Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH PATOFISIOLOGI

(TENTANG IMUN)

Disusun oleh : Kelompok 1

1. Martino Ronaldus Ama 10.Tobin H.Kalimandang

2. Marselin Y.S.Watti 11.Ina T.H.Ndima

3. Aprianus M.Yanggu 12.Marlin P.Lemba

4. Petronela R.D.Ounga 13.Delsiani P.Lemba

5. Vivi S.K.Mila 14.Nofliani U.R.Anding

6. Malvino N.Wohangara 15.Apli R.U.Dauki

7. Asriani T.Apu 16.Victoria K.Hara

8. Frederika S.D.Mbitang 17.Orisah H.Ama

9. Argita R.Kapuga

TINGKAT 1B

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES KUPANG

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN WAINGAPU

TAHUN 2020/2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatnya sehingga
makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Makalah ini telah kami susun dengan
maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat
memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima
kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang Proses Imunitas ini dapat
memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Waingapu,februari2020

Kelompok 1

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar...................................................................................................i
Daftar Isi...........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................1
A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................1
C. Tujuan...................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................2
A. Definisi Sistem Imun…........................................................................2
B. Fungsi Sistem Imun...............................................................................2
C. Lapisan dalam Imun Tubuh...................................................................2
D. Macam-macam Sistem Imun Tubuh.....................................................3
E. Jenis- jenis Sistem Imun........................................................................7
F. Mekanisme Sistem Kekebalan Tubuh...................................................7
G.Respon Sistem Imun..............................................................................8
H.Faktor-faktor yang mempengaruhi Imunitas Tubuh............................12
I. Disfungsi Sistem Imun.........................................................................14
J. Contoh Penyakit akibat ketidakseimbangan Sistem Imun...................14
BAB III PENUTUP........................................................................................16
A. Kesimpulan ............................................................................................16
B. Soal.........................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................20

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tubuh manusia tidak mungkin terhindar dari lingkungan yang mengandung


mikroba pathogen disekelilingnya. Mikroba tersebut dapat menimbulkan penyakit
infeksi pada manusia. Mikroba patogen yang ada bersifat poligenik dan
kompleks. Oleh karena itu respon imun tubuh manusia terhadap berbagai macam
mikroba patogen juga berbeda. Umumnya gambaran biologic spesifik mikroba
menentukan mekanisme imun mana yang berperan untuk proteksi. Begitu juga
respon imun terhadap bakteri khususnya bakteri ekstraseluler atau bakteri
intraseluler mempunyai karakteriskik tertentu pula.
Tubuh manusia akan selalu terancam oleh paparan bakteri, virus, parasit,
radiasi matahari, dan polusi. Stress emosional atau fisiologis dari kejadian ini
adalah tantangan lain untuk mempertahankan tubuh yang sehat. Biasanya kita
dilindungi oleh system pertahanan tubuh, sistem kekebalan tubuh, terutama
makrofag, dan cukup lengkap kebutuhan gizi untuk menjaga kesehatan.
Kelebihan tantangan negatif, bagaimanapun, dapat menekan system pertahanan
tubuh, sistem kekebalan tubuh, dan mengakibatkan berbagai penyakit fatal.
Respon imun yang alamiah terutama melalui fagositosis oleh neutrofil,
monosit serta makrofag jaringan. Lipopolisakarida dalam dinding bakteri Gram
negative dapat mangativasi komplemen jalur alternative tanpa adanya antibody.
Kerusakan jaringan yang terjaddi ini adalah akibat efek samping dari mekanisme
pertahanan tubuh untuk mengeliminasi bakteri. Sitokin juga merangsang demam
dan sintesis protein.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana Proses Imunitas

C. Tujuan
Mengetahui bagaimana Proses Imunitas

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Sistem Imun


Imuni adalah resistensi terhadap penyakit terutama penyakit infeksi.
Gabungan sel, molekul dan jaringan yang berperan dalam resistensi terhadap
infeksi disebut sistem imun. Reaksi yang dikoordinasi sel-sel, molekul-molekul
terhadap mikroba dan bahan lainnya disebut respons imun. Sistem imun
diperlukan tubuh untuk mempertahankan kebutuhannya terhadap bahaya yang
dapat ditimbulkan berbagai vahan dalam lingkungan hidup.

B. Fungsi Sistem Imun

1. Sistem imun memiliki beberapa fungsi bagi tubuh, yaitu sebagai:


Pertahanan tubuh, yaitu menangkal bahan berbahaya agar tubuh tidak sakit,
dan jika sel-sel imun yang bertugas untuk pertahana ini mendapatkan
gangguan atau tidak bekerja dengan baik, maka oranmg akan mudah terkena
sakit.
2. Keseimbangan, atau fungsi homeostatik artinya menjaga keseimbangan dari
komponen tubuh.
3. Perondaan, sebagian dari sel-sel imun memiliki kemampuna untuk memantau
ke seluruh bagian tubuh. Jika ada sel-sel tubuh yang mengalami mutasi maka
sel peronda tersebut akan membinasakannya.

