. Penggunaan antibiotika dapat mematikan flora normal sehingga bakteri

patogenik dapat menimbulkan penyakit (Baratawidjaja, 2012).

8
c. Pertahanan Humoral

Sistem imun non spesifik menggunakan berbagai molekul larut. Molekul larut tertentu

diproduksi di tempat infeksi atau cidera dan berfungsi lokal. Molekul tersebut antara lain

adalah peptida antimikroba seperti defensin, katelisidin dan IFN dan efek antiviral. Faktor

larut lainnya diproduksi di tempat yang lebih jauh dan dikerahkan ke jaringan sasaran melalui

sirkulasi seperti komplemen dan PFA (Baratawidjaja, 2012).

1. Komplemen

Berbagai bahan dalam sirkulasi seperti lektin, interveron, CRP, dan komplemen

berperan dalam pertahanan humoral. Serum normal dapat memusnahkan dan menghancurkan

beberapa bakteri negative- gram atas kerjasama antara antibodi dan komplemen yang

ditemukan dalam serum normal. Komplemen rusak pada pemanasan 56°c selama 30 menit

(Baratawidjaja, 2012).

Komplemen terdiri atas sejumlah sel protein yang bila diaktifkan akan memberikan

proteksi terhadap infeksi dan berperan dalam respon inflamasi. Komponen dengan spektrum

aktivitas yang luas diproduksi oleh hepatosit dan monosit yang dapat diaktifkan secara

langsung oleh mikroba atau produknya (jalur alternative,klasik dan lektin). Komplemen

9
berperan sebagai oksonin yang meningkatkan fagositosis, sebagai faktor kemotaktik dan juga

menimbulkan destruksi/lisis bakteri dan parasit (Baratawidjaja, 2012).

Antibodi diinduksi oleh infeksi sub-klinis (antara lain flora normal) dan komponen

dalam diit yang imunogenik. Antibodi dengan bantuan komplemen dapat menghancurkan

membran lapisan LPS dinding sel. Bila lapisan LPS menjadi lemah, lisozim, mukopeptida

dalam serum dapat masuk menembus membran bakteri dan menghancurkan lapisan

mukopeptida. MAC dari sistem komplemen dapat membentuk lubang-lubang kecil dalam sel

membran bakteri sehingga bahan sitoplasma yang mengandung bahan-bahan vital keluar sel

dan menimbulkan kematian mikroba (Baratawidjaja, 2012).

2. Protein Fase Akut

Selama fase akut infeksi, terjadi perubahan pada kadar beberapa protein dalam serum

yang disebut APP. Yang akhir merupakan bahan antimikrobial dalam serum yang meningkat

dengan cepat setelah sistem imun nonspesifik diaktifkan. Protein yang meningkat atau

menurun selama fase akut disebut juga APRP yang berperan dalam pertahanan diri

(Baratawidjaja, 2012).

APRP diinduksi oleh sinyal yang berasal dari tempat cedera atau infeksi melalui

darah.hati merupakan tempat sintesis APRP. Sitokin TNF-α, IL-1, IL-6 merupakan sitokin

proinflamasi dan berperan dalam induksi APRP (Baratawidjaja, 2012).

 C-Reactive Protein

CRP yang merupakan salah satu PFA, termasuk golongan protein yang kadarnya dalam

darah meningkat pada infeksi akut sebagai respons imunitas nonspesifik. Sebagai opsonin,

CRP mengikat berbagai mikroorganisme, protein C pneumokok yang membentuk kompleks

dan mengaktifkan komplemen jalur klasik. Pengukuran CRP digunakan untuk menilai

aktivitas penyakit inflamasi. CRP dapat meningkat 100x atau lebih dan berperan pada

10
imunitas nonspesifik yang dengan bantuan Ca++ dapat mengikat berbagai molekul antara lain

fosforilkolin yang wditemukan pada permukaan bakteri/jamur. Sintesis CPR yang meningkat

meninggikan viskositas plasma dan laju endap darah. Adanya CRP yang tetap tinggi

menunjukkan infeksi yang persisten (Baratawidjaja, 2012).

 Lektin

Lektin/kolektin merupakan molekul larut dalam plasma yang dapat mengikat

manan/manosa dalam polisakarida, (karena disebut MBL ) yang merupakan permukaan

banyak bakteri seperti galur pneumokok dan banyak mikroba, tetapi tidak pada sel vertebrata.

Lektin berperan sebagai opsonin,mengaktifkan komplemen. SAP mengikat lipopolisakarida

dinding bakteri dinding bakteri dan berfungsi sebagai reseptor untuk fagosit (Baratawidjaja,

2012).

 Protein Fase Akut Lain

Protein fase akut lain adalah α1-anti-tripsin, amiloid serum A, haptoglobin, C9, faktor B

dan fibrinogen yang juga berperan pada peningkatan laju endap darah akibat infeksi, namun

dibentuk jauh lebih lambat dibanding dengan CRP. Secara keseluruhan, respons fase akut

memberikan efek yang menguntungkan melalui peningkatan resistenipejamu, mengurangi

cedera jaringan dan meningkatkan resolusi dan perbaikan cedera inflamasi (Baratawidjaja,

2012).

