Anda di halaman 1dari 21

IMUNOLOGI

MEKANISME PERTAHANAN SELULER

DOSEN PEMBIMBING :

Dr. apt. Dian Arsanti Palupi, M.Farm.

DISUSUN OLEH :

1. Ela Susmiana (201905025) 6. Ika Nihayatul W (201905038)


2. Eni Yulianti (201905028) 7. Iqbal Khabib A (201905041)
3. Evitri Yuliana R (201905031) 8. Khoirin Nida (201905043)
4. Finka Putri A (201905034) 9. Laila Engely (201905045)
5. Handy Laksamana P (201905036) 10. Luh Gede Bulan S.D (201905047)

STIKES CENDEKIA UTAMA KUDUS


PRODI S1 FARMASI
2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas yang berjudul Mekanisme Pertahanan Seluler
ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Ibu Dr. apt.
Dian Arsanti Palupi, M.Farm. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan tentang Mekanisme Pertahanan Seluler bagi para pembaca dan juga bagi
penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. apt. Dian Arsanti Palupi, M.Farm.
selaku dosen mata kuliah Imunologi yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.

Kudus, 19 Oktober 2020

Kelompok 3

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...........................................................................................i
KATA PENGANTAR..........................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1
A. Latar Belakang...................................................................................1
B. Rumusan Masalah..............................................................................2
C. Tujuan ...............................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................3
A. Imunitas Seluler.................................................................................3
B. Implementasi Imunologi dalam Kehidupan.......................................13
BAB III PENUTUP.............................................................................................17
A. Kesimpulan........................................................................................17
B. Saran..................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejak lahir setiap individu sudah dilengkapi dengan sistem pertahanan,


sehingga tubuh dapat mempertahankan keutuhannya dari berbagai gangguan yang
datang dari luar maupun dari dalam tubuh. Sistem imun dirancang untuk
melindungi inang (host ) dari patogen-patogen penginvasi dan untuk
menghilangkan penyakit.

Imunologi adalah cabang ilmu biomedis yang berkaitan dengan respons


organisme terhadap penolakan antigenik, pengenalan diri sendiri dan bukan
dirinya, serta semua efek biologis, serologis dan kimia fisika fenomena imun.
Lingkungan di sekitar manusia mengandung berbagai jenis unsur patogen,
misalnya bakteri, virus, fungus, protozoa dan parasit yang dapat menyebabkan
infeksi pada manusia. Infeksi yang terjadi pada manusia normal umumnya singkat
dan jarang meninggalkan kerusakan permanen. Hal ini disebabkan tubuh manusia
memiliki suatu sistem yaitu sistem imun yang melindungi tubuh terhadap unsur-
unsur patogen.

Respon imun seseorang terhadap terhadap unsur-unsur patogen sangat


bergantung pada kemampuan sistem imun untuk mengenal molekul-molekul asing
atau antigen yang terdapat pada permukaan unsur patogen dan kemampuan untuk
melakukan reaksi yang tepat untuk menyingkirkan antigen.

Imunitas selular adalah respon imun yang dilakukan oleh molekul-molekul


protein yang tersimpan dalam limfa dan plasma darah. Imunitas ini dimediasi oleh
sel limfosit T. Mekanisme ini ditujukan untuk benda asing yang dapat menginfeksi
sel (beberapa bakteri dan virus) sehingga tidak dapat dilekati oleh antibody.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian imunitas seluler?
2. Bagaimana mekanisme pertahanan seluler?

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian imunitas seluler.
2. Mengetahui mekanisme pertahanan seluler.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Imunitas Seluler

Imunitas seluler merupakan bagian dari respon imun didapat yang


berfungsi untuk mengatasi infeksi mikroba intraseluler. Imunitas seluler
diperantarai oleh limfosit T. Terdapat 2 jenis mekanisme infeksi yang menyebabkan
mikroba dapat masuk dan berlindung di dalam sel. Pertama, mikroba diingesti oleh
fagosit pada awal respons imun alamiah, namun sebagian dari mikroba tersebut
dapat menghindari aktivitas fagosit.Kedua,virus dapat berikatan dengan reseptor
pada berbagai macam sel, kemudian bereplikasi di dalam sitoplasma sel.