C. Lapisan dalam Imunitas Tubuh


1. Lapisan pertama/physcal barrier : kulit, membran mukosa, kelenjar keringat,
sebum, kelenjar air mata, silia, asam lambung, kelenjar ludah.
2. Lapisan kedua : sel leukosit fagositik, protein antimikroba dan respon
inflamasi.
3. Lapisan ketiga : sel limfosit dan antibodi.

2
D. Macam-macam Sistem Imun Tubuh

Sistem Imunitas Tubuh manusia dibagi 2 yaitu:

1. Sistem Kekebalan Tubuh Non Spesifik / Alamiah (Innate Imune System)

Disebut juga komponen nonadaptif atau innate, atau imunitas alamiah,


artinya mekanisme pertahanan yang tidak ditujukan hanya untuk satu jenis
antigen, tetapi untuk berbagai macam antigen. Imunitas alamiah sudah ada
dalam tubuh sejak bayi lahir dan terdiri atas berbagai macam elemen
non spesifik. Jadi bukan merupakan pertahanan khusus untuk antigen
tertentu. Dapat mendeteksi benda asing yang masuk tetapi Tidak dapat
mengenali benda tersebut.

Reaksi imunitas non spesifik Meliputi :

a. Reaksi Inflamasi / Peradangan

Merupakan respons lokal tubuh terhadap infeksi atau perlukaan .


Tidak spesifik hanya untuk infeksi mikroba, tetapi respons yang sama
juga terjadi pada perlukaan akibat suhu dingin, panas, atau trauma.
Fagosit merupakan pemeran utama yang terdiri dari: neutrofil, monosit,
& makrofag.

Tahap inflamasi:

Masuknya bakteri ke dalam jaringan. Vasodilatasi sistem


mikrosirkulasi area yang terinfeksi dapat meningkatkan aliran darah.
Permeabilitas kapiler & venul yang terinfeksi terhadap protein
meningkat sehingga difusi protein & filtrasi air ke interstisial. Keluarnya
neutrofil lalu monosit dari kapiler & venula ke interstisial. Penghancuran
bakteri di jaringan akan mengakibatkan fagositosis (respons sistemik:
demam) yang selanjutnya yaitu perbaikan jaringan.

3
b. Protein Antivirus ( Interferon)

Interferon adalah protein yang membantu untuk melindungi sel-sel


tubuh yang sehat di sekitarnya terhadap virus. Interferon yang dihasilkan
sebagai respon terhadap suatu virus, memberikan perlindungan kepada
sel-sel terhadap invasi yang sama atau virus lainnya. Interferon berfungsi
untuk melawan infeksi yang disebabkan oleh virus, meningkatkan sistem
kekebalan, efektif untuk melawan melanoma (kanker kulit), leukemia,
membantu menyembuhkan rematik tulang (Pacito, 2010).

Sel yang terinfeksi virus akan mengeluarkan interferon. Interferon


mengganggu replikasi virus (antivirus), ‘interfere’. Interferon juga
memperlambat pembelahan & pertumbuhan sel tumor dengan
meningkatkan potensi sel NK & sel T sitotoksik (antikanker). Peran
interferon yg lain yaitu meningkatkan aktivitas fagositosis makrofag &
merangsang produksi antibodi.

c. Sel Natural Killer (NK)

Pertahanan non-spesifik juga meliputi sel pembunuh alami (Natural


Killer). Sel NK tidak menyerang menyerang mikroorganisme secara
langsung, tetapi merusak sel tubuh yang diserang oleh virus dan juga sel-
sel abnormal yang dapat membentuk tumor. Sel NK tidak bersifat
fagositik, melainkan menyerang membrane sel sehingga sel tersebut
lisis.

Menurut Darmono (2006) Sel natural killer (NK) adalah sel limfosit


yang ditemukan di dalam darah dan organ limfosit perifer, yang mampu
membunuh sel yang terinfeksi virus atau sel tumor tanpa melibatkan
sistem imun dan restriksi MHC. Sel NK juga disebut sebagai granuler
limfosit yang besar atau sel nul karena ditandai dengan absennya
penanda permukaan yang khas seperti sel-T dan sel-B. Sel-NK juga
mampu menghancurkan (menghaluskan) sel target dengan kontak

4
langsung tanpa perantara antibody
atau Antibody Dependent Celluler Cytoxicity (ADCC).

d. Sistem Komplemen

Sistem komplemen ialah seri (lebih dari 18 macam) protein plasma


yang dihasilkan oleh hati dan beredar di dalam pembuluh darah dalam
keadaan inaktif. Apabila ada mikroorganisme tersebut akan
mengaktifkan sistem komplemen. Hal lain yang dapat mengaktifkan
sistem komplemen, yaitu jika terdapat kompleks antibodi yang telah
melekat pada antigen.

