Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

“PEMERIKSAAN CROSSMATCH SATU DONOR METODE KONVENSIONAL”

OLEH :
1. Ni Putu Resmini (P07134019108)
2. Thitania Faraz Nata (P07134019120)
3. I Kadek Hadi Prayoga (P07134019121)
4. I Made Adi Ariantho Wibawa (P07134019127)
5. Ni Kadek Gita Rahayuni (P07134019132)
6. Komang Sri Widiastini (P07134019138)
7. Anastasia Beatrix Ndoda (P07134019149)
8. I Dewa Nyoman Purna Darmawan (P07134019154)

KELOMPOK 3
KELAS V C

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................
1.1. Latar Belakang..................................................................................................................
1.2. Rumusan masalah.............................................................................................................
1.3. Tujuan................................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................
2.1 Pengertian Transfusi Darah............................................................................................

2.2 Pengertian Crossmatch Atau Uji Silang Serasi..................................................................

2.3 Prinsip Crossmatch Atau Uji Silang Serasi..........................................................................

2.4 Prosedur Pemeriksaan Uji Silang Serasi (Crossmatching) Satu Donor Metode
Konvensional............................................................................................................................

2.5 Cara Menentukan Kecocokan Darah Resipien Dengan Darah Donor...............................

BAB III PENUTUP..................................................................................................................


3.1. Kesimpualan......................................................................................................................
3.2. Saran..................................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................iii
BAB I

PPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Darah adalah cairan yang berfungsi sebagai alat transportasi zat seperti oksigen, bahan
hasil metabolisme tubuh, pertahanan tubuh dari serangan kuman, dan lain sebagainya.
Transfusi merupakan proses transplantasi paling sederhana, yaitu pemindahan darah dari
donor ke resipien, atas dasar indikasi dan urgensi. Pre transfusi atau pemeriksaan sebelum
dilakukan transfusi disebut uji kecocokan atau Uji Kompatibilitas. Dalam pre-transfusi
terdapat serial pemeriksaan untuk mendapatkan darah yang sesuai untuk transfusi darah.
Serial pemeriksaan antara lain pemeriksaan golongan darah ABO dan Rh pasien dan donor,
uji saring dan identifikasi antibodi donor dan pasien, uji silang serasi/Crossmatch Test atau
disebut juga Compatibility testing antara darah donor dan pasien (Syafitri, 2014).

Reaksi silang (Cross matching) adalah reaksi silang in vitro antara darah pasien yang akan
ditransfusi darah dengan darah donor yang akan ditransfusikan. Pemeriksaan ini untuk
mengetahui apakah sel darah merah donor mampu bertahan hidup didalam tubuh pasien,
dan untuk mengetahui ada tidaknya antibodi IgM maupun IgG dalam serum pasien (mayor)
maupun dalam serum donor yang melawan sel pasien (minor) (Imad. 2012).

Uji kompatibilitas adalah semua tahapan yang harus dilakukan sehingga diperoleh darah
donor yang benar-benar tepat untuk pasien. Crossmatching dilakukan untuk meyakinkan
bahwa tidak ada antibodi di dalam serum pasien yang akan bereaksi dengan sel darah donor
jika transfusi dilakukan. Dalam perkembangannya, uji crossmatch terdapat 2 metode yaitu
metode konvesional (tabung) dan metode gel. Pada pengujian yang dilakukan untuk uji
crossmatch sekarang ini lebih banyak dilakukan metode gel, namun beberapa masih
mempergunakan metode konvensional. Penggunaan metode konvensional ini
dipertimbangkan dari segi keunggulan juga ketersediaan alat dan bahan yang penting
diperhatikan.
Uji cocok serasi atau yang lebih sering disebut crossmacthing memiliki beberapa sinonim
antara lain uji silang serasi atau uji kompatibilitas. Crossmacthing dan uji kompatibilitas
memang identik, tetapi memiliki pengertian yang berbeda. Crossmacthing adalah suatu
prosedur untuk mereaksisilangkan komponen darah donor dan pasien. Uji silang (cross
matching) ini bertujuan untuk mencegah reaksi hemolitik tranfusi bila darah donor
ditransfusikan supaya darah yang ditransfusikan itu benar–benar ada manfaatnya bagi
kesembuhan pasien. Darah donor dan pasien yang di crossmatch ini, kecuali golongan darah
ABO dan Rhesus yang kita ketahui (diperiksa lebih dahulu), kita tidak mengetahui antigen
lainya yang ada didalam sel donor dan pasien, dan kita tidak mengetahui pula adanya
antibody lain (irregular) yang complet maupun incomplete di dalam serum pasien atau
plasma donor. Prinsip pemeriksaan crossmatching yaitu antibodi yang terdapat dalam
serum/plasma, bila direaksikan dengan antigen pada sel darah merah, melalui inkubasi pada
suhu 37 derajat celcius dan dalam waktu tertentu, dan dengan penambahan anti
monoglobulin akan terjadi reaksi aglutinasi.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan trasfusi darah?


