Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH PATOFISIOLOGI

PROSES IMUNITAS

DISUSUN OLEH :

1. DINI FRISKA : 191440107


2. DICKY BAGUS SAPUTRO : 191440106
3. FITRIAH RAMADHANI : 191440110
4. JIHAN MARITSA : 191440117
5. NURUL IZATI : 191440127
6. PUTRI ZAKIYAH RAHMADINI : 191440128

DOSEN PENGAMPU :
NS. H.A.KADIR,M.Kes

PROGRAM STUDI D-II KEPERAWATAN


PELTEKES KEMENKES PANGKAL PINANG TAHUN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatnya sehingga
makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Makalah ini telah kami susun dengan
maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat
memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak
terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan
makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang Proses Imunitas ini dapat
memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Pangkal pinang, 05 maret-2020

Penilis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar...................................................................................................i

Daftar Isi...........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................1

1.1 Latar Belakang............................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................2
1.3 Tujuan.........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................3
2.1 Definisi Sistem Imunitas.....................................................................3
2.2 Fungsi Sistem Imun.............................................................................3
2.3 Lapisan Dalam Imunitas Tubuh..........................................................3
2.4 Respon Imun Spesifik..........................................................................4
2.5 Limposit B...........................................................................................6
2.6 Limposit T...........................................................................................7
2.7 Penyakit Imun....................................................................................11
2.8 Pertahanan Eksternal.........................................................................11
2.9 Asuhan keperawatan Imunitas ..........................................................13
BAB III PENUTUP.......................................................................................23
3.1 Kesimpulan.........................................................................................23
3.2 Saran ..................................................................................................24
Daftar pustaka.................................................................................................25

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tubuh manusia tidak mungkin terhindar dari lingkungan yang


mengandung mikroba pathogen disekelilingnya. Mikroba tersebut dapat
menimbulkan penyakit infeksi pada manusia. Mikroba patogen yang ada
bersifat poligenik dan kompleks. Oleh karena itu respon imun tubuh
manusia terhadap berbagai macam mikroba patogen juga berbeda.
Umumnya gambaran biologic spesifik mikroba menentukan mekanisme
imun mana yang berperan untuk proteksi. Begitu juga respon imun terhadap
bakteri khususnya bakteri ekstraseluler atau bakteri intraseluler mempunyai
karakteriskik tertentu pula.

Tubuh manusia akan selalu terancam oleh paparan bakteri, virus, parasit,
radiasi matahari, dan polusi. Stress emosional atau fisiologis dari kejadian
ini adalah tantangan lain untuk mempertahankan tubuh yang sehat.
Biasanya kita dilindungi oleh system pertahanan tubuh, sistem kekebalan
tubuh, terutama makrofag, dan cukup lengkap kebutuhan gizi untuk
menjaga kesehatan. Kelebihan tantangan negatif, bagaimanapun, dapat
menekan system pertahanan tubuh, sistem kekebalan tubuh, dan
mengakibatkan berbagai penyakit fatal.

Respon imun yang alamiah terutama melalui fagositosis oleh neutrofil,


monosit serta makrofag jaringan. Lipopolisakarida dalam dinding bakteri
Gram negative dapat mangativasi komplemen jalur alternative tanpa adanya
antibody. Kerusakan jaringan yang terjaddi ini adalah akibat efek samping
dari mekanisme pertahanan tubuh untuk mengeliminasi bakteri. Sitokin juga
merangsang demam dan sintesis protein.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksut dengan imunitas
2. Apa saja respon imunitas
3. Apa yang dimaksut dengan limposit B
4. Apa yang dimaksut dengan limposit T
5. Apa saja penyakit imun
6. Apa yang dimaksut dengan pertahanan eksternal
7. Seperti apa contoh askep imunitas
1.3 Tujuan
1. Mengetahui apa yang dimaksut dengan imunitaas
2. Mengetahui apa saja respon imunitas
3. Mengetahui tentang limposit B
4. Mengetahui tentang limposit T
5. Mengetahiu apa saja penyakit imun
6. Mengetahui apa itu pertahanan eksternal
7. Mengetahui seperti apa askep imunitas

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Sistem Imunitas


Imunitas adalah resistensi terhadap penyakit terutama penyakit infeksi.
Gabungan sel, molekul dan jaringan yang berperan dalam resistensi terhadap
infeksi disebut sistem imun. Reaksi yang dikoordinasi sel-sel, molekul-
molekul terhadap mikroba dan bahan lainnya disebut respons imun. Sistem
imun diperlukan tubuh untuk mempertahankan kebutuhannya terhadap
bahaya yang dapat ditimbulkan berbagai vahan dalam lingkungan hidup.

