Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tubuh manusia pasti pernah terserang penyakit. Hal itu disebakan oleh fungi dari sistem
imun yang menurun, Di dalam tubuh manusia terdapat mekanisme perlindungan yang
dinamakan sistem imun yang dirancang untuk mempertahankan tubuh manusia terhadap
jutaan bakteri,mikroba, virus, racun dan parasit yang setiap saat menyerang tubuh manusia.
Sistem imun terdiri dari ratusan mekanisme dan proses yang berbeda yang semuanya siap
bertindak begitu tubuh manusia diserang oleh berbagai bibit penyakit seperti virus, bakteri,
mikroba, parasit dan polutan. Karena manusia hidup di lingkungan yang selalu dikelilingi
oleh berbagai ancaman bibit penyakit maka memiliki dan memelihara Sistem imun
yang sehat dan optimal menjadi sangat penting.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah pada makalah ini sebagai berikut:
1. Apakah definisi dari peradangan ?
2. Bagaimana tanda-tanda peradangan ?
3. Apa saja jenis-jenis dari peradangan ?
4. Apa yang dimaksud dengan respon imun primer dan sekunder ?
5. Apa saja tipe dari imunitas ?
6. Apa yang dimaksud dengan reaksi hipersensitivitas ?
7. Apa yang dimaksud dengan immunodefisiensi ?
8. Bagaimana mekanisme infeksi ?
9. Bagaimana pembagian infeksi ?
10. Bagaimaa stadium-stadium infeksi ?

1
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui definisi dari peradangan dan infeksi.
2. Untuk mengetahui gambaran peradangan dan infeksi.
3. Untuk mengetahui bentuk dari peradangan.
4. Untuk mengetahui respon imun primer dan sekunder.
5. Untuk mengetahui tipe dari imunitas.
6. Untuk mengetahui reaksi hipersensitivitas.
7. Untuk mengetahui immunodefisiensi.
8. Untuk mengetahui mekanisme infeksi.
9. Untuk mengetahui pembagian infeksi.
10. Untuk mengetahui stadium infeksi.

1.4 Manfaat Penulisan


Adapun manfaat penulisan makalah ini adalah sebagai bahan pengetahuan untuk
dikembangkan lebih lanjut, untuk mempermudah pembelajaran dengan mengetahui
mengenai peradangan dan infeksi yang terjadi pada sistem imun manusia, dan menambah
wawasan dan pengetahuan penulis.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Peradangan

Bila sel-sel atau jaringan tubuh mengalami cidera atau mati, selama hospes tetap hidup,
ada respon yang mencolok pada jaringan hidup disekitarnya, respon tersebut yang dinamakan
dengan peradangan.
Secara khusus, peradangan adalah reaksi vaskuler yang hasilnya merupakan pengiriman
cairan, zat-zat terlarut pada sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interstisial pada
daerah cidera atau nekrosis. Peradangan adalah serangkaian proses non-spesifik yang saling
berhubungan dan diaktifkan sebagai respons invasi (masuknya) benda asing dan kerusakan
jaringan. Tujuan akhir dari peradangan adalah menarik protein plasma dan fagosit ke tempat
yang cedera agar keduanya dapat mengisolasi, menghancurkan agens yang masuk,
membersihkan dan mempersiapkan jaringan untuk proses penyembuhan.

2.2 Tanda-Tanda Peradangan

1. Rubor (kemerahan)
Rubor biasanya merupakan hal pertama yang terlihat pada daerah yang
mengalami peradangan. Waktu reaksi peradangan mulai timbul, maka arteriol yang
mensuplai daerah daerah tersebut melebar, dengan demikian lebih bannyak darah
mengalir kedalam mikrosirkulasi local. Kapiler-kapiler yang sebelumnya kosong atau
sebagian saja yang meregang dengan cepat akan terisi oleh darah. Keadaan ini yang
dinamakan hyperemia atau kongesti, menyebabkan warna merah lokal karena peradangan
akut. Timbulnya hyperemia pada permulaan reaksi peradangan diatur oleh tubuh, baik
secara neurogenik maupun secara kimia, melalui pengeluaran zat seperti histamine.