Masuknya antigen ke dalam tubuh akan mengakibatkan suatu seri kejadian


yang sangat kompleks yang dinamakan respons imun. Secara garis besar, respons
imun terdiri atas respons imun selular dan humoral.Masuknya antigen ke dalam
tubuh akan mengakibatkan suatu seri kejadian yang sangat kompleks yang
dinamakan respons imun. Secara garis besar, respons imun terdiri atas respons imun
selular dan humoral.Masuknya antigen ke dalam tubuh akan mengakibatkan suatu
seri kejadian yang sangat kompleks yang dinamakan respons imun. Secara garis
besar, respons imun terdiri atas respons imun selular dan humoral.Masuknya
antigen ke dalam tubuh akan mengakibatkan suatu seri kejadian yang sangat
kompleks yang dinamakan respons imun. Secara garis besar, respons imun terdiri
atas respons imun selular dan humoral.

Masuknya antigen ke dalam tubuh akan mengakibatkan suatu seri kejadian


yang sangat kompleks yang dinamakan respons imun. Secara garis besar, respons
imun terdiri atas respons imun selular dan humoral.Imunitas seluler bergantung
pada peran langsung sel-sel (sel limfosit) dalam menghancurkan patogen. Setelah
kontak pertama dengan sebuah antigen melalui makrofag, sekelompok limfosit T
tertentu dalam jaringan limfatik akan membesar diameternya.

3
Tugas utama imunitas seluler adalah untuk menghancurkan sel tubuh yang
telahterinfeksi patogen, misalnya oleh bakteri atau virus. Sebenarnya hanya sel T
sitotoksik saja yang dapat menghancurkan sel yang terinfeksi.

Sistem imun terbagi menjadi dua cabang: imunitas humoral, yang


merupakan fungsi protektif imunisasi dapat ditemukan pada humor dan imunitas
selular, yang fungsi protektifnya berkaitan dengan sel. Imunitas selular
didefinisikan sebagai suatu respons imun terhadap antigen yang diperankan oleh
limfosit T dengan atau tanpa bantuan komponen sistem imun lainnya.

a) Sel Limfosit T

Pada mulanya kita hanya mengenal satu macam limfosit. Tetapi dengan
perkembangan di bidang teknologi kedokteran, terutama sejak ditemukannya
antibodi monoklonal, maka kita mengetahui bahwa ada 2 macam limfosit, yaitu
limfosit T dan limfosit B.

Perkembangan sel limfosit T intratimik membutuhkan asupan sel asal


limfoid terus-menerus yang pada fetus berasal dari yolk sac, hati, serta sumsum
tulang; dan sesudah lahir dari sumsum tulang. Sel yang berasal dari hati fetus
dan sumsum tulang yang bersifat multipotensial itu dalam lingkungan mikro
timus akan berkembang menjadi sel limfosit T yang matur, toleran diri ( self
tolerant) dan terbatas MHC diri (major histocompatibllity complex
restricted) . Di dalam timus, dalam proses menjadi limfosit matur terlihat
adanya penataan kembali gen yang produk molekulnya merupakan reseptor
antigen pada permukaan limfosit T (TCR) dan juga ekspresi molekul-molekul
pada permukaan limfosit T yang dinamakan petanda permukaan ( surface
marker) limfosit T. Dinamakan petanda permukaan limfosit T karena molekul
tersebut dapat membedakan limfosit T dengan limfosit lainnya. Di dalam
timus, sebagian besar sel limfosit T imatur akan mati dengan proses yang
dinamakan apoptosis. Apoptosis adalah kematian sel yang diprogram
(fisiologis) demi kebaikan populasi sel lainnya. Sedangkan nekrosis atau
disebut juga kematian sel accidental adalah kematian sel karena kerusakan

4
berat (patologis), misalnya akibat infeksi mikroorganisme, trauma fisis, zat
kimia, hipertermia, iskemia, dan lain-lain.