2.2 Sistem Imun


1. Sistem imun memiliki beberapa fungsi bagi tubuh, yaitu sebagai:
Pertahanan tubuh, yaitu menangkal bahan berbahaya agar tubuh tidak
sakit, dan jika sel-sel imun yang bertugas untuk pertahana ini
mendapatkan gangguan atau tidak bekerja dengan baik, maka oranmg
akan mudah terkena sakit.
2. Keseimbangan, atau fungsi homeostatik artinya menjaga keseimbangan
dari komponen tubuh.
3. Perondaan, sebagian dari sel-sel imun memiliki kemampuna untuk
memantau ke seluruh bagian tubuh. Jika ada sel-sel tubuh yang
mengalami mutasi maka sel peronda tersebut akan membinasakannya.

2.3 Lapisan dalam imunitas tubuh


1. Lapisan pertama/physcal barrier : kulit, membran mukosa, kelenjar
keringa sebum, kelenjar air mata, silia, asam lambung, kelenjar ludah.
2. Lapisan kedua : sel leukosit fagositik, protein antimikroba dan respon
inflamasi.
3. Lapisan ketiga : sel limfosit dan antibodi.

3
2.4 Respon imun spesifik

Merupakan respon imun yang didapatkan (acquired), yang timbul akibat


dari rangsangan antigen tertentu, sebagai akibat tubuh pernah terpapar
sebelumnya. Respon imun spesifik dimuliai dengan adanya aktifitas
makrofag atau antigen precenting cell (APC) yang memproses antigen
sedemikian rupa sehingga dapat menimbulkan interaksi dengan sel-sel imun.
Dengan rangsangan antigen yang telah diproses tadi, sel-sel sistem imun
berplorifersi dan berdiferensiasi sehingga menjadi sel yang memiliki
kompetensi imunologik dan mampu bereaksi dengan antigen (Bellanti,
1985;Roitt,1993;Kresno,1991). Walaupun antigen pada kontak pertama
(respons primer) dapat dimusnahkan dan kemudian sel-sel system imun
mengadakan involusi, namun respons imun tersebut sempat mengakibatkan
terbentuknya klon atau kelompok sel yang disebut dengan memory cells
yang bersangkutan. Apabila dikemudian hari antigen yang sama masuk
kedalam tubuh, maka klon tersebut akan berproliferasi dan menimbulkan
respon sekunder spesifik yang berlangsung lebih cepat dan lebih intensif
dibandingkan dengan respon imun primer.
Mekanisme efektor dalam respon imun spesifik dapat dibedakan menjadi :

1. Respon imun seluler


Mikroorganisme yang hidup dan berkembang biak secara intra seluler,
antara lain didalam makrofag sehingga sulit untuk dijangkau oleh
antibody. Untuk melawan mokroorganisme intraseluler tersebut
diperlukan respon imun seluler yang diperankan oleh limfodsit T.
Subpopulasi sel T yang disebut dengan sel T penolong (T-helper) akan
mengenali mikroorganisme atau antigen bersangkutan melalui major
histocompatibility (MHC) yng terdat permukaan sel makrofag. Sinyal in
menyulut limfosit untuk memproduksi berbagai jenis limfokin, termasuk
diantaranya interferon, yang dapat membantu makrofag untuk
menghancurkan mikroorgnisme. Sub populasi lmfosit T lain yang disebut

4
dengan sel T-sitotoksik (T-cytotoxic), juga berfungsi untuk
menghancurkan mikroorganisme intraseluer yang disajikan melalui MHC
secara langsung. Selain menghancurkan mikroorgnime secara langsung,
sel T-sitotosik, juga menghasilkan gamma interferon yang mencegah
penyebaran Mikroorganisme kedalam sel lainnya.

2. Respon imun humoral


Deferensiasi limposit B menjadi satu populasi (klon) sel plasma yang
melepaskan antibody spesifik ke dalam darah. Pada respon imun humoral
berlaku respon imun primer yang membentuk klon sel B memory. Setiap
klon limfosit diprogramkan untuk membentuk satu jenis antibody spesifik
terhadap antigen tertentu (clonal slection). Antibody ini akan berkaitan
dengan antigen membentuk kompleks antigen-antigen yang dapat yang
mengaktivasi komplemen dan mengkibatkan hancur antigen tersebut.
Supaya limfosit B berdiferensiasi dn membentuk antibody diperlukan
bantuan limfosit T-penolong (T-helper), yang atas sinyal-sinyal tertentu
baik melalui MHC maupun sinyal yang dilepaskan oleh makrofag,
merangsang produksi antibody. Selain oleh sel T-penlong, produksi
antibody juga diatur oleh sel T penekan (T-supresorI), sehingga produksi
antibody seimbang dan sesuai dengan yang dibutuhkan.