Sistem komplemen merupakan sekumpulan protein dalam sirkulasi


yang penting dalam pertahanan terhadap mikroba. Banyak protein
komplemen merupakan enzim proteolitik. Aktivasi komplemen
membutuhkan aktivasi bertahap enzim-enzim ini yang
dinamakan enzymatic cascade.

2. Sistem Imun Spesifik / Adaptive

Sistem imun spesifik mempunyai kemampuan untuk mengenali benda


yang dianggap asing. Benda asing yang pertama kali muncul akan segera
dikenali dan terjadi sensitisasi sel-sel sistem imun tersebut. Benda asing yang
sama, bila terpajang ulang akan dikenal lebih cepat dan kemudian
dihancurkan. 1 Respon sistem imun spesifik lebih lambat karena dibutuhkan
sensitisasi oleh antigen namun memiliki perlindungan lebih baik terhadap
antigen yang sama. Sistem imun ini diperankan oleh Limfosit B dan Limfosit
T yang berasal dari sel progenitor limfoid.

Karakteristik : kemampuan merespon berbagai antigen, membedakan


antigen asing dengan antigen diri, merespon antigen yang ditemukan
sebelumnya dengan memulai respon memori. Yang beperan dalam Sistem
imun Spesifik ini adalah Sel Limfosit. Sistem imun akan terbentuk jika ada
benda asing.

a. Imunitas Humoral (Humoral Immunity)

5
Limfosit B atau sel B berperan dalam sistem imun spesifik humoral
yang akan menghasilkan antibodi. Antibodi dapat ditemukan di serum
darah, berasal dari sel B yang mengalami proliferasi dan berdiferensiasi
menjadi sel plasma. Fungsi utama antibodi sebagai pertahanan terhadap
infeksi ekstraselular, virus dan bakteri serta menetralisasi toksinnya. 1
Sel B memiliki reseptor yang spesifik untuk tiap-tiap molekul antigen
dan dapat dideteksi melalui metode tertentu melalui marker seperti
CD19, CD21 dan MHC II.

Limfosit B, terdiferensiasi menjadi :


a). Sel limfosit B memori : menyimpan mengingat antigen
yang pernah masuk ke dalam tubuh.
b). Sel limfosit plasma : sel pembentuk antibodi
c). Sel limfosit B pembelah : menghasilkan sel limfosit B
dalam jumlah banyak dan cepat

Dilaksanakan oleh antibodi atau imunoglobin

Macam-macam Immunoglobulin (lg)

a) Immunoglobulin A/IgA : untuk mencegah masuknya bakteri/


virus melalui jaringan epithel (air liur, air mata, kolustrum &
susu).

b) Immunoglobulin D/IgD : untuk memicu deferensiasi jaringan


limfosit B menjadi sel plasma dan limfosit B memori.

c) Immunoglobulin E/IgE : untuk merespon reaksi alergi. Hanya


ditemukan pada mammalia, dapat merespon cacing parasit.

d) Immunoglobulin G/IgG : untuk menembus placenta membawa


kekebalan dari ibu ke janin yaitu pada masa 20 minggu pertama.

e) Immunoglobulin M/IgM : merupakan antibodi pertama yang


menyerang antigen.

6
b. Imunitas Seluler (Celullar Immunity)

Limfosit T berperan pada sistem imun spesifik selular. Pada orang


dewasa, sel T dibentuk di sumsung tulang tetapi proliferasi dan
diferensiasinya terjadi di kelenjar timus. Persentase sel T yang matang
dan meninggalkan timus untuk ke sirkulasi hanya 5-10%. Fungsi utama
sistem imun spesifik selular adalah pertahanan terhadap bakteri
intraselular, virus, jamur, parasit dan keganasan.
Sel T terdiri atas beberapa subset dengan fungsi yang berbeda-beda
yaitu sel Th1, Th2, Tdth, CTL atau Tc, Th3 atau Ts atau sel Tr. CD4+
merupakan penanda bagi sel T helper dan CD8 merupakan penanda dari
CTL yang terdapat pada membran protein sel.

1. Limfosit T, terdiferensiasi menjadi :


a). Sel limfosit T sitotoksik/Killer T cells : menyerang sel
tubuh yang terinfeksi patogen.
b). Sel limfosit T penolong/Helper T Cells : mengatur
sistem imun dan mengontrol kualitas sistem imun.
c). Sel limfosit T supresor/Supressor T Cells : mengurangi
respon imun jika infeksi berhasil diatasi.

