Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

“RESPON IMUN TERHADAP INFEKSI VIRUS”

Disusun Oleh :
Nama : Reni Dwi Lestari
NIM : 20117059
Prodi : D4 TLM 3C

PROGRAM STUDI D4 TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS


FAKULTAS SAINS , TEKNOLOGI DAN ANALISIS
INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA
KEDIRI
2020

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan
karunianya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Respon Imun
Terhadap Infeksi Virus”
Kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak
yang telah membantu kami dalam menyusun makalah ini. Penulis juga berharap
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Kami pun menyadari bahwa di dalam makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami mengharapkan
adanya kritik dan saran demi perbaikan makalah yang akan kami buat di masa
yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun.

Jombang, 22 Juni 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................1
1.1 Latar Belakang..............................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.........................................................................2
1.3 Tujuan...........................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................3
2.1 Sistem Imun..................................................................................3
BAB III PEMBAHASAN............................................................................6
3.1 Pengertian Sistem Imun................................................................6
3.2 Pengertian Respon Imun...............................................................6
3.3 Proses Infeksi Virus......................................................................6
3.4 Macam-Macam Respon Imun......................................................7
3.5 Jenis Kekebalan Aktif dan Pasif...................................................12

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tubuh manusia dilengkapi dengan sederetan mekanisme pertahanan
yang bekerja untuk mencegah masuk dan menyebarnya agen infeksi
yang disebut sebagai sistem imun. Sistem imun diperlukan tubuh untuk
mempertahankan keutuhannya terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan
berbagai bahan dalam lingkungan hidup. Sistem imun dapat dibagi
menjadi sistem imun alamiah atau non spesifik (natural / innate /
native) dan didapat atau spesifik (adaptive / acquired) (Tizard, 2004).
Sistem imun tubuh terdiri dari banyak komponen. Semua
komponen tersebut akan bekerja serentak manakala tubuh mendapat
serangan dari penyakit yang berasal dari luar maupun dari dalam tubuh.
Sistem imun yang bertugas mengatur keseimbangan, dengan menggunakan
komponennya yang beredar diseluruh tubuh, sehingga dapat mencapai
sasaran yang jauh dari pusat. Untuk melaksanakan fungsi imunitas,
didalam tubuh terdapat suatu sistem yang disebut dengan sistem
limforetikuler. Sistem limforetikuler merupakan jaringan atau kumpulan sel
yang letaknya tersebar diseluruh tubuh, misalnya didalam sumsum tulang,
kelenjar limfe, limfa, timus, sistem saluran napas, saluran cerna dan beberapa
organ lainnya (Rabson, 2005).
Rangsangan terhadap sel-sel tersebut terjadi apabila ke dalam
tubuh terpapar suatu zat yang oleh sel atau jaringan tadi dianggap asing.
Konfigurasi asing ini dinamakan antigen atau imunogen dan proses serta
fenomena yang menyertainya disebut dengan respons imun yang
menghasilkan suatu zat yang disebut dengan antibodi. Jadi antigen atau
imunogen merupakan potensi dari zat-zat yang dapat menginduksi
respons imun tubuh yang dapat diamati baik secara seluler ataupun
humoral. Dalam keadaan tertentu (patologik), sistem imun tidak dapat
membedakan zat asing (non-self) dari zat yang berasal dari tubuhnya
sendiri (self), sehingga sel-sel dalam sistem imun membentuk zat anti
terhadap jaringan tubuhnya sendiri. Kejadian ini disebut dengan
Autoimmun (Baratawijaya, 2010).
Tubuh dalam melindungi diri dari serangan mikroorganisme
pathogen dengan mengembangkan sistem pertahanan tubuh. Sistem
pertahanan tubuh dapat diaktifkan dengan memberikan suatu senyawa
yang dapat digunakan untuk meningkatkan respon imun yang disebut
immunomodulator. Immunomudulator ini dapat meningkatkan mekanisme
pertahanan tubuh baik secara spesifik (adaptive immune system) maupun non
spesifik ( innate immune system). Kedua respon imun tersebut dalam