3. Interaksi antara respon imun seluler dengan imun humoral


Interaksi ini disebut dengan antibody depedent cell mediated
cyotoxicity (ADCC), karena sitolisis baru terjadi bila dibantu oleh
antibodi. Dalam hal ini antibodi berfungsi melapisi antigen sasaran,
sehingga sel natural killer (NK), yang mempunyai reseptor terhadap
fragmen Fc antibodi, dapat melekat erat pada sel atau antigen sasaran.
Perlekatan sel NK pada kompleks antigen antibody tersebut
mengakibatkan sel NK dapat menghancurkan sasaran,
Respon imun spesifik (adapif) apat dibedakan dari respons imu
bawaan,karena adanya ciri-ciri umum yang dimiliki yaitu bersifat spesifik,

5
heterogen dan memiliki daya ingat atau memory. Adanya sifat spesifik
akan membutuhkan berbagai polpulasi sel atau zat yang dihasilkan
(antibodi) yang berbeda satu sama lain, sehingga menimbulkan sifat
heterogenitas.

2.5 Limposit B
Limfosit B atau sel B berperan dalam sistem imun spesifik humoral yang
akan menghasilkan antibodi. Antibodi dapat ditemukan di serum darah,
berasal dari sel B yang mengalami proliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel
plasma. Fungsi utama antibodi sebagai pertahanan terhadap infeksi
ekstraselular, virus dan bakteri serta menetralisasi toksinnya. 1 Sel B
memiliki reseptor yang spesifik untuk tiap-tiap molekul antigen dan dapat
dideteksi melalui metode tertentu melalui marker seperti CD19, CD21 dan
MHC II.
Limfosit B, terdiferensiasi menjadi :
a. Sel limfosit B memori : menyimpan mengingat antigen yang pernah
masuk ke dalam tubuh.
b. Sel limfosit plasma : sel pembentuk antibody
c. Sel limfosit B pembelah : menghasilkan sel limfosit B dalam ju mlah
banyak dan cepat

Dilaksanakan oleh antibodi atau imunoglobin Macam-macam


Immunoglobulin (lg)

a) Immunoglobulin A/IgA : untuk mencegah masuknya bakteri/ virus


melalui jaringan epithel (air liur, air mata, kolustrum & susu).
b) Immunoglobulin D/IgD : untuk memicu deferensiasi jaringan limfosit B
menjadi sel plasma dan limfosit B memori.
c) Immunoglobulin E/IgE : untuk merespon reaksi alergi. Hanya ditemukan
pada mammalia, dapat merespon cacing parasit.

6
d) Immunoglobulin G/IgG : untuk menembus placenta membawa kekebalan
dari ibu ke janin yaitu pada masa 20 minggu pertama.
e) Immunoglobulin M/IgM : merupakan antibodi pertama yang
menyerang antigen.

2.6 Limfosit T

Sel T adalah sel di dalam salah satu grup sel darah putih yang diketahui
sebagai limfosit dan memainkan peran utama pada kekebalan selular. Sel T
mampu membedakan jenis patogen dengan kemampuan berevolusi sepanjang
waktu demi peningkatan kekebalan setiap kali tubuh terpapar patogen. Hal ini
dimungkinkan karena sejumlah sel T teraktivasi menjadi sel T memori
dengan kemampuan untuk berkembangbiak dengan cepat untuk melawan
infeksi yang mungkin terulang kembali. Kemampuan sel T untuk mengingat
infeksi tertentu dan sistematika perlawanannya, dieksploitasi sepanjang
proses vaksinasi, yang dipelajari pada sistem kekebalan tiruan.

Respon yang dilakukan oleh sel T adalah interaksi yang terjadi antara
reseptor sel T (bahasa Inggris: T cell receptor, TCR) dan peptida MHC pada
permukaan sel sehingga menimbulkan antarmuka antara sel T dan sel target
yang diikat lebih lanjut oleh molekul co-receptor dan co-binding. Ikatan
polivalen yang terjadi memungkinkan pengiriman sinyal antar kedua sel.
Sebuah fragmen peptida kecil yang melambangkan seluruh isi selular,
dikirimkan oleh sel target ke antarmuka sebagai MHC untuk dipindai oleh
TCR yang mencari sinyal asing dengan lintasan pengenalan antigen. Aktivasi
sel T memberikan respon kekebalan yang berlainan seperti produksi antibodi,
aktivasi sel fagosit atau penghancuran sel target dalam seketika. Dengan
demikian respon kekebalan tiruan terhadap berbagai macam penyakit
diterapkan.

7
Sel T atau T-cells merupakan salah satu tipe dari darah putih yang
berperan sebagai antibodi pada tubuh. Sel T bekerjasama dengan makrofag
untuk menyerang virus atau bakteri. Tidak seperti makrofag yang menyerang
benda-benda asing secara umum, sel T menyerang virus secara spesifik.