TCR merupakan kompleks glikoprotein yang terdiri atas rantai α, β atau


γ, δ. Sebagian besar TCR matur merupakan dimer α, β sedangkan dimer γ, δ
merupakan TCR limfosit T awal (early). Hanya 0,5-10% sel T matur perifer
mempunyai TCR, yaitu limfosit T yang tidak memperlihatkan petanda
permukaan CD4 dan CD8 yang dinamakan sel limfosit T negatif ganda (double
negative = DN) . Sel DN matur ini dapat mengenal aloantigen kelas I, mungkin
juga aloantigen kelas II, dengan mekanisme yang belum jelas. Masih belum
jelas pula apakah sel DN matur juga dapat mengenal antigen asing. Gen yang
mengkode TCR terletak pada kromosom 14 (α,γ) dan kromosom 7 (β,δ). Gen
ini merupakan anggota dari superfamili gen imunoglobulin, karena itu molekul
TCR mempunyai struktur dasar yang sama dengan struktur dasar
imunoglobulin. Segmen gen ini ada yang akan membentuk daerah variabel M
dari TCR, daerah diversitas (D), daerah joining (J), dan daerah konstan (C).
Karena segmen gen ini terletak terpisah, maka perlu diadakan penataan
kembali gen VDJC atau VJC agar dapat ditranskripsi dan menghasilkan produk
berupa TCR. Penataan kembali segmen DNA ini akan memungkinkan
keragaman (diversity) spesifisitas TCR yang luas. Setiap limfosit T hanya
mengekspresikan satu produk kombinasi VDJC atau VJC, yang membedakan
klon yang satu dari klon lainnya.

Limfosit T yang mempunyai TCR antigen diri ( self antigen) akan


mengalami apoptosis karena ia telah terpajan secara dini pada antigen diri dan
mati insitu dengan mekanisme yang belum jelas. Karena itu, limfosit matur
yang keluar dari timus adalah limfosit yang hanya bereaksi dengan antigen non
self dan dinamakan toleran diri. Di dalam timus, limfosit T juga mengalami
pengenalan antigen diri hanya bila berasosiasi dengan molekul MHC diri,
melalui proses yang juga belum diketahui dengan jelas yang dinamakan
terbatas MHC diri. Molekul TCR III diekspresikan pada membran sel T
bersama molekul CD3, yaitu salah satu molekul petanda permukaan sel T.

5
b) Aktivasi Sel T

Sel limfosit T biasanya tidak bereaksi dengan antigen utuh. Sel T baru
bereaksi terhadap antigen yang sudah diproses menjadi peptida kecil yang
kemudian berikatan dengan molekul MHC di dalam fagosom sitoplasma dan
kemudian diekspresikan ke permukaan sel. Sel limfosit T hanya dapat
mengenal antigen dalam konteks molekul MHC diri. Molekul CD4 dan CD8
merupakan molekul yang menentukan terjadinya interaksi antara CD3/TCR
dengan kompleks MHC/antigen. Sel T CD4 akan mengenal antigen dalam
konteks molekul MHC kelas II, sedang sel T CD8 akan mengenal antigen
dalam konteks molekul MHC kelas I.

Untuk dapat mengaktifkan sel T dengan efektif, perlu adanya adhesi


antara sel T dengan sel APC atau sel sasaran (target). Adhesi ini, selain melalui
kompleks CD4/CD8-TCR-CD3 dengan MHC kelas II/kelas I-ag, dapat juga
ditingkatkan melalui ikatan reseptor-ligan lainnya. Reseptor-ligan tersebut
antara lain, CD28-B7, LFA-I-ICAM1/2 (molekul asosiasi fungsi limfosit 1 =
lymphocyte function associated 1, molekul adhesi interselular l = inter cellular
adhesion molecule 1), CD2-LFA3, CD5-CD72.

Terjadinya ikatan antara antigen dan TCR dinamakan tahapan primer.


Aktivasi sel T juga memerlukan adanya stimulasi sitokin, seperti interleukin 1
(IL-1) yang dikeluarkan oleh sel APC yang dinamakan ko-stimulator. Sinyal
adanya ikatan TCR dengan antigen akan ditransduksi melalui bagian TCR dan
CD3 yang ada di dalam sitoplasma (lihat Gambar 10- 3). Sinyal ini akan
mengaktifkan enzim dan mengakibatkan naiknya Ca++ bebas
intraselular,naiknya konsentrasi c-GMP dan terbentuknya protein yang
dibutuhkan untuk transformasi menjadi blast. Terjadilah perubahan morfologis
dan biokimia.

