KELOMPOK 3 KELAS B
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul imunologi dan sistem imunitas tubuh ini tepat pada waktunya. Adapun
tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dosen pada
mata kuliah ilmu kedokteran gigi dasar I. Selain itu, makalah ini juga bertujuan
untuk menambah wawasan tentang imunologi dan sistem imunitas tubuh bagi para
pembaca dan juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak/Ibu selaku dosen bidang studi
imunologi dan sistem imunitas tubuh I yang telah memberikan tugas ini sehingga
dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang
kami tekuni. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR......................................................................................... ii
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................. 3
3.1 Kesimpulan................................................................................... 31
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Secara umum sistem imun dibagi menjadi dua lini: imunitas alamiah dan
imunitas adaptif. Imunitas alamiah (innate) adalah pertahanan lapis pertama,
berupa mekanisme non-spesifik (antigenindependent) untuk melawan dan
mengatasi patogen yang menerobos masuk ke dalam tubuh kita. Imunitas adaptif
bersifat spesifik terhadap antigen (antigen-dependent), dan memiliki memori
sehingga tubuh kita mampu bereaksi dengan lebih cepat serta lebih efisien pada
saat terpapar ulang dengan antigen yang sama.
Dalam telaah pustaka ini akan dibahas secara singkat mengenai asal dari sel
limfosit B, perkembangan sel limfosit B di sumsum tulang belakang (bone
marrow), perkembangan sel limfosit B menjadi sel plasma dan sel memori serta
marker yang bisa digunakan untuk pemeriksaan sel limfosit B dengan
flowcytometry.
.2 Rumusan Masalah
.3 Tujuan Penulisan
Gambar 1.1
Gambar confocal dari makrofag yang diturunkan dari monosit manusia yang
menyimpan streptokokus M1T1 hidup (hijau) seperti yang dinilai dengan
pewarnaan dengan viabilitas bakteri.
Reseptor antigen sel B dan sel T berbeda dalam satu hal yang sangat
penting: Reseptor antigen sel B dapat berinteraksi langsung dengan antigen,
sedangkan reseptor antigen sel T mengenali antigen hanya ketika disajikan kepada
mereka di permukaan sel lain oleh molekul MHC. Selain mengenali antigen
nonself, sel-sel sistem kekebalan juga mengenali perubahan diri yang diakibatkan
oleh proses penyakit tertentu misalnya, antigen diri yang dimodifikasi yang
ditemukan pada sel tumor dan dapat menghilangkan sel tumor setelah dikenali.
Kemampuan untuk mengenali antigen diri yang tidak dapat berubah, jika
tidak diatur, menyebabkan penyakit autoimun, seperti pada beberapa bentuk
diabetes mellitus. Untungnya, sistem kekebalan adaptif mengandung sejumlah
mekanisme untuk memastikan bahwa antigen diri yang tidak berubah dapat
ditoleransi yang mencegah penyakit autoimun pada kebanyakan orang.2
Keberhasilan medis yang terkait dengan kemajuan pengetahuan tentang
sistem pertahanan tubuh mencakup peningkatan kesehatan masyarakat yang
timbul dari vaksinasi penyakit menular, sukses dengan transplantasi organ, seperti
dengan ginjal dan jantung, pengobatan untuk mengurangi cacat bawaan pada
sistem kekebalan, obat untuk mengontrol gejala alergi atau hipersensitivitas, dan
berbagai perkembangan teknologi yang ditambah dengan kemampuan untuk
memproduksi antibodi dengan spesifitas yang tepat (antibodi monoklonal) telah
diadaptasi untuk digunakan dalam segala hal mulai dari tes kehamilan hingga
pengobatan kanker.2
2.2 FUNGSI ORGAN-ORGAN SISTEM LIMFOID
Organ limfoid terdiri dari kelenjar limfe, tonsil, spleen, timus, dan sumsum
tulang. Kelenjar limfe berukuran 1-25 mm, ditemukan di sepanjang pembuluh
limfatik dan dinamakan sesuai dengan tempatnya. Organ limfoid, terdapat
jaringan limfoid yang banyak mengandung limfosit yang akan melawan agen
perusak seperti organisme asing atau toksin. Jaringan limfoid yang letaknya
tersebar ini menguntungkan tubuh untuk menahan invasi organisme sebelum lebih
luas.1
Jaringan limfoid di nodus limfe untuk melawan antigen yang menginvasi
jaringan perifer tubuh.
Jaringan limfoid di tonsil dan adenoid untuk melawan antigen yang
masuk melalui saluran pernapasan.
Jaringan limfoid di spleen, timus, dan sumsum tulang untuk melawan
antigen yang berhasil mencapai sirkulasi darah.
Jaringan limfoid di dinding saluran cerna untuk melawan antigen yang
masuk melalui usus.