Pada orang dewasa, sel T dibentuk di sumsung tulang tetapi proliferasi


dan diferensiasinya terjadi di kelenjar timus. Persentase sel T yang matang
dan meninggalkan timus untuk ke sirkulasi hanya 5-10%. Fungsi utama
sistem imun spesifik selular adalah pertahanan terhadap bakteri intraselular,
virus, jamur, parasit dan keganasan.

Gambar letak sel T dalam tubuh

Jenis dan Fungsi Spesifik Sel T

1. Sel T Sitotoksik (sel CD8 + T)

8
Fungsi: Terlibat dalam penghancuran langsung sel-sel yang telah menjadi
kanker atau terinfeksi virus.
Sel T sitotoksik mengandung butiran (kantung yang berisi enzim
pencernaan atau zat kimia lainnya) sehingga mereka memanfaatkan
menyebabkan sel target untuk pecah dalam proses yang disebut apoptosis.
2. Sel T Pembantu atau T Helper ( sel CD4 + T)
Fungsi: mengendapkan produksi antibodi oleh sel B dan juga memproduksi zat
yang mengaktifkan sel T sitotoksik dan sel darah putih yang dikenal sebagai
makrofag.

3. Sel T Regulatory atau sel T Penekan


Fungsi : menekan respon sel B dan sel T lainnya terhadap antigen. Penekanan
ini diperlukan agar respon imun tidak berlanjut begitu tidak lagi dibutuhkan.
Cacat pada sel T regulator dapat menyebabkan perkembangan penyakit
autoimun.

4. Natural Killer T (NKT)


Memiliki nama yang sama dengan jenis limfosit yang berbeda yang disebut
sel pembunuh alami. Sel NKT adalah sel T dan bukan sel pembunuh alami.
Fungsi : membedakan sel yang terinfeksi atau kanker dari sel tubuh normal dan
sel serangan yang tidak mengandung penanda molekuler yang mengidentifikasi
mereka sebagai sel tubuh. Salah satu jenis sel NKT yang dikenal sebagai sel
pembunuh alami T (iNKT) invarian, melindungi tubuh terhadap obesitas
dengan mengatur peradangan pada jaringan adiposa.

5. Sel T memory
Fungsi : membantu sistem kekebalan tubuh mengenali antigen yang
sebelumnya ditemukan dan meresponsnya dengan lebih cepat dan untuk jangka
waktu yang lebih lama.

 Cara Kerja Limfosit T dalam Sistem Imun

9
Sel-sel imunokompeten agar dapat mengenali antigen maka pada
permukaan sel T dan sel B dilengkapi dengan reseptor molekul. Reseptor
antigen pada permukaan limfosit T berbentuk heterodimer dengan molekul
CD3, sedangkan pada permukaan limfosit B terdapat sebagai molekul
imunoglobulin.

Dalam proses pengenalan antigen bakteri atau parasit limfosit B dapat


melaksanakan sendiri tanpa bantuan sel yang lain. Sebaliknya limfosit T tidak
dapat mengenali secara langsung. Proses pengenalan antigen tersebut
memerlukan jenis sel lain yang dinamakan sel pelengkap (Accessory cell) yang
berfungsi untuk memproses secara kimia terlebih dahulu agar antigen dapat
disajikan kepada limfosit T bersama-sama dengan molekul Major
Histocompatibility Complez (MHC).

Limposit T hanya dapat menanggapi antigen apabila disajikan oleh sel


pelengkap. Sel pelengkap pertama yang diketahui sebagai penyaji antigen
(APC) adalah sel makrofag. Sel penyaji akan memproses antigen dahulu
sebelum disajikan sebagai molekul yang dikenali oleh limfosit T. Cara
memproses dan penyajian antigen“eksogen“ pada umumnya dapat
menyebabkan aktivasi limfosit dari sub populasi tertentu sehingga membantu
aktivasi limfosit B dalam memproduksi antibodi. Limfosit T yang berperan
dalam peristiwa ini adalah limfosit T helper (CD 4).
Tidak semua antigen yang dikenal oleh limfosit T berasal dari luar sel
penyaji. Antigen“endogen“ diperoleh oleh sel penyaji sebagai akibat infeksi
virus dalam sel atau dari sel yang telah berubah menjadi ganas. Sel-sel tersebut
mengekspresikan antigen khas virus tumor pada permukaannya. Secara teoritis
semua sel dalam tubuh inang mempunyai kemampuan sebgai sel penyaji
antigen“endogen“ yang khass tersebut, terhadap limfosit T dari sub populasi
yang tergolong sel sitotoksik. Sel sitotoksik dapat menanggapi
antigen“endogen“ dengan cara membunuh sel-sel yang menyajikannya.
2.7 Penyakit Imun

10
Penyakit dan gangguan sistem kekebalan tubuh yang dikategorikan
tergantung dari aktivitas sistem kekebalan tubuh itu sendiri. Sistem kekebalan
tubuh yang terlalu aktif berpotensi banyak untuk membahayakan kesehatan,
dari pada sistem kekebalan tubuh yang kurang aktif. Berikut ini adalah daftar
gangguan sistem kekebalan tubuh, tergantung pada aktivitas sistem kekebalan
tubuh.