Tahapan ini dinamakan tahapan sekunder. Kemudian terjadilah


diferensiasi menjadi sel efektor/sel regulator dan sel memori. Sebagai akibat
transduksi sinyal, juga terjadi ekspresi gen limfokin dan terbentuklah berbagai

6
macam limfokin. Melalui pembentukan limfokin, sel regulator akan meregulasi
dan mengaktifkan sel yang berperan dalam eliminasi antigen, sedangkan sel
efektor akan melisis antigen/sel sasaran atau menimbulkan peradangan pada
tempat antigen berada, agar antigen tereliminasi. Tahapan ini dinamakan
tahapan tersier. Tahapan ini dapat dipakai untuk menilai.

c) Fase-Fase Respon T

Respons limfosit T terhadap antigen mikroba terdiri dari beberapa fase


yang menyebabkan peningkatan jumlah sel T spesifik dan perubahan sel T naif
menjadi sel efektor. Limfosit T naif terus bersirkulasi melalui organ limfoid
perifer untuk mencari protein antigen asing. Sel T naif mempunyai reseptor
antigen dan molekul lain yang dibutuhkan dalam pengenalan antigen. Di dalam
organ limfoid, antigen diproses dan ditunjukkan dengan molekul MHC pada
antigen-presenting cell (APC), kemudian sel T bertemu dengan antigen
tersebut untuk pertama kalinya. Pada saat itu, sel T juga menerima sinyal
tambahan dari mikroba itu sendiri atau dari respons imun alamiah terhadap
mikroba.

Sebagai respons terhadap stimulus tersebut, sel T akan mensekresi


sitokin. Beberapa sitokin bekerja sama dengan antigen dan sinyal kedua dari
mikroba untuk menstimulasi proliferasi sel T yang spesifik untuk antigen. Hasil
dari proliferasi ini adalah penambahan jumlah limfosit spesifik antigen dengan
cepat yang disebut clonal expansion. Fraksi dari limfosit ini menjalani proses
diferensiasi dimana sel T naif (berfungsi untuk mengenal antigen mikroba)
berubah menjadi sel T efektor (berfungsi untuk memusnahkan mikroba).
Sebagian sel T efektor tetap di dalam kelenjar getah bening dan berfungsi
untuk memusnahkan sel terinfeksi atau memberikan sinyal kepada sel B untuk
menghasilkan antibodi. Sebagian sel T berkembang menjadi sel T memori yang
dapat bertahan lama. Sel ini tidak aktif dan bersirkulasi selama beberapa bulan
atau tahun, serta dapat merespons dengan cepat apabila terjadi paparan
berulang dengan mikroba. Setelah sel T efektor berhasil mengatasi infeksi,
stimulus yang memicu ekspansi dan diferensiasi sel T juga berhenti. Klon sel T

7
yang sudah terbentuk akan mati dan kembali ke keadaan basal. Hal ini terjadi
pada sel T CD4+ dan CD8+, namun terdapat perbedaan pada fungsi efektornya.

d) Mekanisme Imunitas Seluler

Berdasarkan gambar di atas, sistem imunitas seluler dimulai dari


limfosit T. Limfosit T memiliki fungsi regulator dan efektor. Fungsi regulator
terutama dilakukan oleh sel T helper / Th (CD4). Sel-sel CD4 mengeluarkan
molekul yang dikenal dengan nama sitokin untuk melaksanakan fungsi
regulatornya. Fungsi efektor dilakukan oleh sel T sitotoksik / Tc (sel CD8). Sel-
sel CD8 ini mampu mematikan sel yang terinfeksi oleh virus dengan
menyuntikkan zat kimia yang disebut perforin ke dalam sasaran ”asing”.

Sel T helper masih bisa berdiferensiasi menjadi sel T memori dan sel T
suppresor. Sel T merupakan sel limfosit yang pertama kali berinteraksi dengan
zat asing. Hal ini terjadi karena sel T memiliki protein permukaan yang disebut
CD4 dan CD8. CD4 atau CD8 akan mendeteksi keberadaan antigen. Sebab dia
akan mengenali sel yang memiliki reseptor MHC (major histocompatibility
complex) kelas 1 atau MHC kelas 2. MHC 1 adalah reseptor dari Limfosit
sitolitik sedangkan MHC 2 merupakan reseptor dari Limfosit helper. Apabila
dia berinteraksi dengan sel yang tidak memiliki MHC maka dia akan
menganggap sel tersebut sebagai zat asing. Sehingga sel T akan berdifensiasi
dan menyerang zat asing tersebut. Fungsi sel T helper adalah membantu

8
limfosit T, limfosit B, sel-sel non spesifik (sel NK). Sel NK ini diduga terlibat
dalam penghancuran non-spesifik sel-sel sasaran.