11
3. Mediator Asal Fosfolipid

Metabolisme pospolipid diperlukan untuk produksi PG dan LTR. Keduanya

meningkatkan respon inflamasi melalui peningkatan permeabilitas faskular dan vasodilatasi

(Baratawidjaja, 2012).

4. Sitokin IL-1,IL-6,TNF-α

Selama terjadi infeksi,produk bakteri seperti LPS mengaktifkan makrofag dan sel lain

untuk memproduksi dan melepas berbagai sitokin seperti IL-1 yang merupakan pirogen

endogen, TNF-α dan IL-6. Pirogen adalah bahan yang menginduksi demam yang dipacu baik

oleh faktor eksogen (endotoksin asal bakteri negatif – gram) endogen seperti IL-1 yang

diproduksi makrofag dan monosit. Ketiga sitokin tersebut disebut sitokin /proinflamasi,

merangsang hati untuk mensistensi dan melepas sejumlah protin plasma seperti protein fase

akut antara lain CRP yang dapat meningkat 1000 kali, MBL dan SAP (Baratawidjaja, 2012).

d. Pertahanan Seluler

Fagosit, sel NK, sel mast dan eosinofil berperan dalam sistem imun dan spesifik selular.

Sel-sel sistem imun tersebut dapat sirkulasi atau jaringan. Suatu sel yang dapat ditemukan

12
dalam sirkulasi adalah neutrofil, eosinofil, basofil, manosit, sel T, sel B, sel NK, sel darah

merah dan trombosit. Sel-sel tersebut dapat mengenal produk mikroba esensial yang

diperlukan untuk hidup nya. Contoh sel-sel dalam jaringan adalah eosinofil, sel mask,

makrofag, sel T, sel plasma dan sel NK (Baratawidjaja, 2012).

1. Makrofag (Fagosit Mononuklear)

Makrofag menangkap mikroba melalui PRRs (pattern recognition receptors) yang

mengikat PAMPs (pathogen associated molecular petterns) pada patogen. Jika PRRs sudah

berikatan dengan PAMs akan muncul sinyal dari PRRs untuk aktivasi makrofag. Makrofag

aktif akan memfagositosis mikroba sehingga mikroba berada dalam vakuol yang disebut

fagosom (endosom) yang akan menyatu dengan lisosom membentuk fagolisosom.

Selanjutnya, mikroba dihancurkan dalam fagolisosom dengan menggunakan enzim lisozim,

reactive oxygen species (ROS), dan nitric oxide (NO) (Baratawidjaja, 2012).

2. Sel Mast

Sel mast ada pada epitel kulit dan mukosa yang dengan cepat berespon melepas

mediator melepas mediator inflamasi jika ada infeksi atau stimulus lainnya. Sel mast akan

melepas granul yang mengandung antara lain amin fasoaktif (misalnya histamin) yang

menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler. Penyesuaian kapiler ini

sangat penting untuk terjadinya respon inflamasi akut yang ditandai dengan ekstravasasi

sejumlah sel imun seperti neutrofil, monosit, dan lain-lain. Sel mast menghasilkan juga lipid

mediator (prostaglandin) dan sitokin pro inflamasi seperti TNFα (tumor necrosis fsctor

alpha). Produk sel mast penting untuk melawan parasit (cacing), dilain pihak bisa menjadi

penyebab terjadinya alergi (Baratawidjaja, 2012).

3. Sel Dendrit

Sel dendritic ditempatkan pada lokasi ynag strategis misalnya dijaringan epitel yang

berbatasan dengan dunia luar (kulit, saluran cerna, saluran nafas, saluran urogenitalia),

13
sehingga peluang bertemu dengan patogen sangat besar. Disamping itu, sel dendrit memiliki

PRRs yang lebih lengkap, baik yang dimembran maupun didalam sitosol, sehingga sukar

sekali patogen dapat lolos dari penangkapan (Baratawidjaja, 2012).

Tugas penting sel dendrit adalah mempresentasikan antigen yang ada pada patogen ke

sel T naif yang menunggu dilimfonodus, sehingga diberi namaAntigen Prensting Cells (APC).

Presentasi antigen ini bertujuan untuk mengaktifkan sel T naif menjadi sel T efektor. Sel

dendritik memproses mikroba seperti halnya yang diakukan oleh makrofag, kemudian

mempresentasikan antigen asal mikroba yang sudah dihancurkan dalam fagolisosom

kepermukaan sel dendritik menggunakan molekul Major Histocompatibility Complex (MHC)

dan dibawa ke limfonodus. Presentasi antigen ke sel T naif di limfonodu ini akan memulai

proses munculnya respon imunitas seluler (adaptif). Dengan demikian, imunitas innate sangat

penting untuk timbulnya imunitas adaptif, dimana sel dendritik yang memulai mengaktivasi

limfosit T sedangkan sitokin dari makrofag akan memperhebat timbulnya respon imunitas

adaptif yang diperankan limfosit T. Jenis lain dari sel dendritik adalah Plasmacytoid

Dendritic Cells (mirip dengan sel plasma) yang berfungsi menghasilkan sitokin antivirus yaitu

interferon tipe 1 (Baratawidjaja, 2012).