1. Sistem kekebalan tubuh kurang Aktif bisa menyebabkan :


 Immune Deficiency Conditions
 SCID (Severe Combined Immunodeficiency)
 AIDS

2. Sistem kekebalan yang terlalu aktif bisa menyebabkan :


 Alergi (yang disebabkan oleh jenis makanan, obat-obatan, sengatan
serangga, atau zat tertentu)
 Anafilaksis
 Asma
 Penyakit autoimun

2.8 Pertahanan eksternal


Sistem pertahanan tubuh nonspesifik eksternal merupakan sistem
pertahanan tubuh terluar atau sistem yang pertama akan menerima serangan
dari antigen atau patogen, yakni organisme yang dapat menyebabkan penyakit
seperti bakteri, jamur atau virus. Sistem pertahanan ini diperankan oleh kulit
dan membran mukosa yang menghasilkan lendir, air liur, air mata dan sekresi
mukosa (mukus).

Kulit merupakan pertahanan tubuh terbesar dan mudah dilihat. Secara


normal, kulit tidak mampu ditembus oleh bakteri kecuali jika ada kerusakan
(misalnya luka), maka bakteri atau virus dapat masuk ke dalam tubuh melalui

11
jalan ini. Jika kulit dapat ditembus oleh patogen, maka pada bagian tersebut
akan terjadi infeksi penyakit sehingga terjadi peradangan. Nah, disaat inilah
kemudian tubuh akan mulai merespon dimana aliran darah yang membawa
banyak sel darah putih meningkat. Akibatnya, suhu pada daerah yang
terinfeksi akan meningkat pula. Disini, sel darah putih akan bekerja membunuh
patogen sehingga muncul benjolan yang sering dinamakan sebagai bisul
(abses). Di dalam bisul atau abses terdapat nanah yang berisi patogen/antigen
yang telah hancur dan bercampur dengan serum darah putih. Selain kulit, juga
ada membran mukosa yang terdapat pada saluran kelamin, pernapasan atau
saluran pencernaan yang dapat menghalangi bakteri masuk ke dalam tubuh.

Apakah bentuk perlawanan kulit dan membran mukosa hanya itu saja?
tidak hanya itu. Kulit dan membran mukosa juga akan melakukan perlawanan
terhadap patogen dalam bentuk senyawa kimiawi. Misalnya, sekresi oleh
kelenjar lemak dan kelenjar keringat pada kulit membuat keasaman (pH)
permukaan kulit pada kisaran 3–5. Kondisi tersebut cukup asam dan mencegah
banyak mikroorganisme berkoloni di kulit kita. Air liur, air mata dan sekresi
mukosa (mukus) yang disekresikan jaringan epitel dan mukosa dapat
melenyapkan banyak bibit penyakit yang potensial. Proses sekresi ini
mengandung lisozim yaitu suatu enzim yang dapat menguraikan dinding sel
bakteri. Selain itu, bakteri flora normal tubuh pada epitel dan mukosa dapat
juga mencegah koloni bakteri patogen (Fictor Ferdinand,Hal.204-205).

Adakah contoh perlawan lainnya? ada. Perlawanan ini antara lain lambung
yang memproduksi asam lambung (HCl) untuk membunuh kuman-kuman
yang masuk bersama makanan yang kita makan, keasaman pada vagina dan
urin yang dapat menghambat pertumbuhan bibit penyakit tertentu, refleks
batuk atau bersin yang berfungsi mencegah debu masuk ke dalam paru-paru
atau gerakan peristaltik pada usus yang mendorong bibit penyakit yang ada di
dalam usus sehingga segera dapat keluar bersama feses atau kotoran.

12
2.9 Asuhan keperawatan pada pasien dengan alergi makanan

A. KONSEP DASAR PENYAKIT

a. Pengertian/Definisi
1. Alergi makanan adalah respon abnormal tubuh terhadap suatu
makanan yang dicetuskan oleh reaksi spesifik pada sistem imun
dengan gejala yang spesifik pula.
2. Alergi makanan adalah kumpulan gejala yang mengenai banyak
organ dan sistem tubuh yang ditimbulkan oleh alergi terhadap bahan
makanan.
3. Dalam beberapa kepustakaan alergi makanan dipakai untuk
menyatakan suatu reaksi terhadap makanan yang dasarnya adalah
reaksi hipersensitifitas tipe I dan hipersensitifitas terhadap makanan
yang dasaranya adalah reaksi hipersensitifitas tipe III dan IV.