Th berperan menolong sel B dalam differensiasi dan memproduksi


antibodi. Sel Th1 memproduksi mediator interleukin-2 (IL-2) dan interferon
gamma (IFN-ý) yang memegang peranan penting proteksi dengan
meningkatkan kemampuan makrophag untuk fagositosis dan mencerna
kumanyang telah difagotisir.

Makrofag mengaktifkan sejumlah kecil limfosit T helper yang memiliki


reseptor untuk antigen yang dipertanyakan dengan menyajikan antigen pada sel
T bersama dengan molekul “self- recognition”. Sel T helper yang
diaktifkan mengeluarkan limfokin, beberapa diantaranya mengaktifkan
makrofag dan juga mengumpulkan limfosit-limfosit lain dan monosit-makrofag
untuk berperan serta dalam reaksi. Makrofag yang diaktifkan mengahasilkan
monokin, beberapa diantaranya diperlukan untuk aktifasi sel T dan
mencetuskan inflamasi.

e) Fungsi Respon Imun

Sel CD8 mematikan secara langsung sel sasaran, Sel T menyebabkan


reaksi hipersensitifitas tipe lambat Sel T memiliki kemampuan menghasilkan
sel pengingat, Sel T sebagai pengendali CD4 dan CD8 memfasilitasi dan
menekan respon imun seluler dan humoral.

Fungsi utama sistem imun spesifik seluler ialah untuk pertahanan


terhadap bakteri yang hidup intraseluler, virus, jamur, parasit dan keganasan.
Jalur komplemen merupakan jalur yang berperan dalam respon imunologik
terhadap bakteri anaerob.

Ada beberapa macam jenis sel dan mekanisme seluler yang terlihat
dalam ekspresi atau pengaturan reaksi seluler. Jenis-jenis sel ini meliputi :

1) Limfosit T,
2) Makrofag,

9
3) Sel NK / Natural Killer (NK)

Limfosit T kemudian akan menginduksi 2 hal:

a. Fagositosis benda asing tersebut oleh sel yang terinfeksi,


b. Lisis sel yang terinfeksi sehingga benda asing tersebut terbebas ke luar sel
dan dapat di dilekati oleh antibodi. Peran sel T dapat dibagi menjadi dua
fungsi utama : fungsi regulator dan fungsi efektor. Fungsi regulator
terutama dilakukan oleh salah satu subset sel T, sel T penolong (CD4). Sel-
sel CD4 mengeluarkan molekul yang dikenal dengan nama sitokin (protein
berberat molekul rendah yang disekresikan oleh sel-sel sistem imun) untuk
melaksanakan fungsi regulatornya. Fungsi efektor dilakukan oleh sel T
sitotoksik (sel CD8). Sel-sel CD8 ini mampu mematikan sel yang
terinfeksi oleh virus, sel tumor dan jaringan transplantasi dengan
menyuntikkan zat kimia yang disebut perforin ke dalam sasaran ”asing”.
Limfosit T menyerang antigen yang berada di dalam sel. Fungsi utama
sistem imun spesifik seluler ialah untuk pertahanan terhadap bakteri,
virus , jamur dan keganasan di intra seluler.
Berdasarkan fungsinya secara umum ada tiga golongan utama dari sel T, yaitu :
a. Sel sitotoksik (Tc) , yang merupakan sel efektor dari killing sel (sel K),
b. Sel T helper (Th) / CD4 , yang merupakan sel regulasi. Berdasarkan
kemampuan sitokin yang diproduksi terbagi menjadi Th1 dan Th2. Th1
mempunyai kontribusi di dalam imunitas humoral,
c. Sel T suppressor (Ts) / CD8 , yang merupakan sel regulasi

1. Sel T Helper,

Sel T helper adalah golongan sel darah putih yang bertindak


sebagai adaptive immunity. Dimana fungsi dari sel T helper sendiri antara
lain adalah :

10
1) Membantu sel B untuk membentuk antibody, mengaktifkan sistem
pertahanan adaptive humoral atau adaptive cytolitic,
2) Membantu perkembangan sel T sitotoksik,
3) Fasilitator sel-sel pertahanan lain dalam untuk melawan antigen.