E. Jenis- jenis Sistem Imun

1. Aktif
a. Dibentuk oleh tubuh karena adanya infeksi antigen
b. Macamnya :
a). Alami : bila terserang antigen.
b). Buatan : bila memasukkan antigen yang dilemahkan.
2. Pasif
a. Diperoleh dari luar tubuh
b. Macamnya :
a). Alami : bila bayi mendapatkan imunitas dari ibunya.
b). Buatan : bila menyuntikan serum, antibisa, immunoglobin lainnya
dari darah orang yang telah kebal. Hanya bertahan beberapa minggu.

7
F. Mekanisme Sistem Kekebalan Tubuh

Sistem  imunitas yang sehat adalah jika dalam tubuh bisa membedakan
antara diri sendiri dan benda asing yang masuk ke dalam tubuh. Biasanya ketika
ada benda asing yang yang memicu respons imun masuk ke dalam tubuh
(antigen) dikenali maka terjadilah proses pertahanan diri. Secara garis besar,
sistem imun menurut sel tubuh dibagi menjadi sistem imun humoral dan sistem
imun seluler. Sistem imun humoral terdiri atas antibody (Imunoglobulin) dan
sekret tubuh (saliva, air mata, serumen, keringat, asam lambung, pepsin, dan lain-
lain). Sedangkan sistem imun dalam bentuk seluler berupa makrofag, limfosit,
neutrofil beredar di dalam tubuh kita.
Ada dua tipe leukosit pada umumnya, yaitu fagosit yang bertugas memakan
organisme yang masuk ke dalam tubuh dan limfosit yang bertugas mengingat dan
mengenali yang masuk ke dalam tubuh serta membantu tubuh menghancurkan
mereka. Sedangkan sel lainnya adalah netrofil, yang bertugas melawan bakteri.
Jika kadar netrofil meningkat, maka bisa jadi ada suatu infeksi bakteri di
dalamnya. Limfosit sendiri terdiri dari dua tipe yaitu limfosit B dan limfosit T.
Limfosit dihasilkan oleh sumsum tulang, tinggal di dalamnya dan jika matang
menjadi limfosit sel B, atau meninggalkan sumsum tulang ke kelenjar thymus dan
menjadi limfosit sel T. Limfosit B dan T mempunyai fungsi yang berbeda dimana
limfost B berfungsi untuk mencari target dan mengirimkan tentara untuk
mengunci keberadaan mereka. Sedangkan sel T merupakan tentara yang bisa
menghancurkan ketika sel B sudah mengidentifikasi keberadaan mereka.
Jika terdapat antigen (benda asing yang masuk ke dalam tubuh) terdeteksi,
maka beberapa tipe sel bekerjasama untuk mencari tahu siapa mereka dan
memberikan respons. Sel-sel ini memicu limfosit B untuk memproduksi antibodi,
suatu protein khusus yang mengarahkan kepada suatu antigen spesifik. Antibodi
sendiri bisa menetralisir toksin yang diproduksi dari berbagai macam organisme,
dan juga antibodi bisa mengaktivasi kelompok protein yang disebut komplemen
yang merupakan bagian dari sistem imun dan membantu menghancurkan bakteri,
virus, ataupun sel yang terinfeksi.

G. Respon Sistem Imun

1. Respon Sistem Imun terhadap Virus

8
Infeksi virus secara langsung merangsang produksi Interferon oleh sel-
sel terinfeksi; Interferon berfungsi menghambat replikasi virus. Sel NK
melisiskan berbagai jenis sel terinfeksi virus. Sel NK mampu melisiskan sel
yang terinfeksi virus walaupun virus menghambat presentasi antigen dan
ekspresi MHC I,  karena sel NK cenderung diaktivasi oleh sel sasaran yang
MHC negatif.

Untuk membatasi penyebaran virus dan mencegah reinfeksi, sistem imun


harus mampu menghambat masuknya virion ke dalam sel dan memusnahkan
sel yang terinfeksi. Antibodi spesifik mempunyai peran penting pada awal
terjadinya infeksi, dimana ia dapat menetralkan antigen virus dan melawan
virus sitopatik yang dilepaskan oleh sel yang mengalami lisis. Peran antibodi
dalam menetralkan virus terutama efektif untuk virus yang bebas atau virus
dalam sirkulasi. Proses netralisasi virus dapat dilakukan dengan beberapa
cara, diantaranya dengan cara menghambat perlekatan virus pada reseptor
yang terdapat pada permukaan sel, sehingga virus tidak dapat menembus
membran sel, dengan demikian replikasi virus dapat dicegah. Antibodi dapat
juga mengahancurkan virus dengan cara aktivasi komplemen melalui jalur
klasik atau menyebabkan agregasi virus sehingga mudah difagositosis dan
dihancurkan melalui proses yang sama seperti diuraikan diatas. Antibodi
dapat mencegah penyebaran virus yang dikeluarkan dari sel yang telah
hancur. Tetapi sering kali antibodi tidak cukup mampu untuk mengendalikan
virus yang telah mengubah struktur antigennya dan yang melepaskan diri
(budding of) melalui membran sel sebagai partikel yang infeksius, sehingga
virus dapat menyebar ke dalam sel yang berdekatan secara langsung. Jenis
virus yang mempunyai sifat seperti ini, diantaranya adalah Virus Oncorna
(termasuk didalamnya Virus Leukemogenik), Virus Dengue, Virus Herpes,
Rubella dan lain-lain. Walaupun tidak cukup mampu menetralkan virus
secara langsung, antibodi dapat berfungsi dalam reaksi ADCC (Antibody
Dependent Cellular Cytotoxicity).