b. Etiologi
Faktor yang berperan dalam alergi makanan kami bagi menjadi 2 yaitu :

1. Faktor Internal
 Imaturitas usus secara fungsional (misalnya dalam fungsi-fungsi
asam lambung, enzym-enzym usus, glycocalyx) maupun fungsi-
fungsi imunologis (misalnya : IgA sekretorik) memudahkan
penetrasi alergen makanan. Imaturitas juga mengurangi
kemampuan usus mentoleransi makanan tertentu.
 Genetik berperan dalam alergi makanan. Sensitisasi alergen dini
mulai janin sampai masa bayi dan sensitisasi ini dipengaruhi oleh
kebiasaan dan norma kehidupan setempat.

13
 Mukosa dinding saluran cerna belum matang yang menyebabkan
penyerapan alergen bertambah.

2. Fakor Eksternal
 Faktor pencetus : faktor fisik (dingin, panas, hujan), faktor psikis
(sedih, stress) atau beban latihan (lari, olah raga).
 Contoh makanan yang dapat memberikan reaksi alergi menurut
prevalensinya.

Ikan 15,4 % Apel 4,7 %


Telur 12,7 % Kentang 2,6 %
Susu 12,2 % Coklat 2,1 %
Kacang 5,3 % Babi 1,5 %
Gandum 4,7 % Sapi 3,1 %

 Hampir semua jenis makanan dan zat tambahan pada makanan


dapat menimbulkan reaksi alergi.

c. Patofisiologi
Saat pertama kali masuknya alergen (ex. telur ) ke dalam tubuh
seseorang yang mengkonsumsi makanan tetapi dia belum pernah terkena
alergi. Namun ketika untuk kedua kalinya orang tersebut mengkonsumsi
makanan yang sama barulah tampak gejala – gejala timbulnya alergi
pada kulit orang tersebut.Setelah tanda – tanda itu muncul maka antigen
akan mengenali alergen yang masuk yang akan memicu aktifnya sel T
,dimana sel T tersebut yang akan merangsang sel B untuk mengaktifkan
antibodi ( Ig E ). Proses ini mengakibatkan melekatnya antibodi pada sel
mast yang dikeluarkan oleh basofil. Apabila seseorang mengalami
paparan untuk kedua kalinya oleh alergen yang sama maka akan terjadi 2
hal yaitu,:
1. Ketika mulai terjadinya produksi sitokin oleh sel T. Sitokin
memberikan efek terhadap berbagai sel terutama dalam menarik sel –

14
sel radang misalnya netrofil dan eosinofil, sehingga menimbulkan
reaksi peradangan yang menyebabkan panas.

2. Alergen tersebut akan langsung mengaktifkan antibodi ( Ig E ) yang


merangsang sel mast kemudian melepaskan histamin dalam jumlah
yang banyak , kemudian histamin tersebut beredar di dalam tubuh
melalui pembuluh darah. Saat mereka mencapai kulit, alergen akan
menyebabkan terjadinya
gatal,prutitus,angioderma,urtikaria,kemerahan pada kulit dan
dermatitis. Pada saat mereka mencapai paru paru, alergen dapat
mencetuskan terjadinya asma. Gejala alergi yang paling ditakutkan
dikenal dengan nama anafilaktik syok. Gejala ini ditandai dengan
tekanan darah yang menurun, kesadaran menurun, dan bila tidak
ditangani segera dapat menyebabkan kematian

B. ASUHAN KEPERAWATAN

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA Ny “ R” DENGAN ALERGI MAKANAN
DI POLI ANAK RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA

Tanggal Pengkajian : 18-04-2013


No. register : 803XXX
Diagnose medis : HDM + PET + FOOD ALERGI (VV 378)
Tanggal periksa : 18-04-2013

1. BIODATA
Nama : An “R’
Umur : 11 tahun

15
Agama : Kristen
Pendidikan : SD kelas 6
Pekerjaan : pelajar
Alamat : Jl. Duku setro 5/4 sidoarjo
Nama ibu : Ny “W”
Umur : 49 tahun
Pekerjaan : IRT
Agama : kristen
Pendidikan : S1
Alamat : Jl. Duku setro 5/4 sidoarjo

2. KELUHAN UTAMA
Ibu pasien mengatakan bahwa anaknya pada saat ini tanggal 18-04-2013
waktunya suntik terapi (imonoterapi).

3. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Ibu pasien mengatakan pasien sering biduran, sesak nafas, dan diare setelah
makan-makanan tertentu salah satunya adalah ayam. Sebelum diperiksakan
ke poli anak RSUD Dr.soetomo satu tahun yang lalu pernah diperiksakan di
Rs. Sidoarjo (siti hajar).