4. Neutrofil (PMN)

Neutrofil, disebut juga sel polymorphomulear (PMN), bersama monosit beredar dalam

sirkulasi darah dan siap melimpah ke jaringan jika dipanggil oleh makrofag yang mendeteksi

adanya PAMPs (mikroba) atau DAMPs melalui mekanisme inflamasi akut. Neutrofil

termasuk golongan fagosit karena mampu melakukan internalisasi mikroba untuk kemudian

dibunuh seperti cara makrofag, antara lain menggunakan lisozim untuk mencerna mikroba

dan radikal bebas (ROS dan NO). Begitu banyaknya enzim lisozim dalam neutrofil yang

nampak sebagai granul yang banyak sehingga sel ini disebut pula granulosit. Bedanya dengan

makrofag, neutrofil tidak menghasilkan sitokin seperti makrofag (Baratawidjaja, 2012).

14
5. Basofil

Basofil sangat terkait dengan sel mast (sel kecil dalam sumsum tulang dan jaringan

yang terwarnai menjadi gelap). Keduanya berasal dari prekursor granulosit dalam sumsum

tulang. Sel-sel ini merupakan leukosit darah perifer yang paling sedikit dan memiliki granul

ungu gelap besar yang dapat mengaburkan inti. Isi granul mengandung histamin dan heparin

dan dilepaskan setelah pengikatan IgE ke reseptor permukaan. Sel-sel ini berperan penting

dalam reaksi hipersensitivitas segera. Sel mast juga berperan penting dalam pertahanan

melawan alergen dan patogen parasitik. (Mehta, 2008)

6. Eusinofil

Eosinofil memiliki inti bilobus dan granul yang terwarnai menjadi merah-oranye

(mengandung histamin). Sel ini sangat penting dalam respons terhadap penyakit parasitik dan

penyakit alergi. Pelepasan isi granulnya ke patogen yang lebih besar (misalnya helmin)

membantu destruksinya dan fagositosis berikutnya. (Mehta, 2008).

Eosinofil berperan sangat efektif dalam membunuh jenis parasit tertentu. Eosinofil

mengeluarkan zat-zat kimia yang berfungsi menghancurkan cacing, parasit, dan berperan

penting dalam manifestasi reaksi alergi (Radji, 2015).

15
Monosit

Selama hematopoiesis dalam sumsum tulang, sel progenitor granulosit/monosit

berdiferensiasi menjadi premonosit yang meninggalkan sumsum tulang dan masuk kedalam

sirkulasi untuk selanjutnya berdiferensiasi menjadi monosit matang dan berperan dalam

berbagai fungsi sebagai berikut(Baratawidjaja,2012) :

anti tumor
dan anti
viral
produksi modeling dan
komponen perbaikan
komplemen jaringan

fungsi
presentasi monosit fagositosis/
limfosit dan
aktivasi limfosit bakterisidal

aktivasi sitemik aktivasi


sebagai respons vaskulatur sel
terhadap infeksi epitel

Monosit adalah fagosit yang didistribusikan secara luas sekali diorgan limfoid dan

organ lainnya.monosit berperan sebagai APC,mengenal, menyerang mikroba dan sel kanker

dan juga memproduksi sitokin, menyerahkan pertahanan sebagai respon terhadap infeksi. IL-

1,IL-6, dan TNF-α yang diproduksinya menginduksi panas dan produksi protein fase akut

dihati, memodulasi produksi seng(Zn) dan tembaga, menginduksi produksi hormon

kortikotropik adrenal dalam otak dan mempengaruhi metabolisme. Monosit juga berperan

dalam remodeling dan perbaikan jaringan. Sel-sel imun nonspesifik ada dalam darah untuk 10

jam sampai dua hari sebelum meninggalkan sirkulasi darah.Selanjutnya monosit bermigrasi

ke tempat tujuan diberbagai jaringan untuk berdiferensiasi sebagai makrofag jaringan spesifik

dengan berbagai fungsi (Baratawidjaja,2012).

16
Makrofag

Selain berfungsi untuk memfagositosis juga membunuh mikroorganisme. Makrofag

dapat membunuh mikroorganisme baik secara intraseluler maupun secara ekstraseluler.

Disamping itu makrofag berperan dalam perbaikan jaringan dan sebagai antigen precenting

cells yang dibutuhkan untuk menginduksi respon imun spesifik (Radji, 2015).

7. Sel Natural Killer (Sel NK)

Sel NK banyak beredar dalam darah yang akan segera ke jaringan jika ada infeksi. Sel

NK ada juga yang tinggal dalam limpa dan hati. Sel NK ini dipersiapkan Tiham nbereaksi

cepat (imunitas innate) mengatasi patogen yang cepat masuk sel (mikroba intraseluler) pada

saat limfosit T (imunitas adaptif) belum siap. Sel NK membunuh sel yang dimasuki virus dan

sel yang mengalami stress (hypoxia,injury) atau sel yang bertranformasi (menjadi kanker)

karena sel-sel tersebut tidak menunjukkan fungsi yang normal (tidak sehat) (Baratawidjaja,

2012).