Disamping respons antibodi, respons imun selular merupakan respons


yang paling penting, terutama pada infeksi virus yang non-sitopatik respons
imun seluler melibatkan T-sitotoksik, sel NK, ADCC (Antibody Dependent
Cellular Cytotoxicity) dan interaksi dengan MHC (Major Histocompatibility

9
Complex) kelas I. Peran Interferon sebagai anti virus cukup besar, khususnya
IFN-α dan IFN-β. Dampak antivirus dari IFN terjadi melalui :

a)     Peningkatan ekspresi MHC kelas I

b)    Aktivasi sel NK dan makrofag

c)    Menghambat replikasi virus. Ada juga yang menyatakan bahwa IFN


menghambat penetrasi virus ke dalam sel maupun budding virus dari sel
yang terinfeksi.

Seperti halnya pada infeksi dengan mikroorganisme lain, sel T-sitotoksik


selain bersifat protektif juga dapat merupakan penyebab kerusakan jaringan,
misalnya yang terlihat pada infeksi dengan virus LCMV (Lympocyte
Choriomeningitis Virus) yang menginduksi inflamasi pada selaput susunan
saraf pusat.

2. Respon Imun terhadap Bakteri

a. Bakteri Ekstraseluler

Respons imun terhadap bakteri ekstraseluler bertujuan untuk


menetralkan efek toksin dan mengeliminasi bakteri. Respons imun alamiah
terutama melalui fagositosis oleh neutrofil, monosit serta makrofag jaringan.
Lipopolisakarida dalam dinding bakteri Gram negatif dapat mengaktivasi
komplemen jalur alternatif tanpa adanya antibodi. Hasil aktivasi ini adalah
C3b yang mempunyai efek opsonisasi, lisis bakteri melalui serangan
kompleks membran dan respons inflamasi akibat pengumpulan serta aktivasi
leukosit. Endotoksin juga merangsang makrofag dan sel lain seperti endotel
vaskular untuk memproduksi sitokin seperti TNF, IL-1, IL-6 dan IL-8.
Sitokin akan menginduksi adesi neutrofil dan monosit pada endotel vaskular
pada tempat infeksi, diikuti dengan migrasi, akumulasi lokal serta aktivasi sel
inflamasi. Kerusakan jaringan yang terjadi adalah akibat efek samping
mekanisme pertahanan untuk eliminasi bakteri. Sitokin juga merangsang
demam dan sintesis protein fase akut.

10
b. Bakteri Intraseluler

Bakteri intraseluler terbagi atas dua jenis, yaitu bakteri intraseluler


fakultatif dan obligat. Bakteri intraseluler fakultatif adalah bakteri yang
mudah difagositosis tetapi tidak dapat dihancurkan oleh sistem fagositosis.
Bakteri intraseluler obligat adalah bakteri yang hanya dapat hidup dan
berkembang biak di dalam sel hospes. Hal ini dapat terjadi karena bakteri
tidak dapat dijangkau oleh antibodi dalam sirkulasi, sehingga mekanisme
respons imun terhadap bakteri intraseluler juga berbeda dibandingkan dengan
bakteri ekstraseluler. Beberapa jenis bakteri seperti basil tuberkel dan leprosi,
dan organisme Listeria dan Brucella menghindari perlawanan sistem imun
dengan cara hidup intraseluler dalam makrofag, biasanya fagosit
mononuklear, karena sel tersebut mempunyai mobilitas tinggi dalam tubuh.
Masuknya bakteri dimulai dengan ambilan fagosit setelah bakteri mengalami
opsonisasi. Namun setelah di dalam makrofag, bakteri tersebut melakukan
perubahan mekanisme pertahanan.
Bakteri intraseluler memiliki kemampuan mempertahankan diri melalui
tiga mekanisme, yaitu 1) hambatan fusi lisosom pada vakuola yang berisi
bakteri, 2) lipid mikobakterial seperti lipoarabinomanan menghalangi
pembentukan ROI (reactive oxygen intermediate) seperti anion superoksida,
radikal hidroksil dan hidrogen peroksida dan terjadinya respiratory burst, 3)
menghindari perangkap fagosom dengan menggunakan lisin sehingga tetap
hidup bebas dalam sitoplasma makrofag dan terbebas dari proses
pemusnahan selanjutnya