Perjalanan organisme asing atau toksin setelah masuk ke tubuh yaitu agen
sampai di cairan jaringan, kemudian agen ini akan dibawa melalui pembuluh
limfe ke nodus limfe atau jaringan limfoid lainnya. Selain sebagai “Gudang”
limfosit, beberapa organ limfoid juga memiliki fungsi khusus, yaitu:1
1. Kelenjar limfe untuk membersihkan limfe.
2. Spleen untuk membersihkan darah.
3. Timus sebagai tempat matur limfosit-T.
4. Sumsum tulang untuk memproduksi leukosit.
Gambar 1.3
Organ limfoid utama pada manusia dewasa
Sumsum Tulang
Sumsum tulang merupakan organ hematopoietik utama pada manusia.
Semua jenis sel darah dihasilkan di sumsum tulang. Pembentukan sel T dan B
terjadi di rongga internal ini; Perkembangan dari nenek moyang sel B menjadi sel
B imatur terjadi dalam arah radial ke tengah tulang. Sel T yang belum matang
diproduksi di sumsum tulang tetapi bermigrasi ke timus untuk matang
sepenuhnya.2
Hematopoiesis difasilitasi di sumsum tulang oleh campuran sel yang
menyediakan sumber faktor pertumbuhan dan sitokin yang penting untuk
perkembangan berbagai jenis sel darah.2
Timus
Timus adalah organ dengan dua lubang yang ditemukan di mediastinum
anterior. Timus terbentuk dari sel epitel dari kantong faring ketiga, celah brakialis
yang sesuai, dan lengkungan faring. Timus tumbuh sampai pubertas dan
kemudian mengalami involusi yang progresif. Pada usia dewasa akhir, sebagian
besar merupakan jaringan adiposa dengan hanya sedikit jaringan limfoid yang
tersisa. Peran utama timus adalah memilih sel T yang mampu mengenali self
major histocompatibility complex (MHC) yang dikenal sebagai seleksi positif dan
menghancurkan sel T yang mengenali antigen sendiri. Timus memiliki tiga area
utama:
1. Zona subkapsular berisi sel T progenitor paling awal.
2. Korteks padat dengan sel T berkembang yang menjalani seleksi.
3. Mengandung medulla lebih sedikit, tetapi lebih dewasa, limfosit T ini telah
bertahan dari proses seleksi dan akan segera dirilis ke pinggiran.
Gambar 1.4
Skema sederhana yang menunjukkan organisasi seluler timus (T). MHC,
kompleks histokompatibilitas utama.
Gambar 1.5
Kelenjar getah bening. A, Bagian bernoda dari sebuah node. B, Skema
sederhana yang menunjukkan organisasi node. APC, sel penyaji antigen.
Limfosit yang bersirkulasi memasuki nodus melalui high endothelial
venules (HEVs) khusus di paracortex. Antigen tiba di getah bening yang mengalir
dari jaringan perifer. Antigen yang ada dalam larutan atau sebagai partikel kecil
dalam suspensi disaring keluar dari getah bening dan disajikan ke sel B di folikel
primer.2
Getah bening juga mengandung sel dendritic yang membawa antigen pada
permukaan molekul MHC. Sel dendritik ini memasuki paracortex dan mencari sel
T CD4+ yang mampu mengenali antigen yang mereka hadirkan. Jika pengenalan
antigen terjadi, sinaps imunologi untuk sementara terbentuk. Jika tidak, sel
dendritik akan terus mencari sel T yang mampu mengenali antigen. Sel T CD4
yang telah dirangsang dengan cara ini akan berkembang biak, memperbesar
paracortex. Beberapa sel T juga akan bermigrasi ke pusat germinal tetangga, di
mana mereka dapat membantu sel B yang merespons antigen.2
Selama aktivasi limfosit, cairan dan sel terakumulasi di dalam nodus yang
menyebabkan pembesaran kelenjar getah bening “kelenjar bengkak” yang khas
sebagai respons terhadap infeksi. Setelah sistem kekebalan membersihkan agen
infeksi, nodus kembali ke ukuran normalnya dan tidak dapat diraba lagi. Lokasi
kelenjar getah bening yang membengkak mencerminkan tempat infeksi. Misalnya,
jari yang terinfeksi menyebabkan pembengkakan kelenjar ketiak. Nodus bengkak
yang lebih umum (limfadenopati) mencerminkan infeksi atau tumor umum.2
Limpa
Limpa, organ limfoid sekunder seukuran kepalan tangan, ditemukan di
kuadran kiri atas perut. Limpa adalah organ limfoid utama dan memiliki fungsi
yang mirip dengan kelenjar getah bening, yaitu interaksi antigen-limfosit dan
aktivasi serta proliferasi limfosit selanjutnya. Tidak seperti kelenjar getah bening,
limpa tidak terhubung ke sistem limfatik, sehingga sel dan antigen datang dan
keluar melalui darah. Limpa memiliki dua fungsi tambahan. Pertama,
mengandung sejumlah besar makrofag yang menyaring darah, menghilangkan
mikroba dan sel darah merah mati.