1
bekerjanya melibatkan berbagai komponen seluler maupun zat terlarut
seperti sitokin, kemokin dan komplemen (Tizard, 2004).
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa yang dimaksud dengan sistem imun?
1.2.2 Apa yang dimaksud dengan respon imun?
1.2.3 Bagaimana proses dari infeksi virus?
1.2.4 Apa saja macam-macam dari respon imun?
1.2.5 Apa saja jenis kekebalan aktif dan pasif?
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui pengertian dari sistem imun.
1.3.2 Untuk mengetahui pengertian dari respon imun.
1.3.3 Untuk mengetahui proses dari infeksi virus.
1.3.4 Untuk mengetahui macam-macam respon imun.
1.3.5 Untuk mengetahui jenis kekebalan aktif dan pasif.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Imun


Tubuh manusia dilengkapi dengan sederetan mekanisme pertahanan yang
bekerja untuk mencegah masuk dan menyebarnya agen infeksi yang disebut
sebagai sistem imun. Sistem imun diperlukan tubuh untuk mempertahankan
keutuhannya terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan berbagai bahan dalam
lingkungan hidup. Sistem imun dapat dibagi menjadi sistem imun alamiah atau
non spesifik (natural / innate / native) dan didapat atau spesifik (adaptive /
acquired) (Tizard, 2004).
Respon imun diperantarai oleh berbagai sel dan molekul larut yang
disekresi oleh sel-sel tersebut. Sel-sel utama yang terlibat dalam reaksi imun
adalah limfosit (sel B, sel T, dan sel NK), fagosit (neutrofil,eosinofil, monosit,
dan makrofag), sel asesori (basofil,sel mast, dan trombosit), sel-sel jaringan,
dan lain-lain. Bahan larut yang disekresi dapat berupa antibodi, komplemen,
mediator radang, dan sitokin. Walaupun bukan merupakan bagian utama dari
respon imun, sel-sel lain dalam jaringan juga dapat berperan serta dengan
memberi isyarat pada limfosit atau berespons terhadap sitokin yang dilepaskan
oleh limfosit dan makrofag (Jawetz, 2014).
2.1.1 Sistem Imun non Spesifik
Imunitas non spesifik fisiologik berupa komponen normal tubuh,
selalu ditemukan pada individu sehat dan siap mencegah mikroba masuk
tubuh dan dengan cepat menyingkirkannya. Semua mekanisme
pertahanan ini merupakan bawaan (innate), artinya pertahanan tersebut
secara alamiah ada dan tidak adanya pengaruh secara intrinsik oleh
kontak dengan agen infeksi sebelumnya. Mekanisme pertahanan ini
berperan sebagai garis pertahanan pertama dan penghambat kebanyakan
patogen potensial sebelum menjadi infeksi yang tampak.
a. Pertahanan fisik/mekanik
Kulit, selaput lendir, silia saluran napas, batuk dan bersin, merupakan
garis pertahanan terdepan terhadap infeksi.
b. Pertahanan biokimia
pH asam keringat, sekresi sebaseus, berbagai asam lemak yang dilepas
kulit, lizosim dalam keringat, ludah, air mata, dan air susu ibu, enzim
saliva, asam lambung, enzim proteolitik, antibodi, dan empedu dalam
usus halus, mukosa saluran nafas, gerakan silia.
c. Pertahanan humoral