2.5 Mekanisme Kerja Sistem Imun Non Spesifik

Mekanisme pertahanan non spesifik disebut juga komponen nonadaptif atau innate, atau

imunitas alamiah, artinya mekanisme pertahanan yang tidak ditujukan hanya untuk satu jenis

antigen, tetapi untuk berbagai macam antigen. Imunitas alamiah sudah ada sejak bayi lahir

dan terdiri atas berbagai macam elemen non spesifik. Jadi bukan merupakan pertahanan

khusus untuk antigen tertentu.

 Mekanisme Pertahanan Fisik dan Mekanik

Lapisan luar dan lapisan epitel internal kulit dari tubuh kita, pergerakan intestinal dan

silia yang terdapat pada saluran pernapasan merupakan barier fisik yang sulit untuk ditembus

17
oleh sebagian besar zat yang dapat menginfeksi tubuh. Permukaan tubuh yang terpapar

dengan lingkungan luar balik kulit maupun lapisan dalam rongga-rongga tubuh yang

berhubungan dengan lingkungan luar berfungsi sebagai sawar untuk menghalangi masuknya

mikroorganisme patogen dan senyawa asing yang tidak diinginkan oleh tubuh.

Kulit merupakan pertahanan lini pertama terhadap mikroorganisme yang menyerang

tubuh. Kulit terdiri dari dua lapisan, yang pertama adalah epidermis yang mengalami

keratinisasi dan tidak memiliki pembuluh darah di bagian luar dan yang kedua adalah lapisan

dermis yang merupakan jaringan ikat di sebelah dalam. Epidermis mengandung empat jenis

sel yaitu melanosit, keratinosid, sel langerhans, dan sel granstein. Melanosit menghasilkan

pigmen coklat yakni melanin yang jumlahnya menentukan corak warna kulit coklat. Melanin

melindungi kulit dengan menyerap sinar ultra violet yang merugikan. Sel yang paling banyak

adalah keratinosid, penghasil keratin kuat yang membentuk lapisan protektif kulit di lapisan

sebelah luar. Sawar fisik ini menghalangi masuknya mikroorganisme dan bahan atau senyawa

lain yang merugikan ke dalam tubuh dan sekaligus mencegah keluarnya cairan dan zat-zat

penting dari bagian tubuh lainnya. Keratinoid juga memiliki fungsi imunologik yang

mengeluarkan interleukin-1, yang dapat meningkatkan pematangan sel T pasca timus di

dalam kulit. Sel langerhans dan sel granstein juga berfungsi dalam imunitas spesifik masing-

masing dengan menyajikan antigen ke sel T penolong dan sel T penekan. Lapisan dermis

mengandung pembuluh darah yang memberikan nutrisi kulit dan berperan penting dalam

mengatur suhu tubuh, ujung saraf sensorik yang memberi informasi mengenai lingkungan

eksternal dan beberapa kelenjar eksokrin dan folikel rambut yang terbentuk oleh invaginasi

khusus epitel di atasnya. Kelenjar eksokrin kulit terdiri dari kelenjar sebasea yang

menghasilkan sebum, suatu bahan berminyak yang melunakkan dan membual kulit kedap air

dan kelenjar keringat. Deskuamasi dari lapisan epitel kulit juga membantu menghalau bakteri

dan parasit lainnya yang dapat menempel pada lapisan epitel kulit.

18
 Mekanisme Pertahanan Biokimia

Selain kulit, pintu utama lainnya yang dapat dilalui oleh mikroorganisme patogen untuk

masuk ke dalam tubuh adalah:

1. Sistem pencernaan, di mana berbagai jenis enzim yang terdapat di air liur, sekresi

lambung yang bersifat asam, gut associated lymphoid tissue 10 (GALT) dan flora

normal pada saluran pencernaan yang dapat mempertahankan diri dari invasi

mikroorganisme patogen.

2. Sistem urogenitalia yang dilindungi oleh sekresi mukus penangkap partikel dan sekresi

asam yang bersifat destruktif bagi mikroorganisme patogen.

3. Sistem pernapasan yang pertahanannya bergantung pada aktivitas makrofag alveolus

dan pada sekresi mukus yang lengket dapat menjerat senyawa asing yang masuk,

kemudian disapu keluar oleh pergerakan silia. Pertahanan saluran pernapasan lainnya

adalah bulu hidung yang dapat menyaring partikel ukuran besar, mekanisme refleks

batuk dan bersin, masing-masing mampu mengeluarkan iritan dari trakea dan hidung.

Faktor kimia, antara lain lisozim dan fosfolipase yang terdapat pada air mata, saliva, dan

sekret hidung mampu melisiskan dinding sel bakteri dan merusak membran sel bakteri.

