KELAS : IV C
KELOMPOK 3 :
“Om Swastyastu”,
Atas berkat dan rahmat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan kekuatan
sehingga kami dapat membuat Paper Imunoserologi ini dengan lancar meskipun masih terdapat
banyak kekurangan. Seperti pepatah “Tiada Gading yang Tak Retak”, begitu juga dengan tugas
kami yang masih jauh dari kata sempurna.
Kami harap tugas ini bisa bermanfaat kedepannya dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita.
Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan yang membangun demi
perbaikan isi tugas yang telah kami buat ini di masa yang akan datang, mengingat tidak ada
sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Sekian tugas yang dapat kami susun. Kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan atau
kekurangan. Terimakasih .
Penulis,
1
DAFTAR ISI
COVER
KATA PENGANTAR ………………………………………..……………………………1
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………….2
A. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang .…..…………………………………………………………..….3
1.2. Dasar Teori ………………………………………………………………………3
B. PEMBAHASAN
2.1. Komplemen ....................................................................................................6
C. PENUTUP
2
A. PENDAHULUAN
3
Infeksi yang terjadi pada orang normal umumnya singkat dan jarang meninggalkan
kerusakan permanen. Hal ini disebabkan tubuh manusia mmeiliki suatu sistem yang disebut
sistem imun yang memberikan respons dan melingdungi tubuh terhadap unsur-unsur
pathogen tersebut. Respons imun sangat bergantung pada kemampuan sistem imun untuk
mengenali molekul asing (antigen) yang terdapat pada pathogen potensial dan kemudian
membangkitkan reaksi yang tepat untuk menyingkirkan sumber antigen bersangkutan. Proses
pengenalan antigen dilakukan oleh unsur utama sitem imun yaitu limfosit yang kemudian
diikuti oleh fase efektor yang melibatkan berbagai jenis sel. Pengenalan antigen sangat
penting dalam fungsi sistem imun normal, karena limfosit harus mengenal semua antigen
pada pathogen potensial dan tubuh sendiri (tolerasi). Untuk mengetahui hal itu, limfosit pada
seseorang individu melakukan diversifikasi selama perkembangannya demikian rupa
sehingga popuasi limfosit secara keseluruhan mampu mengenal molekul asing dan
membedakannya dari molekul jaringan atau sel tubuh sendiri.
4
a. Respons Imun Selular
b. Respons Imun Humoral
c. Interaksi antara respons imun selular dengan respons imun humoral
5
B. PEMBAHASAN
Fungsi Komplemen
Berbagai fragmen yang dilepaskan oleh aktivasi jalur alternatif dan klasik ikut
berperan dalam pertahanan imun. Disamping penglepasan fragmen proteolitik, aktivasi
komplemen baik jalur klasik maupun alternatif dapat menghasilkan serangan membran yang
kompleks (Membrane Attack Complex:= MAC ) di permukaan sel bakteri. Ada beberapa
fungsi komplemen secara umum yaitu;
1. Inflamasi
Sebagai langkah awal untuk menghancurkan benda asing dan mikroorganisme
serta membersihkan jaringan yang rusak, tubuh mengerahkan elemen-elemen sistem
imun ke tempat benda asing dan mikroorganisme yang masuk ke tubuh atau jaringan
6
yang rusak tersebut. Dalam proses inflamsi ada tiga hal yang terjadi yaitu pertama
terjadi peningkatan pasokan darah ke tempat benda asing dan mikroorganisme atau
jaringan yang rusak tersebut, kedua terjadi peningkatan permeabilitas kapiler yang
ditimbulkan oleh pengerutan sel endotel yang memungkinkan molekul yang lebih
besar seperti antibodi dan fagosit bergerak ke luar pembuluh darah menuju ke tempat
benda asing atau mikroorganisme berada kemudian diikuti peristiwa ketiga lekosit
terutama fagosit polimorfonuklear dan monosit dikerahkan dari sirkulasi dan bergerak
menuju tempat benda asing atau mikroorganisme. Peningkatan permeabilitas vaskuler
yang lokal terjadi atas pengaruh anafilatoksin (C3a,C4a,C5a). Aktivasi komplemen
C3 dan C5 menghasilkan fragmen kecil C3a dan C5a yang merupakan anafilatoksin
yang dapat memacu degranulasi sel mast dan atau basofil melepas histamin kemudian
merangsang peningkatan permeabilitas vaskuler dan kontraksi otot polos dan
memberikan jalan untuk terjadinya migrasi sel-sel lekosit memasuki jaringan dan
keluarnya plasma yang mengandung banyak antibodi, opsonin dan komplemen
kejaringan.