3
Pertahanan humoral terdiri dari komplemen, protein fase akut,
mediator asal fosfolipid, sitokin IL-1, IL-6, TNF-α. Komplemen
terdiri atas sejumlah besar protein yang bila diaktifkan akan
memberikan proteksi terhadap infeksi dan berperan dalam respons
inflamasi. Komplemen berperan sebagai opsonin yang meningkatkan
fagositosis, sebagai faktor kemotaktik dan juga menimbulkan
destruksi/lisis bakteri dan parasit.
d. Pertahanan seluler
Fagosit, sel NK, sel mast, dan eosinofil berperan dalam sistem imun
non spesifik seluler. Sel-sel imun tersebut dapat ditemukan dalam
sirkulasi atau jaringan.Contoh sel yang dapat ditemukan dalam
sirkulasi adalah neutrofil, eosinofil, basofil, monosit, sel T, sel B, sel
NK, sel darah merah, dan trombosit. Contoh sel-sel dalam jaringan
adalah eosinofil, sel mast, makrofag, sel T, sel plasma, dan sel NK
(Jawetz, 2014).
2.1.2 Sistem Imun Spesifik
Sistem pertahanan ini sangat efektif dalam memberantas infeksi serta
mengingat agen infeksi tertentu sehingga dapat mencegah terjadinya
penyakit di kemudian hari. Sistem imun spesifik terdiri atas sistem
humoral dan sistem seluler.
a. Sistem imun spesifik humoral
Pemeran utama dalam sistem imun spesifik humoral adalah limfosit B
atau sel B. Sel B yang dirangsang oleh benda asing akan
berproliferasi, berdiferensiasi, dan berkembang menjadi sel plasma
yang memproduksi antibodi. Fungsi utama antibodi ialah pertahanan
terhadap infeksi ekstraseluler, virus, dan bakteri serta menetralkan
toksinnya.
b. Sistem imun seluler
Limfosit T atau sel T berperan pada sistem imun spesifik seluler. Sel
T terdiri atas beberapa subset sel dengan fungsi yang berlainan yaitu
sel CD4+ (Th1, Th2), CD8+ atau CTL atau Tc dan Ts atau sel Tr atau
Th3. Fungsi utama sistem imun spesifik seluler ialah pertahanan
terhadap bakteri yang hidup intraseluler, virus, jamur, parasit, dan
keganasan. Sel CD4+ mengaktifkan sel Th1 yang selanjutnya
mengaktifkan makrofag untuk menghancurkan mikroba. Sel CD8+
memusnahkan sel terinfeksi. Th1 memproduksi IL-2 dan IFN-γ. Th2
memproduksi IL-4 dan IL-5. Treg yang dibentuk dari timosit di timus
mengekspresikan dan melepas TGF-β dan IL-10 yang diduga
merupakan petanda supresif. IL-10 menekan fungsi APC dan aktivasi
makrofag sedang TGF-β menekan proliferasi sel T dan aktivasi
makrofag (Kresno, 2001).

4
Terdapat pula beberapa faktor fisiologis yang mempengaruhi
daya tahan tubuh terhadap penyakit virus antara lain :
a. Umur
Umumnya bila terjadi infeksi virus masa perinatal (dalam
kandungan) terutama pada trimester I kehamilan maka penyakit
umumnya berat bagi janinnya dan dapat berakibat abortus atau
kecacatan kongenital. Bila virus menjangkiti masa infancy (0-3
tahun) umumnya penyakitnya tidak seberat penyakit masa
perinatal.Bila infeksi terjadi pada masa anak -anak (5-9 tahun)
penyakit lebih ringan dan jarang menimbulkan kematian.
Bila menjangkiti usia tua infeksinya sangat berat.
b. Suhu
Suhu diluar tubuh sangat mempengaruhi suhu tubuh manusia
dan hal ini bisa mempengaruhi/mempermudah terjangkitnya
penyakit virus.
c. Genetik
Beberapa jenis penyakit virus berhubungan dengan genetik,
misalnya Creutzfeldt Jakobs desease dan penyakit virus dengan
infeksi lambat (slow infection). Pada penyakit ini dalam satu
generasi selalu ada satuatau beberapa orang yang menderita.
d. Hormonal
Penyakit polio lebih banyak mengakibatkan paralisis berat
sampai fatal pada wanita hamil dibandingkan dengan wanita yang
tidak hamil dari golongan umur yang sama. Hal ini disebabkan
pada waktu hamil terjadi perubahan hormonal (Soedarto, 2010).