Sel T helper masih bisa berdiferensiasi menjadi sel T memori dan


sel T penekan / supresor. Sel T merupakan sel limfosit yang pertama kali
berinteraksi dengan zat asing. Hal ini terjadi karena sel T memiliki protein
permukaan yang disebut CD4 dan CD8. CD4 atau CD8 akan mendeteksi
keberadaan antigen. Sebab dia akan mengenali sel yang memiliki reseptor
MHC (major histocompatibility complex) kelas 1 atau MHC kelas 2.
Apabila dia berinteraksi dengan sel yang tidak memiliki MHC maka dia
akan menganggap sel tersebut sebagai zat asing. Sehingga sel T akan
berdifensiasi dan menyerang zat asing tersebut.

Th berperan menolong sel B dalam differensiasi dan memproduksi


antibodi. Sel Th1 memproduksi mediator interleukin-2 (IL-2) dan
interferon gamma (IFN-ý) yang memegang peranan penting proteksi
dengan meningkatkan kemampuan makrophag untuk fagositosis dan
mencerna kuman yang telah difagotisir.

Fungsi sel CD4 sebagai pengendali, mengaitkan sistem monosit-


makrofag ke sistem limfoid. Berinteraksi dengan sel penyaji antigen untuk
mengendalikan Ig Menghasilkan sitokin yang memungkin tumbuhnya sel
CD4 dan CD8 Berkembang menjadi sel pengingat.

2. CTL (Cytotoxic T Limfosit)


Cytotoxic T Lymphocyte/CTL/ T cytotoxic/T cytolitic/Tc) atau sel
T pembunuh (killer). CTL merupakan sub-grup dari sel T yang berfungsi :

1) Membunuh sel yang terinfeksi dengan virus (dan patogen lainnya)


dengan menghancurkan sel yang mengandung virus tersebut.
2) Membunuh berbagai bibit penyakit dan sel kanker.
3) Merusak dan mematikan pathogen intraseluler.

11
4) Menghancurkan sel ganas dan sel histoimkompatibel yang
menimbulkan penolakan pada transplantasi.

Sel T sitotoksik disebut juga sel T CD8 karena terdapat


glikoprotein CD8 pada permukaan sel yang mengikat antigen MHC
kelas 1. Sel limfosit T sitotoksik mengandung granula azurofilik yang
berlimpah dan mampu menghancurkan berbagai sel yang terinfeksi, sel
tumor, tanpa sensitisati (rangsangan) sebelumnya. Sel limfosit T sitotoksik
ini diklasifikasikan sebagai sistem kekebalan tubuh bawaan yang
merupakan pertahanan tubuh terhadap berbagai macam serangan. Secara
langsung menyerang sel lainnya yang membawa antigen asing atau
abnormal di permukaan mereka.

Sel limfosit T sitotoksik meningkatkan sistem pertahanan dengan


cara mengikutsertakan sistem pertahanan yang lain. Sel dari sistem imun
melepaskan messenger kimiawi (seperti sitokin) yang mengambil dan
mengaktifkan sel lain seperti polimorf, makrofag dan sel mast atau sistem
kimiawi (seperti komplemen, amine, kinin, dan sistem lisosomal) untuk
menghancurkan material asing.

3. Peran sel T suppressor (Ts) (CD8)


Seperti sel Th, Ts adalah sel regulasi karena aksinya sebagai
inhibisi dimana sel tersebut melepaskan limpokin yang dapat menekan
aktivitas dari sel T dan sel B. Sel Ts akan menghentikan respon imun
setelah sukses menginaktifkan dan menghancurkna antigen. Hal ini
membantu mencegah tidak terkontrolnya dan tidak dibutuhkannnya lagi
kerja dari sistem imun.
4. Makrofag
Pencetusan reaksi imun seluler memerlukan pemroses antigen
seperti makrofag. Mula-mula, makrofag mengaktifkan sejumlah kecil
limfosit T helper yang memiliki reseptor untuk antigen yang dipertanyakan
dengan menyajikan antigen pada sel T bersama dengan molekul “self-
recognition”. Sel T helper yang diaktifkan mengeluarkan limfokin,
beberapa diantaranya mengaktifkan makrofag dan juga mengumpulkan

12
limfosit-limfosit lain dan monosit-makrofag untuk berperan serta dalam
reaksi.