3
2. Kalor (panas)
Kalor terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi peradangan akut.
Sebenarnya panas merupakan sifat reaksi peradangan yang hanya terjadi pada permukaan
tubuh, yang dalam keadaan normal lebih dingin dari 370 C, yaitu suhu dalam tubuh.
Daerah peradangan pada kulit menjadi lebih panas dari sekelilingnya, sebab darah (pada
suhu 370 C) yang disalurkan tubuh ke permukaan daerah yang terkena lebih lebih banyak
dari pada yang disalurkan kedaerah normal. Fenomena panas lokal ini tidak terlihat pada
daerah-daerah yang terkena radang jauh didalam tubuh, karena jaringan-jaringan tersebut
sudah mempunyai suhu inti 370 C dan hyperemia tidak menimbulkan perubahan.

3. Dolor (nyeri)
Dolor dari reaksi peradangan dapat disebabkan oleh beberapa hal, misalnya,
bahan pH lokal atau kongesti lokal ion-ion tertentu dapat merangsang ujung-ujung saraf.
Pengeluaran zat kimia tertentu seperti histamin atau zat kimia bioaktif lainnya juga dapat
merangsang sel-sel saraf. Selain itu, pembengkakan jaringan yang meradang juga dapat
mengakibatkan penigkatan tekanan lokal yang tanpa diragukan lagi juga dapat
menimbulkan nyeri.

4. Tumor (pembengkakan)
Segi paling mencolok dari peradangan akut mungkin adalah pembengkakan lokal
(tumor). Pembengkakan ditimbulkan oleh pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi
darah kejaringan-jaringan interstisial. Campuran dari cairan dan sel yang tertimbun paada
daerah peradangan disebut eksudat, pada keadaan dini reaksi peradangan , sebagian besar
eksudat adalah cair, seperti yang terjadi pada lepuhan yang disebabkan oleh luka bakar
ringan. Kemudian sel-sel darah putih atau leukosit meninggalkan aliaran darah dan
tertimbun sebagai bagian dari eksudat

5. Function laesa (perubahan fungsi)


Adalah reaksi peradangan yang telah dikenal, sepintas lalu mudah dimengerti,
mengapa bagian yang bengkak, nyeri disertai denagn sirkulasi abnormal dan lingkungan

4
kimiawi yang abnormal, berfungsi juga secara abnormal. Namun sebetulnya kita tidak
mengetahui secara mendalam dengan cara apa fungsi jaringan yang meradang itu
terganggu.

2.3 Jenis-Jenis Peradangan


1. Radang Akut
Radang akut adalah respon yang cepat dan segera terhadap cedera yang didesain
untuk mengirimkan leukosit ke daerah cedera. Leukosit membersihkan berbagai mikroba
yang menginvasi dan memulai proses pembongkaran jaringan nekrotik. Terdapat 2
komponen utama dalam proses radang akut, yaitu perubahan penampang dan struktural
dari pembuluh darah serta emigrasi dari leukosit.Perubahan penampang pembuluh darah
akan mengakibatkan meningkatnya aliran darah dan terjadinya perubahan struktural pada
pembuluh darah mikro akan memungkinkan protein plasma dan leukosit meninggalkan
sirkulasi darah. Leukosit yang berasal dari mikrosirkulasi akan melakukan emigrasi dan
selanjutnya berakumulasi di lokasi cedera.
2. Radang Kronis
Radang kronis dapat diartikan sebagai inflamasi yang berdurasi panjang
(berminggu-minggu hingga bertahun-tahun) dan terjadi proses secara simultan dari
inflamasi aktif, cedera jaringan, dan penyembuhan.
Perbedaannya dengan radang akut, radang akut ditandai dengan perubahan
vaskuler, edema, dan infiltrasi neutrofil dalam jumlah besar. Sedangkan radang kronik
ditandai oleh infiltrasi sel mononuklir (seperti makrofag, limfosit, dan sel plasma),
destruksi jaringan, dan perbaikan.
Radang kronik dapat timbul melalui satu atau dua jalan. Dapat timbul menyusul
radang akut, atau responnya sejak awal bersifat kronik. Perubahan radang akut menjadi
radang kronik berlangsung bila respon radang akut tidak dapat reda, disebabkan agen
penyebab jejas yang menetap atau terdapat gangguan pada proses penyembuhan normal.
Ada kalanya radang kronik sejak awal merupakan proses primer. Sering penyebab jejas
memiliki toksisitas rendah dibandingkan dengan penyebab yang menimbulkan radang
akut. Terdapat 3 kelompok besar yang menjadi penyebabnya, yaitu infeksi persisten oleh
mikroorganisme intrasel tertentu (seperti basil tuberkel,Treponema palidum, dan jamur-