5
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Pengertian Sistem Imun


Sistem imun merupakan sistem yang sangat kompleks dengan berbagai
peran ganda dalam usaha menjaga keseimbangan tubuh. Seperti halnya sistem
indokrin, sistem imun yang bertugas mengatur keseimbangan, menggunakan
komponennya yang beredar di seluruh tubuh, supaya dapat mencapai sasaran
yang jauh dari pusat. Untuk melaksanakan fungsi imunitas, di dalam tubuh
terdapat suatu sistem yang disebut dengan sistem limforetikuler. Sistem ini
merupakan jaringan atau kumpulan sel yang letaknya tersebar di seluruh
tubuh, misalnya di dalam sumsum tulang, kelenjar limfe, limfa, timus, sistem
saluran nafas, saluran cerna dan beberapa organ lainnya (Kresno, 1991).
3.2 Pengertian Respon Imun
Respon imun adalah kemampuan sistem limforetikuler untuk mengenali
bahan itu asing atau tidak ( Kresno, 1991). Respon imun merupakan respons
tubuh berupa suatu urutan kejadian yang kompleks terhadap antigen untuk
mengeliminasi antigen tersebut.
Rangsangan terhadap sel-sel tersebut terjadi apabila ke dalam tubuh
terpapar suatu zat yang oleh sel atau jaringan tadi dianggap asing.
Konfigurasi asing ini dinamakan antigen atau imunogen dan proses serta
fenomena yang menyertainya disebut dengan respon imun yang
menghasilkan suatu zat yang disebut dengan antibodi. Jadi antigen atau
imunogen merupakan potensi dari zat-zat yang dapat menginduksi respons
imun tubuh yang dapat diamati baik secara seluler ataupun humoral. Dalam
keadaan tertentu (patologik), sistem imun tidak dapat membedakan zat asing
(non-self) dari at yang berasal dari tubuhnya sendiri (self), sehingga sel-sel
dalam sistem imun membentuk zat anti terhadap jaringan tubuhnya sendiri.
Kejadian ini disebut Autoantibodi (Roit, 1993).
Bila sistem imun terpapar oleh zat yang dianggap asing, maka akan
terjadi dua respon imun, yaitu respon imun non spesifik dan respon imun
spesifik. Walaupun kedua respon imun ini prosesnya berbeda, namun telah
dibuktikan bahwa kedua jenis respon imun diatas saling meningkatkan
efektivitasnya. Respon imun yang terjadi sebenarnya merupakan interaksi
antara satu komponen dengan komponen lain yang terdapat didalam sistem
imun. Interaksi tersebut berlangsung bersama-sama sedemikian rupa sehingga
mengasilkan suatu aktivitas biologic yang seirama dan serasi ( Roit, 1993).
3.3 Proses Infeksi Virus
Untuk menimbulkan penyakit, virus harus memasuki suatu inang,
berkontak dengan sel yang rentan, bereplikasi dan menimbulkan cidera

6
sel. Langkah-langkah khusus yang terjadi pada patogenitas virus tersebut
adalah masuknya virus ke dalam sel inang. Beberapa keadaan fisik dan
kimiawi yang berpengaruh terhadap kehidupan virus antara lain suhu,
stabilitasvirus dengan garam-garam, derajat keasaman (pH), radiasi,
pengecatan vital, kepekaan terhadap eter, pengaruh obat-obat
kemoterapeutika dan kemoprofilaksis, serta efek terhadap desinfektan.

.
Rute virus masuk ke dalam tubuh

3.4 Macam-Macam Respon Imun


3.4.1 Respon Imun non Spesifik terhadap Infeksi Virus
Respon imun yang pertama kali akan berhadapan dengan agen
infeksi adalah respon imun innate/non spesifik/non adaptif. Karakteristik
respon imun ini adalah sudah tersedia di tubuh sebelum terjadinya
infeksi, tidak spesifik terhadap patogen tertentu (semua patogen diserang)
dan responnya singkat di dalam tubuh. Meskipun demikian, respon imun
non spesifik ini mampu membedakan patogen dengan protein tubuh,
sehingga tidak akan menyerang tubuh kita sendiri. Komponen respon
imun non spesifik antara lain : sel-sel fagositik (makrofag, netrofil, sel
dendritik), sel-sel non fagositik (sel mast, sel NK), protein koplemen dan
permukaan epitel.