3. Respon Imun terhadap Parasit

Bila tubuh kemasukkan parasit, baik itu golongan protozoa maupun


metozoa, maka infeksi dengan parasit tersebut akan berlanjut menimbulkan
penyakit dengan berbagai macam simtom. Keluhan-keluhan obyektif maupun
kelainan klinik yang ditimbulkan tergantung dari pada lokalisasi parasit,
selama dan sesudah perkembangan siklusnya. Setelah respon imun di dalam
tubuh hospes dapat dibangkitkan, maka akan timbul reaksi antara komponen-
komponen efektor imunitas dengan komponen-komponen antigen parasit
dengan maksud hendak mengenyahkannya. Namun para ahli telah berhasil

11
menemukan bukti-bukti, bahwa kelainan-kelainan yang ditimbulkan karena
infeksi dengan parasit ini, seperti splenomegali, hepatomegali,
glumerulunefritis, proses peradangan kronik, kerusakan jaringan yang lanjut
serta berbagai reaksi hipersensitivitas, bukanlah ulah parasit itu sendiri
melainkan akibat mekanisme imunologik tubuh.

Kerusakan jaringan akibat proses imunologik telah lama diketahui, dan


Coombs dan Gell (26) telah mengklasifikasikannya ke dalam empat tipe,
yaitu :

a. Reaksi Tipe I atau Reaksi Tipe Anafilaktik

b. Reaksi Tipe II atau Reaksi Tipe Sitotoksik

c. Reaksi Tipe III atau Reaksi Tipe Kompleks-toksik

d. Reaksi Tipe IV atau Reaksi Seluler.

Reaksi tipe I hingga III adalah reaksi yang dibawakan oleh imunitas
humoral sedangkan reaksi Tipe IV oleh imunitas seluler.

H. Faktor- faktor yang mempengaruhi Imunitas Tubuh

1. Genetik
Kerentanan seseorang terhadap penyakit ditentukan oleh gen Major
Histocompatibility Complex (MHC) / Human Leucocyt Antigen (HLA).
Genetis sangat berpengaruh terhadap sistem imun, hal ini dapat dibuktikan
dengan suatu penelitian yang dibuktikan bahwa pasangan anak kembar
homozigot lebih rentan terhadap suatu allergen dibandingkan dengan
pasangan anak kembar yang heterozigot. Hal ini membuktikan bahwa faktor
hereditas mempengaruhi sistem imun.
2. Umur
Hipofungsi sistem imun pada bayi mudah infeksi, pada orang tua
autoimun & kanker. Usia juga mempengaruhi sistem imun, pada saat usia
balita dan anak-anak sistem imun belum matang di usia muda dan sistem
imun akan menjadi matang di usia dewasa dan akan menurun kembali saat
usia lanjut.

12
3. Metabolik

a. Penderita penyakit metabolik/ pengobatan


b. Rentan terhadap infeksi
4. Stres
Stres dapat mempengaruhi sistem kekebalan tubuh karena melepas
hormon seperti neuro-endokrin, glukokortikoid dan katekolamin. Stres
bahkan bisa berdampak  buruk pada produksi antibodi
5. Lingkungan dan nutrisi : mudah infeksi karena:
a. Eksposur
b. Berkurang daya tahan karena malnutrisi
6. Anatomis: pertahanan terhadap invasi : kulit, mukosa
7. Hormone
Pada saat sebelum masa reproduksi, sistem imun lelaki dan perempuan
adalah sama, tetapi ketika sudah memasuki masa reproduksi, sistem imun
antara keduanya sangatlah berbeda. Hal ini disebabkan mulai adanya
beberapa hormone yang muncul. Pada wanita telah diproduksi hormone
estrogen yang mempengaruhi sintesis IgG dan IgA menjadi lebih banyak
(meningkat). Dan peningkatan produksi IgG dan IgA menyebabkan wanita
lebih kebal terhadap infeksi. Sedangkan pada pria telah diproduksi hormone
androgen yang bersifat imunosupresan sehingga memperkecil resiko
penyakit autoimun tetapi tidak membuat lebih kebal terhadap infeksi.
Oleh karenanya, wanita lebih banyak terserang penyakit autoimun dan pria
lebih sering terinfeksi.
8. Olahraga berlebihan
Olahraga berlebihan bisa membakar lebih banyak oksigen dalam tubuh.
Pembakaran yang berlebihan menghasilkan radikal bebas yang menyerang
sel sistem kekebalan tubuh dan menurunkan jumlahnya.
9. Tidur
Studi yang dilakukan oleh Michael Irwin dari Universitas California
menunjukkan bahwa kurang tidur menyebabkan perubahan dalam jaringan
sitokin.
10. Fisiologis
a. cairan lambung

13
b. silia trakt.respon
c. aliran urin
d. sekresi kulit bersifat bakterisid
e. enzim
f. antibodi
11. Mikrobial