5
jamur tertentu), kontak lama dengan bahan yang tidak dapat hancur (misalnya silika),
penyakit autoimun. Bila suatu radang berlangsung lebih lama dari 4 atau 6 minggu
disebut kronik. Tetapi karena banyak kebergantungan respon efektif tuan rumah dan sifat
alami jejas, maka batasan waktu tidak banyak artinya. Pembedaan antara radang akut dan
kronik sebaiknya berdasarkan pola morfologi reaksi.

2.4 Respon Imun Primer dan Sekunder

Kekebalan humoral melibatkan aktivitas sel B dan antibodi yang beredar dalam cairan
darah dan limfe. Ketika antigen masuk ke dalam tubuh untuk pertama kali, sel B pembelah
akan membentuk sel B pengingat dan sel B plasma. Sel B plasma akan menghasilkan
antibodi yang mengikat antigen sehingga makrofag akan mudah menangkap dan
menghancurkan patogen. Setelah infeksi berakhir, sel B pengingat akan tetap hidup dalam
waktu lama. Serangkaian respons ini disebut respons kekebalan primer.
Apabila antigen yang sama masuk kembali dalam tubuh, sel B pengingat akan
mengenalinya dan menstimulasi pembentukan sel Bplasma yang akan memproduksi
antibodi. Respons tersebut dinamakan respons kekebalan sekunder.
Respons kekebalan sekunder terjadi lebih cepat dan konsentrasi antibodi yang dihasilkan
lebih besar daripada respons kekebalan primer. Hal ini disebabkan adanya memori
imunologi, yaitu kemampuan sistem imun untuk mengenali antigen yang pernah masuk ke
dalam tubuh.

2.5 Tipe Immunitas

Ada dua tipe umum imunitas, yaitu : alami (natural) dan di dapat ( akuisita). Setiap tipe
imunitas melainkan peranan yang berbeda dalam mempertahankan tubuh terhadap para
penyerang yang berbahaya, namun berbagai komponen biasanya bekerja dengan cara yang
saling tergantung yang satu dengan yang lain.

1. Imunitas alami
Imunitas alami merupakan kekebalan yang non-spesifik yang di temukan pada
saat lahir dan memberikan respon non-spesifik terhadap setiap penyerang asing tampa