2. Apa yang dimaksud dengan crossmatch atau uji silang serasi?
3. Bagaimana prinsip dari crossmatch atau uji silang serasi?
4. Bagaimana cara prosedur pemeriksaan uji silang serasi (crossmatching) pada satu
donor dengan metode konvensional?
5. Bagaimana cara menentukan kecocokan antara darah resipien dengan darah donor?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian transfusi darah


2. Untuk mengetahui pengertian crossmatch atau uji silang serasi
3. Untuk mengetahui prinsip dari crossmatch atau uji silang serasi
4. Untuk mengetahui prosedur pemeriksaan uji silang serasi (crossmatching) pada satu
donor dengan metode konvensional
5. Untuk mengetahui cara menentukan kecocokan antara darah resipien dengan darah
donor
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Transfusi Darah

Transfusi darah adalah tindakan memasukkan darah atau komponennya ke dalam sistem
pembuluh darah seseorang. Komponen darah yang biasa ditransfusikan ke dalam tubuh
seseorang adalah sel darah merah, trombosit, plasma, sel darah putih. Transfusi darah adalah
suatu pengobatan yang bertujuan menggantikan atau menambah komponen darah yang hilang
atau terdapat dalam jumlah yang tidak mencukupi. Tindakan transfuse darah atau
komponennya bukanlah tindakan tanpa risiko, sebaliknya tindakan ini merupakan tindakan
yang mengandung risiko yang dapat berakibat fatal. Komplikasi yang dapat timbul akibat
transfusi darah atau komponennya, dapat dibagi dalam 3 kelompok yaitu : (1) Reaksi
imunologis, (2) Reaksi nori imunologis, (3) Penularan penyakit.
Orang atau pasien yang menerima darah dari donor yang aman bagi pasien artinya pasien
tidak tertular penyakit infeksi melalaui transfusi darah dan pasien tidak mendapatkan
komplikasi seperti misalnya ketidak cocokan golongan darah.( Peraturan Pemerintah No 18
th 1980.) Orang yang memberikan darah untuk maksud dan tujuan transfuse darah
( Peraturan Pemerintah No 18 th 1980 ). Darah harus aman bagi pasien artinya pasien tidak
tertular penyakit infeksi melalui transfusi darah, pasien tidak mendapatkan komplikasi
seperti ketidakcocokan golongan darah . Aman bagi donor artinya donor tidak tertular
penyakit infeksi melalui tusukan jarum/ Vena, donor tidak mengalami komplikasi setelah
penyumbangan darah, seperti: kekurangan darah, mudah sakit/ sering sakit.

2.2 Pengertian Crossmatch Atau Uji Silang Serasi

Reaksi silang (Crossmatching) adalah reaksi silang in vitro antara darah pasien yang akan
ditransfusi darah dengan darah donor yang akan ditransfusikan. Pemeriksaan ini untuk
mengetahui apakah sel darah merah donor mampu bertahan hidup didalam tubuh pasien,
dan untuk mengetahui ada tidaknya antibodi IgM maupun IgG dalam serum pasien (mayor)
maupun dalam serum donor yang melawan sel pasien (minor) (Imad. 2012).