Asam lemak yang terdapat dalam keringat dan pH yang rendah dalam lambung dapat

menghambat pertumbuhan bakteri. Senyawa defensin yang terdapat pada paru-paru dan

gastrointestinal bersifat antimikroba. Demikian pula senyawa surfaktan dalam paru-paru

bekerja sebagai opsonin yang merupakan senyawa mampu memacu sel-sel fagositosis

untuk menelan partikelpartikel yang tidak diinginkan. Cairan lambung yag terdiri atas

asam klorida, enzim dan lendir bersifat asam dengan pH yang sangat rendah (pH 1,2 –

3,0) dapat merusak sebagian besar bakteri dan toksin bakteri kecuali Clostridium

botulinum dan Staphylococcus aueus. Sedangkan bakteri Helicobacter pylori dapat

menetralkan asam lambung sehingga bakteri ini dapat berkembang di dalam


19
gastrointestinal. Cairan vagina juga bersifat asam sehingga dapat menghambat

pertumbuhan bakteri. Demikian pula darah juga mengandung zat yang berifat sebagai

antimikroba yaitu ironbinding protein tau transferin yang dapat menghambat

pertumbuhan bakteri dengan cara mengurangi ketersediaan zat besi yang sangat

dibutuhkan dalam pertumbuhan bakteri. Sedangkan air mata dan saliva juga dapat

mencegah adanya infeksi pada mata dan mulut. Faktor biologis, yaitu adanya flora

normal pada kulit dan saluran pencernaan dapat mencegah kolonisasi oleh bakteri

patogen dengan cara mensekresi senyawa toksik ataupun secara bersaing dengan bakteri

patogen dalam memanfaatkan nutrisi yang ada dan perlekatannya pada lapisan sel.

Sebagai contoh misalnya keberadaan flora normal dalam vagina dapat menghambat

pertumbuhan Candida albicans. Demikian pula keberadaan Echerichia coli dalam

lambung yang dapat memproduksi bakteriosin mampu menghambat pertumbuhan

Salmonella dan Shigella.

 Aktivasi Komplemen Jalur Alternatif

Mikroba di dalam darah mengaktivasi sistem komplemen melalui jalur alternatif. Pada

aktivasi komplemen, diproduksi C3d yang akan berikatan dengan mikroba. Pada saat limfosit

B mengenali antigen mikroba melalui reseptornya, sel B juga mengenali C3d yang terikat

pada mikroba melalui reseptor terhadap C3d. Kombinasi pengenalan ini mengakibatkan

diferensiasi sel B menjadi sel plasma. Dalam hal ini, produk komplemen berfungsi sebagai

“sinyal kedua” pada respons imun humoral. Sistem komplemen dapat diaktifkan melalui dua

jalur, yaitu jalur klasik dan jalur alternatif. Secara garis besar aktivasi komplemen baik

melalui jalur klasik maupun jalur alternatif terdiri atas tiga mekanisme, yaitu; a) pengenalan

dan pencetusan, b) penguatan (amplifikasi), dan c) pengakhiran kerja berantai dan terjadinya

lisis serta penghancuran membran sel (mekanisme terakhir ini seringkali juga disebut

kompleks serangan membran)


20
 Mekanisme Kerja Sel Natural Killer (NK)

Sel natural killer (NK) adalah suatu limfosit yang berespons terhadap mikroba

intraselular dengan cara membunuh sel yang terinfeksi dan memproduksi sitokin untuk

21
mengaktivasi makrofag yaitu IFN-γ. Sel NK berjumlah 10% dari total limfosit di darah dan

organ limfoid perifer. Sel NK mengandung banyak granula sitoplasma dan mempunyai

penanda permukaan (surface marker) yang khas. Sel ini tidak mengekspresikan

imunoglobulin atau reseptor sel T. Sel NK dapat mengenali sel pejamu yang sudah berubah

akibat terinfeksi mikroba. Mekanisme pengenalan ini belum sepenuhnya diketahui. Sel NK

mempunyai berbagai reseptor untuk molekul sel pejamu (host cell), sebagian reseptor akan

mengaktivasi sel NK dan sebagian yang lain menghambatnya. Reseptor pengaktivasi bertugas

untuk mengenali molekul di permukaan sel pejamu yang terinfeksi virus, serta mengenali

fagosit yang mengandung virus dan bakteri. Reseptor pengaktivasi sel NK yang lain bertugas

untuk mengenali molekul permukaan sel pejamu yang normal (tidak terinfeksi). Secara

teoritis keadaan ini menunjukkan bahwa sel NK membunuh sel normal, akan tetapi hal ini

jarang terjadi karena sel NK juga mempunyai reseptor inhibisi yang akan mengenali sel

normal kemudian menghambat aktivasi sel NK. Reseptor inhibisi ini spesifik terhadap

berbagai alel dari molekul major histocompatibility complex (MHC) kelas I. Terdapat 2

golongan reseptor inhibisi sel NK yaitu killer cell immunoglobulin-like receptor (KIR), serta

reseptor yang mengandung protein CD94 dan subunit lektin yang disebut NKG2. Reseptor