6
memperhatikan kompossisi penyerang tersebut. Dasar mekanisme pertahanan aalami
semata-mata merupakan kemampuan untuk membedakan antara sahabat dan musuh
atau antara diri sendiri dan bukan diri sendiri.
Mekanisme alami semacam ini mencakup :
a. Sawar ( barier) fisik
Mencakup kulit serta membrane mukosa yang utuh sehingga mikro
organism pathogen dapat di cegah agar tidak masuk kedalam tubuh, dan silia
pada traktus respiratorius bersama respon batuk serta bersin yuang bekerja
sebagai filter dan membersihkan saluran napas atas dari mokro organism
pathogen sebel;um mikro organism tersebut menginflasi tubuh lebuh lajut.
b. Sawar (barier) kimia
Mencakup getah lambung yang asam, enzim dalam air mata serta air liur
(saliva) dan substansi dalam secret kelenjar sbasea serta lakrimalis, bekerja
dengan cara non-spesifik untuk menghancurkan bakteri dan jamur yang
menginvasi tubuh. Virus dihadapi dengan cara interveron yaitu salah satu tipe
pengubah (modifier) respon biologi yang meruakan substansi virisaida non-
spesifik yang secara alami yang diprodukasi oleh tubuh dan dapat
mengaktifkan komponen lainya dari sistem imun.
c. Sel darah putih ( leukosit)
Leukosit granular atau granolosit mencakup neutrofil (leukosit
polimorfonuklear atau PMN karena nukleusnya terdiri atas beberapa lobus)
merupakan sel pertama yang tiba pada tempat terjadinya inflamasi. Eosinofil
dan basofil yaitu tipe leukosit .ain yang neningkat jumlahnya pada saart terjadi
reaksi alergi dan respon terhadap stress. Granulosit akan memerangi serbuan
benda asing atau toksin dengan melepaskan mediator sel seperti histamine,
brandikinin, prostaglandin, dan akan menyerang benda asing atau toksin
tersebut. Leukosit non granuler mencakup monosityang berfungsi sebagai sel
fagosit yang dapat menelan, mencerna, dan menghancurkan benda asing atau
toksin dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan granulosit dan limfosit
yang trdiri atas sel T dan sel B yang memainkan peranan utama dalam
imunitas humoral dan imunitas yang diantarai oleh sel.

7
d. Respon inflamasi
Merupakan fungsi utama dari sistem imun alami yang dicetuskan sebagai
reaksi terhadap cidera jaringan atau mikro organism penyerang. Zat-zat
mediator komia turut membantu respon inflamasi untuk mengurangi
kehilangan darah, mengisolasi mokro organism penyerang, mengaktifkan sel-
sel fagosit, dan meningkatkan pembentukan jaringan parut fibrosa serta
regenerasi jaringan yang cedera.

2. Imunitas yang di dapat.


Imunitas yang didapat (acquired imunity) terdiri atas respon imun yang tidak di
jumpai pada saat lahir tetapi diperoleh dalam kehidupan seseorang. Imunitas didapat
biasanya terjadi setelah seseorng terjangkit penyakit atau mendapatkan imunisasi
yang menghasilkan respon imun yang bersifat protektif. Ada dua tipe imunitas yang
di dapat, yaitu aktif dan pasif. Pada imunitas didapat yang aktif , pertahanan
imunologi akan dibetuk oleh tubuh orang yang dilindungi oleh imunitas tersebut dan
umumnya berlangsung selama bertahun-tahun bahkan seumur hidup. Imunitas
didapat yang pasif merupakan imunitas temporer yang di transmisikan dari sumber
lain yang sudah memiliki kekebala setelah menderita sakit atau menjalani imunisasi.

2.6 Reaksi Hipersensitivitas


1. Alergi tipe I
Alergi atau hipersensitivitas tipe I adalah kegagalan kekebalan tubuh di mana
tubuh seseorang menjadi hipersensitif dalam bereaksi secara imunologi terhadap
bahanbahan yang umumnya imunogenik (antigenik) atau dikatakan orang yang
bersangkutan bersifat atopik. Dengan kata lain, tubuh manusia berkasi berlebihan
terhadap lingkungan atau bahan-bahan yang oleh tubuh dianggap asing dan
berbahaya, padahal sebenarnya tidak untuk orang-orang yang tidak bersifat atopik.
Bahan-bahan yang menyebabkan hipersensitivitas tersebut disebut alergen. Terdapat
2 kemungkinan yang terjadi pada mekanisme reaksi alergi tipe I, yaitu : Alergen yang
masuk ke dalam tubuh akan berikatan dengan sel B, sehingga menyebabkan sel B