7
Komponen respon imun innate dan jangka waktu munculnya respon

a. Makrofag
Adanya agen infeksi yang masuk ke dalam tubuh akan
menyebabkan makrofag mengalami aktivasi. Aktivasi makrofag ini
diikuti dengan meningkatnya kemampuan morfologis, metabolisme,
dan fungsional. Secara morfologis, makrofag tampak lebih besar
dengan pseudopodi bertambah panjang. Metabolisme di dalam sel
akan meningkat sehingga produksi enzym yang dihasilkan seperti
katepsin G, asam fosfatase, lisozim, beta glukoronidase,
esteroprotease, hidrolise, myeloperoksidase, dan arilsulfatase akan
meningkat. Meningkatnya kemampuan fungsional makrofag ditandai
dengan meningkatnya aktivitas makrofag, kapasitas fagosit makrofag,
dan produksi interleukin (Kusmardi dkk., 2007).
Fungsi utama makrofag dalam imunitas nonspesifik adalah
memfagosit partikel asing yang masuk tubuh seperti kuman, virus,
parasit, dan sel tumor. Fagositosis juga dilakukan terhadap sel atau
jaringan sendiri yang mengalami kerusakan atau mati. Antigen yang
berada di dalam fagolisosom tersebut akan didenaturasi atau
didegradasi menjadi partikel peptida. Selanjutnya peptida ini diikat
oleh MHC dan dibawa ke permukaan sel untuk disajikan ke sel T.
Selama proses fagositosis dan penyajian antigen, makrofag
mengeluarkan bahan biologik yang dikenal dengan interleukin.
Interleukin ini merupakan alat komunikasi antar sel. Ada beberapa
interleukin (IL) yang dikeluarkan oleh makrofag yaitu IL-1, IL2, IL-4,
IL-6, dan TNF. Pada dasarnya interleukin ini berperan penting dalam
proses peradangan dan pengaturan sistem imun. Aktivitas interleukin

8
ini sangat beragam mulai dari meningkatkan atau menghentikan
pertumbuhan sel dan meningkatkan kemotaksis sel (Muthmainah,
2004).
Antigen yang disajikan oleh makropag sebagai antigen
precenting cell (APC) ke limfosit T merupakan tahap awal terjadinya
respon imun. Di dalam makrofag, antigen diproses dengan cara
denaturasi atau proteolisis. Sementara itu molekul Major
Histocompatibility Complex (MHC) yang terdapat dalam lisosom
mengenali segmen antigen lalu dibawa ke permukaan sel dan
disajikan kepada sel T. Makrofag yang memiliki CD38 merupakan
penghubung antara makrofag dengan sel. Molekul MHC pada APC
bertindak sebagai reseptor primer antigen (Tizard, 2004).
Pada infeksi virus maka MHC I menangkap peptida yang
dihasilkan oleh virus di dalam retikulum endoplasma, lalu dibawa ke
permukaan sel dan disajikan ke sel T. MHC yang ada di dalam
retikulum endoplasma tidak bisa leluasa bergerak ke organel lainnya,
jika rantai pendeknya tidak berikatan dengan peptida. Setelah MHC
menangkap peptida maka dibawa ke permukaan sel dan disajikan ke
sel T sitotoksik melalui reseptor (TCR). Proses selanjutnya sel T
sitotoksik mengeluarkan bahan toksik sehingga sel penyajinya akan
terbunuh (Tobian dkk., 2003).
b. Sel Natural Killer (NK)
Istilah NK berasal dari kemampuan sel tersebut membunuh
berbagai sel tanpa bantuan tambahan untuk aktivasinya. Sel NK tidak
memiliki petanda sel B atau sel T atau imunoglobulin permukaan. Sel
NK memiliki banyak sitoplasma, granul sitoplasma azurofilik,
pseudopodia dan nukleus eksentris. Sel NK merupakan sumber
interferon γ (INF-γ) yang mengaktifkan makrofag dan berfungsi
dalam imunitas nonspesifik terhadap virus dan sel tumor. Sel NK
mengenal dan membunuh sel terinfeksi atau sel yang menunjukkaan
transformasi ganas, tetapi tidak membunuh sel sendiri yang normal
oleh karena dapat membedakan sel sendiri dari sel yang potensial
berbahaya, akibat adanya reseptor inhibitori dan reseptor aktivasi
(Baratawidjaya, 2010).
c. Interferon γ (INF-γ)
Interferon γ diproduksi oleh berbagai sel imun, merupakan
sitokin utama Makrofag Activating Cytokain (MAC) dan berperan
terutama dalam imunitas non spesifik. Interferon γ adalah sitokin yang
mengaktifkan makrofag untuk membunuh virus. INF-γ merangsang
ekspresi Major Histocompatibility Complex (MHC-I) , MHC-II dan
konstimulator APC. INF-γ meningkatkan diferensiasi sel CD4+ naif
kesubset sel Th1 dan mencegah proliferasi sel Th2. INF-γ bekerja