4. RIWAYAT PASIEN MASA LALU


Ibu pasien mengatakan pasien dari bayi sudah sering gatal-gatal dan sesak
nafas, tapi tidak pernah sampai dirawat inap di rumah sakit. Ibu pasien juga
mengatakan tidak pernah menderita penyekit menular seperti hepatitis, TBC,
herpes, penyakit menahun seperti hipertensi, asma dan jantung.

5. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA

16
Ibu pasien mengatakan didalam keluarganya tidak ada yang mempunyai
riwayat alergi, juga tidak ada yang menderita penyakit menurun seperti
jantung, asma, hipertensi,. Penyakit menular seperti hepatitis, TBC herpes,
dan HIV/AIDS.

6. POLA AKTIVITAS SEHARI-HARI


a. Pola istirahat
Tidur malam : pukul 20.15 – 05.00 WIB
Tidur siang : pukul 13.30 – 15.30 WIB
b. Pola eliminasi
BAK : ± 4-5 x/hari
BAB : 1 x/hari

c. Pola makan dan minum


Makan : 3 x/hari dengan menu : nasi, sayur dan buah makan
makanan yang tidak menyebabkan alergi.
Minum : 7-8 gelas per hari.

d. Pola kebersihan diri


Pasien mandi 2 x/hari, ganti baju 2 x/hari, keramas 2x/minggu, gosok gigi
2x/hari.

7. DATA PSIKOLOGI
Ibu pasien mengatakan cemas dengan kondisi ankanya apabila alerginya
kambuh lagi.
8. PEMERIKSAAN FISIK
a. Kedaan umum : cukup
Kesadaran : composmentis

17
b. TTV
Tensi : 110/80 mmHg
Nadi : 84 x/mnt
Suhu : 36, 8 0 c
RR : 24 x/mnt
BB : 35 kg
TB : 140 cm
c. Pemeriksaan fisik
1. Inspeksi
Muka : terlihat bintik-bintik merah, tidak ada lesi.
Mata : conjungtiva merah mudah, seklera putih,
simetris.
Hidung : simetris, tidak ada secret, tidak ganguan
pernafasan.
Mulut : simetris, tidak labiokisis dan palatokisis.
Telingga : simetris, tidak ada serumen, tidak ada
gangguan pendengaran.
Thorak : simetris tidak ada retraksi pada dinding dada.
Abdomen : tidak ada pembesaran pada perut.
Ekstermitas atas : tidak gangguan pada ekstermitas atas, jumlah
jari-jari lengkap, tidak odem.
Ekstermitas bawah : tidak ada gangguan pada ekstermitas bawah,
jumlah jari-jari lengkap, tidak odem pada ekstermitas bawah.

2. Palpasi
Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan
limfe, tidak ada nyeri tekan.
Thorax :tidak ada benjolan / odem paru (efusi
pleura), tidak ada nyeri tekan
Abdomen : tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan,
tidak ada pembesaran organ ginjal dan hati

18
Ekstermitas atas : tidak ada benjolan/odem, tidak ada nyeri
tekan
Ekstermitas bawah : tidak ada benkolan/odem, tidak ada nyeri
tekan

3. Auskultasi

Thorak             : tidak ada suara ronchi dan wheezing


Abdomen        : bising usus +

4. Perkusi
Reflek patella : +/+

9. Analisa data

No Data Etiologi Masalah


1. DS : ibu pasien mengatakan Makanan Gangguan rasa
pasien gatal-gatal. nyaman
DO : keadaan Kemerehaan pada
composmentis adanya kelut
kemerahan pada kulit  

alergi

2. DS : ibu pasien Alergi Ganguan pola


menggatakan anaknya nafas
sedikit sesak Paru
DO : anak terlihat sesak,
RR : 24 x/mnt Sesak

3. DS : ibu pasien mengatakan Gatal-gatal Ganggauan pola

19
pasien sedikit susah tidur tidur
karena perasaan yang cemas
DO : pasien terlihat lemas Gelisah
raut muka kusut

Pola tidur

Terapi :
Suntikan 3 minggu botol II
18-04-2013 CII 0,1 cc

N Diagnose Tujuan/kriteri Intervensi Rasional


o a
1. Kerusakan Tujuan : 1. Inspeksi Kulit berisiko
integritas Setelah kulit karena gangguan
kulit dilakukan kemerahan sirkulasi perifer
berhubungan tindakan atau tidak,
dengan keperawatan adanya Untuk mengetahui
inflamasi diharapkan odema atau kondisi umum
dermal, intra klien tidak tidak, area pasien.
dermal akan sirkulasi
sekunder mengalami terganggua Untuk mengurangi
kerusakan atau tidak alergi pada anak
integritas lebih agar tidak semakin
parah 2. Ukur parah
TTV pasien
Criteria hasil : Agar kondisi anak
1.Tidak 3. Anjurkan tidak memburuk
terdapat ibu untuk serta anak tidak
kemerahan mengantarkan mengalami alergi