2. Kemokin
Kemokin adalah molekul yang dapat menarik dan mengerahkan sel-sel
fagosit. C3a,C5a dan C5-6-7 merupakan kemokin yang dapat mengerahkan sel-sel
fagosit baik mononuklear maupun polimorfonuklear ketempat terjadinya infeksi. C5a
adalah kemotraktan untuk netrofil yang juga merupakan anafilatoksin. Monosit yang
masuk jaringan menjadi makrofag dan fagositosisnya diaktifkan opsonin dan
antibodi. Makrofag yang diaktifkan melepaskan berbagai mediator yang ikut berperan
dalam reaksi inflamsi.
7
4. Adherens Imun
Adherens imun merupakan fenomena dari partikel yang melekat pada
berbagai permukaan (misalnya permukaan pembuluh darah), kemudian dilapisi
antibodi dan mengaktifkan komplemen. Akibatnya antigen akan mudah difagositosis.
C3b berfungsi dalam adherens imun tersebut.
6. Lisis Osmotik
Aktivasi C3 (Jalur alternatif atau klasik ) akan mengaktifkan bagian akhir dari
kaskade komponen komplemen C5-C9. Aktivasi komplemen yang terjadi
dipermukaan sel virus akan membentuk membrane attack Complex dan akhirnya
menimbulkan lisis osmotik sel atau virus. C5 dan C6 memiliki aktivitas enzim yang
memungkinkan C7,C8 dan C9 memasuki membran plasma dari sel sasaran.
7. Aktivitas Sitolitik
Eosinofil dan sel polimorfonuklear mempunyai reseptor untuk C3b dan IgG
sehingga C3b dapat meningkatkan sitotoksisitas sel efektor Antibody dependent
cellular cytotoxicity (ADCC) yang kerjanya tergantung pada IgG. Disamping itu, sel
darah merah C3b dapat dihancurkan juga melalui kerusakan kontak ( contactual
damage ). C8-9 merusak membrane membentuk saluran-saluran dalam membran sel
yang menimbulkan lisis osmotik.
8
2.2. UJI FIKSASI KOMPLEMEN
Keberadaan antibodi spesifik pada serum pasien dideteksi menggunakan antigen,
komplemen, dan sel darah merah (Koivunen and Krogsrud, 2006). Jika di dalam serum
terdapat antibodi maka akan terjadi reaksi pengikatan antara antibodi dengan antigen dalam
reagen secara spesifik. Penambahan komplemen yang terikat pada kompleks antigen-antibodi
akan membentuk sistem yang memungkinkan sel darah merah menjadi pellet (Murphy,
2012). Jika kompleks antigen-antibodi tidak terbentuk maka penambahan komplemen akan
melisiskan sel darah merah. Jenis immunoassay ini jarang digunakan.
Fiksasi Komplemen (Complement Fixation) adalah konsumsi komplemen, suatu
komplek dari sembilan protein serum darah yang berinteraksi secara berurutan dengan
antibodi spesifik (dan terkonsentrasi di daerah yang meradang), oleh reaksi antigen-antigen
yang mengandung antibodi penguat pelengkap. Digunakan sebagai tes untuk mendeteksi
antibodi yang bereaksi terhadap antigen tertentu seperti virus.