9
terhadap sel B dalam pengalihan subkelas IgG yang mengikat Fcγ-R
pada fagosit dan mengaktifkan komplemen.
d. Interleukin 6
IL-6 merupakan polipeptida yang dihasilkan oleh sel imun dan
sel non imun, berperan dalam mengendalikan respon imun dan respon
inflamasi. IL–6 diproduksi oleh sejumlah sel seperti : monosit,
makrofag, sel T dan sel B, leukosit polimorfonuklear dan sel Mast.
Selain itu, banyak sel nonimun mampu memproduksi IL–6 seperti sel
endotel dan epitel, keratinosit, fibroblas, adiposit, sel otot polos
vaskuler, osteoblas, sel stroma sumsum tulang, sinoviosit, kondrosit,
sel Leydig testis, sel stroma endometrium, dan trofoblas. Pada sistem
saraf pusat, IL–6 diekspresikan oleh astrosit, sel mikroglia, dan sel
folikulostelata hipotalamus (Baratawidjaja, 2006).
3.4.2 Respon Imun Spesifik terhadap Infeksi Virus
Respon imun spesifik/adaptif berbeda dengan respon imun non
spesifik/non adptif. Karakteristiknya berbeda dengan respon imun non
spesifik. Karakteristik dari respon imun spesifik adalah baru terbentuk
jika terjadi infeksi dari patogen, sifat responnya spesifik untuk setiap
infeksi (mis. Infeksi polio akan menghasilkan respon imun spesifik
terhadap virus polio saja, tidak terhadap patogen lain), jangka waktu
responnya juga lama bahkan ada yang bertahan seumur hidup, terdapat
mekanisme memori sehingga apabila terjadi infeksi dari patogen yang
sama respon imun yang dihasilkan lebih cepat dan adekuat. Meskipun
demikian, respon imun spesifik dan non spesifik akan bekerja sama
dalam mengeliminasi patogen di dalam tubuh.
Respon imun spesifik terhadap infeksi virus diperankan oleh :
a. Limfosit T
Progenitor limfosit T berasal dari sumsum tulang yang
bermigrasi ke timus, berdiferensiasi menjadi sel T. Sel T yang non
aktif disirkulasikan melalui kelenjar getah bening (KGB) dan limfa
yang dikonsentrasikan dalam folikel dan zona marginal sekitar
folikel. Sel T imatur dipersiapkan dalam timus untuk memperoleh
reseptor. Timosit imature hanya dapat menjadi matang bila
reseptornya tidak berintegrasi dengan peptida sel tubuh sendiri (self
antigen) yang diikat MHC dan dipresentasikan oleh APC. Sawar
darah timus melindungi timosit dari kontak dengan antigen sendiri.
Sel T yang self reaktip akan mengalami apoptosis. Proses ini disebut
seleksi positip timosit yang menghasilkan sel T cytotoxic (Tc) atau
sel T helper (Th) (Baratawidjaya, 2010).