I. Disfungsi Sistem Imun

1. Hipersensitivitas : respon imun berlebihan terhadap antigen/alergen


2. Autoimun : hilangnya toleransi terhadap sistem imun diri sendiri. Misalnya
diabetes melitus (menyerang sel beta pad pankreas), Addison disease
(menyerang kelenjar adrenalin), lupus eritemateus (menganggap jaringan
sebagai antigen), myasthenia gravis (menyerang sel otot lurik)
3. Defisiensi imun: berkurangnya respon sistem imun. Penyebabnya : obesitas,
pengguna alkohol, narkoba, kekurangan nutrisi
4. Defisiensi imun dapatan : chronic granulomatous disease yaitu kemampuan
fagosit berkurang. Akibat dari penyakit AIDS atau beberapa tipe kanker

J. Contoh Penyakit Akibat Ketidakseimbangan Sistem Imun

Berikut adalah penyakit yang diakibatkan oleh ketidakseimbangan sistem imun:

• Pengertian Lupus

Lupus merupakan salah satu penyakit autoimun. Penyakit ini muncul ketika
sistem kekebalan dalam tubuh menyerang jaringan tubuhnya sendiri. Lupus dapat
menyebabkan radang pada berbagai bagian tubuh seperti sendi, jantung, paru-paru,
pembuluh darah, ginjal, bahkan otak. Terdapat beberapa tipe lupus, antara lain:

• Systemic Lupus Erythematous (SLE)

SLE merupakan jenis lupus yang paling sering ditemukan dan dapat dibedakan
menjadi ringan dan berat. Lupus jenis ini banyak menyerang bagian dalam tubuh.

• Neonatal Lupus

14
Neonatal Lupus merupakan jenis lupus yang terjadi pada bayi baru lahir, akibat
lupus yang diderita sang ibu. Meski demikian, lupus jenis ini jarang ditemukan.

• Cutaneous Lupus Erythematosus (CLE)

Ini merupakan jenis lupus penyebab ruam merah yang sulit hilang.

Drug-Induced Lupus atau Lupus akibat Efek Obat

Drug-Induced Lupus terjadi akibat konsumsi jenis obat-obatan tertentu, seperti


beberapa jenis obat darah tinggi (hipertensi), antibiotik, maupun obat antikejang. Oleh
karena itu, biasanya gejala lupus jenis ini akan menghilang dengan sendirinya, jika
pemakaian obat tersebut dihentikan.

Jumlah penderita lupus di Indonesia belum diketahui secara pasti. Namun


berdasarkan data Kementerian Kesehatan, ada 2.166 pasien rawat inap dengan lupus
di 858 rumah sakit di Indonesia tahun 2016. Penyakit ini harus tetap diwaspadai.
Sebab, lupus bisa menyebabkan kerusakan pada berbagai bagian tubuh, sehingga
memerlukan penanganan yang rumit.

• Gejala

Lupus memiliki banyak gejala yang seringkali menyerupai penyakit lain, seperti
pusing, demam, dan nyeri sendi. Penderita lupus pun akan menunjukkan tanda-tanda
berupa rasa kaku dan bengkak, nyeri dada, mata kering, rambut rontok, jari yang
pucat atau kebiruan saat dingin (fenomena Raynaud), sesak napas, dan sariawan.

Selain itu, gejala khas dari lupus adalah munculnya ruam (rash) di pipi dan
hidung. Bentuknya menyerupai kupu-kupu, sehingga disebut butterfly-shaped rash.
Komplikasi pada lupus yang dapat timbul seperti gagal ginjal, radang paru, maupun
penyakit kardiovaskular (pada jantung dan pembuluh darah), seperti serangan jantung.

• Penyebab

15
Penyebab lupus belum diketahui dengan pasti hingga saat ini. Namun, ada
beberapa faktor yang diduga berkaitan dengan penyakit ini, yaitu:

• Genetik

Lupus dapat diturunkan apabila ada orangtua atau keluarga dekat yang
sebelumnya menderita lupus.

• Hormon

Belum ada penelitian yang spesifik membahas peran hormon dalam penyakit
lupus. Meski demikian, penelitian lain telah mengungkap adanya kaitan hormon
estrogen (hormon seks pada perempuan) dengan penyakit lupus. Sehingga, lupus lebih
banyak menyerang perempuan dibanding laki-laki.

• Faktor-faktor lingkungan yang lain

Faktor-faktor lain yang diduga bisa menyebabkan atau memicu gejala penyakit
lupus adalah obat-obatan, stres, kebiasaan merokok, infeksi, dan paparan sinar
matahari. Perempuan berusia 15-45 tahun memiliki risiko lebih tinggi terhadap lupus.

• Diagnosis

Pemeriksaan untuk penyakit lupus tidak bisa berdiri sendiri. Sebab, gejala yang
dialami akan berbeda pada setiap orang. Selain itu, lupus dapat menyerang berbagai
bagian dalam tubuh.