KIR mempunyai struktur yang homolog dengan imunoglobulin. Kedua jenis reseptor inhibisi

ini 15 mengandung domain struktural motif di sitoplasmanya yang dinamakan

immunoreceptor tyrosine-based inhibitory motif (ITIM) yang akan mengalami fosforilasi ke

residu tirosin ketika reseptor berikatan dengan MHC kelas I, kemudian ITIM tersebut

mengaktivasi protein dalam sitoplasma yaitu tyrosine phosphatase. Fosfatase ini akan

menghilangkan fosfat dari residu tirosin dalam molekul sinyal (signaling molecules),

akibatnya aktivasi sel NK terhambat. Oleh sebab itu, ketika reseptor inhibisi sel NK bertemu

dengan MHC, sel NK menjadi tidak aktif.

22
 Mekanisme Pertahanan Seluler (Fagositosis) Pada umumnya ketika tubuh terinfeksi

oleh mikroorganisme, jumlah sel darah putih yang terdapat dalam darah akan meningkat

dari biasanya. Hal ini disebabkan oleh karena sel darah putih yang biasanya tinggal di

dalam kelenjar getah bening masuk kedalam sistem peredaran darah untuk

mempertahankan tubuh dari serangan penyakit infeksi tersebut. Sel darah putih ini akan

berada 17 dalam darah untuk beberapa saat. Sebagian besar sel darah putih akan keluar

dari pembuluh darah dan akan masuk ke dalam jaringan tubuh. Akibatnya sel sistem

imun ini akan tersebar luas di seluruh tubuh dan mampu bertahan di berbagai jaringan

tubuh. Dalam sistem imun nonspesifik, terjadi respon selular yang kemudian

mengaktifkan sistem fagosit (granulosit dan makrofag). Semua granulosit mengandung

enzim mieleperoksidase yang membantu membunuh bakteri yang masuk ke dalam

23
tubuh bersama makanan. Bila bakteri menyerang tubuh, sumsum tulang dirangsang

untuk menghasilkan dan mengeluarkan netrofil dalam jumlah besar. Neutrofil akan

membunuh dan menelan bakteri tersebut. Namun, bila antigen terlalu besar atau terlalu

banyak terdapat antigen di sekitar sel, maka fagositosis oleh makrofag akan diaktifkan.

Fagositosis merupakan mekanisme perlawanan sel kekebalan terhadap invasi

mikroorganisme di luar sel. Sel yang berperan adalah makrofag dan leukosit

polimurfonuklear (PMN). Kedua jenis sel ini berasal dari sel primitif sumsum tulang.

Setelah dilepas dari sumsum tulang akan masuk ke dalam peredaran darah, PMN

bertahan selama 6-7 jam, kemudian akan masuk ke dalam jaringan dan bertahan selama

4-5 hari. Monosit dalam sirkulasi darah bertahan 1-3 hari sebelum masuk ke dalam

jaringan. Di dalam jaringan, makrofag dapat hidup beberapa bulan yang dapat bergerak

bebas atau tidak bergerak seperti sel kuffer dalam hati dan sel langerhans dalam kulit.

Baik monosit maupun PMB setelah dilepas dari sumsum tulang umumnya tidak lagi

mengalami mitosis, sehingga jika kebutuhan meningkat akan diproduksi oleh sumsum

tulang. Proliferasi dari sel induk dan pelepasan kedua jenis sel tersebut diatur oleh

mekanisme saraf dan faktor lainnya yang terjadi di dalam serum misalnya terjadinya

proses invasi dan infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme. Proses fagositosis dan

penghancuran mikroorganisme yang masuk ke dalam tubuh terdiri dari : a. Kematoksis,

yaitu suatu rangsangan kimiawi yang mendorong sel fagosit bergerak kea rah

mikrooraganisme yang masuk ke dalam tubuh. 18 b. Penempelan sel fagosit dengan

mikroorganisme atau bahan asing lainnya. Proses ini bisa berlangsung dengan lebih

mudah apabila mikroorganisme terlebih dahulu diselubungi oleh protein serum tertentu

yang disebut opsonisasi. Protein yang dapat bertindak sebagai opsonin antara lain

komponen protein dari sistem komplemen dan molekul antibodi.

24
2.6 Sifat Sistem Imun Non Spesifik

Sistem imun nonspesifik memiliki sifat:

1. Resistensi tidak berubah oleh infeksi berulang

2. Umumnya efektif terhadap semua zat asing

3. Terjadi pada awal infeksi untuk menghancurkan virus, mencegah atau mengendalikan

infeksi

4. Eksposur menyebabkan respon maksimal segera, berlangsung cepat

5. Tidak ada memori imunologikal

6. Respon tidak spesifik, umumnya efektif terhadap semua mikroba

Perbedaan Sistem Imun Non-Spesifik dan Spesifik

Perbedaan sifat-sifat sistem imun non spesifik dan spesifik


Non spesifik Spesifik
Resistensi Tidak berubah oleh infek- Membaik oleh infeksi ber-

si ulang (memori)
Spesifitas Umumnya efektif terha- Spesifik untuk mikroba yang

dap semua mikroba. sudah mensensitasi sebelum-

Spesifik untuk molekul nya. Sangat spesifik, mampu

dan pola molekular ber- membedakan perbedaan

hubungan dengan pato- minor dalam struktur

gen. Dapat menjadi berle- molekul, detil struktur

bihan mikroba atau non mikroba

dikenali dengan spesifitas

tinggi
Sel yang penting Fagosit, sel NK, TH, Tdth, Tc. Ts/Tr/Th3

25
monosit/makrofag, Sel B

neutrofil, baso-fil, sel

mast, eosinofil, sel

dendritik
Molekul yang pen- Lisozim, sitokin, kom- Antibodi, sitokin, mediator,

ting plemen, APP Lisozim, molekul adhesi

CRP, kolektinn, molekul

adhesi
Waktu respons Menit/jam Hari (lambat)

Selalu siap Tidak siap sampai terpajan

alergen

Pajanan Tidak perlu Harus ada pajanan sebelum-

nya
Diversitas Jumlah reseptor terbatas Reseptor sangat bervariasi,

jumlahnya banyak, terbentuk

oleh rekombinasi genetik

dari gen reseptor


Respons memori Tidak ada Memori menetap, respons

lebih cepat atau lebih besar

pada infeksi serupa berikut-

nya sehingga perlindungan

lebih baik pada pajanan

ulang
Diskriminasi selfi Sempurna, tidak ada pola Sangat baik, adakalanya hasil

nonself spesifik mikroba pada diskriminasi slfinonself gagal


26
pejamu (pada penyakit auto-imun)
Komponen cairan Banyak peptida antimikro- Antibodi

darah atau jaringan bial dan protein

yang larut
Protein darah Komplemen, lain-lain Limfosit

2.7 Inflamasi

Inflamasi merupakan respons protektif setempat yang ditimbulkan olehcedera atau

kerusakan jaringan, yang berfungsi menghancurkan, mengurangi, ataumengurung

(sekuestrasi) baik agen pencedera maupun jaringan yang cedera itu.

Inflamasi merupakan respon terhadap cedera. Arti khususnya, inflamasiadalah reaksi

vascular yang hasilnya merupakan pengiriman cairan, zat-zat yangterlarut dan sel-sel dari

sirklasi darah ke jaringan interstitial pada daerah cederaatau nekrosis. Inflamasi sebenarnya

adalah gejala yang menguntungkan dan pertahanan, hasilnya adalah netralisasi dan

pembuangan agen-agen penyerang, penghancur jaringan nekrosis, dan pembentukan keadaan

yang dibutuhkan untuk perbaikan dan pemulihan.

Apabila jaringan cedera misalnya karena terbakar, teriris atau karena infeksikuman,

maka pada jaringan ini akan terjadi rangkaian reaksi yang memusnahkanagen yang

membahayakan jaringan atau yang mencegah agen menyebar lebih luas.Reaksi-reaksi ini

kemudian juga menyebabkan jaringan yang cedera diperbaikiatau diganti dengan jaringan

baru. Rangkaian reaksi ini disebut inflamasi.

27
Inflamasi atau inflamasi adalah satu dari respon utama sistem kekebalanterhadap infeksi

dan iritasi. Inflamasi distimulasi oleh faktor kimia (histamin, bradikinin, serotonin, leukotrien,

dan prostaglandin) yang dilepaskan oleh sel yang berperan sebagai mediator inflamasi di

dalam sistem kekebalan untuk melindungi jaringan sekitar dari penyebaran infeksi.

Inflamasi mempunyai tiga peran penting dalam perlawanan terhadap infeksi:

1. Memungkinkan penambahan molekul dan sel efektor ke lokasi infeksiuntuk

meningkatkan performa makrofaga

2. Menyediakan rintangan untuk mencegah penyebaran infeksi

3. Mencetuskan proses perbaikan untuk jaringan yang rusak.

Inflamasi adalah respons protektif untuk menghilangkan penyebab jejas (cell injury),

dengan mengencerkan, menghancurkan atau menetralkanagen berbahaya, serta membuang

penyebab awal jejas sehingga proses penyembuhan dapat dilaksanakan. Inflamasi merupakan

sebuah proses kompleks yang meliputi kerjasama banyak “Pemain”. “Pemain” yang

berkontribusi ini adalah sel dan protein dan sel plasma dalam sirkulasi, selendotel pembuluh

darah dan sel serta matriks ekstraseluler jaringan ikat. Seldalam sirkulasi meliputi leukosit

(neutrofil, eosinofil, basofil, limfosit,monosit) dan trombosit; protein dalam sirkulasi meliputi

faktor pembekuan,kininogen dan komponen komplemen; sel endotel sendiri, sel jaringan

ikatmeliputi sel mast, makrofag, limfosit dan fobroblas; dan yang terakhirExtraceluler matrix

(ECM) meliputi kolagen dan elastin susun fibrosa, proteoglikan bentuk gel, glikoprotein

adhesif (fibronektin) sebagai struktur penyambung antar ECM.