Reaksi fiksasi komplemen dapat menentukan kadar antibodi yang rendah Biasanya,
penentuan hanya untuk kadar antibodi rendah yang nyatanya tak mampu terdeteksi melalui
pengujian presipitasi atau aglutinasi.
Telah diketahui bahwa pada suatu interaksi antigen-antibodi, komplemen yang ada
dalam serum dapat diikat atau dikonsumsi oleh kompleks antigen-antibodi tersebut, dan
bahwa komplemen dapat diaktivasi oleh kompleks erithrosit-hemolisin, sehingga
mengakibatkan eritrosit tersebut melisis. Kenyataan ini dipakai untuk menggunakan
komplemen sebagai salah satu bahan untuk penetapan antigen maupun antibodi. Pengujian
ini didasarkan atas reaksi yang terdiri atas 2 tahap, yaitu tahap pertama dimana sejumlah
tertentu komplemen oleh suatu kompleks antigen-antibodi, dan tahap kedua dimana
komplemen yang tersisa (bila ada)menghancurkan eritrosit yang telah dilapisi hemolisin.
Banyaknya komplemen yang tidak dikonsumsi pada reaksi tahap pertama, dan yang
mengakibatkan hemolisis pada reaksi tahap kedua, secara tidak langsung merupakan
parameter untuk antibodi atau antigen yang diperiksa. Untuk mendapatkan hasil ya ng bisa
dipercaya, semua reaktan yang diperlukan untuk uji iniharus disesuaikan satu dengan yang
lain dan berada dalam jumlah atau titer yang optimal.Oleh karena itu sebelum melaksanakan
pemeriksaan pada sampel penderita, terlebih dahulu dilakukan uji pendahuluan untuk
menstandarisasi titer hemolisin dan titer komplemen yang dipakai pada sistem uji ini.Titer
9
hemolisin ditentukan oleh pengenceran tertinggi hemolisin yang masih dapat melisiskan
eritrosit berkonsentrasi 2% secara lengkap, bila ada komplemen. Titer hemolisinini disebut 1
unit dan untuk pemeriksaan sampel penderita dipakai 2 unit. Oleh karena uji fiksasi
komplemen melibatkan suatu sistem yang terdiri atas berbagaireaktan, disamping titrasi
hemolisin dan komplemen diatas, setiap reaktan harus diuji terhadap ada tidaknya faktor
penghambat atau faktor yang meningkatkan aktivasi komplemen (antikomplemen atau
prokomplemen). Untuk keperluan ini, pada titrasi komplemen diikut sertakan antigen dan
antigen kontrol, serta pada pemeriksaan sampel.
Selalu harus diikutsertakan kontrol serum positif maupun negatif. Suatu hasil
pemeriksaan,baru bisa dipercaya apabila semua reaktan pada sistem ini terkontrol dengan
baik.Uji fiksasi komplemen dipakai pertama kali oleh Wassermann, Neisser dan Bruck
untukmenentukan diagnosis Sifilis (Test Wassermann), akan tetapi kemudian prinsip
pengujianyang sama dipakai juga dalam diagnosis serologik berbagai penyakit lain,
diantaranyapenyakit-penyakit yang disebabkan oleh parasit, seperti Trypanosoma,
Schistosoma, serta penyakit-penyakit yang disebabkan oleh virus, seperti virus Hepatitis B,
Herpes, Rotavirus,Rubella dan lain-lain.
Aktivasi komplemen dapat dirangsang oleh berbagai substansi dan berlangsung
melalui 2 jalur, yaitu jalur kalsik dan jalur alternatif atau jalur properdin. Kedua jalur
bertemu pada pertengahan sistem komplemen, selanjutnya kedua jalur reaksi mulai dari
aktivasi C5 hingga C9 sama. Fase terakhir aktivasi komplemen juga dapat dirangsang oleh
enzim nonkomplemen atau enzim selular tanpa didahului oleh aktivasi komponen-
komplemen sebelumnya. Rangkaian reaksi aktivasi dapat dibagi dalam 3 fase, yaitu fase
awal, fase amplifikasi yang melibatkan berbagai protease serta molekul-molekul lain, dan
fase lisis membran sel. Protein-protein ini disintesa dalam hepar, tetapi dapat juga oleh sel-
sel sistem limforetikuler seperti limfosit dan monosit.