Makrofag yang diaktifkan mengahasilkan monokin, beberapa


diantaranya diperlukan untuk aktifasi sel T dan mencetuskan inflamasi.
Makrofag melepaskan interleukin-1, yaitu monokin yang diduga identik
dengan pirogen leukosit (penyebab reaksi-reaksi demam) dan diperlukan
untuk aktifasi limfosit T helper.

5. Sel NK (Natural Killer)


Sel ini tidak mengandung penanda sel T atau sel B dan tidak
memerlukan sensitisasi lebih dahulu untuk generasinya. Sel-sel ini diduga
terlibat dalam penghancuran non-spesifik sel-sel sasaran yang diubah
virus, sel alograf, dan penolakan tumor. Peranannya pada manusia belum
ditemuan namun mempunyai arti besar dalam pengawasan imun penyakit
keganasan pada manusia.

f) Fungsi Imunitas Seluler

Imunitas selular berfungsi untuk mengorganisasi respons inflamasi


nonspesifik dengan mengaktivasi fungsi makrofag sebagai fagosit dan
bakterisid, serta sel fagosit lainnya. Selain itu juga mengadakan proses sitolitik
atau sitotoksik spesifik terhadap sasaran yang mengandung antigen.

Imunitas selular berfungsi pula untuk meningkatkan fungsi sel B untuk


memproduksi antibodi, juga meningkatkan fungsi subpopulasi limfosit T baik
sel Th/ penginduksi maupun sel Tc/ sel supresor. Fungsi lainnya adalah untuk
meregulasi respon imun dengan mengadakan regulasi negatif dan regulasi
positif terhadap respon imun.

B. Implementasi Imunologi dalam Kehidupan

Imunisasi dan vaksin merupakan bentuk implementasi dari bidang


imunologi yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari. Pemerintah melalui

13
Program Pengembangan Imunisasi (PPI), mewajibkan lima jenis imunisasi dasar
pada anak dibawah usia satu tahun, antara lain :

a. Imunisasi BCG ( Bacillus Calmette Guerin )

BCG adalah vaksin bentuk beku kering yang mengandung


mycobacterium bovis hidup yang sudah dilemahkan dari strain Paris

b. Imunisasi DPT – Hepatitis B

Vaksin mengandung DPT berupa toxoid difteri dan toxoid tetanus yang
dimurnikan dan pertusis yang inaktifasi serta vaksin hepatitis B yang
merupakan sub unit vaksin virus yang mengandung HbsAg murni dan bersifat
non-infectious. Vaksin hepatitis B ini merupakan vaksin DNA rekombinan
yang berasal dari HbsAg yang diproduksi melalui teknologi DNA rekombinan
pada sel ragi.

c. Imunisasi polio

Vaksin Oral Polio hidup adalah Vaksin Polio trivalent yang terdiri dari
suspense virus poliomyelitis tipe 1,2 dan 3 (strain sabin) yang sudah
dilemahkan, dibuat dalam biakan jaringan ginjal kera dan distabilkan dengan
sukrosa

d. Imunisasi Hepatitis B

Hepatitis B rekombinan adalah vaksin virus rekombinan yang telah


diinaktivasikan dan bersifat non-infeksiosus, berasal dari HBsAg yang
dihasilkan dalam sel ragi (Hansenula polymorpha) menggunakan teknologi
DNA rekombinan.

e. Imunisasi Campak

Vaksin Campak merupakan vaksin virus hidup yang dilemahkan. Vaksin


ini berbentuk vaksin beku kering yang harus dilarutkan dengan aquabidest steril.
Selain kelima vaksin di atas masih ada beberapa vaksin yang lain, antara lain:

1) Vaksin rubella

14
Vaksin rubella yaitu vaksin yang ditekankan pada anak perempuan,
karena jika nantinya anak itu dewasa menikah lalu hamil dan terdapat virus
rubela di dalam tubuhnya maka bisa berakibat fatal pada janin yang
dikandungnya.