8
berubah menjadi sel plasma dan memproduksi Ig E. Ig E kemudian melekat pada
permukaan sel mast dan akan mengikat allergen. Ikatan sel mast, Ig E dan allergen
akan menyebabkan pecahnya sel mast dan mengeluarkan mediator kimia. Efek
mediator kimia ini menyebabkan terjadinya vasodilatasi, hipersekresi, oedem, spasme
pada otot polos. Oleh karena itu gejala klinis yang dapat ditemukan pada alergi tipe
ini antara lain : rinitis (bersin-bersin, pilek) ; sesak nafas (hipersekresi sekret), oedem
dan kemerahan (menyebabkan inflamasi) ; kejang (spasme otot polos yang ditemukan
pada anafilaktic shock).
2. Hipersensitivitas alergi tipe II
Hipersensitivitas tipe II merupakan reaksi yang menyebabkan kerusakan pada sel
tubuh oleh karena antibodi melawan/menyerang secara langsung antigen yang berada
pada permukaan sel. Terjadinya reaksi hipersensitivitas tipe-ii ini sangat erat
kaitannya dengan adanya suatu proses penanggulangan munculnya sel klon baru.
Adanya sel klon baru tersebut dapat ditemukan pada : 1. Sel tumor 2. Sel terinfeksi
virus 3. Sel yang terinduksi mutagen selanjutnya dikenal dengan sebutan sel target sel
target ini adalah suatu sel karena adanya faktor lingkungan sel tersebut mengalami
perubahan dna (kecacatan-dna ). Oleh karena itu maka sel tersebut harus diperbaiki (
dna repair) atau dimusnahkan melalui mekanisme imunologik. Karena sel yang
mengalami kecacatandna bila tidak dimusnahkan oleh sistem imun tubuh, maka sel
tersebut akan berkembang menjadi klon baru yang selanjutnya dapat menimbulkan
suatu gangguan ( penyakit ).
3. Reaksi Alergi Tipe III (Immune Complex Disorders)
Merupakan reaksi alegi yang dapat terjadi karena deposit yang berasal dari
kompleks antigen antibody berada di jaringan.
4. Reaksi Alergi Tipe IV (Cell-Mediated Hypersensitivities)
Terjadinya reaksi ini disebabkan oleh infeksi mikro organisme yang bersifat intra
seluler atau suatu antigen tertentu.

2.7 Immunodefisiensi
Menurut Underwood (1999) imunodefisiensi primer berdasarkan patogenesisnya dibagi
menjadi tiga yaitu:

9
1. Cacat pada limfosit-B
Cacatnya fungsi lifosit-B diturunkan secara genetik oleh X-linked resesif. Defek
ini menyebabkan pre-sel B mengalami kegagalan berdiferensiasi menjadi limfosit B.
Akibatnya kelenjar limfe tidak memiliki sentrum germinativum, maka jaringan tidak
berisi sel plasma dan limfoid B tidak terdapat dalam darah (Underwood, 1999).
Defisiensi sel B yang gagal berdiferensiasi menjadi sel plasma penghasil IgA
berakibat defisiensi immunoglobulin.
2. Cacat pada fungsi limfosit-T
Terjadi karna defek genetik yaitu delesi kromosom 22q11. Pada masa embrio
perkembangan lengkung brakial ketida dan keempat terganggu mengakibatkan tidak
terbentuknya sebagian besar timus dan kelenjar paratiroid. Oleh karena terjadi
hipoparatiroid berakibat menurunnya lifosit yang beredar yaitu limfosit T yang
berperan untuk memproduksi immunoglobulin spesifik pada antigen. Meskipun
immunoglobulin normal tetapi karna tidak adanya aktivitas sel T helper maka
immunoglobulin spesifik tidak terbentuk (Underwood, 1999).
3. Cacat campuran fungsi limfosit T dan B
Mutasi genetik pada rantai gamma yang menggandung reseptor IL-2, IL-4, IL-7,
IL-9, dan IL-15 mengakibatkan disfungsi sitotoksin. Reseptor IL-7 yang terganggu
mengakibatkan pematangan limfosit T terhambat. Gangguan reseptor IL-2
menghambat proliferasi sel T, B, dan NK (McPhee, 2010).
4. Imunodefisiensi Sekunder
Muncul karna adanya respon terhadap gangguan pada tubuh. Berbagai macam
kondisi dan penyakit yang dapat menurunkan sistem imun seperti leukemia
menyerang sumsum tulang dan malnutrisi menyerang sel perantara. Defisiensi yang
terjadi berupa cacat campuran limfosit T dan B (Underwood, 1999).