Uji silang (crossmatching) ini bertujuan untuk mencegah reaksi hemolitik tranfusi bila darah
donor ditransfusikan supaya darah yang ditransfusikan itu benar–benar ada manfaatnya
bagi kesembuhan pasien. Darah donor dan pasien yang di crossmatch ini, kecuali golongan
darah ABO dan Rhesus yang kita ketahui (diperiksa lebih dahulu), kita tidak mengetahui
antigen lainya yang ada didalam sel donor dan pasien, dan kita tidak mengetahui pula
adanya antibody lain (irregular) yang complet maupun incomplete di dalam serum pasien
atau plasma donor.

Dalam Crossmatch ini, sesuai dengan maksudnya kita berusaha mencari semua
kemungkinan adanya semua jenis antibody complete maupun incomplete terutama yang
mempunyai arti klinis yang bisa menyebabkan Crossmatch invitro tidak cocok atau
incompatible. Maka Crossmatch harus kita jalankan dalam medium dan temperatur yang
berbeda, yang dalam praktiknya dikenal dengan fase 1, fase 2, dan fase 3.

Maka dapat disimpulkan tujuan Crossmacth sendiri yaitu mencegah reaksi hemolitik
transfusi darah bila darah didonorkan dan supaya darah yang ditransfusikan itu benar-benar
ada manfaatnya bagi kesembuhan pasien. Jika pada reaksi tersebut golongan darah A,B dan
O penerima dan donor sama, baik mayor maupun minor test tidak bereaksi berarti cocok.
Jika berlainan, misalnya donor golongan darah O dan penerima golongan darah A maka
pada test minor akan terjadi aglutinasi atau juga bisa sebaliknya berarti tidak cocok.

Mayor Crossmatch merupakan tindakan terakhir untuk melindungi keselamatan penerima


darah dan sebaiknya dilakukan demikian sehingga Complete Antibodies maupun incomplete
Antibodies dapat ditemukan dengan cara tabung saja. Cara dengan objek glass kurang
menjaminkan hasil percobaan. Reaksi silang yang dilakukan hanya pada suhu kamar saja
tidak dapat mengesampingkan aglutinin Rh yang hanya bereaksi pada suhu 37 derajat
Celcius. Lagi pula untuk menentukan anti Rh sebaiknya digunakan cara Crossmatch dengan
high protein methode. Ada beberapa cara untuk menentukan reaksi silang yaitu reaksi
silang dalam larutan garam faal dan reaksi silang pada objek glass.

2.3 Prinsip Crossmacth


Pada prinsipnya Crossmatch dibagi menjadi dua prosedur :
 Mayor Crossmatch
Merupakan bagian yang utama ( terpenting ) dalam Cross Match. Serum pasien
direaksikan dengan sel donor, apabila di dalam serum pasien terdapat antibodi yang
melawan terhadap sel maka dapat merusak sel donor tersebut. Artinya pakah sel
donor itu akan dihancurkan oleh antibody dalam serum pasien.
 Minor Cross Match
Merupakan bagian yang kurang penting. Serum donor direaksikan dengan sel
pasien. Pemeriksaan antibodi terhadap donor apabila sudah dilakukan maka pemeriksaan
crossmatch minor tidak perlu lagi dilakukan.
Alasan : Karena antibody dalam serum atau plasma donor akan mengalami
pengenceran didalam tubuh pasien. Pada minor Cross Match kita mereaksikan plasma
donor dengan sel pasien, dengan maksud apakah sel pasien akan dihancurkan oleh
plasma donor.
Golongan darah ABO pasien dan donor jika sesuai, baik mayor maupun minor test maka
tidak bereaksi. Golongan darah pasien dan donor berlainan umpamanya donor golongan
darah donor O dan pasien golongan darah A maka pada test minor akan terjadi aglutinasi.
Reaksi silang yang dilakukan hanya pada suhu kamar saja, tidak dapat mengesampingkan
aglutinin rhesus yang hanya bereaksi pada suhu 370C.