20
atau bentol- anaknya
bentol dan melakukan Makanan yang
odema imunoterapi bergizi dapat
alergi membentu proses
2.Tidak percepatan
terdapat tanda 4. Anjurkan penyembuhan anak
urtikaria ibu untuk
member
3.Kerusakan makanan
integritas kulit yang tidak
berkurang menyebabkan
alergi
4.Suhu anak
normal 36-37 5. Anjurkan
0C ibu untuk
memeberi
makanan
yang bergizi
kepada
ankanya

Tgl / jam Implementasi Evaluasi


 Mengatur TTV S: ibu pasien mengatakan
S : 36,8 0C pasien sudah agak hilang
N : 95 x/mnt merah-merahnya.
RR : 24 x/mnt
BB : 27 kg O : keadaan umum cukup
kesadaran composmentis.
 Memberikan penjelasan BB : 35 kg
kepada ibu pasien dan A : masalah teratasi sebagian
pasien tentang P : intervensi dilanjutkan.

21
perkembangan yang alami
pada pasien .

 Menganjurkan ibu pasien


atau keluarga pasien agar
tidak mengisolasi pasien

 Menyarankan ibu untuk


rajin mengikuti
pengobatan dan
melakukan control ulang.

BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Imunitas adalah resistensi terhadap penyakit terutama penyakit infeksi.
Gabungan sel, molekul dan jaringan yang berperan dalam resistensi
terhadap infeksi disebut sistem imun. Reaksi yang dikoordinasi sel-sel,
molekul-molekul terhadap mikroba dan bahan lainnya disebut respons

22
imun. Sistem imun diperlukan tubuh untuk mempertahankan
kebutuhannya terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan berbagai bahan
dalam lingkungan hidup, menjaga keseimbangan dari komponen tubuh,
memantau ke seluruh bagian tubuh.
Mekanisme efektor dalam respon imun spesifik dapat dibedakan menjadi :
1. Respon imun seluler
2. Respon imun humoral
Limfosit B atau sel B berperan dalam sistem imun spesifik humoral
yang akan menghasilkan antibodi. Antibodi dapat ditemukan di serum
darah, berasal dari sel B yang mengalami proliferasi dan berdiferensiasi
menjadi sel plasma. Fungsi utama antibodi sebagai pertahanan terhadap
infeksi ekstraselular, virus dan bakteri serta menetralisasi toksinnya.
Sel T adalah sel di dalam salah satu grup sel darah putih yang
diketahui sebagai limfosit dan memainkan peran utama pada kekebalan
selular. Sel T mampu membedakan jenis patogen dengan kemampuan
berevolusi sepanjang waktu demi peningkatan kekebalan setiap kali tubuh
terpapar patogen.
Penyakit imunitas :
1. Sistem kekebalan tubuh kurang Aktif bisa menyebabkan :
 Immune Deficiency Conditions
 SCID (Severe Combined Immunodeficiency)
 AIDS

2. Sistem kekebalan yang terlalu aktif bisa menyebabkan :


 Alergi (yang disebabkan oleh jenis makanan, obat-obatan, sengatan
serangga, atau zat tertentu)
 Anafilaksis
 Asma
 Penyakit autoimun

23
Sistem pertahanan tubuh nonspesifik eksternal merupakan sistem
pertahanan tubuh terluar atau sistem yang pertama akan menerima
serangan dari antigen atau patogen, yakni organisme yang dapat
menyebabkan penyakit seperti bakteri, jamur atau virus. Sistem
pertahanan ini diperankan oleh kulit dan membran mukosa yang
menghasilkan lendir, air liur, air mata dan sekresi mukosa (mukus).
Diagnose dari asuhan keperawatan diatas didapatkan : Kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan inflamasi dermal, intra dermal
sekunder

3.1 SARAN
Asuhan keperawatan pada tugas ini masih perlu penyempurnaan
supaya bisa digunakan sebagai acuan untuk melakukan tindakan asuhan
keperawatan. Oleh karena itu kami berharap atas sumbangan kritk dan
saran untuk perbaikan kedepannya.

DAFTAR PUSTAKA

Kresno, Siti Boedina. 2001. Imunologi: diagnosis dan prosedur laboratorium edisi
keempat. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran.

Baratawidjaja, Karnen Garna dan Renggani Iris. 2010. Imunologi Dasar Edisi ke
Sembilan. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran.

24
Corwin, Elizabeth J. 2010. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : Buku Kedokteran.
Munasir, Zakiudin. 2001. Respons Imun terhadap Bakteri. Sari Pediatri, Vol. 2,
No. 4, Maret 2001. Diambil dari : http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/2-4-4.pdf (22
April 2017).

25

Anda mungkin juga menyukai