Kedua, situs utama untuk respons terhadap antigen yang dibawa darah dan
merupakan sumber sel B yang merespons dengan tidak adanya bantuan sel-T
untuk antigen polisakarida dinding sel bakteri. Limpa mengandung dua area
utama: pulpa merah mengandung (terutama) makrofag dan sel darah merah dalam
proses pembuangan, dan pulpa putih mengandung jaringan limfoid yang padat.
Limpa diperkirakan menyimpan sekitar 25% dari total limfosit di dalam tubuh.
Histologi pulpa putih mirip dengan kelenjar getah bening dan dipisahkan menjadi
daerah limfosit B dan T. Sel T terutama ditemukan di sekitar pembuluh darah,
sedangkan sel B ditemukan terutama di folikel.2
Seperti kelenjar getah bening, limpa juga bisa membesar selama beberapa
infeksi. Ini cenderung menjadi infeksi sistemik seperti malaria, infeksi virus
Epstein Barr (EBV), dan endokarditis bakterial. Limpa juga membesar karena
penyakit darah dan beberapa penyakit berbahaya lain, seperti hati.2
Gambar 1.5
Jaringan limfoid terkait mukosa (MALT). A, Bagian bernoda dari patch
Peyer (jaringan limfoid terkait usus [GALT]). B, Organisasi GALT di patch
Peyer. C, sel M di epitel terkait folikel usus (FAE). D, Transportasi
imunoglobulin A (IgA) melintasi epitel.
Gambar 1.6
Penampang usus halus yang menunjukkan dua jenis limfosit mukosa:
lamina propria (LP) dan limfosit intraepitel. Bagian ini telah memotong beberapa
vili. Di inti setiap vilus terdapat beberapa lamina propria yang mengandung
limfosit di jaringan ikat. Limfosit intraepitel (panah) juga tersebar di sekitar epitel.
Gambar 1.7
A, kulit yang meradang selama tes hipersensitivitas tipe tertunda. B,
Skema kulit yang disederhanakan yang menunjukkan sel penyaji antigen (APC)
dan sel Langerhans.
b) Hambatan fisiologis
c) Fagositosis
Sifat Sitokin
Biasanya diproduksi oleh sel sebagai repons terhadap rangsangan. Sitokin yang
dibentuk segera dilepas dan tidak disimpan didalam sel. Sitokin yang sama dapat
diproduksi oleh berbagai sel. Satu sitokin dapat bekerja terhadap beberapa jenis
sel dan dapat menimbulkan efek melalui berbagai mekanisme. Berbagai sitokin
dapat memiliki banyak fungsi yang sama, sitokin dapat/sering mempengaruhi
sintesis atau efek sitokin lain. Efeknya akan tampak saat berikatan dengan
reseptor yang spesifik pada permukaan sel sasaran atau sel target.4
Pada dasarnya sitokin berfungsi sebagai autokrin, namun pada kenyataannya juga
dapat berfungsi sebagai parakrin ataupun endokrin. Dalam melaksanakan
tugasnya, sitokin dapat juga bekerja sebagai inhibitor atau antagonis sitokin lain,
bahkan dapat pula menghambat kerja sitokin yang bersangkutan. Diketahui pula
bahwa sitokin ikut berperan dalam sistem imunitas alamiah maupun imunitas
dapatan/spesifik.4
Fungsi Sitokin
Sitokin tidak tersedia sebagai molekul yang siap digunakan, melainkan sintesa
sitokin diawali oleh transkripsi gen baru yang sesaat, sebagai hasil aktivasi seluler.
Sitokin seringkali bekerja secara pleitropic : yaitu sitokin mempunyai
pengaruh/bekerja pada berbagai sel target dan redundants : yang berarti
beberapa /berbagai sitokin melaksanakan fungsi yang sama terhadap satu jenis sel.
Suatu jenis sitokin serig mempengaruhi kerja dan sintesa sitokin lain.
Kemampuan ini menuju pada kaskade dimana sitokin kedua dan ketiga dapat
memfasilitasi pengaruh biologic dari sitokin pertama. Sitokin dapat bekerja secara
local atau pada sel lain didekatnya.4
Gambar 2.7 Gambaran umum proses imunitas yang dimediasi sel dan imunitas
yang dimediasi oleh antibodi diinduksi oleh paparan
Virus
Sumber: Review of Medical Microbiology and Immunology
Tabel 1.1 Tipe respon imun
Immunology for medical students
BAB III
PENUTUP
1.1 Kesimpulan