10
Kemampuan limfosit T matang untuk mengenal benda asing,
karena adanya T Cell Receptor (TCR). TCR memiliki sifat
diversitas, spesifisitas dan memori.
Satu sel limfosit hanya mengekspresikan reseptor untuk satu
jenis antigen sehingga sel tersebut hanya dapat mengenal satu jenis
antigen saja. TCR ditemukan pada semua sel T matang, dapat
mengenal peptida antigen yang diikat Major Histocompatibility
Complek (MHC) dan dipresentasikan oleh Antigen Presenting Cell
(APC) (Baratawidjaya, 2010).
b. Limfosit B
Sel B diproduksi pertama selama fase embrionik dan
berlangsung terus selama hidup. Sebelum lahir yolk sac, hati dan
sumsum tulang janin merupakan tempat pematangan utama sel B dan
setelah lahir pematangan sel B terjadi di sumsum tulang.
Pematangan sel B terjadi dalam berbagai tahap. Pada unggas, sel B
berkembang dalam bursa fabricius yang terbentuk dari epitel kloaka.
Pada manusia belum didapatkan hal yang analog dengan bursa
tersebut dan pematangan sel B terjadi di sumsum tulang atau
ditempat yang belum diketahui. Setelah matang sel B bergerak ke
organ limpa, kelenjar getah bening dan tonsil (Baratawidjaya, 2010).
Reseptor sel B yang mengikat antigen multivalen asing akan
memacu proses proliferasi, diferensiasi menjadi sel plasma yang
memproduksi antibodi, membentuk sel memori dan
mempresentasikan antigen ke sel T. Proliferasi sel B merupakan
senter germinal kelenjar getah bening. Reseptor sel B mengawali
sinyal transduksi yang efeknya ditingkatkan oleh molekul
konstimulator yang kompleks. Perkembangan sel B dalam sumsum
tulang adalah antigen independen, tetapi perkembangan selanjutnya
memerlukan rangsangan antigen. Sel B yang diaktifkan berkembang
menjadi limfoblas, selanjutnya menjadi sel plasma yang
memproduksi antibodi dan sel memori (Abbas dkk., 2007).
c. Interleukin 2 (IL-2)
Interleukin 2 adalah faktor pertumbuhan sel T yang dirangsang
antigen dan berperan pada ekspansi klon sel T setelah antigen
dikenal. Ekspresi reseptor IL-2 ditingkatkan oleh rangsangan
antigen, oleh karena itu sel T yang mengenal antigen merupakan sel
utama yang berproliferasi pada respons imun spesifik. IL-2
meningkatkan proliferasi dan diferensiasi sel T, sel B dan NK. IL-2
juga mencegah respons imun terhadap antigen sendiri melalui
peningkatan apoptosis sel T (Baratawijaya, 2010).
Peningkatan IL-2 dalam tubuh akan meningkatkan produksi
CD4+ ,dengan demikian IL-2 juga berfungsi sebagai