Ciri inflamasi salah satunya adalah udem (bengkak atau swelling), ini bisa terjadi

setelah beberapa menit terjadi cidera jaringan, ditemukanvasodilatasi yang menghasilkan

peningkatan volume darah di lokasitersebut. Permeablitas vaskuler meningkat menimbulkan

kebocoran cairan pembuluh darah dan muncullah udem.


28
Setelah beberapa jam, leukosit menempel pada sel endotel di daerahinflamasi dan

bermigrasi melewati dinding kapiler masuk ke rongga jaringan, proses ini disebut

ekstravasasi. Berbagai faktor plasma sepertiimunoglobulin, komplemen, sistem aktivasi

kontak-koagulasi-fibrinolitikdan sel-sel inflamasi seperti neutrofil, mastosit, eosinofil,

monosit-fagosit,sel endotel dan molekul adhesi, trombosit, limfosit, dan sitokin

berinteraksisatu sama lain.

Pada keadaan normal, hanya sebagian kecil molekul melewatidinding vaskuler. Bila

terjadi inflamasi, sel endotel mengkerut sehinggamolekul-molekul besar dapat melewati

dinding vaskuler. Cairan yangmengandung banyak sel inflamasi disebut eksudat inflamasi.

Eksudatinflamasi mempunyai peranan penting yaitu mengencerkan toksin yangsering

dikeluarkan oleh bakteri. Sel-sel yang terlibat dalam inflamasiterutama adalah sel-sel pada

sistem imun nonspesifik yaitu neutrofil. Neutrofil merupakan sel utama pada early inflamasi,

bermigrasi ke jaringan dan puncaknya terjadi pada 6 jam pertama.

29
30
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

1. Sistem imun adalah suatu sistem pertahanan tubuh yang kompleks yang memberikan

perlindungan terhadap adanya invasi zat-zat asing kedalam tubuh.

2. Sistem imun memberi perlindungan dan membuat kita resisten atau kebal terhadap

infeksi yang disebabkan oleh berbagai mikroorganisme, membuang dan mendestruksi

sel-sel yang rusak atau mati, serta mengidentifikasi dan mendestruksi sel-sel maligna,

sehingga membantu mencegah terjadinya perkembangan lebih lanjut menjadi tumor.

3. Sel-sel dalam sistem imun terdiri dari sel mieloid (neutrofil, basofil, eosinofil,

makrofag, dan sel dendrit) juga sel limfoid (limfosit B, limfosit T, dan sel pembunuh

alami atau natural killer).

4. Organ yang berperan dalam sistem imun antara lain tonsil dan adenoid, kelenjar timus,

kelenjar limfe, limpa, pembuluh limfe, bercak peyer pada usus halus, apendiks dan

sumsum tulang.

5. Sistem imun terbagi menjadi 2 jenis yaitu sistem imun non-spesifik dan sistem imun

spesifik.

6. Innate immunity atau kekebalan alami adalah pertahanan paling awal pada manusia

untuk mengeliminasi mikroba patogen bagi tubuh. Innatte immunity merupakan

kekebalan non-spesifik. Artinya semua bentuk mikroba yang masuk akan dieliminasi

tanpa memperhatikan jenis dari mikroba itu.

7. Sistem imun nonspesifik memiliki sifat: Resistensi tidak berubah oleh infeksi berulang,

umumnya efektif terhadap semua zat asing, terjadi Pada awal infeksi untuk

menghancurkan virus, mencegah atau mengendalikan infeksi, eksposur menyebabkan

31
respon maksimal segera, berlangsung cepat,tidak ada memori imunologikal, respon

tidak spesifik dan umumnya efektif terhadap semua mikroba.

3.2. Saran

Penulisan makalah ini belum sempurna untuk itu kami sebagai penulis mengharapkan

kritikan positif yang membangun demi menyempurnakan makalah ini, semoga makalah ini

dapat memberi manfaat bagi kita semua.

32
DAFTAR PUSTAKA

Aaronson, Philip I.&Ward, Jeremy P.T. 2010. At a Glance Sistem Kardiovaskular. Jakarta :

Erlangga.

Baratawidjaja, KG.& Rengganis, I. 2012. Imunologi Dasar Edisi 10. Jakarta: Fakultas

Kedokteran Universitras Indonesia

Brecnick, S. 2003. Intisari Biologi. Jakarta : Hipokrates.

Mehta, A.&Hoffbrand, V. 2008. At a Glance Hematologi Edisi Kedua. Jakarta : Erlangga.

Nair, M.& Peate, I. 2018. At a Glance Patofisiologi. Jakarta : Erlangga.

Peate, I. & Nair, M. 2018. At a Glance Anatomi dan Fisiologi. Jakarta : Erlangga.

Radji, M. 2015. Imunologi dan Virologi. Jakarta : ISFI Penerbitan.

Sherwood, L. 2010. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 6. Jakarta : EGC.

33

Anda mungkin juga menyukai