Untuk fase dalam cross matching terdiri atas beberapa tahapan :


 Test fase I Cross Match yaitu fase suhu kamar
Pada fase ini antibody complete yang akan mengaglutinasikan sel dalam saline
medium atau bovine albumin yang kebanyakan kelas Ig M bisa terdeteksi misalnya :
tidak cocok golongan ABO ; adanya allo antibody : M, N, Lea, I, IH, E ; serta adanya
auto cold antibody.
 Tes fase II Cross Match yaitu fase inkubasi 37°C
Pada fese ini bila mediumnya bovine albumin, beberapa antibody dalam system
Rhesus bisa terdeteksi aglutinasi,(misalnya anti D, anti E, anti c) anti Lea dan anti
Leb. Bila mediumnya saline bisa terdeteksi aglutinasi anti E, anti Lea. Antibody yang
bersifat incomplete, dan antibodi yang belum terdeteksi aglutinasi atau hemolisisnya
pada fase II ini bisa bereaksi coated (sensitized) : anti D, E, c, K, Fya,Fyb, Jka, S, Lea,
Leb. Jadi penting sekali peranan fase inkubasi 37 oC ini, dimana setidak-tidaknya
memberi kesempatan kepada antibody untuk mengcoatedkan sel.
 Tes fase III Cross Match yaitu fase anti globulin
Pada fase ini setalah melaluo fase II, akan terdeteksi aglutinasi incompelete antibody
yang tadi di fase II sudah mengcoated sel.

2.4 Prosedur Pemeriksaan Uji Silang Serasi (Crossmatching) Pada Satu Donor Dengan
Metode Konvensional

a. Alat dan Bahan


Alat :
 Tabung reaksi ukuran 12 × 75 mm.
1. Incubator.

2. Serofuge.

3. Labu semprot.

4. Wadah limbah.

- Bahan :

1. Saline / NaCl 0,9%.

2. Aquades.

3. Bovine albumin 22%.

4. Sel suspense donor 5%.

5. Sel suspense resipien 5%.

6. Serum resipien.

7. Plasma donor.

8. Coomb’s serum.

9. Coomb’s control cell.

2.1 CARA KERJA

a. Fase I : Fase suhu kamar di dalam saline medium

1. Alat dan bahan disiapkan.

2. Diambil 3 buah tabung rekasi uk 12 x 75 mm, dimasukkan ke dalam masing-masing


tabung

Tabung I Mayor Tabung II Miror Tabung III Autocontrol

2 tetes serum Os + 2 tetes plasma donor + 2 tetes serum OS +


1 tetes sel darah donor 5% 1 tetes sel darah OS 5% 1 tetes sel darah OS 5%

3. Dihomogenkan
4. Dicentrifuge dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 detik.
5. Dibaca reaksi terhadap hemolisis dan aglutinasi secara makroskopis.
6. Apabila hasil negative maka dilanjutkan pada fase II.
b. Fase II : Fase inkubasi 370Cdalam medium bovine albumin 22%

1. Ke dalam masing-masing tabung yang memberikan


hasil negative ditambhakan bovine albumin 22%
sebanyak 2 tetes.

2. Dihomogenkan.

3. Diinkubasi pada suhu 370C selama 15 menit.

4. Dicentrifuge pada kecepatan 3000 rpm selama 15


detik.

5. Dibaca rekasi terhadap hemolisis dan aglutinasi


secara makroskopis.

6. Apabila hasil negative maka dilanjutkan pada fase


III.

c. Fase III : Indirect Coomb’s Test

1. Sel darah merah dalam tabung dicuci sebanyak 3


kali dengan saline/NaCl 0,9%.

2. Masing-masing tabung ditambahkan sebanyak 2


tetes Coomb’s serum.

3. Dihomogenkan

4. Dicentrifuge pada kecepatan 3000 rpm selama 15


detik.

5. Dibaca hasil reaksi secara makroskopis.


Pembacaan hasil :
 Tidak terjadi hemolisis atau aglutinasi → cocok / kompatibel, darah da pat
diberikan kepada pasien.
 Terjadi hemolisis dan aglutinasi → tidak cocok/inkompatibel, darah tidak
boleh diberikan kepada pasien

d. Uji Validitas Reaksi Silang  CCC


1. Ke dalam tabung M dan m yang pada reaksi silang fase III yang
memberikan hasil negtaif ditambahkan sebanyak 1 tetes coomb’s control
cell (CCC).
2. Dihomogenkan.
3. Dicentrifuge dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 detik.
4. Dibaca hasil reaksi secara makroskopis.
Pembacaan hasil :
 Bila hasil (+)/ada aglutinasi : Valid ( benar )
 Bila hasil (-)/ tidak ada aglutinasi : Invalid/perlu diulang kembali

2.2 INTERPRETASI HASIL

 Bila reaksi silang Mayor dan Minor fase I sampai fase III tidak menunjukkan
aglutinasi dan atau hemolisis, hasil diinterpretasikan kompatibel (cocok)/ darah
dapat keluar.