2.8 Mekanisme Infeksi


Infeksi adalah masuknya kuman penyakit kedalam tubuh hingga menimbulkan
gejala–gejala penyakit dan juga merupakan keadaan jaringan tubuh yang terpapar
mikroorganisme baik oleh bakteri,virus,jamur maupun parasit. Sama seperti radang,

10
infeksi dapat terjadi baik di permukaan luar tubuh maupun di permukaan rongga
dalam tubuh.
Pada setiap luka pada jaringan akan timbul reaksi inflamasi atau reaksi vaskuler.
Mula-mula terjadi dilatasi lokal dari arteriole dan kapiler sehingga plasma akan
merembes keluar. Selanjutnya cairan edema akan terkumpul di daerah sekitar luka,
kemudian fibrin akan membentuk semacam jala, struktur ini akan menutupi saluran
limfe sehingga penyebaran mikroorganisme dapat dibatasi.
Pada proses inflamasi juga terjadi inflamasi juga terjadi phagositosis, mula-mula
phagosit membungkus mikroorganisme, kemudian dimulailah digesti dalam sel. Hal
ini akan mengakibatkan perubahan pH menjadi asam. Selanjutnya akann keluar
protease selluler yang akan menyebabkan lysis leukosit. Setelah itu makrofak
mononuklear besar akan tiba dilokasi infeksi untuk membungkus sisa-sisa leukosit.
Dan akhirnya terjadi pencairan (resolusi) hasil proses inflamasi lokal.

2.9 Pembagian Infeksi


1. Primer
Apabila terjadi secara langsung sebagai akibat dari proses yang ditimbulkan
mikroorganisme sendiri.
2. Sekunder
Terjadi oleh sesuatu sebab, misalnya:kelemahan tubuh,kelaparan, kelelahan,luka
dan sebagainya.

2.10 Stadium–stadium Infeksi


1. Tahap Rentan
Pada tahap ini individu masih dalam kondisi relatif sehat, namun peka atau labil,
disertai faktor predisposisi yang mempermudah terkena penyakit, seperti umur,
keadaan fisik, perilaku/kebiasaan hidup, sosial ekonomi, dll. faktor – fator
predisposisi tersebut mempercepat masuknya agen penyebab penyakit (mikroba
patogen) untuk berinteraksi dengan pejamu.
2. Tahap Inkubasi