2) Vaksin virus influenza

Vaksin berisi dua subtipe A yaitu H3N2 dan H1N1, serta virus tipe
B. Yang di gunakan untuk mencegah virus influenza yang datang setiap
tahun.

3) Vaksin Campak

Vaksin campak merupakan vaksin virus hidup yang dilemahkan.

4) Vaksin poliomyelitis

Vaksin dari virus polio (tipe 1,2 dan 3) yang dilemahkan, dibuat dlm
biakan sel-vero: asam amino, antibiotik, calf serum dalam magnesium
klorida dan fenol merah.

5) Vaksin hepatitis A

Yaitu vaksin yang di berikan untuk melindungi batita dan anak-anak


dari penyakit hepatitis A.

6) Vaksin hepatitis B

Vaksin Hepatitis B adalah vaksin virus recombinan yang telah


diinaktivasikan dan bersifat non infeksius , berasal dari HBsAg yang
dihasilkan dalam sel ragi (Hansenula polymorpha) menggunakan
teknologi DNA recombinan.

7) Vaksin Varicella

Vaksin varicella yaitu vaksin yang di gunakan untuk mencegah cacar air.

15
8) Vaksin retrovirus

Vaksin retrovirus adalah vaksin yang digunakan untuk menurunkan


agen penyakit yang dapat menyebabkan sindroma penurunan kekebalan
tubuh (Simian Acquired lmmunodeficiency Syndrome) pada primata genus
Macaca yang berasal dari Asia.

9) Vaksin rabies

Suatu vaksin yang dibuat dalam lini sel diploid yang berasal dari sel-
sel paru janin kera rhesus diijinkan di AS tahun 1988. Virus vaksin ini
diinaktivasi oleh β- propiolakton dan dipekatkan oleh adsorbsi dengan
aluminium fosfat. Vaksin yang mencegah penyakit rabies, selain itu vaksin
ini bisa mencegah simian immunodeficiency virus (SIV), penyakit
kekebalan tubuh yang mirip dengan HIV.

16
BAB III

KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Imunitas seluler merupakan bagian dari respon imun didapat yang


berfungsi untuk mengatasi infeksi mikroba intraseluler. Imunitas seluler
diperantarai oleh limfosit T. Terdapat 2 jenis mekanisme infeksi yang
menyebabkan mikroba dapat masuk dan berlindung di dalam sel. Pertama,
mikroba diingesti oleh fagosit pada awal respons imun alamiah, namun sebagian
dari mikroba tersebut dapat menghindari aktivitas fagosit. Sebagian mikroba
tersebut dapat memasuki sitoplasma sel dan bermutltiplikasi menggunakan
nutrien dari sel tersebut. Mikroba tersebut terhindar dari mekanisme
mikrobisidal. Kedua, virus dapat berikatan dengan reseptor pada berbagai
macam sel, kemudian bereplikasi di dalam sitoplasma sel. Sel tersebut tidak
mempunyai mekanisme intrinsik untuk menghancurkan virus. Beberapa virus
menyebabkan infeksi laten, DNA virus diintegrasikan ke dalam genom pejamu,
kemudian protein virus diproduksi di sel tersebut.

Imunitas seluler berfungsi untuk mengorganisasi respons inflamasi


nonspesifik dengan mengaktivasi fungsi makrofag sebagai fagosit dan
bakterisid, serta sel fagosit lainnya.

B. Saran

Demikianlah hasil pembahasan dalam makalah mengenai Imunitas Seluler, diharapkan


pembaca dapat memaklumi apabila masih terdapat kekurangan dalam pembuatan
makalah ini. Kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan, guna perbaikan
dimasa mendatang. Akhir kata kami ucapkan terimakasih

17
.DAFTAR PUSTAKA

Baratawidjaja, K.G dan Rengganis, I. 2009. Imunologi Dasar. Jakarta : FK Universitas


Indonesia

Kresno, S.B. 2005. Imunologi Diagnosis dan Prosedur Laboratorium. Jakarta : FK


Universitas Indonesia

Rajab, M.R. 2012. Sistem Imun Spesifik Seluler. (http://mrifkira.blogspot.com/2014/02/


sistem-imun-spesifik-seluler.html) Diakses Selasa, 16 September 2014 jam 20.46

xviii

Anda mungkin juga menyukai