 Bila reaksi silang Mayor dan Minor fase I sampai fase III menunjukkan adanya
rekasi aglutinasi dan atau hemolisis, hasil diinterpretasikan inkompatibel (tidak
cocok)/darah tidak dapat dikeluarkan.

Interprestasi hasil uji silang serasi ada 2 yaitu:


a) Hasil uji cocok serasi kompatibel artinya bahwa hasil tersebut cocok, atau
tidak terdapat aglutinasi antara darah pasien dengan darah donor baik
mayor maupun minor.
b) Hasil uji cocok serasi inkompatibel artinya bahwa hasil tersebut tidak
cocok atau terdapat aglutinasi baik mayor dan atau minor.
Untuk melaksanakan masing-masing Cross Match tersebut, langkah pertama
adalah memeriksa golongan darah ABO dari pasien dan darah donor yang akan di
transfusikan, memeriksa faktor rhesus dari pasien dan darah donor yang akan di
transfusikan, mempersiapkan suspensi sel pasien maupun donornya, dan
kemudian kita melaksanakan Cross Match sesuai dengan tuntunannya (Febriyanti,
2011).

BAB III

PENUTUP

3.1KESIMPULAN

Reaksi silang (Cross matching) adalah reaksi silang in vitro antara darah pasien yang
akan ditransfusi darah dengan darah donor yang akan ditransfusikan. Cross Match dibagi
menjadi dua prosedur yaitu mayor cross match dan minor cross match. Mayor cross
merupakan bagian yang utama ( terpenting ) dalam cross match, yaitu mereaksikan serum
pasien dengan sel donor. Sedangkan minor cross match yaitu mereaksikan plasma donor
dengan sel pasien, dengan maksud apakah sel pasien akan dihancurkan oleh plasma donor.
Untuk fase dalam cross matching terdiri atas beberapa tahapan yaitu test fase I cross match
yaitu fase suhu kamar, tes fase II cross match yaitu fase inkubasi 37o c dan tes fase III cross
match yaitu fase anti globulin. Bila reaksi silang mayor dan minor fase I sampai fase III tidak
menunjukkan aglutinasi dan atau hemolisis, hasil diinterpretasikan kompatibel (cocok)/ darah
dapat keluar. Sedangkan bila reaksi silang mayor dan minor fase I sampai fase III
menunjukkan adanya rekasi aglutinasi dan atau hemolisis, hasil diinterpretasikan
inkompatibel (tidak cocok)/darah tidak dapat dikeluarkan.

DAFTAR PUSTAKA

Fatmasari, L. (2021). GAMBARAN KASUS INCOMPATIBLE MAYOR PADA


PERMINTAAN DARAH PACKED RED CELL (PRC) DI UNIT DONOR DARAH
(UDD) PMI KOTA SURAKARTA PADA BULAN JANUARI–MARET TAHUN
2020. Avicenna: Journal of Health Research, 4(1).

Gyresha, A., Noviar, G., Durachim, A., & Nurhayati, B. (2020). GAMBARAN HASIL

PEMERIKSAAN CROSSMATCH METODE TABUNG PADA SAMPEL DARAH


LIPEMIK (Doctoral dissertation, Politcknik Kesehatan Kementerian Kesehatan
Bandung).
RAHMAN, I. (2019). GAMBARAN INKOMPATIBEL PASIEN KANKER PENERIMA
DARAH DONOR DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN.

Sari M, E. T., & Purwaningsih, N. V. (2018). Modul Praktikum Imunohematologi.

Salim, Y., Sukartini, N., & Setiawati, A. (2018). Erythrocyte Indices to Differentiate Iron

Deficiency Anemia from Β Trait Thalassemia (Indeks Eritrosit untuk Membedakan


Anemia Defisiensi Besi dengan Thalassemia β Trait). Indonesian Journal of Clinical
Pathology and Medical Laboratory, 23(1), 50-55.

Anda mungkin juga menyukai