11
Inkubasi disebut juga masa tunas, masa dari mulai masuknya kuman kedalam tubuh
(waktu kena tular) sampai pada waktu penyakit timbul. Setiap penyakit berlainan
masa ikubasinya. Penularan penyakit dapat terjadi selama masa inkubasi.
Lamanya masa inkubasi dipengaruhi oleh:
a. Jenis mikroorganisme.
b. Virulensi atau ganasnya mikroorganisme dan Jumlah mikroorganisme.
c. Kecepatan berkembangbiaknya mikroorganisme dan Kecepatan pembentukan
toksin dari mikroorganisme.
d. Porte de’entre (pintu masuk dari mikroorganisme).
e. Endogen (daya tahan host atau tuan rumah).
3. Tahap Sakit
Penderita dalam keadaan sakit.Merupakan tahap tergangunya fungsi organ yang dapat
memunculkan tanda dan gejala (signs and symptoms) penyakit.Dalam perjalanannya
penyakit akan berjalan bertahap.Pada tahap awal,tanda dan gejala penyakit masih
ringan.Penderita masih mampu melakukan aktivitas harian dan masih dapat diatasi
dnegan berobat jalan.Pada tahap lanjut,penyakit tidak dapat diatasi dengan berobat
jalan,karena penyakit bertambah parah,baik secara obyektif maupun subyektif.Pada
tahap ini penderita tidak mampu lagi melakukan aktivitas sehari-hari dan jika berobat
umumnya membutuhkan perawatan.Penularan mikroorganisme melalui
hidung,mulut,telinga,mata,urin,feses,sekret dari ulkus,luka,kulit,organ-organ dalam.
4. Tahap Penyembuhan
Perjalanan penyakit pada suatu saat akan berakhir pula. Perjalanan penyakit tersebut
dapat berakhir dengan 5 alternatif:
a. Sembuh sempurna
Penderita sembuh secara sempurna, artinya bentuk dan fungsi sel/jaringan/organ
tubuh kembali seperti sediakala.
b. Sembuh dengan cacat
Penderita sembuh dari sakitnya namun disertai adanya kecacatan. Cacat dapat
berbentuk cacat fisik, cacat mental, maupun cacat sosial.
c. Pembawa (carier)

12
Perjalanan penyakit seolah-olah berhenti, ditandai dnegan menghilangnya tanda dan
gejala penyakit. Pada kondisi ini agen penyebab masih ada dan masih potensial
sebagai sumber penularan.
d. Kronis
Perjalanan penyakit bergerak lambat, dengan tanda dan gejala yang tetap atau tidak
berubah.
e. Meninggal dunia
Akhir perjalanan penyakit dengan adanya kegagagalan fungsi-fungsi ogan.

13
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Radang atau inflamasi adalah satu dari respon utama system kekebalan terhadap
infeksi dan iritasi. Respon peradangan dapat dikenali dari rasa sakit, kulit lebam, demam
dll. Tanda-tanda klinis radang akut kembali timbul pada radang ini, seperti rubor, kalor,
tumor, dolor, functio laesa. Infeksi adalah Masuknya kuman penyakit kedalam tubuh
hingga menimbulkan gejala – gejala penyakit.Infeksi merupakan keadaan jaringan tubuh
yang terpapar mikroorganisme baik oleh bakteri,virus,jamur maupun parasit Sama seperti
radang,infeksi dapat terjadi baik di permukaan luar tubuh maupun di permukaan rongga
dalam tubuh.

3.2 Saran
1. Dengan mengetahui gejala-gejala awal peradangan kita dapat mengantisipasi dari
awal jka terjadi peradangan pada pasien ataupun orang terdekat kita.
2. Dengan mengetahui penyebab-penyebab pada peradangan maka kita dapat mencegah
lebih awal sebelum terjadinya penyakit yang lebih parah.

14
DAFTAR PUSTAKA

http://ners.unair.ac.id/materikuliah/IMUNOPATOLOGI.pdf

http://staff2.ui.ac.id/upload/tutinfik/material/fisiologisistempertahanantubuh.pdf

http://repsitory.usu.ac.id/bitstream/123456789/20584/4/Chapter%20II.pdf

http://digilib.unila.ac.id/2285/11/Bab%20II.pdf

http://elisa.ugm.ac.id/user/archive/download/38472/35f68853b64f1ad817adc6382c78166c

http://akper-likhlas.com/wp-content/uploads/2016/04/PROSES-PERADANGAN-PROSES-INFEKSI.pdf

http://jurnal.unej.ac.id/index.php/STOMA/article/download/2063/1669

15

Anda mungkin juga menyukai