Lupus sering menimbulkan gejala serupa penyakit lain. Oleh karena itu, selain
melihat gejalanya, penting untuk menjalani beberapa pemeriksaan. Misalnya,
pemeriksaan darah dan urine, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang lain
yang bisa menjadi acuan untuk memastikan adanya penyakit lupus pada seorang
pasien.

16
• Pemeriksaan darah lengkap

Pemeriksaan darah lengkap dilakukan untuk menghitung jumlah sel darah merah,
sel darah putih, trombosit, serta hemoglobin (protein dalam sel darah merah).

• Pemeriksaan urine

Pemeriksaan ini dilakukan dengan mengambil sampel urine untuk melihat


peningkatan protein maupun jumlah sel darah merah dalam urine, yang menandakan
kerusakan ginjal. Adanya kerusakan ginjal merupakan salah satu tanda penyakit
lupus. Pemeriksaan tambahan seperti pemeriksaan ginjal, bisa mendukung tes urine.

• Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik bertujuan menemukan ruam khas penderita lupus, yang juga
dikenal sebagai butterfly-shaped rash, maupun ruam di bagian tubuh lain. Selain itu,
pemeriksaan juga dilakukan untuk menemukan tanda lain seperti sariawan pada
rongga mulut.

• X-ray

X-ray pada dada dilakukan untuk melihat kelainan di paru-paru. Sebab, lupus
juga bisa menyebabkan kerusakan paru-paru.

• Biopsi

Pemeriksaan dilakukan melalui pengambilan jaringan pada organ tertentu. Untuk


pasien yang diduga menderita lupus, pemeriksaan dijalankan dengan mengambil
sampel jaringan dari kulit yang terkena ruam.

• Antinuclear antibody test (ANA)

Ini merupakan tes darah yang dilakukan laboratorium untuk mendeteksi adanya
antibodi hasil produksi sistem imun (ketahanan tubuh). Mayoritas penderita lupus
menunjukkan hasil tes ANA yang positif. Namun, tes ini bukan satu-satunya jaminan
dalam diagnosis lupus. Apabila tes ANA menunjukkan hasil positif, dokter dapat
merekomendasikan pemeriksaan antibodi lanjutan untuk memastikan diagnosis.

17
 Perawatan

Belum ada pengobatan yang efektif untuk lupus. Sebab, penyebab dari penyakit
ini pun sebenarnya belum terungkap sampai sekarang. Meski demikian, pemberian
obat-obatan sesuai gejala yang timbul, dapat membantu. Oleh karena itu, penderita
lupus biasanya perlu berkonsultasi dengan beberapa dokter dari berbagai spesialisasi,
sesuai dengan gejala yang dialami. Sebab pada prinsipnya, pengobatan lupus
dilakukan untuk mencegah meluasnya penyakit ini, meredakan rasa sakit, dan
mempertahankan bagian tubuh yang masih sehat.

18
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Imunitas adalah resistensi terhadap penyakit terutama penyakit infeksi.


Gabungan sel, molekul dan jaringan yang berperan dalam resistensi terhadap
infeksi disebut sistem imun. Reaksi yang dikoordinasi sel-sel, molekul-molekul
terhadap mikroba dan bahan lainnya disebut respons imun. Sistem imun
diperlukan tubuh untuk mempertahankan kebutuhannya terhadap bahaya yang
dapat ditimbulkan berbagai vahan dalam lingkungan hidup.

Macam-macam Sistem Imunitas terbagi menjadi 2 yaitu :

A. Sistem Imun Non spesifik

B. Sistem Imun Spesifik

Jenis-jenis Sistem Imun terbagi menjadi 2 yaitu :

A. Aktif

B. Pasif

Mekanisme sistem imun

Antigen yang masuk ke dalam tubuh akan ditangkap oleh kapiler limfa dan
dibawa ke simpul limfa. Di dalam limfa, antigen dimakan oleh makrofag, disinilah
terjadi respon imun humoral. Antigen yang melekatkan diri pada reseptor limfosit
yang sesuai akan menyebabkan limfosit terangsang untuk membelah. Dari sinilah
akan berkembang suatu klon sel yang mampu mensintesis antibodi khusus tersebut.

19
20
DAFTAR PUSTAKA

Kresno, Siti Boedina. 2001. Imunologi: diagnosis dan prosedur


laboratorium edisi keempat. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran.

Baratawidjaja, Karnen Garna dan Renggani Iris. 2010. Imunologi Dasar


Edisi ke Sembilan. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran.

Corwin, Elizabeth J. 2010. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : Buku


Kedokteran.

Munasir, Zakiudin. 2001. Respons Imun terhadap Bakteri. Sari Pediatri,


Vol. 2, No. 4, Maret 2001. Diambil dari :
http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/2-4-4.pdf (22 April 2017).

21

Anda mungkin juga menyukai