11
imunomodulator yaitu pengaturan menyeluruh sistem imun di dalam
tubuh, baik dalam keadaan normal maupun abnormal. Pemberian IL-
2 telah terbukti dapat menekan pertumbuhan beberapa tipe kanker.
Treatmen penyakit HIV dengan menggunakan IL-2 juga sudah
pernah dilakukan walaupun hasilnya belum signifikan (Waldmann,
2006).
3.5 Jenis-Jenis Kekebalan Aktif dan Pasif
3.5.1 Kekebaan Pasif
a. Kekebalan pasif bawaan
Fetus mendapat kekebalan (IgG) dari ibunya melalui
plasenta. Hewan selain mendapat kekebalan pasif dalam kandungan
juga didapat dari kolostrum (air susu minggu pertama) berupa IgM
da IgA. Zat anti bawaan pada bayi berguna untukmelindungi
bayi dari infeksi, memberi proteksi total,kadang-kadang
meringankan perjalanan penyakit virus, memodifikasi
penyakitnyasehingga tidak terjadi komplikasi.
b. Kekebalan pasif didapat (acquired passive immunity)
Yaitu bila memberiseseorang (anak/dewasa) zat anti,
sehingga orang ini tidak perlu membentuk zat anti sendiri bisa
dalam bentuk serum:
1. Serum konvalesens berasal dari orang yang sudah mendapat
infeksi virus tertentu (serum homolog).
2. Serum imun berasal dari kuda/hewan tertentu yang sengaja
disuntikan pada manusia (serum heterolog). Karena
merupakan protein asing, bisa terjadi gejala sampingan
berbahaya seperti serum sickness atau shock anafilaktik yang
fatal. Pemberian serum ini bisa mengandung bahaya
ikutnya virus hepatitis serum.
3.5.2 Kekebalan Aktif
a. Disengaja : Maksudnya virus atau antigen diberikan kepada
seseorang. Adapun caranya yaitu bisa melalui kulit/mukosa
traktus respiratorius atau digestivus. Derajat kekebalan yang
dibentuk tergantung daripotensi antigen, jumlah antigen yang
dibentuk semasa virus berkembang biak, tempatatau lokasi
pemberian antigen, daya perkembangbiakan dan penyebaran
virusnya.
b. Tidak disengaja : Pada orang-orang yangmengalami infeksi
alami, lamanya kekebalan tergantung daya perkembangan
virus, penyebaran dan lamanya penyebaran virus selama sakit.

12
BAB IV
PENUTUP

13
5.1 Kesimpulan
Respons imun adalah respons tubuh berupa suatu urutan kejadian
yang kompleks terhadap antigen untuk mengeliminasi antigen tersebut.
Respons imun ini dapat melibatkan berbagai macam sel dan protein,
terutama sel makrofag, sel limfosit, komplemen, dan sitokin yang saling
berinteraksi secara kompleks. Mekanisme pertahanantubuh terdiri atas
mekanisme pertahanan non spesifik dan mekanisme pertahanan spesifik.
Jika sistem kekebalan melemah, kemampuannya untuk
melindungi tubuh juga berkurang sehingga membuat patogen
termasuk virus yang menyebabkan penyakit. Penyakit defisiensi imun
muncul ketika sistem imun kurang aktif daripada biasanya,
menyebabkan munculnya infeksi.
Pada manusia beberapa jenis kekebalan dapat dibentuk yaitu:
1. Kekebalan pasif: kekebalan pasif bawaandan kekebalan pasif didapat
(acquired passive immunity).
2. Kekebalan aktif
a. Disengaja Contoh: Polio (salk), Rabies, Influenza, Morbilli.
b. Tidak disengaja : Pada orang-orang yang mengalami infeksi alami,
lamanya kekebalan tergantung daya perkembangan virus, penyebaran
dan lamanya penyebaran virus selama sakit.

DAFTAR PUSTAKA

14
Abbas, A.K., Lichtman, A.H., Pillai S. 2007. Cellular and Molecular
Immunology. Philadelphia: WB Saunders Company Saunders.
Baratawidjaja. 2010. Imunologi Dasar ed. 9. Jakarta: BP FKUI.
Jawet. 2014. Mikrobiologi Kedokteran Edisi 25. Jakarta: Buku Kedokteran
EGC.
Kresno. 2001. Diagnosis dan Prosedur Laboratorium Edisi 4. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.
Muthmainah. 2004. Studi tentang Aktivitas Sekresi Reactive Oxygen
Intermediates (ROIs) Makrofag Mencit yang Distimuli dengan Stimulant
Spesifik dan Non Spesifik Selama Infeksi Toxoplasma Gondii. Laboratorium
Histologi. Fakultas Kedokteran. Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Jurnal
BioSMART Vol 6, No. 2. 2004 :1-2.
Rabson. 2005. Essential Immunology Second Edition. Oxford: Blackwell
Publishing.
Soedarto .2010. Virologi Klinik. Surabaya: Sagung Seto.
Tizard. 2004. Veterinary Immunology. Philadelpia: Saundres Company.
Waldmann. 2006. The biology of interleukin-2 and interleukin-15. Nature Rev:
Immun. (8) 595-601.

15
16

Anda mungkin juga menyukai