Sebagai ganti anti-imunoglobulin yaitu komplemen lisis sel
Macam uji lisis imun :
Uji Fiksasi Komplemen
contoh : deteksi Ab thd Virus, bakteri, fungi, parasit
Interpretasi : + jika tidak hemolisis
- hemolysis
10
1. Aktivasi Komplemen Melalui Jalur Klasik
Aktifasi jalur klasik umumnya terjadi oleh kompleks antigen antibodi atau
agregat imunoglobulin, baik yang larut maupun yang melekat pada permukaan sel.
Imunoglobulin yang mampu mengaktifasi jalur klasik ini adalah IgG1, IgG2 dan
IgG3 serta IgM. Aktifasi terjadi melalui pengikatan C1q dengan salah satu bagian
fragmen Fc dari satu atau lebih molekul IgG atau IgM. Reaksi ini disusul dengan
aktivasi proenzim C1r menjadi enzim protease yang aktif dan dapat memecah C1s.
Selanjutnya C1s merupakan enzim yang aktif merombak C4 menjadi C4a dan C4b,
kemudian C2 yang melekat pada C4b dirombak menjadi C2a, tetap melekat pada C4b
dan C2b yang dilepaskan. Kompleks C4b2a adalah suatu protease yang dapat
merombak C3 sehingga disebut C3- convertase; perombakan ini menghasilkan C3a
dan C3b keduanya merupakan molekul peptida yang mempunyai fungsi biologik
yang sangat penting. C3a adalah suatu anafilatoksin, sedangkan C3b dapat melekat
pada permukaan sel dan mengikat C5. Selanjutnya C5 dirombak menjadi C5a
anafilatoksin dan C5b yang merupakan inti dari kompleks molekul yang dapat
merusak membran sel.
11
dapat dihambat oleh protein-S. Kompleks C5b67 kemudian mengikat C8, dan pada
saat ini mulailah pengerusakan membran sel, dan pengerusakan selanjutnya
ditingkatkan dengan pengikatan C9. Kompleks yang terdiri atas molekul C5b, C6,
C7, C8 dan beberapa molekul C9 merupakan dasar proses sitolitik dari sistem
komplemen. Dengan melekatnya kompleks pada permukaan sel yang kemudian
disebut sebagai membrane attack complex (MAC), terjadi perubahan Ultrastruktur
dan perubahan muatan listrik pada permukaan sel serta pembengkakan. Kompleks
C5b-9 menembus membran sel dan merusak lapisan lipid dan fosfolipid yang terdapat
pada membran sekitar kompleks C5b-9 lalu menimbulkan lubang- lubang dan
berakhir dengan lisis sel.
12
C. PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
13
D. DAFTAR PUSTAKA
Kresno, Siti Boedina. 2001. IMUNOLOGI: Diagnosis dan Prosedur Laboratorium. Jakarta:
Balai Penerbit fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Naully, Patricia Gita; Gina Khairinisa. 2018. Panduan Analisis Laboratorium Imunoserologi
untuk D3 Teknologi Laboratorium Medik. Cimahi: Stikes Achmad Yani
Tantri. 2019. Apa yang dimaksud dengan Fiksasi Komplemen (Complement Fixation). Tersedia:
https://apa-itu.net/dwkb/apa-yang-dimaksud-dengan-fiksasi-komplemen-complement-
fixation/
Kresno S B. 2015. Imunologi: Diagnosa dan Prosedur Laboratorium. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI
Unknown. 2018. Imuno – Serologi. Imunoserologi – Definisi, Metode dan Jenis Pemeriksaan.
Tersedia: https://www.labthamrin.co.id/home/ie?id=010/hes/191018
14